Anda di halaman 1dari 16

PEMBENTUKAN KADER KONSERVASI HUTAN MANGROVE MELALUI

MODUL BERBASIS KEMANFAATAN SEBAGAI BAHAN MAKANAN DAN


MINUMAN
Muhammad Zaini
Ahmad Ripani
Dosen S1 dan S2 Pendidikan Biologi Unlam. Email balittra_32@yahoo.co.id.
Alumni Pascasarjana Magister Pendidikan Biologi, Guru SMK Unggulan Husada Banjarmasin. Email:
phanylabrsas@yahoo.co.id
.

Abstrak
Penelitian & pengembangan ini bertujuan untuk (1) menghasilkan modul
pengembangan berbasis hutan mangrove yang dapat diolah menjadi bahan makanan
bagi siswa SMA dan MA yang valid dan efektif, (2) menghasilkan kader konservasi
yang dijaring dari siswa SMA/MA menggunakan modul hasil pengembangan.
Penelitian & pengembangan menggunakan model ASSURE. Data penelitian
dikumpulkan melalui tes hasil belajar berupa pengetahuan dan aktivitas kinerja
selama kegiatan. Pengetahuan dinilai dari hasil tes formatif, aktivitas diskusi dan
pengisian lembar LKS. Kinerja dinilai dari hasil aktivitas unjuk kerja membuat
majalah dinding, leaflet, kliping, membuat publikasi video ke youtube, membuat
desain spanduk dan membuat bahan olahan makanan dan minuman yang berasal dari
mangrove. Penetapan kader konservasi berdasarkan atas nilai skor pengetahuan dan
kinerja dalam proporsional rata-rata terhadap kriteria penilaian. Calon kader
konservasi dengan hasil sangat memuaskan yang minimal telah mengikuti 4 dari 5
kegiatan konservasi ditetapkan sebagai kader konservasi. Hasil penelitian
menunjukkan 1) didapatkan modul konservasi mangrove yang valid dan efektif 2)
pengetahuan dan kinerja calon kader konservasi mangrove menunjukkan hasil yang
sangat memuaskan dengan 100% calon kader yang terkategori sangat memuaskan
dan ditetapkan sebagai kader konservasi. .
Kata Kunci: hutan mangrove, pengetahuan, kinerja, bahan olahan makanan dan
minuman
Hutan mangrove merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak fungsi
dan manfaat. Hutan mangrove secara biologi berfungsi sebagai sumber plasma
nutfah, penyedia nutrisi sebagai sumber pakan konsumen pertama seperti cacing,
kepiting dan golongan kerang atau keong, selanjutnya menjadi makanan bagi
konsumen di atasnya dalam siklus rantai makanan ekosistem bagi biota perairan.
Hutan mangrove juga merupakan habitat berbagai satwa untuk berlindung, mencari
makan, pemijahan dan asuhan biota laut seperti ikan dan udang, serta tempat hidup
berbagai satwa liar, seperti monyet, buaya muara, biawak dan burung (Danuri et al.
2008).

Secara sosial ekonomi menurut Noor et.al. (2006) bahwa hutan mangrove
berfungsi sebagai tempat kegiatan wisata alam seperti rekreasi, pendidikan dan
penelitian, penghasil bahan pangan, penghasil obat-obatan, penghasil kayu untuk
kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas, daun nipah untuk
pembuatan atap rumah dan tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan
tangkap, petambak, dan pengrajin atap dan gula nipah.
Santoso et.a.l (2005) menyatakan bahwa pemanfaatan mangrove sebagai
bahan makanan sudah sejak abad 16 pada zaman kerajaan Gowa. Hingga saat ini
pemanfaatan mangrove masih dilakukan masyarakat secara turun temurun, hingga
telah dikembangkan berbagai produk olahan yang berbahan baku mangrove. Saat ini
telah dicetak dipublikasikan sebagai buku produk olahan berbahan dasar mangrove,
dalam buku resep makanan berbahan baku mangrove dan pemanfaatan nipah, bahwa
mangrove dapat diolah menjadi 51 bahan makanan yang memiliki nilai gizi yang
cukup lengkap seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral
Jenis rambai padi (Sonneratia caseolaris), Api-api (Avicenna marina) dan
nipah (Nypa fruticans) merupakan jenis terbanyak yang diolah menjadi bahan baku
makanan. Api-api dapat misalnya diolah menjadi kue bolu, donat, dawet dan cendol,
rambai padi diolah menjadi jus buah segar dan sirup, dan nipah dimanfaatkan sebagai
penghasil gula nipah dan kolak nipah (Priyono, 2010).
Kenyataan di lapangan, tidak banyak penduduk yang memanfaatkan hasil
hutan mangrove sebagai bahan makanan. Hal ini karena kurangnya informasi bagi
penduduk tentang potensi dan pemanfaatan hasil hutan mangrove. Selama ini
masyarakat cenderung memanfaatkan hasil hutan mangrove sebagai bahan kayu
bakar dan bahan bangunan atau kapal. Oleh sebab itu perlunya peningkatan minat
masyarakat dalam mengolah bahan baku makanan dan minuman yang berasal dari
mangrove, dengan tidak melupakan kelestariannya.
Seiring pertambahan penduduk terutama di daerah perairan yang terhubung
langsung dengan hutan mangrove, dikhawatirkan terjadi perubahan tataguna lahan
dan pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan, sehingga hutan mangrove cepat
menipis dan rusak terutama di daerah tropis. Aktivitas tersebut tidak hanya
mengganggu keseimbangan ekosistem, tetapi juga memicu ketidakberlanjutan
manfaat. Dampak akhirnya sudah pasti akan terkena pada masyarakat sendiri, yang

sejatinya adalah bagian tidak terpisahkan dari lingkungan tersebut. Kerusakan


mangrove tersebut menyebabkan masyarakat tidak dapat lagi mengambil manfaat
sebagai bahan pangan, sehingga berkurangnya bahan olahan pangan berbasis
mangrove, berakibat juga melemahnya ketahanan pangan penduduk setempat.
Upaya pelestarian yang dilakukan oleh pemerintah melalui program sektoral
melalui penetapan kawasan konservasi kawasan hutan mangrove belum maksimal
dalam upaya pelestarian hutan mangrove. Hal ini terjadi apabila tanpa disertai dengan
perubahan perilaku masyarakat tentang pentingnya upaya pelestarian hutan
mangrove. Peran serta masyarakat

yang dapat dilakukan adalah dengan

memberdayakan masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam upaya konservasi


melalui kegiatan kader konservasi.
Menciptakan masyarakat yang sadar lingkungan dapat dilakukan melalui
pembinaan para siswa dalam menanamkan prinsip-prinsip konservasi melalui
pendidikan lingkungan. Oleh sebab itu generasi muda sebagai generasi penerus, sejak
dini diberikan materi pembelajaran pendidikan lingkungan di bangku sekolah tentang
keanekaragaman hayati dan konservasi hutan.
Inovasi

konservasi

hutan

mangrove

dengan

pendekatan

pendidikan

lingkungan bagi generasi muda merupakan harapan dalam upaya pelestarian sejak
dini. Inovasi ini termasuk dalam bagian Pendidikan Biologi, karena Pendidikan
Biologi dapat menjadi wahana bagi generasi muda untuk mempelajari dirinya sendiri
dan alam sekitarnya.
Modul konservasi hutan mangrove tersebut sebagai media pembelajaran yang
bertujuan untuk mengenalkan hutan mangrove kepada calon kader konservasi dan
memandu mereka untuk melaksanakan berbagai kegiatan dalam kerangka pelestarian
hutan di kawasan hutan. Calon kader konservasi tersebut dapat menggunakan modul
konservasi hasil pengembangan yang diharapkan mereka dapat menerapkan dan
membagi ilmu yang didapatkan kepada teman sebaya dan lingkungan sekitarnya.
Harapan ke depan mereka berinovasi mengembangkan hasil produk olahan
baru berbahan baku mangrove yang memiliki nilai tambah ekonomi dan gizi bagi
masyarakat. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang
Pembentukan

kader

konservasi

hutan

mangrove

kemanfaataan sebagai bahan makanan dan minuman.

melalui

modulberbasis

METODE
Penelitian & pengembangan mengikuti model pengembangan ASSURE.
Penelitian ini dilaksanakan dua bagian yaitu tahap pengembangan perangkat modul
dan tahap uji coba produk berupa pembelajaran pada siswa. Rangkaian kegiatan
pengembangan perangkat modul meliputi: 1) penetapan model pengembangan, 2)
prosedur pengembangan, 3) uji coba produk, dan 4) uji coba lapangan.
Pengembangan perangkat dirancang untuk mengembangkan modul konservasi
bagi siswa SMA/MA. Draft yang sudah disusun selanjutnya divalidasi oleh 3 orang
validator. Uji perseorangan dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2014 di SMAN 1
Alalak. Uji kelompok kecil dilakukan di SMAN 1 Alalak, uji lapangan dilakukan di
MAN 5 Martapura Kabupaten Banjar terhadap kelas X IPA. Penjaringan calon kader
dilakukan terhadap 20 orang siswa dengan hasil 10 orang terjaring sebagai calon
kader. Calon kader yang terjaring mengisi surat ijin orang tua dan riwayat hidup.
Pengetahuan calon kader diukur menggunakan pra tes tertulis dan pasca tes
tertulis, pelaksanaan diskusi dan pengisian lembar LKS. Nilai rata-rata tingkat
pengetahuan calon kader diperoleh dari tes tulis sebelum pendidikan dan pelatihan
(pra-diklat) serta tes tulis pasca-diklat dibandingkan untuk melihat peningkatan hasil
diklat sebagai evaluasi calon kader konservasi. Kinerja calon kader diukur
menggunakan instrumen unjuk kerja dengan menggunakan rubrik dan rating terhadap
aktivitas membuat majalah dinding, kliping, leaflet, desain spanduk, pembuatan dan
publikasi video, dan membuat bahan makanan/minuman yang berasal dari mangrove.
Populasi penelitian 20 orang siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan
konservasi mangrove. Sampel ditetapkan berdasarkan kemampuan siswa dalam
menjawab butir-butir soal pada uji penjaringan, sebanyak 10 orang sebagai calon
kader konservasi yang akan mengikuti kegiatan konservasi mangrove.
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
modul pendidikan konservasi hutan mangrove yang berisikan materi (1) hutan
mangrove, (2) manfaat, rehabilitasi dan pelestarian, (3) pemanfaatan mangrove dalam
kearifan lokal; tujuan pembelajaran; evaluasi yang telah divalidasi isi.
Penetapan kader konservasi mangrove berdasarkan atas jumlah dari nilai
kegiatan konservasi (pengetahuan dan kinerja) siswa. Calon kader konservasi
ditetapkan sebagai kader konservasi jika jumlah nilai rata-rata kegiatan konservasi

dengan kriteria sangat memuaskan, dan telah lulus mengikuti 4 dari 5 kegiatan
dengan nilai baik. Skala kategori penilaian yang digunakan diadaptasi dari sistem
kategorikal menurut Arikunto (2006) yaitu kategori sangat memuaskan (80,1- 100),
memuaskan (60,1-80,0), cukup memuaskan (40,1-60,0), kurang memuaskan (20,140,0), dan tidak memuaskan (0,1-20,0).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Pengetahuan calon kader konservasi mangrove siswa MAN 5 Martapura dapat
dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 nilai diskusi kelompok rata-rata
Tabel 1. Pengetahuan Calon Konservasi Mangrove Siswa MAN 5 Martapura pada Uji
Lapangan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Nama

Nh
Ls
As
Rs
Ah
Ak
Na
Bn
Ph
Ri
Rata-rata
Keterangan:
Kenaikan nilai
Persen (%)
Rata-rata (D+L+P)

Nilai
Diskusi
LKS
89
77,4
87
73,2
89
74,6
91
88,7
89
85,1
92
85,9
90
89,2
88
82,2
86
83,1
88
86,6
88,90
82,60

Pre Tes
28
32
16
28
34
48
42
38
26
38
33,00

Nilai Pre dan Pos Tes


Pos Tes Kenaikan
96
68
96
64
96
80
94
66
80
46
94
46
88
46
92
54
92
66
88
50
91,60
58,60

%
70,83
66,67
83,33
70,21
57,50
48,89
52,27
58,69
71,74
56,82
63,69

Rata-rata
(D+L+P)
87,46
85,40
86,53
91,23
84,70
90,63
89,07
87,40
87,03
87,53
87,70

: selisih nilai pos tes dengan nilai pre tes


: jumlah persentase kenaikan nilai.
: penjumlahan nilai diskusi, LKS dan nilai pos tes

88,90, nilai LKS rata-rata 82,60 dengan rentang nilai 73,2-89,2. Nilai pengetahuan
konservasi terjadi peningkatan nilai siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran.
Nilai pre tes rata-rata 33,00 dengan rentang nilai 16-48, sedangkan nilai pos tes
dengan nilai rata-rata 91,60 rentang 80-96. Hal ini berarti didapatkan semua siswa
(100%) mengalami kenaikan nilai antara pre tes dan pos tes. Kenaikan nilai rata-rata
58,60 (63,69%) dengan rentang kenaikan nilai antara 46-80 (48,89-83,33%). Nilai
total rata-rata pengetahuan calon kader konservasi secara umum adalah 87,70 dengan
nilai rentang nilai 85,40-91,23. Berdasarkan data diatas maka dapat dikatakan
pembelajaran menggunakan modul efektif karena mampu meningkatkan pengetahuan
dan hasil belajar siswa calon kader konservasi mangrove.

Kinerja calon kader konservasi mangrove siswa MAN 5 Martapura dapat


dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 maka terlihat nilai rata-rata calon kader
Tabel 2

No

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10

Kinerja Calon Kader Konservasi Mangrove Siswa MAN 5 Martapura pada Uji
Lapangan

Nama

Nh
Ls
As
Rs
Ah
Ak
Na
Bn
Ph
Ri
Rata-rata

Kliping

Mading

Leaflet

79
79
79
79
79
87
87
87
87
87
83,0

90
90
90
90
90
87
87
87
87
87
88,5

84
84
84
84
84
90
90
90
90
90
87,0

Nilai Kinerja
Desain
Publikasi video
Spanduk
youtube
95
92
95
92
95
92
95
92
95
92
98
92
98
92
98
92
98
92
98
92
96,5
92,0

Makanan
Minuman
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100

Ratarata
90,00
90,00
90,00
90,00
90,00
92,33
92,33
92,33
92,33
92,33
91,17

konservasi kelompok 1 (Nh, Ls, As, Rs dan Ah) adalah 90,00 dan nilai rata-rata calon
kader konservasi kelompok 2 (Ak, Na, Bn, Ph, Ri) adalah 92,33. Secara keseluruhan
rata-rata nilai calon kader konservasi 91,17.
Persentase pengetahuan dan kinerja calon kader konservasi mangrove maka
dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 hampir 100% siswa MAN 5
Martapura memiliki pengetahuan konservasi mangrove sangat memuaskan. Sebagian
besar sangat memuaskan (70%) kegiatan aktivitas diskusi berkelompok siswa MAN 5
Martapura dalam menggali informasi buku modul konservasi hutan mangrove, yang
berarti siswa penguasaan siswa terhadap materi modul sudah baik.
Tabel 3.

Persentase Pengetahuan dan Kinerja Calon Kader Konservasi Mangrove pada


Siswa MAN 5 Martapura

Penilaian

Indikator

Pengetahu
an
Kinerja

Pengetahuan konservasi
Aktivitas Diskusi
Membuat Kliping
Membuat Majalah Dinding
Membuat Leaflet
Membuat Desain Spanduk
Publikasi Video Youtube
Membuat
Makanan/minuman
Mangrove

Sangat
memuas
kan
90
70
50
100
100
100
50
100

Memua
skan
10
30
50
0
0
0
50
0

Hasil (%)
Cukup
memuas
kan
0
0
0
0
0
0
0
0

Kurang
memuas
kan
0
0
0
0
0
0
0
0

Tidak
memuas
kan
0
0
0
0
0
0
0
0

Respons dan sikap siswa calon kader konservasi mangrove sebagai umpan
balik terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4.

No.

Hasil Respons dan Sikap Siswa terhadap Kegiatan Konservasi Mangrove yang
telah Dilaksanakan
Nama Siswa

Skor
25
27
24
26
25
27
29
25
24
24

Respons
Kategori
Sangat setuju
Sangat setuju
Sangat setuju
Sangat setuju
Sangat setuju
Sangat setuju
Sangat setuju
Sangat setuju
Sangat setuju
Sangat setuju

Nh
Ls
As
Rs
Ah
Ak
Na
Bn
Ph
Ri
Kriteria penilaian diadaptasi dari Arikunto (2009):
06
: Sangat tidak setuju
7 14
: Tidak setuju
15 22
: Setuju
23 30
: Sangat setuju

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10

Skor
22
22
22
22
24
21
24
22
23
23

Sikap
Kategori
Setuju
Setuju
Setuju
Setuju
Sangat setuju
Setuju
Sangat setuju
Setuju
Sangat setuju
Sangat setuju

Berdasarkan Tabel 4 sebanyak 10 orang calon kader konservasi yang menjawab


angket respons tentang kegiatan konservasi mangrove yang telah dilakukan memiliki
nilai antara 24-29 yang berarti memiliki kategori sangat setuju. Sedangkan
sebanyak 10 orang calon kader konservasi yang menjawab angket sikap terhadap
upaya konservasi mangrove terdapat 4 orang yang memiliki kategori sangat setuju
dan 6 orang memiliki kategori setuju. Dengan demikian calon kader konservasi
berkeinginan akan melanjutkan usaha-usaha kegiatan dan pengkaderan konservasi
mangrove setelah kegiatan ini di wilayah Kecamatan Aluh-aluh.
Penetapan calon kader konservasi menjadi kader konservasi berdasarkan atas nilai
rata-rata pengetahuan dan nilai rata-rata kinerja calon kader, calon kader minimal
telah lulus mengikuti 4 dari 5 kegiatan konservasi mangrove dengan hasil
memuaskan. Hasil penjumlahan nilai keduanya didapatkan nilai sangat memuaskan
(80,1 -100) maka ditetapkan sebagai kader konservasi mangrove. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 semua calon kader yang
diberikan modul pendidikan konservasi hutan mangrove berbasis pemanfaatan
mangrove sebagai bahan dasar makanan/minuman di Aluh-Aluh Kabupaten Banjar,
dapat ditetapkan sebagai kader konservasi.

Tabel 5.

No

Penetapan Kader Konservasi Hutan Mangrove Siswa MAN 5 Martapura


Calon
kader

Pengetahuan
Skor
Kriteria

1.
Nh
87,46 Sangat Memuaskan
2.
Ls
85,40 Sangat Memuaskan
3.
As
86,53 Sangat Memuaskan
4.
Rs
91,23 Sangat Memuaskan
5.
Ah
84,70 Sangat Memuaskan
6.
Ak
90,63 Sangat Memuaskan
7.
Na
89,07 Sangat Memuaskan
8.
Bn
87,40 Sangat Memuaskan
9.
Ph
87,03 Sangat Memuaskan
10. Ri
87,53 Sangat Memuaskan
Penilaian diadaptasi dari Arikunto (2006):
80,1 100
= Kader
60,1 80,00
= Belum Kader
40,1 60,00
= Belum kader
20,1 40,00
= Belum kader
0,1 20,00
= Belum kader

Indikator
Kinerja
Skor
Kriteria
90,00
90,00
90,00
90,00
90,00
92,33
92,33
92,33
92,33
92,33

Sangat Memuaskan
Sangat Memuaskan
Sangat Memuaskan
Sangat Memuaskan
Sangat Memuaskan
Sangat Memuaskan
Sangat Memuaskan
Sangat Memuaskan
Sangat Memuaskan
Sangat Memuaskan
Keterangan:
P
: Pengetahuan
K
: Kinerja

Ratarata
(P+K)
88,73
87,70
88,26
90,61
87,35
91,48
90,70
89,86
89,68
89,93

Kategori

Kader
Kader
Kader
Kader
Kader
Kader
Kader
Kader
Kader
Kader

Pembahasan
Kegiatan konservasi mangrove yang telah dilaksanakan dengan kegiatan
mengukur pengetahuan dan kinerja calon kader konservasi pada siswa MAN 5
Martapura dijelaskan di bawah ini.
1. Pengetahuan Calon Kader Konservasi
Pengetahuan calon kader konservasi siswa MAN 5 Martapura sudah baik yang
berarti pembelajaran menggunakan modul efektif karena mampu meningkatkan
pengetahuan dan hasil belajar siswa calon kader konservasi mangrove. Hal ini karena
dalam

pengembangannya

peneliti

telah

mengikuti

langkah-langkah

dalam

pengembangan suatu produk modul yang akan dibuat menjadi sebuah prototipe. Di
sisi lain karena calon kader merupakan siswa yang tinggal dikawasan mangrove, yang
kesehariannya bersinggungan dengan mangrove, perairan dan perahu kelotok
sehingga secara alami mereka telah lama mengetahui mangrove dan jenis-jenis
vegetasinya, kawasan konservasi dan bukan konservasi, upaya konservasi, mangrove
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan/minuman, termasuk bagian
mangrove yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan.
Pembelajaran di sekolah telah diajarkan dasar pendidikan lingkungan.
Menurut Hambler (2004) pendidikan lingkungan dipandang sangat penting dalam
menunjang upaya kegiatan konservasi, karena dengan pendidikan lingkungan dapat

menjelaskan kepada masyarakat pentingnya konservasi. Pendidikan sering dianggap


sebagai harapan cerah bagi konservasi, karena telah memiliki beberapa besar
keberhasilan dalam upaya penyelamatan lingkungan dan dipandang lebih efisien
dibandingkan penegakkan hukum.
Marquardt dan Trevena (2009) mengatakan bahwa pendidikan lingkungan
penting, karena banyak upaya reboisasi mangrove di Filipina yang umumnya gagal
karena berbagai faktor, primer teknis dan sosial di alam. Salah satu hambatan yang
paling penting untuk sukses proyek rehabilitasi adalah kurangnya keterlibatan
masyarakat dan hilang pemahaman akan pentingnya mangrove karena kurangnya
kesadaran lingkungan. Menggunakan kit pendidikan mangrove maka meningkatkan
kesadaran di sekolah untuk kebutuhan mangrove. Informasi tentang sifat dan manfaat
ekosistem mangrove, memperkenalkan contoh proyek reboisasi dan menawarkan
metode dan ide-ide untuk mengajar masalah di sekolah dasar dan menengah.
Belawati (2012) dan Krisnawati (2012) menemukan hubungan pembelajaran
dengan pendekatan lingkungan dapat meningkatkan hasil belajar dan pengetahuan
tentang lingkungan. Hal ini beralasan karena pendekatan lingkungan memiliki ciri
khas

mengaitkan

materi

pelajaran

sains

dengan

unsur-unsur

lingkungan

(environment). Yulihastarmi (2013) menjelaskan pembelajaran berbasis pendekatan


lingkungan di Tahura Sultan Adam, calon kader belum dapat menguasai materi yang
diberikan melalui modul berbasis ekowisata Hanya 50% calon kader yang terkategori
memuaskan dari 12 orang calon kader, sehingga hanya dapat ditetapkan sebanyak 6
orang calon kader konservasi. Menurut Yulihastarmi (2013) modul berbasis
ekowisata yang diberikan kepada calon kader konservasi sudah sesuai kondisi calon
kader, kondisi lingkungan dan panduan kurikulum untuk penetapan kader konservasi
dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan. Taufik et al
(2014) dalam penelitiannya mengembang media pembelajaran IPA terpadu
berkarakter peduli lingkungan pada tema konservasi dengan pendekatan science
edutainment menggunakan media pembelajaran berupa puzzle, crossword dan
squareword berbasis TIK didapatkan hasil mampu meningkatkan hasil belajar.
Menurut Kalang (2004) dalam risetnya, filosofi yang dianut dalam konservasi
adalah melakukan perubahan terhadap cara berpikir, bersikap dan bertingkah laku ke
arah positif. Model pengajaran andragogik dirasakan tepat dalam mendukung tujuan

10

untuk melakukan perubahan, kegiatan yang dilakukan bersifat memberi contoh.


Kegiatan pendidikan konservasi dapat berupa suasana bermain yang bertemakan
konservasi pada peserta didik, memberikan pemahaman kepada masyarakat, praktek
lapangan yang selalu dilaksanakan dalam kawasan konservasi, pembinaan kader
melalui Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia, ada dukungan masyarakat
menyediakan fasilitas dan mendampingi peserta dalam kegiatan di lapangan.
Menurut Sunarto (2006) dalam suatu kelompok siswa pada tingkat manapun,
perbedaan

latar

belakang

dan

pengalaman

mereka

masing-masing

dapat

memperlancar atau menghambat prestasinya. Hal ini dapat dipahami karena


keseharian mereka yang menggunakan alat transportasi jenis kelotok untuk kegiatan
sehari-hari sehingga paham dan mengerti tentang kondisi perairan dan mangrove.
Saat kegiatan menyusuri Pulau Kaget menggunakan kelotok, peneliti berdiskusi
dengan siswa tentang mangrove dan pulau Kaget, mereka sejak kecil mengerti hal
tersebut, oleh sebab itu mereka lebih banyak menjelaskan detail mengenai keberadaan
mangrove, pulau kaget yang dilarang untuk dirusak, dijadikan wilayah konservasi
hingga keberadaan patroli yang memantau pulau kaget secara berkala. Oleh sebab itu
apabila pendidikan lingkungan dimulai dari keluarga dan sekolah sejak dini, maka
mereka akan mengenal lebih awal mangrove dan tercipta cinta dan peduli lingkungan.
Menurut Surakusumah (2008) secara rasional

ada dua alasan utama

mengapa pendidikan lingkungan harus diberikan secara dini. Pertama, anak-anak


harus mengembangkan rasa mencintai lingkungan hidup pada usia yang dini,
diharapkan dengan pengembangan perasaan tersebut secara dini maka perkembangan
rasa tersebut akan tertanam dengan baik. Kedua, interaksi dengan lingkungan hidup
merupakan bagian penting dari perkembangan kehidupan anak yang sehat dan
interaksi tersebut dapat mendorong kemampuan belajar anak ke depan.
Siswa mampu menunjukkan vegetasi mangrove dan mengajak ke tempat
mangrove yang bukan konservasi, untuk mengambil buah dan daun. Mangrove yang
diambil buahnya adalah jenis rambai padi dan nipah untuk dibuat jus buah/kolak,
sedangkan yang diambil daunnya jenis warakas/piyai untuk dibuat sayur. Hal ini
sesuai dengan yang dikatakan oleh Semiawan (1992), bahwa anak akan mudah
memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak apabila dalam pembelajaran
disertai dengan contoh-contoh yang nyata, yaitu contoh sesuai situasi yang dihadapi.

11

Pembelajaran yang dilaksanakan dalam penelitian dengan konsep konservasi


mangrove bukan hanya saja diajarkan secara teori, namun langsung dilakukan di
kawasan hutan mangrove. Seperti hasil penelitian oleh Chang et.al (2011) bahwa
pendidikan lingkungan siswa dapat memperoleh lebih banyak pengetahuan dan
pengalaman. Siswa dapat langsung berinteraksi dengan alam, sehingga pembelajaran
dapat berlangsung nyaman dan senang serta jauh dari sikap membosankan. Belajar
melibatkan perasaan suasana belajar yang menyenangkan sangat diperlukan karena
otak tidak akan bekerja optimal bila perasaan dalam keadaan tertekan. Perasaan
senang akan muncul bila belajar diwujudkan dalam bentuk pengamatan (observasi)
dan keterampilan proses lainnya dapat dikembangkan dengan baik.
2. Kinerja Calon Kader Konservasi
Kinerja calon kader konservasi setelah diberikan modul dan selama mengikuti
kegiatan konservasi dapat dikatakan memiliki kinerja yang sangat memuaskan dan
memuaskan. Sebanyak 12 macam kegiatan konservasi seperti yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, hanya 5 kegiatan yang dilaksanakan oleh calon kader
konservasi. Kelima kegiatan ini meliputi diskusi, membuat kliping, membuat majalah
dinding, membuat publikasi video pengolahan bahan makanan ke youtube, membuat
spanduk, membuat leaflet dan membuat makanan/minuman dari mangrove.
Kegiatan pembelajaran dilakukan berkelompok oleh calon kader secara aktif
mereka melaksanakan kegiatan konservasi. Kinerja membuat kliping dan membuat
video 50% sangat memuaskan dan 50% memuaskan. Hal ini karena pembuatan video
tidak menggunakan efek khusus dan hanya dilaksanakan dengan kamera handphone
sehingga secara kualitas belum cukup baik, sedangkan kliping belum memenuhi
kriteria teroganisir dengan baik dan informasi yang disajikan belum memadai karena
sulitnya mengakses internet untuk mencari bahan tugas melalui internet. Secara
umum kinerja siswa sudah baik dalam mengikuti kegiatan konservasi mangrove.
Hasibuan (2002) mengatakan pembelajaran kelompok terdapat tugas yang
harus diselesaikan bersama sehingga perlu dilakukan pembagian kerja, komunikasi
yang efektif akan memudahkan kerjasama dalam kelompok, sehingga kesempatan
untuk memahami materi pembelajaran akan lebih baik. Hal ini sesuai dengan konsep
pembelajaran konstruktivisme yang digunakan, yaitu pembelajaran yang didasarkan

12

pada pemahaman bahwa proses belajar yang dilakukan siswa merupakan proses
konstruksi pengetahuan, pemahaman dan pengalamannya.
Menurut

Wardoyo

(2013)

pembelajaran

menggunakan

PBL

dalam

pembelajaran konstruktivisme menempatkan siswa dalam posisi yang memiliki peran


aktif dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi, hal ini menuntut
mereka berperan aktif dalam kegiatan. Metode pembelajaran berisi tantangan kepada
siswa untuk menemukan solusi sebagai wujud dari proses belajar.
Siswa MAN 5 Martapura sebagai calon kader konservasi ini bersikap kreatif
dalam proses pembelajaran, kreativitas dapat dikembangkan dengan hasil desain
spanduk, pelaksana diskusi yang berjalan dengan baik hingga pengolahan makanan
berbahan dasar mangrove berhasil dengan baik, walaupun dibantu oleh salah satu
orang tua siswa di rumahnya saat kegiatan berlangsung. Namun disisi lain, manfaat
kegiatan ini secara tidak langsung melalui orang tua siswa mengajak dan mendidik
masyarakat untuk memanfaatkan potensi mangrove sebagai bahan dasar makanan
tanpa melupakan kelestarian dan keberlanjutan.
Berdasarkan hasil angket respons terhadap 10 siswa calon kader konservasi
didapatkan semua memiliki kategori sangat setuju dan hasil angket sikap terhadap
10 siswa calon kader konservasi didapatkan hanya 4 orang memiliki kategori sangat
setuju sedangkan 6 orang memiliki kategori setuju. Hal ini berarti kegiatan
konservasi yang telah dilaksanakan menggunakan modul yang telah dikembangkan
mampu meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa untuk melaksanakan kegiatan
konservasi di Aluh-aluh. Hal ini menjadi umpan balik secara langsung mereka
bersedia dan siap menjadi kader konservasi mangrove yang antusias sebagai
kepedulian terhadap lingkungan.
Diarto et.al (2012) dalam penelitian di kawasan hutan mangrove Tugurejo
(KHMT) menyoroti antusiasme, keinginan, dan harapan serta adanya kepedulian
sosial masyarakat setempat merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam upaya
pengelolaan lingkungan mangrove. Gambaran partisipasi masyarakat terhadap
pengelolaan lingkungan KHMT ditunjukkan dengan tingginya keinginan masyarakat
untuk menjaga dan melestarikan serta adanya harapan terhadap upaya perlindungan
atau perbaikan KHMT.

13

Menurut Vishwanathan dkk (2004) partisipasi masyarakat lokal dalam upaya


restorasi mangrove sangat diperlukan terutama ditingkat keluarga. Banyak negara
berkembang telah memulai partisipasi berbasis masyarakat dalam program
pengelolaan sumber daya alam. Partisipasi masyarakat diperlukan tersebut, juga tidak
melupakan bahwa manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal juga dapat diperoleh dari
mangrove yang ditanam untuk mempertahankan program. Upaya pemerintah dengan
mengenalkan sejak dini pada siswa penting mangrove di sekolah. Masyarakat lokal di
didik cara restorasi mangrove dalam pemanfaatan, pelestarian dan pengelolaan
mangrove berkelanjutan dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Temuan yang berbeda didapatkan dalam penelitian Yulihastarmi (2013)
bahwa kegiatan konservasi dengan mengukur kinerja calon kader konservasi setelah
diberikan modul dan selama mengikuti kegiatan konservasi, dapat dikatakan memiliki
kinerja yang memuaskan walaupun hanya melaksanakan 6 kegiatan dari 12 kegiatan
konservasi. Menurut Belawati (2012) dalam penelitiannya bahwa

tidak terjadi

peningkatan dalam setiap item observasi proses kinerja dan keterampilan berpikir
tingkat tinggi, namun siswa dapat mengikuti program pembelajaran melalui
pendekatan lingkungan dengan tataran proses kinerja dan keterampilan berpikir
tingkat tinggi dengan cukup baik.
Kegiatan konservasi yang telah dilaksanakan oleh siswa MAN 5 Martapura
dapat dikatakan telah memenuhi sebagian kegiatan konservasi seperti tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya.
3. Penetapan Kader Konservasi
Penetapan calon kader menjadi kader konservasi berbasis hutan mangrove
pada siswa MAN 5 Martapura berdasarkan pada kemampuan pengetahuan tentang
mangrove dan kinerja/aktivitas siswa melaksanakan kegiatan tugas selama mengikuti
kegiatan konservasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Hasil penelitian dapat ditetapkan sebanyak 10 orang sebagai kader konservasi
mangrove sesuai kriteria yang ditetapkan yaitu calon kader minimal telah lulus
mengikuti 4 dari 5 kegiatan konservasi mangrove dengan hasil memuaskan. Hal ini
berbeda hasil penelitian Yulihastarmi (2013) yang menetapkan 10 orang calon kader

14

konservasi dari 17 siswa yang menjadi peserta kegiatan. Krisnawati (2012)


menemukan bahwa kader konservasi di Gunung Alam Kentawan yang berhasil
ditetapkan adalah 8 orang calon kader atau 40% amat baik dan baik. Selain itu,
Zulfiati (2012) menetapkan peserta diklat yang ditetapkan terjaring sebagai kader
konservasi di ekosistem hutan rawa gambut Taman Nasional Sebangau dengan
kategori sangat memuaskan sebanyak 13 orang (38%) dari 35 peserta.
Sekalipun hanya 5 kegiatan konservasi dapat dikatakan bahwa calon kader
sudah mampu menjadi kader konservasi sesuai dengan porsinya sebagai masyarakat
terdidik yang tinggal dan belajar di sekitar kawasan mangrove. Minimal kader
konservasi telah dididik melalui kegiatan pembelajaran ini dapat membantu menjaga
kelestarian alam mangrove di sekitar tempat tinggal. Mampu memanfaatkan
mangrove sebagai bahan dasar makanan/minuman untuk meningkatkan aneka
makanan dan bahan olahan dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan standar gizi..
SIMPULAN
Penelitian ini menghasilkan draft modul konservasi hutan mangrove berbasis
pemanfaatan sebagai bahan pangan di kalangan SMA/MA yang valid dan efektif.
Kader yang dapat dijaring mengggunakan modul konservasi hasil pengembangan
yang diuji coba dan dievaluasi menggunakan model ASSURE sebanyak 10 orang
(100%) dari MAN 5 Martapura dengan kategori sangat memuaskan. Pengetahuan dan
kinerja calon kader yang didapat terkategori sangat memuaskan 10 orang (100%).
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan modul ini terhadap kelompok
siswa SMA/MA yang tinggal jauh dari mangrove. Disarankan kepada peneliti lain
untuk menguji kelayakan modul konservasi mangrove sebagai bahan ajar muatan
lokal SMA/MA pesisir yang dekat dengan mangrove.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta:
Bumi Aksara.
Belawati, Octa. 2012. Pengetahuan, Kepemimpinan, Proses Kinerja dan Berpikir
Tingkat Tinggi Pada Pembelajaran Konsep Objek dan Permasalahan Biologi
Melalui Pendekatan Lingkungan Untuk Pembentukan Calon Kader
Konservasi Mangrove. Tesis tidak dipublikasikan. Banjarmasin: Program
Magister Pendidikan Biologi. Universitas Lambung Mangkurat.

15

BKSDA

SULSEL.
2013.
Koperasi
Kader
Konservasi,
(http://www.bksdasulsel.co.id), diakses 02 Oktober 2013).

(online),

BKSDA Kalsel [Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Selatan]. 2008.
Kawasan Konservasi Kalimantan Selatan. Banjarbaru: BKSDA Kalsel.
BP DAS BARITO, Inventarisasi dan Identifikasi Mangrove di Prop. Kalsel. Tahun
2006. Banjarbaru: PT Sarbi Moerhani Lestari.
Chang, Cheng-Sian; Chen, Tzung-Shi; Hsu, Wei-Hsiang. 2011. Journal. The Study on
Integrating WebQuest with Mobile Learning for Environmental Education.
Computers & Education, China: v57 n1 p1228-1239. (Online),
(http://www.eric.ed.gov, diakses 12 September 2013)
Danuri, R. Rais J, Ginting Sitopu M.J, 1996, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah
Pesisir dan Lautan secara terpadu, Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Diarto. Hendrarto, Boedi. Suryoko, Sri. 2012. Partisipasi Masyarakat dalam
Pengelolaan Lingkungan Kawasan Hutan Mangrove Tugurejo Kota
Semarang. Volume 10. Issue 1:1-7. ISSN 1829-8907. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2009. Pedoman Pembinaan Kader
Konservasi. Bogor: Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata
Alam.
Hambler, Clive, 2004. Conservation. Studies in Biology. Cambridge University Press.
Departement Zoology. University of Oxford
Hasibuan, dan Moedjiono. 2002. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya.
Kalang, Ferdy. 2004. Keterlibatan masyarakat di daerah penyangga dalam
konservasi sumberdaya alam (studi kasus pada program pembentukan kader
konservasi di Kawasan Taman Nasional Tanjung Puling Kecamatan Kumai
Kabupaten Kotawaringin Barat). Tesis. Universitas Indonesia.
Krisnawati, T. 2012. Pembentukan Kader Konservasi Melalui Modul Konservasi
Berbasis Ekowisata untuk Pelestarian Gunung Alam Kantawan. Tesis tidak
dipublikasikan. Banjarmasin: Program Pascasarjana Magister Pendidikan
Biologi Universitas Lambung Mangkurat.
Marquardt, Jens and Trevena Malcolm. 2009. Protecting Mangroves. Benefits for
People and the Environment, Reforestation Efforts and Experience from San
Agustin. Philippines: An Education Kit. Meaningful Voluuter.
Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Bogor: PKA dan WI-IP.

16

Priyono. Aris. Dkk. 2010. Beragam Produk Olahan Berbahan Dasar Mangrove.
Cetakan Pertama. Semarang: Kesemat.
Santoso, Nyoto. dkk. 2005. Resep Makanan Berbahan Baku Mangrove dan
Pemanfaatan Nipah. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove.
Semiawan, C. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: PT Gramedia.
SK Dirjen PHKA. 2006. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam, Departemen Kehutanan Nomor 41/IV-Set/HO/2006 tentang
Pedoman Pembentukan Kader Konservasi.
Sunarto dan B. Agung. H. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Surakusumah, W. 2008. Konsep Pendidikan Lingkungan di Sekolah: Model Uji
Coba Sekolah Berwawasan Lingkungan. Bandung: Jurusan Pendidikan
Biologi Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia.
Taufik, M., Dewi, N.R., Widiyatmoko, A. 2014. Pengembangan Media
Pembelajaran IPA Terpadu Berkarakter Peduli Lingkungan Tema
Konservasi Berpendekatan Science Edutainment. Semarang. JPII 3 (2)
(2014) 140-145. Program Studi Pendidikan IPA Universitas Negeri
Semarang. Dipublikasikan Oktober 2014.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Vishwanathan, P.K. Pathak, Kinjal D. and Mehta, Ila. (2004). Socio-Economic and
Ecological Benefits of Mangrove Plantation: A Study of Community Based
Mangrove Restoration Activities in Gujarat. Ahmedabad: Gujarat Institute of
Development Research.
Wardoyo, S.M. 2013. Pembelajaran Konstruktivisme. Teori dan aplikasi
pembelajaran dalam pembentukan karakter. Bandung : Alfabeta
Yulihastarmi, Dian. 2013. Pembentukan Kader Konservasi Kawasan Taman Hutana
Raya Sultan Adam Melalui Modul Berbasis Ekowisata. Tesis tidak
dipublikasikan. Banjarmasin. Program Magister Pendidikan Biologi
Universitas Lambung Mangkurat.
Zulfiati, I. 2012. Kinerja dan Keterampilan Berpikir Calon Kader Konservasi
Ekosistem Hutan Rawa Gambut di Taman Nasional Sebangau. Tesis tidak
dipublikasikan. Banjarmasin: Program Pascasarjana Magister Pendidikan
Biologi Universitas Lambung Mangkurat.

Anda mungkin juga menyukai