Anda di halaman 1dari 2

Pengadaan langsung

Perencanaan News On Posisi Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa dalam Perpres 70
Tahun 2012 - Ada sekitar 29 pasal yang mengandung kalimat Pejabat Pengadaan. Dari ke 29
pasal ini tidak sedikitpun kata ataupun pengertian yang membatasi keterlibatan Pejabat
Pengadaan dalam pengadaan langsung. Baik itu dari sisi nilai maupun dari sisi kompleksitas,
ataupun juga terkait kebijakan penyederhanaan aturan dan tata cara.
Pasal 1 ayat 9, pasal 16, pasal 17 dan pasal 45 tegas menyatakan bahwa Pengadaan Langsung
dilaksanakan oleh pejabat pengadaan dan pejabat pengadaan ditunjuk untuk melaksanakan
pengadaan langsung. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pengadaan langsung adalah proses
pengadaan barang/jasa paling tinggi 200 juta untuk non konsultan dan paling tinggi 50 juta
untuk konsultansi, kemudian dilaksanakan oleh satu orang pejabat pengadaan. Hal ini bisa
dibaca pada Pasal 39 dan pasal 45.
Kemudian tidak ada penjelasan sedikitpun bahwa terdapat pengadaan barang/jasa yang tidak
melibatkan pejabat pengadaan/pokja ULP. Sehingga pertanyaan apakah pengadaan
langsung dengan nilai sampai dengan 10 juta atau 50 juta rupiah tidak melibatkan pejabat
pengadaan? Jawabannya tidak ada!
Pejabat Pengadaan bukan Pejabat Pembelian
Pasal 57 ayat 5 menyebutkan bahwa Pengadaan Langsung non konsultansi dilakukan dengan
2 cara yaitu :
1. Pembelian/pembayaran langsung apabila didapatkan bukti perjanjiannya bukti
pembelian dan kuitansi. Catatan khusus konstruksi pembelian/pembayaran langsung
paling rendah hanya untuk mendapatkan kuitansi.
2. Permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan
harga kepada Penyedia untuk Pengadaan Langsung yang menggunakan SPK.
Pasal 58 ayat 5 Pengadaan Langsung konsultansi hanya bisa dilakukan dilakukan dengan
permintaan penawaran yang diikuti dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan biaya
kepada calon Penyedia.
Hal ini sesuai dengan yang saya ulas dalam artikel Memahami Pengadaan Langsung
dengan Kraljic Box.
Dari kedua cara pengadaan langsung ini muncul pemikiran tidak diperlukan pejabat
pengadaan pada proses pembelian langsung terutama yang menggunakan bukti pembelian.
Benarkah ini? Menurut saya keliru. Kelirunya ada pada anggapan tugas pejabat pengadaan
hanya untuk proses pembelian.
Pejabat pengadaan bertugas sebagai manajer pembelian dalam satu unit kerja sehingga tugas
utamanya adalah mengelola pembelian (purchasing management). Apakah mengelola identik
dengan melaksanakan pembelian? Tentu tidak. Manajemen pembelian lebih luas dari sekedar
melaksanakan pembelian, karena didalamnya terdapat fungsi merencanakan,
melaksanakan, mengendalikan dan mengevaluasi. Untuk itulah sebutannya bukan
Pejabat Pembelian tetapi Pejabat Pengadaan.
Pasal 34 ayat 2 menegaskan Pejabat Pengadaan melakukan perencanaan pemilihan
Penyedia Barang/Jasa selain PPK dan/atau ULP. Bahkan pejabat pengadaan dapat melakukan
kaji ulang terhadap paket pekerjaan, yang notabene adalah wilayahnya PA/KPA.
Sehingga tidak menutup kemungkinan dari pertimbangan pejabat pengadaan, beberapa paket

pekerjaan yang nilainya s/d 200 juta, diusulkan dilakukan konsolidasi. Hasil dari konsolidasi
ini menghasilkan paket pengadaan yang nilainya diatas s/d 200 juta. Maka kemudian proses
pemilihan penyedianya dilakukan oleh Pokja ULP melalui pelelangan. Ingat artikel Analisa
Paket Pekerjaan dan Paket Pengadaan.
Pengesahan Bukti Perjanjian
Satu lagi pertanyaan yang sering muncul yaitu apa peran pejabat pengadaan dalam pembelian
langsung menggunakan bukti pembelian dan/atau kuitansi? Pembelian langsung ada dalam
tataran pelaksanaan maka dari itu pejabat pengadaan dapat saja tidak terlibat langsung dalam
proses pelaksanaan. Misalkan untuk pembelian ATK diputuskan dengan metode pembelian
langsung. Maka transaksi dapat saja dilakukan atas nama pejabat pengadaan. Baik itu oleh
PPK, PPTK, staf yang ditunjuk atau siapapun. Terpenting adalah hasil, report pembelian dan
bukti perjanjian dapat dipertanggungjawabkan.
Secara hirarki bukti pembelian lebih rendah dari kuitansi. Bukti pembelian/nota dibuat oleh
pedagang dan diberikan kepada pembeli. Dari sisi pengesahan cukup dari pihak penjual,
meski pada prakteknya ada juga pengesahan oleh yang menerima barang atau yang
menyerahkan uang tunai pembayaran. Terutama untuk pembelian barang yang mengandung
purna jual atau garansi.
Sedangkan kuitansi adalah bukti penerimaan sejumlah uang yang ditanda tangani oleh
penerima uang dan diserahkan kepada yang membayar sejumlah uang tersebut. Titik fokus
kuitansi tidak lagi hanya sekedar berpindahnya barang/jasa, tetapi juga histori alur
uang/pembayaran. Siapa yang membayar dan siapa yang menerima pembayaran. Siapa yang
menerima barang dan siapa yang memberikan barang. Disisi penandatanganan juga harus dari
dua pihak.
Pejabat Pengadaan Melakukan Transaksi, Itu Dulu!
Lalu dimana peran pejabat pengadaan? Sekali lagi pejabat pengadaan adalah manajer
pembelian yang mengelola pembelian sampai dengan 200 juta untuk non konsultansi dan
sampai dengan 50 juta untuk konsultansi.
Terkait pelaksanaan maka diperhatikan kebijakan penyederhanaan aturan dan tata cara. Kalau
dalam kondisional tertentu pembelian/pembayaran langsung lebih efisien dan efektif
dilakukan selain pejabat pengadaan silakan. Namun perlu diingat proses pembelian dan bukti
perjanjian harus dapat dipertanggungjawabkan kepada dan/atau oleh pejabat pengadaan.
Bukankah pejabat pengadaan melakukan transaksi? Perlu kita cermati bahwa klausul ini telah
diperbaiki pada Perka 6 tahun 2012. Kalimat Pejabat Pengadaan melakukan transaksi ada
pada Lampiran II Tata Cara Pemilihan Penyedia Barang P54/2010 sebelum dirubah dengan
P70/2012. Kini sudah tidak ada lagi. Ini memperkuat posisi pejabat pengadaan, tidak hanya
sebagai pejabat pembelian. Sejatinya pengelola pengadaan dengan nilai sampai dengan 200
juta memang tidak sekedar petugas pembelian tapi manajer pembelian/pengadaan. Untuk itu
sertifikasi ahli pengadaan wajib bagi pejabat pengadaan.

Anda mungkin juga menyukai