Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Bidan dalam pelayanan kesehatan mempunyai peran penting dalam

penurunan angka kematian ibu dan anak sebagai ujung tombak pemberi asuhan
kebidanan. Menurut WHO pada tahun 2010, sebanyak 536.000 perempuan
meninggal akibat persalinan. Sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan
atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di
negara-negara berkembang merupakan tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100
ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di 9 negara
maju dan 51 negara persemakmuran. Jumlah angka kematian ibu di Indonesia masih
tergolong tinggi diantara negara-negara ASEAN lainnya.
Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung. Pola
penyebab langsung dimana-mana sama, yaitu : perdarahan (25%, biasanya
perdarahan pascapersalinan), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus
macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan sebab-sebab lain (8%)
(Mayang, 2013).
Menurut Depkes tahun 2008 jika dibandingkan AKI Singapura adalah
6/100.000 kelahiran hidup, AKI Malaysia mencapai 160/100.000 kelahiran hidup.
Bahkan, AKI Vietnam sama seperti Negara Malaysia, sudah mencapai 160/100.000
kelahiran hidup, Filiphina 112/100.000 kelahiran hidup, Brunei 33/100.000
kelahiran hidup, sedangkan di Indonesia 228/100.000 kelahiran hidup. Menurut
Depkes pada tahun 2010, penyebab langsung kematian maternal di Indonesia terkait
kehamilan dan persalianan terutama yaitu perdarahan 28%. Sebab lain, yaitu
eklampsia 24%, infeksi 11%, partus lama 5%, dan abortus 5%.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan SDKI (2012), rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat


mencapai 359/100.000 kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak
dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228/100.000 kelahiran. Lonjaknya
kematian tentu sangat memalukan pemerintahan yang sebelumnya bertekat akan
menurunkan AKI hingga 108/100.000 pada 2015 sesuai target MDGs.
Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan 67% (atonia
uteri 23,88%,

sisa plasenta 19,40%,

retensio plasenta 40,30%, dan persalinan

dengan laserasi jalan lahir 16,42%), sepsis 8%, toksemia 7%, dan abortus 10%.
Perdarahan terjadi 10 kali lebih sering pada saat persalinan (Assesment Safe
Motherhood,1990). Pritchard, dkk (1962) mencatat bahwa sekitar 5% dari wanita
yang melahirkan pervaginam akan kehilangan lebih dari 1000 ml darah. Perdarahan
postpartum merupakan penyebab 25% dari keseluruhan kematian akibat perdarahan
obstetrik (Ryan, 2011).
Namun demikian sikap dan peran bidan saat ini tetap harus ditingkatkan
karena hal tersebut sangat penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan
bayi baru lahir. Karena sebagian besar persalinan di Indonesia masih terjadi di
tingkat pelayanan kesehatan primer dimana tingkat dan pengetahuan kesehatan di
fasilitas pelayanan tersebut masih belum memadai. Jika semua tenaga penolong
persalinan dilatih agar mampu untuk mencegah atau deteksi dini komplikasi yang
mungkin terjadi, menerapkan asuhan persalinan secara tepat guna, dan segera
melakukan rujukan saat kondisi ibu masih optimal, maka para ibu dan bayi baru lahir
akan terhindar dari ancaman kesakitan dan kematian (Mufdlillah, dkk, 2012, hlm.
193).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang peneliti lakukan di RSU


Bandung Medan didapatkan jumlah angka kejadian retensio plasenta sebanyak 30%
dari 216 persalinan . Berdasarkan latar belakang diatas menjadi dasar bagi peneliti
untuk mengetahui pengetahuan dan sikap bidan tentang

penanganan retensio

plasenta di RSU Bandung Medan Tahun 2014.

B.

Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana

pengetahuan dan sikap bidan tentang penanganan retensio plasenta di RSU Bandung
Medan tahun 2014.

C.

Tujuan Penelitian

1.

Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengetahuan dan sikap

bidan tentang

penanganan

retensio plasenta di RSU Bandung Medan tahun 2014.


2.

Tujuan Khusus
a) Mengetahui pengetahuan bidan tentang penanganan retensio plasenta di RSU
Bandung Medan tahun 2014.
b) Mengetahui sikap bidan terhadap penanganan retensio plasenta di RSU
Bandung Medan tahun 2014.

3.

Manfaat Penelitian
a) Bagi Bidan
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang penanganan retensio
plasenta .

Universitas Sumatera Utara

b) Bagi Institusi
Sebagai bahan masukan yang dapat dibuat untuk acuan di masa yang akan
datang.
c) Bagi Peneliti
Sebagai penambahan wawasan dan pengetahuan dalam menerapkan ilmu
pengetahuan yang sudah didapat selama pendidikan baik teori maupun
praktek.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai