Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada populasi di Swedia, total 13,656 anak laki-laki dan
11,648 anak perempuan didiagnosa hipertrofi tonsil. Insidence
ratio 4.53 laki-laki dan 4.94 perempuan. .Secara global, 93% %
anak mengalami hipertrofi tonsil dengan distribusi 25% grade 1,
38,4% grade 2, 32,7 % grade 3, dan 3,8 % grade 4 tahun 2014.
Adapun prevalensi hipertrofi tonsil di Turki 11%.1

Di korea,

prevalensi hipertrofi tonsil grade 3 dan 4 adalah 28% pada usia 6


tahun dan 22,9% pada usia 7 tahun. Prevalensi tersebut
menurun secara dramatis setelah 10 tahun, dengan prevalensi
dibawah 10%. Prevalensi hipertrofi tonsilla palatina secara
signifikan meningkat pada anak obes dari pada pada anak nonobes.1,2,3,4
Hipertrofi fisiologis tonsil dan adenoid selama kanak-kanak
dapat memberikan perubahan seperti mempengaruhi bicara.
Masalah dengan artikulasi konsonan dento - alveolar dan
resonansi

suara

telah

dilaporkan

sebelumnya.

Prevalensi

gangguan bicara dan suara pada anak-anak dengan hipertrofi


tonsil masih agak tidak jelas tetapi dalam sebuah studi oleh
Salami dan rekan (2008 ) yang melaporkan 42,5 % sebelum

operasi . Jaringan hipertrofi memiliki efek peredam menyebabkan


penurunan kualitas dan ketepatan keluaran suara.5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI

Tonsil
Merupakan massa jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior
faring

(kerongkongan),

kerongkongan,dan

menangkap

menghasilkan

bakteri

antibodi

dan
untuk

virus

yang

memasuki

membantu

mencegah

peradangan.6
Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring.
Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga
mulut yaitu tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil faring (adenoid), tonsil lingual
(tonsil

pangkal

lidah),

tonsil

tuba

Eustachius

(lateral

band

dinding

faring/Gerlachs tonsil).7

Tonsil Faringeal
Terletak pada dinding posterior dan atap nasofaring dan disebut adenoid
bilamana mengalami pembesaran.
Korelasi klinis: adenoid adalah hipertrofi atau pembesaran tonsila faringea
yang menyumbat jalan udara dari cavitas nasi melewati choana ke dalam
nasofaring, dengan demikian,menyebabkan kesukaran bernapas dengan hidung
dan pembentukan bunyi. Adenoid dapat menghalangi ostium faringeum tuba
auditiva, dan peradangan dapat menyebar dari nasofaring melewati tuba auditiva
menuju rongga telinga tengah, menyebabkan otitis media, yang dapat berakibat
ketulian.7
Tonsila palatina
Terletak pada masing-masing sisi orofaring pada celah antara plica
palatoglossus dan palatofaringeus. Kaya pembuluh darah, menerima darah dari

A.palatina ascendens dan cabang tonsilar A.facialis, cabang palatina desenden A.


Maxillaris, cabang palatina A.faringea ascendens, dan cabang dorsalis lingua
A.lingualis.dipersarafi oleh cabang N.glossofaringeus dan cabang palatina minor
N.maxillaris.7
Tonsila tubalis
Merupakan kumpulan nodul limfoid dekat ostium faringeum tuba auditiva7
Tonsila lingualis
Merupakan kumpulan folikel lomfoid pada bagian posterior dorsum
lingua.7 Tonsil terletak di orofaring, terapit di antara arkus palatoglossus dan arkus
palatofaringeus. Dibatasi oleh kapsul fibrosa yang tipis, tonsil berbatas jelas dari
otot-otot faring. Pada usia muda, kebanyakan tonsil relatif besar, mungkin karena
aktivitas yang tinggi. Besarnya berbeda-beda dan tidak begitu penting, kecuali
bila hampir menutup rapat faring (kissing-tonsils). Di dalam kriptanya, tonsil
banyak menyimpan bakteri komersial dan kadang-kadang patogen, tanpa
menimbulkan banyak gejala klinis.8

2.2 FISIOLOGI & IMUNOLOGI


Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama
yaitu:
1. Menangkap dan mengumpulkan benda asing dengan efektif
2. Tempat produksi antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma yang bersal dari
diferensiasi limfosit B. Limfosit terbanyak ditemukan dalam tonsil adalah limfosit
B. Bersama-sama dengan adenoid limfosit B berkisar 50-65% dari seluruh

limfosit pada kedua organ tersebut. Limfosit T berkisar 40% dari seluruh limfosit
tonsil dan adenoid. Tonsil berfungsi mematangkan sel limfosit B dan kemudian
menyebarkan sel limfosit terstimulus menuju mukosa dan kelenjar sekretori di
seluruh tubuh. Antigen dari luar, kontak dengan permukaan tonsil akan diikat dan
dibawa sel mukosa ( sel M ), antigen presenting cells (APCs), sel makrofag dan
sel dendrit yang terdapat pada tonsil ke sel Th di sentrum germinativum.
Kemudian sel Th ini akan melepaskan mediator yang akan merangsang sel B. Sel
B membentuk imunoglobulin (Ig)M pentamer diikuti oleh pembentukan IgG dan
IgA. Sebagian sel B menjadi sel memori. Imunoglobulin (Ig)G dan IgA secara
fasif akan berdifusi ke lumen. Bila rangsangan antigen rendah akan dihancurkan
oleh makrofag. Bila konsentrasi antigen tinggi akan menimbulkan respon
proliferasi sel B pada sentrum germinativum sehingga tersensititasi terhadap
antigen, mengakibatkan terjadinya hiperplasia struktur seluler. Regulasi respon
imun merupakan fungsi limfosit T yang akan mengontrol proliferasi sel dan
pembentukan imunoglobulin. Aktivitas tonsil paling maksimal antara umur 4
sampai 10 tahun. Tonsil mulai mengalami involusi pada saat puberitas, sehingga
produksi sel B menurun dan rasio sel T terhadap sel B relatif meningkat. Pada
Tonsilitis yang berulang dan inflamasi epitel kripta retikuler terjadi perubahan
epitel squamous stratified yang mengakibatkan rusaknya aktifitas sel imun dan
menurunkan fungsi transport antigen. Perubahan ini menurunkan aktifitas lokal
sistem sel B, serta menurunkan produksi antibodi. Kepadatan sel B pada sentrum
germinativum juga berkurang.9

2.3 HISTOLOGI
Tonsilla palatina yang berpasangan merupakan agregat nodulus limfoid
yang terletak di rongga mulut. Tonsila palatina tidak dibungkus oleh kapsul
jaringan ikat. Akibatnya, permukaan tonsilla palatina dilapisi oleh epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk (1,6 )yang juga melapisi bagian mulut lainnya.
Masing-masing tonsilla memiliki alur-alur yang dalam yaitu kriptus tonsil
(cryptae tonsilla) (3,9) yang juga dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk (1,6). Dibawah epitel (1,6) dalam jaringan ikat terdapat banyak
nodulus limfoid (2) yang tersebar di sepanjang kriptus tonsil. Nodulus limfoid
sering menyatu dengan yang lain dan biasanya memperlihatkan pusat germinal
(7) yang berwarna lebih muda. Dibawah tonsilla palatina terdapat jaringan ikat
padat dan membentuk kapsul (4,10). Dari kapsul terbentuk jaringan ikat
trabekula dengan pembuluh darah (8). Jaringan ikat ini meluas kearah

permukaan tonsil di antara nodulus-nodulus limfoid. Dibawah kapsul jaringan ikat


terdapat potongan serat otot rangka (5).10

A . Tonsil Normal

B. Hipertrofi Tonsil

Secara histologi, pembesaran folikel limfoid merupakan karakteristik hipertrofi


tonsil. Gambar A (tonsil normal) menunjukkan tidak ditemukannya polaritas dari
folikel limfoid dan B(hipetrofi tonsil) menunjukkan adanya polaritas hipertrrofi
tonsil (panah kuning). Polaritas folikel limfoid adalah tanda dari hiperplasia
reaktif. Polaritas didefenisikan sebagai zona mantel hiperplasia yang terlokalisasi
dan menuju stimulasi antigen untuk menghilangkan bakteri atau patogen.4

A. Tonsil Normal

B. Hipertrofi Tonsil
7

Gambar A (Tonsil normal) dan B (Hipertrofi tonsil) menunjukkan perbedaan


ukuran germinal senter. Hipertrofi tonsil ditandai oleh membesarnya

folikel

limfoid dengan pembesaran signifikan dari germinal senter.4


Pusat germinal terlihat pucat tetapi bukan dari warna yang sebenarnya.
Hal ini lebih gelap menuju medula, menunjukkan kumpulan dari berbagai jenis sel
di dalamnya. Sel-sel ini termasuk-limfosit B dalam berbagai tahap kematangan.
angka mitosis sel B menunjukkan kondisi hiperplastik limfosit B dalam germinal
center. Ada juga demarkasi yang tajam pada pusat germinal dari limfosit zona
karena di zona B-limfosit disusun melingkar dengan pola kulit bawang, dan dari
ukuran kecil dan erat.. 4

2.4 DEFENISI
Hipertrofi tonsil adalah istilah yang diberikan untuk sebuah pembesaran
secara tidak normal jaringan tonsil , ditandai oleh pembesaran folikel limfoid
dengan pembesaran signifikan dari pusat germinal. Hipertrofi bukan merupakan
penyakit, tapi merupakan hal yang dipicu oleh peningkatan aktivitas imunologi
yang diketahui sebagai hipertrofi tonsil.11,12
Meskipun mekanisme patofisiologi yang tepat dari hipertrofi jaringan
limfoid dari saluran napas bagian atas tidak diketahui. Ada

salah satu

kemungkinan bahwa selama hidup postnatal awal, virus pernapasan dapat


memodifikasi jaringan neuroimmunomodulatory dalam tonsil, dan dalam
menanggapi berbagai rangsangan eksogen mempromosikan pola yang berbeda

dari proliferasi. H. influenza adalah bakteri yang paling sering terisolasi di


hipertrofi tonsil lainnya menjadi alpha dan streptokokus hemolitik beta spesies, S.
Aureus.4
2.5 ETIOPATOGENESIS
Aktivitas Imunologi
Mekanisme patogen hipertrofi tonsil tidak diketahui dan tidak memiliki
penjelasan infeksi atau imunologi yang tepat. Studi epidemiologis menunjukkan
lingkungan tercemar sebagai penyebab utama dari hipertrofi tonsil. Tonsil dan
adenoid dari 67 anak-anak berusia 2-16 tahun (rata-rata 5,9 tahun) dibagi menjadi
tiga kelompok: tonsilitis berulang (n = 21), tonsillitis berulang dengan hipertrofi
tonsil (n = 21) dan hipertrofi tonsil tanpa riwayat tonsillitis (n = 25). Berikut ini
tanda-tanda biologis yang diamati: antibodi anti-streptolisin O dan antibodi antideoksi ribonuklease B serologi. Anti-streptolysin O antibodi dan antideoksiribonuklease titer antibodi B secara signifikan meningkat pada tonsilitis
berulang. kultur bakteri positif untuk Streptococcus pyogenes jarang dalam kasus
hipertrofi tonsil. Jumlah T-limfosit yang lebih rendah dan proporsi basofil lebih
tinggi pada hipertrofi tonsil daripada di tonsilitis berulang. Dua parameter
apoptosis yang diamati; aktivasi endonuklease, menginduksi kerusakan DNA
yang mengakibatkan kematian sel, dan kepekaan terhadap thapsigargin,yang
diketahui memicu pembelahan DNA dengan apoptosis endonuklease. Pada anakanak dengan hipertrofi tonsil, kedua parameter tersebut kontras menurun pada
mereka dengan tonsilitis berulang dimana apoptosis meningkat. Hal ini mungkin
berspekulasi bahwa peningkatan basofil pada anak-anak dengan hasil hipertrofi

tonsil meningkat pelepasan interleukin-4, yang bisa mencegah apoptosis limfoid


dan menyebabkan proliferasi sel dalam jaringan tonsil18
Umumnya tonsil mulai hipertrofi atau bertambah besar dalam tiga tahun
pertama kehidupan, yang merupakan periode aktivitas imunologi tertinggi selama
masa kanak-kanak. Tonsil palatina meningkat ukurannya sepanjang masa dan
cenderung mengalami regresi pada masa pubertas, ketika jaringan limfoid reaktif
mulai atrophy. Hipertrofi ini bukanlah penyakit tetapi karena peningkatan
aktivitas imunologi dan secara klinis dikenal sebagai hipertrofi tonsil.4
Menurut beberapa penelitian daerah interfollicular berkurang karena
pembesaran folikel limfoid pada hipertrofi tonsil dan relatif meningkat pada
penyakit tonsil .Demikian pula ketika T-limfosit diaktifkan, mereka memperbesar
untuk membentuk immunoblasts. Secara histologi mereka mirip dengan B-sel
dalam T-sel didominasi respon imunologi, daerah interfollicular dapat sangat
diperluas. Aktivasi T-limfosit disebarluaskan melalui sirkulasi ke tempat yang
jauh.4
Epitel tonsil palatine manusia terdiri dari 2 kompartemen yang berbeda
yaitu, epitel permukaan dan epitel kripta. Epitel tonsil ditandai sebagai
lymphoepithelium. Daerah epitel yang terkena antigen meningkat sebesar 10
sampai 30 ikatan kripta, dan meluas dalam ke jaringan tonsilar. Jaringan limfoid,
yang didominasi IgD dan IgA memproduksi limfosit B (termasuk beberapa sel
plasma yang matur), limfosit T dan Antigen Precenting Cell. Jaringan limfoid
tonsil secara langsung terkena lingkungan luar melalui inspirasi udara atau dengan
makanan yang tertelan. Elektron pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa

10

epitel kripta matang adalah berpori dan memungkinkan penonjolan limfosit


melalui pori-pori ini yang memediasi response kekebalan tubuh. Ini menjelaskan
fungsi tonsil palatine berpartisipasi dalam inisiasi dan pemeliharaan respons imun
lokal dan sistemik.4
Keganasan
Menurut National Cancer Institute, faktor risiko yang diterima untuk
karsinoma sel skuamosa termasuk merokok dan penyalahgunaan etanol. Barubaru ini, namun, beberapa indikasi menunjukkan bahwa etiologi virus juga harus
dipertimbangkan.Beberapa studi telah mengidentifikasi indikasi keberadaan HPV
di sekitar 60% dari karsinoma tonsil. Ketika tonsil termasuk dalam studi area
orofaringeal, faktor-faktor risiko meliputi:14

defisit diet buah dan sayuran


Konsumsi minuman
Mengunyah sirih
Infeksi HPV
Merokok
penggunaan etanol

HPV adalah virus DNA beruntai ganda yang menginfeksi sel-sel basal epitel
dan dapat ditemukan sampai dengan 36% dari karsinoma sel skuamosa orfaring.
Meskipun lebih dari 100 strain telah diisolasi, HPV tipe 16 dan 18 yang paling
sering dikaitkan dengan kanker. Kode genom virus untuk Onkoprotein E6 dan E7,
yang telah meningkat aktivitas di strain yang sangat onkogenik.14
Karsinoma umumnya menyebar di sepanjang sulcus glossotonsillar
melibatkan dasar lidah untuk tingkat variabel. Selain itu, penyebaran sering

11

melibatkan palatum molle atau nasofaring. Fossa tonsil dibatasi lateral oleh
m.konstriktor

superior,

yang

mungkin

berisi

penyebaran

karsinoma.

Tonsil karsinoma selskuamous juga dapat bermetastasis ke retrofaringeal kelenjar


getah bening. Nodus ini bukan nodus utama, tapi metastasis ke lokasi ini dapat
terjadi ketika limfatik tergangggu. Metastasis jauh dari tonsil karsinoma sel
skuamous terjadi pada sekitar 15-30% pasien. Area yang paling umum adalah
paru-paru, diikuti oleh hati, dan kemudian tulang.14
2.6 GEJALA KLINIS
Karena strukturnya secara strategis terletak di faring, maka hipertrofi
tonsil dapat menyebabkan obstruksi jalan napas atas yang serius. Meskipun
hipertrofi tonsil mungkin asimtomatik, tonsil yang masive kadang-kadang
menutup jalan orofaring, terutama ketika pasien berbaring. Keadaan ini dapat
menimbulkan tidur yang terganggu dan sering terbangun atau dapat menyebabkan
kejadian apneik aktual (apneu tidur obstruktif) serta berpotensi terjadinya gagal
jantung kanan kor polmunal. Walaupun apneu yang sebenarnya tidak terjadi,
obstruksi yang bermaknan selama tidur dapat menyebabkan kelelahan sepanjang
hari, yang dapat bermanifestasi sebagai letargi atau hiperaktif pada anak. Anak
dengan usia yang lebih tua dapat mengalami kesulitan berkonsentrasi di sekolah.
Yang lebih berat dari pada tidur yang terganggu adalah timbulnya apneu tidur
obstruktif yang sebaiknuya dicurigai pada setiap pasien yang mengalami henti
pernapasan selama lebih dari 10 detik ketika tidur atau riwayat mendengkur yang
hebat dengan sering mengalami somnolen sepanjang hari. Tonsil yang membesar
dapat membuat anak kecil sulit makan, dan mengalami gagal tumbuh.13,17

12

2.7 PEMERIKSAAN TONSIL:


Buka mulut lebar-lebar, lidah ditarik kedalam, dilunakkan, lidah ditekan ke
bawah, dibagian medial.15

Lidah ditekan ke anterior dari tonsil hingga kelihatan pole bawah tonsil
a. Memeriksa besar tonsil
besar tonsil ditentukan sebagai berikut:

Friedman Staging
Grade 1 : tonsil berada dalam fossa tonsilaris
Grade 2 : tonsil mencapai arcus posterior
Grade 3 : tonsil melampaui arcus posterior tapi tidak mencapai midline
Grade 4 : tonsil mencapai midline16
b. Memeriksa mobilitas tonsil
Digunakan 2 spatula:
Spatula 1: posisi sama dengan diatas

13

Spatula 2: posisi ujungnya vertical menekan jaringan peritonsiler, sedikit


lateral dari arkus anterior
Pada tumor tonsil: fiksasi
Pada tonsillitis kronik: mobile dan nyeri
c. Memeriksa patologi dari tonsil dan pallatum mole.
Perhatikan anatominya
Perhatikan patologisnya:
Tonsillitis akut: semua merah, titik-titik putih pada tonsil
Tonsillitis kronik: arkus anterior merah
Afte: ditekan sakit
Abses peritonsil: -ismus fausium kecil
-tonsil terdesak ke medial
-sekitar tonsil merah dan udem
-uvula terdesak heterolateral udematous
Difteri: - pseudo membran warna kotor, hemoragis, ada yang
diluar batas tonsil
-mukosa normal, bull neck, usap tenggorok
Plaut Vincent: ulkus seluruh tonsil, monolateral, febris, perlu usap

tenggorok
Radang spesifik: tuberkulosa
Tumor benigna: keras, fiksasi tonsil
Sikatrik: akibat tonsilektomi, insisi abses peritonsil
Korpus alienum: duri ikan, tulang
Pasien dengan karsinoma tonsil dapat hadir dengan massa leher.
Hal ini karena karsinoma timbul jauh di dalam kriptus tersebut.
Ini adalah invaginasi epitel yang mendalam dari epitel
permukaan. Selain presentasi massa leher, biasanya di wilayah
jugulodigastric, gejala dan tanda-tanda lainnya dapat berkembang.
Ini mungkin dalam hubungannya dengan massa leher atau
mungkin satu-satunya presentasi. Nyeri

tenggorokan, nyeri

telinga, benda asing atau sensasi massa, dan perdarahan yang


mungkin. Trismus adalah pertanda buruk karena mungkin
mengindikasikan keterlibatan ruang parafaringeal. Tumor tersebut

14

mungkin cukup besar untuk melibatkan atau membungkus


selubung karotis. Selain itu, tumor dapat meluas ke tengkorak
atau mediastinum. Bahkan jika massa leher tidak jelas pada
pemeriksaan

kasual,

palpasi

hati

dapat

mengungkapkan

limfadenopati servikal. Jika tumor telah melibatkan dasar lidah,


kelenjar kontralateral mungkin terlibat.14
Pembesaran Tonsil Unilateral
Pembesaran tonsil unilateral menunjukkan tumor ganas tonsil dan
memerlukan evaluasi segera. Massa tonsil yang paling sering
terjadi pada anak adalah limfoma. Pada orang dewasa yang tidak
mengalami infeksi HIV, diagnosis yang paling sering ditegakkan
adalah kanker limfoma. Pada orang dewasa dengan infeksi HIV,
diagnosis yang paling mungkin adalah limfoma atau penyakit
infeksius atipikal, seperti infeksi jamur. Penyebab lain tonsil yang
membesar secara unilateral adalah kista tonsil.17

15

2.8 PENATALAKSANAAN
Antibiotik
Keterlibatan bakteri dari hipertrofi tonsil berdasarkan peningkatan
limfosit pada tonsil dan adenoid . Hal ini dikonfirmasi dengan menemukan
sejumlah besar bakteri patogen seperti Haemophilus influenzae dan organisme B
-laktamase lainnya pada hipertrofi tonsil. Banyak penelitian telah menunjukkan
efikasi antibiotik spektrum luas dalam perbaikan gejala dan komplikasi dari
hipertrofi tonsil.19
Kortikosteroid
Peran faktor inflamasi pada hipertrofi tonsil disebabkan oleh peningkatan
ekspresi berbagai mediator dari respon inflamasi tonsil dan respon yang tepat
untuk agen anti - inflamasi seperti corticosteroids. Selain itu, ditemukannya
banyak reseptor steroid dan mRNA dalam jaringan adenoid telah mendukung
keterlibatan

faktor

inflamasi

di

kortikosteroid

adenohipertrofi

tonsil.

Kortikosteroid nasal telah terbukti mengurangi proliferasi sel dan produksi sitokin
pro - inflamasi dalam tonsil / adenoid . Beberapa studi mengungkapkan efek
kortikosteroid nasal dalam pengobatan adenotonsilar hipertrofi dan Obstruktif
Sleep Apneu
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa azitromisin dan fluticasone
dapat tepat digunakan untuk kasus-kasus ringan dan sedang dari hipertrofi tonsil .
Obat-obatan juga dapat diberikan untuk pasien dengan hipertrofi tonsil berat bagi

16

siapa operasi berisiko tinggi . Namun , azitromisin tampak lebih efektif daripada
semprot hidung flutikason dalam perkembangan gejala hipertrofi tonsil.19
Tonsilektomi
Tonsilektomi adalah prosedur bedah tersering kedua yang dilakukan
pada anak-anak di Inggris.pada tahun 2006, ada 530 000 tonsilektomi dilakukan
pada anak lebih muda dari 15 tahun, merupakan 16% dari semua operasi dalam
kelompok usia ini.20
Tonsilektomi merupakan salah satu prosedur operasi bedah yang sering di
Amerika Serikat, dengan lebih dari 530000 prosedur dilakukan pada anak
dibawah 15 tahun. Indikasi tonsilektomi termasuk infeksi tenggorokan rekuren
dan sleep-disordered breathing (SDB),yang keduanya dapat berefek pada
kesehatan dan kualitas hidup anak. Walaupun terdapat manfaat dari tonsilektomi,
komplikasi dari operasi tersebut dapat menyebabkam nyeri tenggorokan, mualmuntah post operatif, perubahan suara, perdarahan, delayed feeding, dan jarang
kematian,20
Tonsilektomi didefenisikan sebagai sebuah prosedur bedah dengan atau
tanpa adenoiktemi yang mengangkat tonsil secara komplit, termasuk kapsulnya,
dengan cara diseksi celah peritonsilar antara kapsul tonsil dan dinding muskular.20
Indikasi Tonsilektomi21,22
The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery
Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan:
1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat.

17

2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi dan menyebabkan gangguan


pertumbuhan orofasial.
3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor
pulmonal.
4. Rhinitis dan sinusitis yang kronik, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan.
5. Napas bau yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.
6. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus
hemoliticus.
7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
8. Otitis media efusa/otitis media supuratif.
Komplikasi Tonsilektomy
Komplikasi pada operasi yang digambarkan antara lain mencakup trauma pada
gigi , laring , dinding faring , atau palatum molle ; intubasi sulit ; laringospasme ;
edema laring ; aspirasi; kompromi pernapasan ; endotrakeal tube pengapian ; dan
gagal jantung. Cedera pada struktur di dekatnya telah dilaporkan ,yaitu termasuk
luka bakar pada bibir, dan fraktur mandibula. Sedangkan komplikasi pasca operasi
termasuk mual , muntah , sakit , dehidrasi , otalgia ,edema paru post obstructive
insufisiensi velopharyngeal , dan nasofaring stenosis . Komplikasi lebih sering
terjadi pada pasien dengan gangguan kraniofasial,sindrom Down , cerebral palsy ,
penyakit jantung , atau perdarahan diatesis dan pada anak-anak dibawah dari 3
tahun.20
2.9 KOMPLIKASI
Hipertrofi tonsil juga dapat menyebabkan komplikasi pada pernapasan
dan jantung, seperti hipoventilasi kronis alveolar, hipertensi pulmonal, kor

18

pulmonal, dan gagal jantung kanan.Pada kasus yang parah , pasien menderita
pulmonale cor , hipertensi arteri paru-paru , atau pengurangan ventilasi alveolar ;
semua yang bisa kambuh akibat adenotonsilektomi. Obstruksi berat dari saluran
napas atas menyebabkan cor pulmonale , gangguan ventilasi , dan pengurangan
ventilasi alveolar, yang pada gilirannya menyebabkan gejala hiperkapnia kronis
dan hipoksia dan akademisi selanjutnya pernapasan , stenosis arteri pulmonalis ,
dilatasi ventrikel kanan, dan gagal jantung. Pneumonia juga dapat menjadi
komplikasi jika hipertrofi tonsilar tak ditangani dengan baik.13

BAB III
KESIMPULAN
Tonsil merupakan massa jaringan limfoid yang terletak pada dinding
posterior faring (kerongkongan), menangkap bakteri dan virus yang memasuki
kerongkongan,dan

menghasilkan

antibodi

untuk

membantu

mencegah

peradangan. Hipertrofi tonsil dan komplikasinya merupakan penyebab utama


tonsillectomy. Umumnya tonsil mulai hipertrofi atau bertambah besar dalam tiga
tahun pertama kehidupan, yang merupakan periode aktivitas imunologi tertinggi
selama masa kanak-kanak. Hipertrofi tonsil ditandai oleh pembesaran folikel
limfoid

dengan pembesaran signifikan dari germinal center . Meskipun

mekanisme patofisiologi yang tepat dari hipertrofi jaringan limfoid dari saluran
napas bagian atas tidak diketahui. Ada salah satu kemungkinan bahwa selama
hidup

postnatal

awal,

virus

pernapasan

dapat

memodifikasi

jaringan

19

neuroimmunomodulatory dalam tonsil, dan dalam menanggapi berbagai


rangsangan eksogen mempromosikan pola yang berbeda dari proliferation. Karena
strukturnya secara strategis terletak di pharynx, maka hipertrofi tonsil dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas atas yang serius. Keadaan ini dapat
menimbulkan tidur yang terganggu dan sering terbangun atau dapat menyebabkan
kejadian apneik aktual (apneu tidur obstruktif) serta berpotensi terjadinya gagal
jantung kanan kor polmunal

DAFTAR PUSTAKA
1. Ameli F., Brocchetti F., Tosca M.A,dkk. Tonsil Volume And Allergic Rhinitis
In Children. Allergy Rhinol,Department of Health Sciences, Genoa
University, Italy. 2014; 5(3): e139
2. Chae S., Hwang K., Lee D.J., dkk. The Incidence And Clinical Symptoms Of
Palatine Tonsillar Hypertrophy In Elementary School Children. Department
Of Otolaryngology Head And Neck Surgery, College Of Medicine, Korea
University, Seoul, Korea. Dec 2000 ; 43 (12): 1342
3. Friberg D., Sundquist J., Li X., dkk. Sibling Risk Of Pediatric Obstructive
Sleep Apnea Syndrome And Adenotonsillar Hypertrophy. PMC US National
Library of Medicine National Institutes of Health. Agustus 2009; 32(8):1077
4. Shahbaz S, dkk. Follicles in Hypertrophied Tonsils. Department of Anatomy,
King Edward Medical University, Lahore. 2015; 9(4) : 1290-1293

20

5. Hammarstrm I.L.,, Ericsson E., Hultcrantz

E., dkk. Influence Of

Adenotonsillar Hypertrophy On /S/-Articulation In Children-Effects Of


Surgery. Department of clinical and experimental medicine, Linkping
University. 2011; 36 (3) : 2-3,5.
6. Mukai S. Tonsils Increase in Weight During Growth. International Journal of
Clinical Medicine, Otorhinolaryngology, Mukai Clinic, Yamato, Kanagawa,
Japan. 2013.:
7. Chung KW. Essential Anatomi Kepala dan Leher. Tangerang : Binarupa
Aksara. 2013. 128
8. Broek PV, Fenestra L. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan
Telinga edisi 12. Jakarta :EGC.2007: 182
9. Novaldi N., Rusli P. Mikrobiologi Tonsilitis Kronis. Bagian Telinga Hidung
Tenggorok-Kepala dan Leher : Fak. Kedokteran Universitas Andalas
10. Eroschenko V.P. Atlas Histologi Difiore. Jakarta . EGC. 2000; 11: 216
11. ePainAssist.
Antibiotics,

Tonsillar

Hypertrophy:

Tonsillectomy

Causes,

Surgery.

2016.

Symptoms,

Treatment-

Diakses

melalui

http://www.epainassist.com
12. Austin J. Tonsil Hypertrophy: Causes, Symptoms and Treatments.
Online

Austin

Ent

Physician.

2016.

Diakses

Book
melalui

http://www.draustinent.com
13. Lemyze M., Raphael F. Enlarged Tonsils and Fatigue. American Academy of
Family Physicians. 2010. Diakses melalui www.aafp.org/afp .

21

14. Kokot N. Malignant Tonsil Tumor Surgery. Mar 2016. Diakses melalui
http://emedicine.medscape.com/article/848034-overview
15. Rukmini, Sri, Sri Herawati.. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung &
Tenggorok. Jakarta: EGC. 2000: 55-57
16. Friedman M., Ibrahim H., Bass L. Clinical Staging For Sleep Disordered
Breathing. Otolaryngol Head Neck Surg. 2002;127:15
17. Lucente , Frank E. Ilmu THT Esensial Edisi 5. Jakarta. EGC. 2011 : 388
18. Gonzales L., Diaz P., Delgado F., dkk. Lack Of Lymphoid Cell Apoptosis In
The Pathogenesis Of Tonsillar Hypertrophy As Compared To Recurrent
Tonsillitis. Eur J Pediatr. 1999 Jun;158(6):469
19. Jazy S.M., Barati B., Kheradman A. Treatment Of Adenotonsillar
Hypertrophy: A Prospective Randomized Trial Comparing Azithromycin Vs.
Fluticasone. J Res Med Sci. 2011 Dec; 16(12): 1592,1575
20. Baugh R.F., Archer S.M., ,. Mitchell R.B., dkk. Clinical Practice Guideline:
Tonsillectomy in Children. American Academy of OtolaryngologyHead and
Neck Surgery Foundation . 2011 Apr 18: S3-S4
21. Soepardi, Efiaty Arsyad, Nurbaiti Iskandar, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007 : 224
22. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of sore throat and
indications for tonsillectomy.2010: 1

22

Anda mungkin juga menyukai