Anda di halaman 1dari 11

TUGAS AKHIR MENTORING

TAHUN 2013/2014

Mentoring sebagai Sarana Membentuk Mahasiswa Berkepribadian Islami

Oleh
IRMA OKTAVIANI
NIM. 1341320037

POLITEKNIK NEGERI MALANG


TAHUN 2013/2014

I. BIODATA DIRI MENTE

Nama

Irma Oktaviani

NIM

1341320037

Jurusan/Prodi

Teknik Sipil / Manajemen Rekayasa Konstruksi

Kelas

1.MRK3

Alamat Rumah

:
Dusun Ponjen Kidul RT 3 / RW 7, Kecamatan
Kencong, Kabupaten Jember

Alamat di Malang

Jl. Semanggi Barat No. 5 Malang

Nomor Telepon

081-803-529-297

Facebook

Irma Oktaviani II

Jenis Kelamin

Perempuan

TTL

Jember, 26 Oktober 1995

Status Marital

Belum menikah

Warga Negara

WNI

Agama

Islam

Kelompok Mentoring

Nama Mentor

Lailatul Nurjannah

Motto hidup

Jangan pernah takut bermimpi

Responden No.

II. QUISIONER
MENTORING 2013/2014
Tandai salah satu pilihan pada masing-masing pertanyaan kuisioner (1 10)
1. Bagaimana program mentoring ini menurut Anda
sangat baik
baik
cukup
kurang
sangat kurang
2. Apakah program mentoring ini bermanfaat menurutAnda
sangat bermanfaat bermanfaat cukup
kurang sangat kurang
3. Bagaimana menurut Anda mengenai jumlah pertemuan 10 kali
kurang banyak ideal cukup banyak sangat banyak
4. Hingga saat ini, berapa jumlah pertemuan mentoring kelompok Anda
13 15 kali 10 12 kali 7 9 kali
4 6 kali
0 3 kali
5. Bagaimana kesesuaian jadwal pertemuan kelompok Anda dengan Mentor
sangat lancar lancar cukup lancar kurang lancer sangat kurang
6. Fasilitasi mentee (Anda) dalam proses Mentoring
sangat baik
baik
cukup
kurang
sangat kurang
7. Bagaimana sistem pengajaran Mentor
sangat baik
baik
cukup baik
kurang baik
sangat kurang
8. Apakah materi yang disampaikan oleh Mentor mudah ditangkap oleh Anda
sangat mudah mudah cukup mudah susah
sangat susah
9. Apakah materi yang disampaikan Mentor sesuai dengan yang Anda inginkan
sangat sesuai sesuai cukup sesuai kurang sesuai sangat tidak
sesuai
10. Bagaimana pengaruh pemahaman dan ilmu keislaman Anda dengan adanya
Mentoring
bertambah banyak bertambah sedikit bertambah cukup tetap
11. Kemampuan membaca Al-Quran Anda dengan adanya program Mentoring ini
semakin lancar lancar sedikit bertambah cukup tetap
12. Bagaimana hafalan juzama Anda dengan adanya Mentoring ini
hafal semua lebih dari target kartu hafalan sesuai target kartu hafalan
hafal beberapa dari target hafalan tidak hafal
13. Bagaimana kemampuan Mentor untuk memotivasi Anda
sangat baik
baik
cukup baik
kurang baik
sangat kurang
14. Apakah Anda berkeinginan untuk mendakwahkan apa yang telah didapat dari
Mentoring
sangat ingin ingin kurang
tidak ingin
sangat tidak ingin
15. Berminatkah Anda bergabung dalam Tim Mentor pada Mentoring periode
2014/2015
sangat berminat berminat kurang berminat tidak berminat sangat
tidak berminat
Saran-saran Anda untuk kader mentor selanjutnya :
Untuk kader mentor selanjutnya lebih ditingkatkan lagi kedekatan dengan mente. Karena
dengan adanya kedekatan antara mentor dengan mente, kegiatan mentoring tidak terkesan
kaku. Kegiatan mentoring bisa dijadikan seperti kegiatan sharing antar teman.

Saran-saran membangun anda untuk program mentoring selanjutnya :


Untuk program mentoring selanjutnya ada baiknya jika tiap pertemuan tidak hanya mentor
yang memberikan materi. Para mente juga bisa memberikan materi secara bergilir dengan
mencari artikel-artikel keislaman yang didapat baik dari internet, buku, atau materi yang
telah ia dapatkan dari guru atau siapapun. Sehingga materi yang didapatkan pun juga
semakin berkembang.

Tuliskan pengalaman menarik yang Anda dapat selama Mentoring


Mentoring, khususnya mentoring ke-Islaman mungkin merupakan sebuah kata yang
lumrah dan telah sering di dengar oleh sebagian dari kita, tapi bagi seorang Jay muda dulu,
mentoring itu jadi sebuah kata yang sangat asing. Selama SMA tak pernah sekalipun saya

tersentuh oleh mentoring. Sampai saat di awal masuk kuliah saya diperkenalkan kepada
mentoring.
Sebagai seorang mahasiswa baru, saya mengikuti semua proses dari pembentukan
kelompok hingga pertemuan mentoring yang dijadwalkan rutin. Saya masih ingat jelas sosok
saya saat itu dari yang tidak tahu apa itu mentoring, doa penutup majelis, bacaan quran
yang belepotan, tapi saat ini ternyata semua proses itu yang membantu membuat saya
bertumbuh dan berkembang.
Salah satu yang membuat saya sangat ingin untuk datang ke setiap sesi mentoring
waktu itu adalah saya bisa mendapat ilmu ke-Islaman yang menarik dari setiap pertemuan.
Materinya disajikan dengan ringan oleh mentor saya, Mbak Lailatul Nurjannah, lewat cerita
dan ilustrasi sederhana. Saya yang selama ini mengalami kekurangan sumber informasi
tentang ke-Islaman seperti menemukan fasilitas untuk bisa mendapatkan itu. Tapi yang
paling penting dari itu semua adalah mentoring membuat keinginan saya untuk mempelajari
Islam bertumbuh dengan sendirinya dari dalam diri. Kebingungan demi kebingungan dan
ketidaktahuan saya tentang Islam saat itu yang menjadi penyebab dahaga saya akan ilmuilmu tentang Islam muncul terus silih berganti. Hal itu menyebabkan setiap pertemuanpertemuan mentoring jadi sarana untuk menguji seberapa cepat saya bisa bertumbuh dalam
wawasan ke-Islaman.
Tahu tentang Islam saja saya masih sangat hijau waktu itu. Tapi seiring dengan
berjalanannya waktu ditambah dengan adanya program mentoring, semakin menumbuhkan
semangat dan keinginan saya untuk bisa berkontribusi dengan Islam. Mentoring sedikit demi
sedikit telah bisa membuat saya memiliki keinginan yang lebih besar untuk mengetahui
tentang Islam. Pengetahuan tentang Islam itu yang membuat saya semakin cinta dan ingin
bisa berguna untuk Islam.
Bagaimana mentoring telah bisa membuat saya memiliki lingkungan yang baik dan
kondusif untuk bertumbuh. Bertemu dan bergaul dengan orang-orang shaleh telah
memancing saya untuk bisa terus belajar dan mengembangkan diri. Jika masa kuliah kita
habiskan sebagian besar untuk berada di lingkungan yang tidak baik maka diri kita akan
berpotensi besar juga untuk menjadi tidak baik. Hal inilah yang membuat saya berkeyakinan
bahwa mentoring tidak sekedar belajar agama, tapi juga soal berinvestasi dalam
perkembangan kepribadian.
Itulah sekilas pengalaman saya dari banyak sekali kisah berwarna saya bersama
dengan mentoring. Mentoring memang hanya sebuah sarana jika hanya diartikan sebagai
sarana, tapi mentoring bisa menjadi investasi dan inkubasi berkualitas jika kita artikan dan
jadikan mentoring kita sebaik-baik wadah tumbuh berkembang. Memang sebuah sarana
pasti tetap ada kekurangannya, termasuk mentoring dengan segala kelebihan dan
kekuarangannya, tapi orang cerdas adalah orang yang selalu bisa mengalikan potensi positif
yang ada dan menutupi potensi negatif sehingga tak mempengaruhinya, lebih bagus lagi

jika kita bisa memperbaikinya. Jalani dengan semangat, cerdas, dan ikhlas, maka Allah akan
membukakan pintu hidayah, hikmah, dan pertolongan-Nya.

III.RESUME MATERI
MENTORING 2013/2014

Hukum Menuntut Ilmu


Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas bin Malik dari Nabi saw bersabda,Menuntut ilmu itu
wajib bagi setiap muslim.
NABI shallallahu alaihi wasallam bersabda:
"Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim." (Shahih, HR. Baihaqi dan lainnya dari Anas
dan lainnya. Dishahihkan Al Albani, lihat Shahihul Jami no. 3913)
Ishaq bin Rahwiyah berkata: "Maknanya wajib menuntut ilmu pada apa yang dibutuhkan:
dari wudhunya, shalatnya, zakatnya jika dia punya harta, begitu pula haji dan lainnya."
(Jami Bayanil Ilmi: 1/52)
Kewajiban menuntut ilmu bisa menjadi wajib kifayah jika ada sekelompok orang yang telah
mempelajarinya, dan kewajiban itu gugur bagi yang lainnya. Namun bisa juga wajib ain
yakni setiap orang dari kaum muslimin harus mempelajarinya, sebagaimana diterangkan
Ibnu Abdil Bar: "Ulama telah ber-ijma bahwa di antara ilmu itu ada yang fardhu ain, wajib
atas setiap orang pada dirinya. Dan ada yang fardhu kifayah, jika ada yang telah
melakukannya maka gugur kewajiban itu bagi yang lain di daerah itu." (Jami Bayanil Ilmi:
1/56-57)
Untuk mengetahui mana yang wajib ain dan mana yang wajib kifayah, maka perlu melihat
penjelasan para ulama berikut ini:
Ibnu Utsaimin menjelaskan: "Menuntut ilmu syariat adalah fardhu kifayah jika sebagian
orang dalam jumlah cukup telah melakukannya. Maka bagi yang lain hukumnya sunnah
Dan bisa jadi fardhu ain atas seseorang patokannya adalah: ketika
pengetahuan tentang seluk beluk ibadah atau muamalah yang akan segera dilakukan itu
tergantung padanya (maka itu fardhu ain untuk dipelajari, red)." (Lihat Kitabul Ilmi: 21-22)
Menurut Imam Ahmad rahimahullah, ilmu yang wajib (ain, red) untuk dituntut adalah yang
akan menegakkan agama seseorang, dan tidak boleh ia menyepelekannya. Beliau lalu
ditanya: Seluruh ilmu itukan menegakkan agama? Beliau menjawab: Yakni kewajiban yang
wajib atas dirinya maka wajib ia menuntutnya. Beliau ditanya: Seperti apa? Jawabnya: yaitu
yang ia tidak boleh bodoh dalam urusan shalatnya, puasanya dan sejenisnya. (Hasyiyah
Ushul Ats Tsalatsah: 10 dan Adab Syariyyah: 2/35)
Syaikh Abdurrahman An Najdy rahimahullah mengomentari ucapan Imam Ahmad tersebut,
katanya: "Berarti yang wajib atas manusia untuk mengamalkannya adalah dasar-dasar
iman, syariat-syariat Islam, perkara yang wajib ditinggalkan dari hal-hal yang haram, lalu
yang dibutuhkan dari muamalat dan yang lainnya. Sesuatu yang wajib itu tidak sempurna
kecuali dengannya, maka hal itu wajib atasnya untuk dipelajari." (Hasyiyah Ushul Ats
Tsalatsah: 10)
Adapun yang fardhu kifayah, para ulama juga telah menjelaskannya, sebagaimana telah
diterangkan Syaikh Abdurrahman An Najdy. Katanya: "Lain halnya dengan sesuatu yang
lebih dari itu (yakni yang fardhu ain) maka itu termasuk fardhu kifayah jika orang dalam
jumlah memadai telah mempelajarinya. Maka dosa (tidak mempelajarinya) gugur bagi yang
lain." (Hasyiyah Ushul Ats Tsalatsah: 10)

Namun demikian, ada hal-hal yang menjadikan menuntut ilmu itu semakin ditekankan.
Dijelaskan oleh Ibnu Utsaimin rahimahullah: "Kemudian di sana ada tiga hal yang
dengannya tuntutan menuntut ilmu semakin kuat atas manusia:
1. Adanya bidah yang muncul. Hasan bin Tsawab berkata Ahmad bin Hanbal mengatakan
kepadaku: Aku tak tahu sebuah zaman yang manusia lebih membutuhkan mencari hadits
dari zaman ini. Maka saya katakan: Mengapa? Katanya: Karena telah muncul bidah
sehingga orang yang tidak punya hadits, akan terjatuh padanya. (Adab
Syariyyah: 2/38, red)
2. Adanya orang-orang yang berani berfatwa tanpa ilmu.
3. Banyak orang yang berdebat pada masalah yang bisa jadi sudah jelas permasalahannya
menurut para ulama, tapi masih ada saja yang berdebat tentangnya dan tanpa ilmu. (Lihat
Kitabul Ilmi: 21-22)
Sumber: Majalah Syariah, No. 02/I/Rabiul Awwal/1424 H/Mei 2003, hal. 11-12.
MENGENAL ALLAH LEBIH DALAM
Mengenal Allah Lebih Dekat Pada Diri Kita. Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kapada
mereka, siapakah yang menjadi langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?
tentu mereka akan menjawab. Allah. Maka betapakah mereka dapat di palingkan dari jalan
yang benar (QS AlAnkabut: 61)
Dalam Islam. Orang-orang yang berani melanggar ketentuan Allah, apakah itu sholat,
puasa, atau zakat, dalam beberapa kasus hal ini disebabkan karena meraka belum marifat
(kenal) kepada Allah dalam arti yang sesungguhnya.
Ini mirip dengan kisah orang-orang kafir quraisy pada masa Rasulullah SAW. Yang apabila
ditanyakan kepada mereka siapa yang menurunkan hujan dari langit dan yang
menumbuhkan pepohonan dari bumi, mereka akan menjawab Allah.
Tapi ketika diperintahkan untuk meng-Esakan Allah dan menjauhi penyembahan berhala,
mereka akan mengatakan bahwa penyembahan yang mereka lakukan adalah warisan
budaya leluhur yang harus dijaga dan dilestarikan dengan segenap jiwa raga.
Dalam Islam, mengenal Allah (marifatullah) adalah persoalan penting dan wajib. Karena hal
ini menyangkut aqidah.
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Illah melainkan Allah dan mohonlah
ampunan bagi dosamu dan bagi dosa orang- orang mukmin laki-Iaki dan perempuan. Dan
Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tempat tinggalmu (QS Muhammad :
19)
Kenal bukan hanya sekedar tahu. Imam Ghazali menyatakan bahwa marifat adalah sebuah
tingkatan kecerdasan, yaitu mengumpulkan dua atau lebih informasi untuk menghasilkan
sebuah kesimpulan.
Dan dari kesimpulan itulah muncul tindakan atau sikap. Bukan marifat namanya bila apa
yang diketahuinya tidak menghasilkan tindakan.

Seseorang yang mengaku mengenal Allah, tetapi tidak menghasilkan ketundukkan,


ketaatan, loyalitas, dan penghambaan kepada Allah, apalagi masih melakukan hal-hal yang
terang-terang Allah SWT membencinya atau bahkan melarangnya, ketika seperti itu adanya
sesungguhnya dia belum marifat kepada Allah.
Mari kita resapi sebuah kisah teladan tentang marifatullah seoarang anak manusia. Suatu
ketika saat menuruni sebuah lembah. Umar bin Khaththab.ra yang ditemani salah seorang
sahabatnya bertemu dengan seoarang anak yang tengah mengembalakan ratusan ekor
kambing milik tuannya,
dan Umar ingin munguji marifatullah anak tersebut dengan mendesaknya agar mau menjual
kepada beliau seekor kambing saja dari kambing gembalanya. Juallah kepadaku salah
seekor kambing yang engkau gembalakan itu, pinta Umar.
Aku tidak berhak menjualnya, karena kambing-kambing itu milik tuanku, jawab si
pengembala. katakan saja pada tuanmu bahwa salah seekor kambing hilang di terkam
srigala. Uji Umar.
Dengan tegas si pengembala berkata, Aku bisa saja mengatakan salah seekor kambing
milik tuanku hilang diterkam srigala. Mungkin ia akan mempercanyai alasanku, tapi
bagaimana dengan Allah? Bukankah Allah maha melihat dan Maha mengetahui?
mendengar jawaban seperti itu, Umar menangis terharu. Lalu beliau membebaskan
penggembala itu dengan cara menebusnya.

IV. RESUME MATERI TAMBAHAN

WANITA KARIR DALAM ISLAM


Islam sudah menetapkan ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan. Semuanya
tercantum dalam kitab suci Alquran, hadis, maupun fatwa ulama, agar menjadi tuntunan. Ada
tiga pendapat dari para ulama serta cendekiawan yang mewarnai pembahasan seputar wanita
karier. Pertama, mereka yang membolehkan wanita bekerja tanpa syarat apapun. Kedua, tidak
membolehkan sama sekali, dan ketiga, membolehkan tapi dengan syarat-syarat tertentu.
Seperti dikutip dari Kitab al-Mawsu'at al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, menurut ulama dan
cendekiawan asal Mesir, Sayid Qutb, ajaran Islam lebih dekat dengan pandangan yang terakhir.
"Sebab, tidak ada larangan dalam Islam,'' ujar dia.
Islam, sambung dia, membolehkan wanita bekerja di bidang kemampuannya asal
disesuaikan dengan kodrat kewanitaannya. "Yakni kodrat biologis dan mentalnya."
Dengan memerhatikan uraian itu, jelaslah bahwa Islam sama sekali tidak pernah
menganggap wanita hanya sebagai penganggur, atau harus di rumah saja, seperti yang
dituduhkan sejumlah kalangan. "Sebaik-baik canda seorang Muslimah di rumahnya adalah
bertenun," demikian sabda Nabi Muhammad SAW yang menekankan agar wanita juga harus
tekun berkarya.
Meski begitu, dalam bekerja, ada tiga hal harus dipertimbangkan, yakni faktor kelemahan
fisik wanita, tugas alamiahnya, serta etika yang harus ditaati. Lebih jauh, dijelaskan oleh Dr Abd
al-Qadr Manshur, bahwa dengan fisik yang tidak sekuat kaum lelaki, wanita dianjurkan tidak
melakukan pekerjaan berat maupun yang beresiko.
Hal ini bukan untuk menghalangi atau membatasi. Anjuran itu terkait pula dengan tugas
alamiah wanita, seperti melahirkan, menyusui dan menjaga keluarga, sehingga perlu ada sinergi
dengan aktivitasnya di luar rumah.
Adapun aspek etika pada dasarnya dimaksudkan untuk mengatur keseimbangan
hubungan antara laki-laki dan wanita. Agama Islam sendiri mengenal yang dinamakan hukum
ikthilath atau berbaurnya laki-laki dan perempuan dalam satu tempat tertentu. Ketentuan ini bisa
haram, bisa mubah.
Akan menjadi haram jika mengandung tiga hal. Yakni, berduaan antara laki-laki dan
wanita, terbukanya aurat wanita, serta ada persentuhan anggota badan antara laki-laki dan
wanita. Namun, hukum haram ini tidak berlaku untuk mereka yang berprofesi sebagai dokter.
Jadi, tidak ada pelarangan dalam Islam terhadap kaum wanita untuk bekerja. Bahkan,
banyak hadis dan pandangan ulama yang dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan
kegiatan bermanfaat di luar rumah, tapi tentu saja harus seizin suami (bagi yang telah
berkeluarga).
Kitab fikih Hasyiyah Ibnu Abidin justru menilik aspek lebih luas lagi. Dikatakan, bahwa
seorang ayah boleh mengarahkan putrinya untuk bekerja, contohnya dengan mengikut sertakan
pada pelatihan membatik atau kursus menjahit.
Nabi SAW pun berpesan bagi mereka yang bekerja, termasuk kaum wanitanya.
"Sesungguhnya Allah SWT mencintai orang yang melakukan satu pekerjaan dengan sungguhsungguh dan profesional (al-itqan)." (HR al Baihaqi, Abu Ya'la, Ibn Asakir)

Anda mungkin juga menyukai