2014
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
REFERAT
DESEMBER 2016
Oleh:
Sudarman
K1A2 10 030
PEMBIMBING:
dr.Hj. Andi Hasnah, Sp.An
Pendahuluan
Tubuh sebagian besar terdiri dari air. Air dan zat-zat yang terkandung
didalamnya yang terdapat didalam tubuh disebut juga cairan tubuh berfungsi
menjadi pengangkut zat makanan ke seluruh sel tubuh dan mengeluarkan
bahan sisa dari hasil metabolisme sel untuk menunjang berlangsungnya
kehidupan. Jumlah cairan tubuh berbeda-beda tergantung dari usia, jenis
kelamin, dan banyak atau sedikitnya lemak tubuh.(1)
Air merupakan komponen utama dari seluruh cairan yang berada dalam
tubuh. Tubuh terdiri atas 60% air, sementara 40% sisanya merupakan zat
padat seperti protein, lemak, dan mineral. Proporsi cairan tubuh menurun
dengan pertambahan usia, dan pada wanita lebih rendah dibandingkan pria
karena wanita memiliki lebih banyak lemak disbanding pria, dan lemak
mengandung sedikit air. Sementara neonatus atau bayi sangat rentan
terhadap kehilangan air karena memiliki kandungan air yang paling tinggi
dibandingkan dengan dewasa. (1,2)
Zat-zat yang terkandung dalam cairan tubuh antara lain adalah air,
elektrolit, trace element, vitamin, dan nutrien-nutrien lain seperti protein,
karbohidrat, dan lemak. Dengan makan dan minum maka tubuh kita akan
tercukupi akan kebutuhan nutrient-nutrien tersebut. (2)
Air dan elektrolit yang masuk ke dalam tubuh akan dikeluarkan dalam
waktu 24 jam dengan jumlah yang kira-kira sama melalui urin, feses,
keringat, dan pernafasan. Tubuh kita memiliki kemampuan untuk
mempertahankan atau memelihara keseimbangan ini yang dikenal dengan
homeostasis.(3)
Terapi cairan terutama dibutuhkan jika tubuh tidak mendapatkan
masukan air, elektrolit dan zat-zat makanan lain secara oral, misalnya pada
keadaan pasien yang harus puasa lama karena persiapan pembedahan, atau
keadaan lain seperti perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia berat,
diare berat, mual muntah tak berkesudahan dan lain-lain.(3,4)
intravaskuler.
Proses
dehidrasi
yang
berkelanjutan
dapat
II.
masalah
gangguan
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit,
meliputi
pada
orang
dewasa.
Cairan
ekstrasel
dibagi
dalam
dua
o Cairan transelular
: 1-2% dari BB
A. Cairan Intraselular (intracellular fluid, ICF)(4,6,7,13)
Komponen intraselular merupakan cadangan cairan tubuh yang
terbesar, dan berhubungan dengan cairan dalam sel. Komposisi ionnya
berbeda dengan komponen ekstraseluler karena mengandung ion
kalium dalam konsentrasi tinggi (140-150 mmol/liter) dan ion natrium
dalam konsentrasi rendah (8-10 mmol/liter) dan ion klorida
(3mmol/liter). Jadi jika air diberikan bersama natrium dan klorida,
maka cenderung mengisi komponen ekstraseluler. Air yang diperlukan
dalam bentuk larutan glukosa akan didistribusikan kesemua bagian
tubuh dan glukosa akan dimetabolisme. Air murni tidak pernah
diberikan secara intravena karena dapat menyebabkan hemolisis masif.
B. Cairan Ekstraselular (extracellular fluid, ECF)(4,6,7,13)
Komponen ekstraselular dapat dibagi menjadi cairan intravaskular,
interstisial dan cairan transelular
1. Cairan Intravaskular (IVF)
Volume darah normal kira-kira 70 ml/kgbb pada dewasa dan
85-90 ml/kgbb pada neonatus. Selain darah, komponen intravskuler
juga terdiri dari protein plasma dan ion, terutama natrium (138-145
mmol/liter), klorida (97-105 mmol/liter) dan ion bikrbonat. Hanya
sebagian kecil kalium tubuh berada di dalam plasma (3,5-4,5
mmol/liter), tetapi konsentrasi kalium ini mempunyai pengaruh
besar terhadap fungsi jantung dan neuromuskuler.
2. Cairan Interstisial-limfe (ISF)
Komponen interstitial lebih besar dari pada komponen
intravaskuler. Jumlah total cairan ekstraseluler (intravaskuler
ditambah interstitial) bervariasi antara 20-35% dari berat badan
dewasa dan 40-45% pada neonatus. Air dan elektolit dapat bergerak
bebas di antara darah dan ruang interstitial, yang mempunyai
komposisi ion yang sama, tetapi protein plasma tidak dapat
bergerak bebas keluar dari ruang intravaskuler kecuali bila terdapat
cedera kapiler misalnya pada luka bakar atau syok septik.
Jika terdapat kekurangan cairan dalam darah atau volume
darah yang menurun dengan cepat, maka air dan elektrolit akan
kedalam
ruang
intertitial
sehingga
efektif
untuk
tubuh.
Contoh
(CTS)
meliputi
cairan
serebrospinal,
Tabel berikut ini menunjukkam jumlah dan jenis kation dan anion
dalam tiap kompartemen :
(mEq/L)
Plasma
Na
142
K
4
Kation
Ca
5
Mg
3
Total
154
Cl
103
HCO3
27
HPO4
2
Anion
SO4
1
As Organik 5
Protein
16
Total
154
Tabel 2. Jumlah dan jenis elektrolit tubuh
IV.
Interstitial
114
4
2,5
1,5
152
114
30
2
1
5
0
152
Interseluler
15
150
2
27
194
8
10
100
20
0
63
194
(80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 510% dari kasus.
Dehidrasi dibedakan atas:
a. Dehidrasi hipotonik
Terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih
banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar
terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air
yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di
kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan
volume intravaskuler.
o Kadar Na < 130 mmol/L
o Osmolaritas <275 mOsm/L
o Letargi, kadang-kadang kejang
b. Dehidrasi isotonic
Terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi
natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya
relatif
sama
dalam
kompartemen
intravaskular
maupun
kompartemen ekstravaskular.
o Na dan osmolaritas serum normal
c. Dehidrasi hipertonik
Terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih
sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar
terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium
yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen
ekstravaskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga
meminimilkan penurunan volume intravaskular.
o Na > 150 mmol/L
o Osmolaritas > 295 mOsm/L
o Haus, iritabel, bila Na > 165 mmol/L dapat terjadi kejang
Dehidrasi
Dehidrasi
Dehidrasi Berat
n
Tingkat
Ringan
Sadar
Sedang
Mengantuk
Terganggu
Kesadaran*
Pengisian
2 Detik
2-4 Detik
Kering
Kapiler*
Membran
Normal
Mukosa*
kering
Air mata*
Normal
Menurun
Tidak Ada
Denyut
60-100
100-120
>120 kali/menit
Jantung
Pernafasan
kali/menit
18-24
kali/menit
>24
>30 kali/menit
Tekanan Darah
kali/menit
Normal
kali/menit
Normal, but
Menurun
Nadi
Normal
orthostasis
Teraba lemah
Tidak Teraba
Turgor Kulit
Normal
Lambat
Mengkerut
Fontanela
Normal
Cekung
Tenggelam
Mata
Normal
Cekung
Tenggelam
Produksi Urin
Menurun
Oliguria
Oliguria/anuria
Dewasa
4%
6%
8%
15-20%
Terapi
untuk
Anak
4%-5%
5 % - 10 %
10 % - 15 %
15-20%
dehidrasi
(rehidrasi)
dilakukan
dengan
dan
kehilangan
cairan
yang
sedang
berlangsung
10
kondisi
11
Rumus di atas berlaku bila tidak ada syok: syok, sepsis atau hipoksemia
yang
berkepanjangan,
sebab
keadaan
tersebut
akan
mengganggu
cairan.(14)
Jenis-Jenis Cairan yang Digunakan(4,5,9,12)
Penggolongan jenis cairan berdasarkan sifat osmolaritasnya :
A. Cairan Hipotonik
Cairan hipotonik osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum
(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut
dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik
dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam
terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi)
dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan
kolaps
kardiovaskular
dan
peningkatan
tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Ini terjadi apabila jumlah
cairan yang hilang lebih sedikit daripada jumlah elektrolit yang hilang.
Kadar Na+ dalam plasma adalah 130 mEq/l dan osmolalitas efektif
serum 270 mOsm/L. Contohnya adalah NaCl 0,45% dan Dekstrosa
2,5%.
B. Cairan Isotonik
Cairan Isotonik osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati
serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam
pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi
12
hiperkloremik
(delutional
hyperchloremic
acidosis)
dan
13
14
Mempertahankan
cairan
Aliran urin lancar
intravaskular lebih baik (1/3
(meningkatkan
cairan bertahan selama 24 jam)
15
volume
intravaskular)
plasma
Pilihan
cairan Membutuhkan volume yang
pertama
untuk
resusitasi perdarahan
lebih sedikit
Mengurangi kejadian edema
perifer
Dapat menurunkan TIK
Mengencerkan Mahal
Menginduksi
koagulopati
tekanan
osmotik
(dextran & helastarch)
koloid
Jika terdapat kerusakan kapiler,
Menginduksi edema
dapat
berpotensi
terjadi
perifer
perpindahan cairan ke interstitial
Insidensi terjadinya
Mengencerkan
faktor
dan trauma
Kerugian
edema
pulmonal
lebih tinggi
Membutuhkan
volume
yg
lebih
Berpotensi
menghambat
tubulus
renalis
dan
sel
retikuloendotelial di hepar
Kemungkinan adanya reaksi
besar
anafilaksis (dextran)
Efeknya sementara
Tabel 3. Keuntungan dan kerugian koloid dan kristaloid
VIII.
16
17
Pedoman:
o Faktor tetes makro
: 20 tetes
o Faktor tetes mikro
: 60 tetes
o Faktor tetes dihitung berdasarkn mereknya
o 1 kolf
: 500 ml
IX.
18
19
20
harus
dipikirkan
(misalnya
anafi
laksis,
sepsis,
syok
pada
mengatasi
defi
sit,
pemberian
cairan
21
XII.
XIII.
Kesimpulan
1. Tubuh mengandung 60% air yang disebut juga cairan tubuh
2. Cairan tubuh terdiri dari 2 kompartemen, yaitu cairan intraselular dan
cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular terbagi 2 juga, yaitu cairan
interstisial dan intravaskuler serta cairan transelular
3. Terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia, keadaan
pasien, cairan infus itu sendiri serta merek dari infus setnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar P. 2009. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 5, Jilid 1. Jakarta : Internal Publishing. Hal.175188
2. Wilson L. 2006. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit serta Penilaiannya.
Patofisiologi, Edisi 6, Volume 1. Jakarta : EGC. Hal.308-326
3. Edwards M, Mythen M. 2014. Fluid Therapy in Critical Illnes. Extreme
Physiology
&
Medicine,
3:16.
http://www.extremephysiolmed.com/content/3/1/16. Hal.1-9
4. Dobson M. 2012. Prinsip Terapi Cairan dan Elektrolit. Penuntun Praktis
Anestesi. Jakarta : EGC. Hal.41-46
5. Mangku G, Gde T. 2010. Terapi Cairan. Buku Ajar Ilmu Anestesi dan
Reanimasi. Jakarta : PT Indeks. Hal.292-301
6. Mubarak W, Chayatin N. 2007. Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan
Elektrolit. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia, Cetakan 1. Jakarta : EGC.
Hal.70-97
7. Kang M, Brindle N. 2007. Coloid or crystalloid : Any Differences in
Outcomes ?. British Journal of Hospital Medicine, April, Vol 68, No 4.
Hal.62-64
23
8. Leksana E. 2015. Strategi Terapi Cairan pada Dehidrasi. SMF Anestesi dan
Terapi Intensif RSUP dr Kariadi. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. CDK-224/ vol. 42 no.1. Hal.70-73
9. Kang M, Brindle N. 2007. Pendulum Swing : Crystalloid or coloid fluid
therapy. British Journal of Hospital Medicine, April, Vol 68, No 4. Hal.62-64
10. Juffrie M. 2004. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit pada
Penyakit Saluran Cerna. Sari Pediatri, Vol. 6, No.1 (Supplement), Juni.
Hal.52-59
11. Sweeney R, Alexandra R, Bedi A. 2013.Comparison of Effect of Rehydration
Fluids With DifferentCombinations of Isotonic Solutions In Children With
Dehydration. The Ulster Medical Society; 82(3). Hal 171-178
12. Pham T, Cancio L, Gibran N. 2008. Subcutaneous Infusion of Fluids for
Hydration or Nutrition:Review. Journal of Burn Care & Research. January/
February. Hal. 257-266
24