Anda di halaman 1dari 22

TUGAS PRESENTASI KASUS

VULNUS PERFORATUM, PENETRATUM

TUTOR:
KELOMPOK H 3
NAMA ANGGOTA:
1. NAHIYAH ISNANDA

G1A010098

2. HESTI PUTRI A.

G1A010099

3. HANDIKA RHEZA A.

G1A010100

4. ANGGITA SETIADI R.

G1A010049

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2013

I. PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna melindungi
diri dari trauma luar serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma,
maka dapat menyebabkan luka atau vulnus. Luka atau vulnus merupakan keadaan
hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan
listrik, atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat & de Jong, 2004).
Sebagian besar kasus trauma yang ditemukan merupakan trauma tumpul
seperti jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, dan peristiwa lain yang serupa.
Akan tetapi tetap saja ditemukan pasien yang terlukan karena trauma penetrasi.
Trauma penetrasi terjadi ketika suatu objek menembus kulit dan masuk ke dalam
tubuh. Trauma perforasi merupakan bentuk dari trauma tembus, terjadi ketika
sebuah objek masuk dan keluar dari tubuh. Keduanya dapat memiliki konsekuensi
yang menghancurkan (Bledsoe, 2012).
Penyebab paling umu dari trauma penetrasi di Amerika Serikat adalah
tembakan dan penusukan. Penelitian sejumlah 157.045 pasien trauma yang
dirawat di 125 pusat trauma di Amerika Serikat, ditemukan insidensi trauma
penetrasi lebih rendah secara signifikan dibanding trauma tumpul. Sebuah
penelitian serupa di Los Angeles, trauma penetrasi menyumbang 20,4% dari
seluruh kasus trauma, namun menghasilkan 50% dari keseluruhan kematian akibat
trauma yang sebagian besar adalah akibat luka tembak (Bledsoe, 2012).

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. DEFINISI
Luka atau vulnera adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan,
sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal. Jenis- jenis luka di
bagi atas dua bagian , yaitu luka tertutup ( close wound) dan luka terbuka
(open wound) (Mansjoer, 2005).
1. Luka tertutup yaitu ; luka dimana tidak terjadi hubungan antara luka
dengan dunia luar. Contohnya ; luka memar ( vulnus contusum) dan
Vulnus traumaticum.
a. Vulnus Contusum (luka memar/ kontusio)
Disebabkan oleh trauma tumpul.Akibat trauma tumpul yang cukup
keras terjadi kerusakan jaringan di bawah permukaan kulit, sedangkan
kulit di permukaan tetap utuh. Jaringan yang rusak di sebelah dalam
bervariasi, tergantung dari berapa kerasnya trauma yang dialami.Luka
ini diikuti pembengkakan dan nyeri. Pembuluh- pembuluh darah kecil
di kulit biasanya ikut rusak sehingga darah keluar dari pembuluh darah
ke jaringan.Daerah ini kemudian bergerak ke arah permukaan kulit
sehingga warna kulit berubah dari kemerahan menjadi biru kehitaman,
karena darah telah keluar dari pembuluh darah itu mengandung sedikit
oksigen.
b. Vulnus Traumaticum
Terjadi di dalam tubuh tetapi tidak tampak dari luar. Bila jaringan
yang rusak cukup banyak maka terjadi suatu gumpalan yang berisi
darah disebut hematom. Bila mengenai organ vital maka pasien dapat
meninggal mendadak.Contoh luka ini pada benturan di dada, perut,
leher dan kepala yanag dapat menyebabkan kerusakan organ-organ
dalam.
2.

Luka terbuka, yaitu : luka dimana terjadi hubungan antara luka dengan
dunia luar.Contohnya:
a. Vulnus Excortasio (luka lecet) : Luka yang paling ringan dan paling
mudah sembuh. Ter jadi karena gesekan tubuh dengan benda-benda

keras dan kasar.contohnya: semen dan aspal. Terjadi kehilangan


permukaan kulit yang paling luar
b.Vulnus Scissum/ Incisivum (luka sayat): Terjadi karena tersayat benda
tajam seperti pisau, silet dan lain-lain.Sayatan ini akan memotong mulai
dari kulit, otot di bawah kulit, pembuluh-pembuluh darah dan
saraf.Pinggir luka tajam dan rata, dasarnya sempit.Bila memotong
pembuluh darah, maka darah akan sukar berhenti karena sukar
terbentuk cincin trombosit.
c.Vulnus Laceratum (Luka robek) : Biasanya disebabkan benda-benda
tumpul, tepi luka tidak rata dan perdarahan sedikit karena mudah
terbentuk cincin trombosit akibat pembuluh darah yang memar dan
hancur.
d. Vulnus Punctum (luka tusuk): Luka ini disebabkan oleh benda runcing
memanjang, seperti : pisau, paku, dan tombak.Dari luar luka ini tampak
kecil, tetapi di dalamnya mungkin rusak berat. Derajat bahaya
tergantung benda yang menusuk (besarnya, kotornya) dan daerah yang
tertusuk. Luka tusuk di daerah abdomen atau thorax sering disebut
Vulnus penetratum (luka tembus). Terpenting pemeriksaan untuk
mencari organ yang terkena dan menentukan tingkat bahaya kerusakan
tersebut.Pada luka ini sebaiknya dilakukan tindakan eksplorasi.
e. Vulnus Caesum ( Luka robek) : Luka ini disebabkan oleh benda tajam
yang besar seperti golok. Luka ini biasanya besar, tepi tajam dan rata,
luka sering terkontaminasi oleh karena itu kemungkinan infeksi lebih
besar.
f. Vulnus Sclopetorum (luka tembak) : terjadi karena tembakan, dan
granat.Tepi luka tidak teratur.Corpus alienum (benda asing) dapat
dijumpai

dalam

luka,

misalnya

pecahan

granat,

anak

peluru.Kemungkinan infeksi bakteri anaerob dan gangren gas lebih


besar.
g. Vulnus Morsum (luka gigitan): disebabkan oleh gigitan binatang atau
manusia.Bentuk

luka

tidak

teratur

,tergantung

dari

bentuk

penggigit.Luka akibat gigitan manusia lebih berbahaya karena mulut

manusia

mengandung

kuman

patogen

seperti

:stafilokokus,

streptokokus, Clostridium tetani dan lain-lain.


Pembagian luka menurut Anglo-Saxon (Inggris):
1. Abrasi : Luka paling superfisial dengan sedikit perdarahan. Bila tak
terinfeksi, keropeng terjadi dalam beberapa hari.Keropeng jaringan
terganggu hingga terjadi epitelisasi. Keropeng yang dibiarkan lepas sendiri
akan meminumumkan cacat luka (sikatriks).
2. Laserasi :bentuk luka tidak teratur, karena ditimbulkan oleh benda-benda
tumpul. Tepi luka bervariasi dari rata hingga tidak teratur.
3. Penetrating Wound : Terjadi karena benda tajam atau peluru.Luka dapat
besar atau kecil, tergantung atas benda penyebabnya.
4. Avulsi : Luka berbentuk flap bila sirkulasi flap baik maka luka
sembuh.Bila sirkulasi buruk maka mudah terjadi nekrosis.
5. Open Crushing Injury : Gabungan dari keempat jenis luka di atas.
Luka atau vulnera adalah hilangnya kontinuitas dari jaringan tubuh
baik pada kulit, membran mukosa, otot dan saraf. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
sengatan listrik, atau gigitan hewan (Mansjoer, 2005). Vulnus perforatum
merupakan luka tembus atau luka jebol. Jika luka menembus rongga tubuh
merupakan vulnus penetratum (Mansjoer, 2005).
Trauma penetrasi terjadi ketika suatu objek menembus kulit dan masuk
ke dalam tubuh. Trauma perforasi merupakan bentuk dari trauma tembus,
terjadi ketika sebuah objek masuk dan keluar dari tubuh. Keduanya dapat
memiliki konsekuensi yang menghancurkan (Bledsoe, 2012). Vulnus
penetratum merupakan luka yang menembus rongga tubuh dan mengakibatkan
infeksi pada peritoneum dan organ visera bila menembus rongga abdominal.
Gangguan pernapasan dan emphisema subkutan bila menembus rongga dada
namun kulit dalam keadaan utuh. Termasuk luka tembak (vulnus skloperotum)
akibat benda kecil seperti peluru yang dapat menembus rongga tubuh dan
mengakibatkan

hemoragi

di

hemothorak) (Mansjoer, 2005).

dalam

rongga

tubuh

(hemoabdominal,

B. ETIOLOGI
Berdasarkan etiologinya vulnus secara umum dapat disebabkan oleh
beberapa hal yaitu (Mansjoer, 2005) :
a. Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terpukul,
tertusuk, terbentur, dan terjepit.
b. Trauma elektris dengan penyebab cedera listrik dan petir.
c. Trauma termis disebabkan oleh panas dan dingin
d. Trauma kimia disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa, serta
zat iritatif dan korosif lainnya.
Penyebab vulnus perforatum yaitu oleh karena panah, tombak atau proses
infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.
Penyebab vulnus penetratum yaitu karena tusukan atau peluru yang menembus
rongga tubuh (Mansjoer, 2005)
C. EPIDEMIOLOGI
Sebagian besar kasus trauma yang ditemukan merupakan trauma tumpul
seperti jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, dan peristiwa lain yang serupa.
Akan tetapi tetap saja ditemukan pasien yang terlukan karena trauma penetrasi.
Trauma penetrasi terjadi ketika suatu objek menembus kulit dan masuk ke
dalam tubuh. Trauma perforasi merupakan bentuk dari trauma tembus, terjadi
ketika sebuah objek masuk dan keluar dari tubuh. Keduanya dapat memiliki
konsekuensi yang menghancurkan (Bledsoe, 2012).
Penyebab paling umum dari trauma penetrasi di Amerika Serikat adalah
tembakan dan penusukan. Penelitian sejumlah 157.045 pasien trauma yang
dirawat di 125 pusat trauma di Amerika Serikat, ditemukan insidensi trauma
penetrasi lebih rendah secara signifikan dibanding trauma tumpul. Sebuah
penelitian serupa di Los Angeles, trauma penetrasi menyumbang 20,4% dari
seluruh kasus trauma, namun menghasilkan 50% dari keseluruhan kematian
akibat trauma yang sebagian besar adalah akibat luka tembak (Bledsoe, 2012).
Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan
kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan
kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar

terhadap organ viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary


cavitation, dan bisa pecah menjad fragmen yang mengakibatkan kerusakan
lainnya. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (%),
diafragma (20%), dan colon (15%). Luka tembak mengakibatkan kerusakan
yang lebih besar, yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru, dan seberapa
besar energi kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ
tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai
usus halus (50%), colon (49%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal
(25%) (American College of Surgeon Comitte on Trauma, 2004).
D. PATOMEKANISME
Vulnus terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tubuh yang bisa
disebabkan oleh traumatis/mekanis, perubahan suhu, zat kimia, ledakan,
sengatan listrik, dan gigitan hewan atau binatang. Vulnus yang terjadi dapat
menimbulkan beberapa tanda dan gejala seperti bengkak, krepitasi, shock,
nyeri, dan deformitas atau bisa juga menimbulkan kondisi yang lebih serius.
Tanda dan gejala yang timbul tergantung pada penyebab dan tipe vulnus
(Sjamsuhidayat, 2004).
Jenis-jenis luka dapat dibedakan dua bagian, yaitu luka tertutup dan
luka terbuka, luka terbuka yaitu dimana terjadi hubungan dengan dunia luar,
misalnya : luka lecet (vulnus excoratiol), luka sayat (vulnus invissum), luka
robek (vulnus laceratum), luka potong (vulnus caesum), luka tusuk (vulnus
iktum), luka tembak (vulnus aclepetorum), luka gigit (vulnus mossum), luka
tembus (vulnus penetrosum), sedangkan luka tertutup yaitu luka tidak terjadi
hubungan dengan dunia luar, misalnya luka memar (Sjamsuhidayat, 2004).

Proses yang terjadi secara alamiah bila terjadi luka dibagi menjadi 3
fase :
1. Fase Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira
hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan
perdarahan dan tubuh berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi,

pengerutan ujung pembuluh yang terputus (retraksi) dan reaksi hemostasis.


Hemostasis terjadi karena trombosit keluar dari pembuluh darah yang
saling melekat dan bersama jala fibrin yang terbentuk, membekukan darah
yang keluar dari pembuluh darah. Trombosit yang berlekatan akan
berdegranulasi melepaskan kemotraktan yang menarik sel radang,
mengaktifkan fibroblast lokal dan sel endotel serta vasokonstriktor.
Sementara itu, terjadi reaksi inflamasi (Sjamsuhidayat, 2004).
Setelah hemostasis, proses koagulasi akan mengaktifkan kaskade
komplemen. Dari kaskade ini akan dikeluarkan bradikinin dan
anafilatoksin C3a dan C5a yang menyebabkan vasodilatasi dan
permeabilitas vaskular meningkat sehingga terjadi eksudasi, penyebukan
sel radang disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan oedem dan
pembengkakan. Tanda dan gejala klinis reaksi radang menjelas berupa
warna kemerahan karena kapiler yang melebar (rubor), rasa hangat (kalor),
nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor) (Sjamsuhidayat, 2004).
a. Rubor / kemerahan
Rubor atau kemerah biasanya merupakan hal pertama yang yang
terlihat di daerah peradangan. Seiring dengan dimulainya reaksi
peradangan, arteriol yang memasok daerah tersebut berdilatasi sehingga
memungkinkan lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi
lokal. Kapiler kapiler yang sebelumnya kosong atau mungkin hanya
sebagian meregang, secara cepat terisi penuh dengan darah.
b. Kalor / panas
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi
peradangan akut. Sebenarnya panas secara khas hanya merupakan
reaksi peradangan yang terjadi pada permukaan tubuh, yang secara
normal lebih dingin dari 37 derajat celcius yang merupakansuhu inti
tubuh. Daerah peradangan di kulit menjadi lebih hangat dari
sekelilingnya karenalebih banyak darah (pada suhu 37 derajat celcius)
dialirkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang terkena
dibandingkan dengan ke daerah yang normal. Fenonema hangat lokal
ini tidak terlihat di daerah-daerah yang meradang yang terletak jauh di

dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah memiliki suhu inti


37C dan hyperemia lokal tidak menimbulkan perbedaan.
c. Dolor/nyeri
Dolor atau nyeri, pada suatu reaksi peradagan tampaknya
ditimbulkan dalam berbagaicara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi
lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang
sama, pelepasan zat-zat kimia tertentu seperti histamine atau zatzatkimia

biokatif

lain

dapat

merangsang

saraf.

Selain

itu,

pembengkakan jaringan yangmeradang menyebabkan peningkatan


tekanan lokal yang tidak diragukan lagi dapatmenimbulkan nyeri.
d. Tumor / pembengkakan
Aspek paling mencolok pada peradangan akut mungkin adalah
tumor, atau pembengkakan lokal yang dihasilkan oleh cairan dan sel-sel
yang berpindah dari aliran darah ke jaringan interstitial. Campuran
cairan dan sel-sel ini tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.
pada awal perjalan reaksi peradangan, sebagian besar eksudat adalah
cairan seperti yang terlihat secara cepat di dalam lepuhan setelah luka
bakar ringan pada kulit.Kemudian, leukosit meninggalkan aliran darah
dan tertimbun sebagai bagian eskudat.
Aktivitas selular yang terjadi yaitu pergerakan leukosit menembus
dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju karena daya kemotaksis.
Leukoasit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna
bakteri dan kotoran luka. Monosit dan limfosit yang kemudian muncul,
ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis).
Fase ini disebutjuga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru
sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah. Monosit
yang berubah menjadi makrofag ini juga menyekresi bermacam-macam
sitokin dan growth factor yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan
luka (Sjamsuhidayat, 2004).
2. Fase Proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang
menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari

akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast


berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan
mukopolisakarida, asam amino glisin, dan prolin yang merupakan bahan
dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka (Sjamsuhidayat,
2004).
Pada fase ini serat kolagen dibentuk dan dihancurkan kembali
untuk menyesuaikan dengan tegangan pada luka yang cenderung
mengerut. Sifat ini bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast
menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini, kekuatan
regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya dalam proses
remodelling, kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan ikatan
intramolekul dan anatar molekul menguat (Sjamsuhidayat, 2004).
Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi oleh sel radang, fibroblast
dan kolagen serta pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis),
membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol
halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel
basal terlepas dari dasarnyadan berpindah mengisi permukaan luka.
Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses
mitosis. Proses migrasi hanya terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar.
Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup
seluruh permukaan luka. Dengan menutupnya permukaan luka, proses
fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan
mulailah proses pematangan dalam fase remodelling (Sjamsuhidayat,
2004).

3. Fase Remodelling
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas
penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan yang sesuai
dengan gaya gravitasi dan akhirnya perupaan ulang jaringan yang baru.
Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakann berakhir kalau
semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali

semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Oedem dan


sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan
diserap kembali, kolagen yang berelebih diserap dan sisanya mengerut
sesuai besarnya regangan. Selama proses ini berlangsung, dihasilkan
jaringan parut yang pucat, tipis, dan lentur, serta mudah digerakkan dari
dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini
perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan
kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.
Perupaan luka tulang (patah tulang) memerlukan waktu satu tahun atau
lebih untuk membentuk jaringan yang normal secara histologis
(Sjamsuhidayat, 2004).
Patomekanisme vulnus penetratum, perforatum tergantung pada organ
yang terkena (Bledsoe, 2012).
1. Trauma kepala: morbiditas dan mortalitas tinggi
2. Trauma leher : banyak struktur yang beresiko tinggi seperti medula spinalis
cervical, columna vertebra cervicalis, arteri carotis, vena jugularis, arteri
vertebrae, trakhea, esophagus, dan struktur lainya. Trauma pada leher ini
dapat menyebabkan perdarahan, masalah pada pernafasan, masalah
neurologis dan atau kombinasi dari hal tersebut.
3. trauma thorax: luka tembus dapat merusak dinding dada, paru, struktur
trakheo bronkhial, esofagus, diafragma, pembuluh darah besar dan jantung.
Cedera ini sering mengakibatkan tamponade pericardial yang secara
langsung mengurangi cardiac output menyebabkan syok. Cedera paru dapat
menyebabkan pneumothorax, hemothorax, atau keduanya.
4. Trauma abdomen/pelvis: Kedua rongga tubuh ini mengandung banyak organ
dan struktur yang terkait. Cedera pada vaskuler intra abdomen memiliki
tingkat kematian yang lebih tinggi. Trauma pada pelvis dapat merusak
struktur genitourinaria dan struktur reproduksi.
5. Trauma ekstrimitas : Trauma pada ekstrimitas dapat mempengaruhi setiap
struktur anatomi dan ekstrimitas seperti tulang, otot, tendon, ligamen, saraf,
atau pembuluh darah. Kebanyakan cedera ekstRImitas tidak mengancam

nyawa, namun cedera vaskular ekstrimitas dapat mengancam kehidupan dan


anggota tubuh. Cedera saraf dan tendon dapat mengakibatkan cacat seumur
hidup.
E. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik (Schwartz, et al., 2000)
a. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan
nyeri lepas
b. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan yang disebabkan oleh iritasi,
misalkan pada truma abdomen terdapat penumpukan darah atau cairan di
rongga peritoneum.
c. Mual dan muntah (pada trauma abdomen)
d. Penurusan kesadaran, malaise, letargi, gelisah
Disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda tanda awal shock hemoragi.
2. Pemeriksaan Penunjang (Schwartz, et al., 2000)
a. Foto rontgen
Untuk melihat adanya trauma, misal di daerah thorak
b. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan
terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya
infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak, misalkan
kemungkinan rupture lienalis. Serum amilase yang meninggi
menunjukkan kemungkinan adanya trauma pancreas atau perforasi usus
halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada
hepar.
c. Pemeriksaan urin rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila ditemukan
hematuri. Urin yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma
pada saluran urogenital.
d. Ultrasonografi dan CT-Scan

Gambar 1. Vulnus penetratum e.c. peluru

Gambar 2. Luka tusuk

Gambar 3. Ilustrasi vulnus penetratum


F. PENATALAKSANAAN
1. Penanganan luka secara umum
Dalam penanganan luka, sudah umum diketahui bahwa salah satu
yang harus dilakukan adalah tindakan debridement. Debridement

bertujuan untuk membuat luka menjadi bersih sehingga mengurangi


kontaminasi pada luka dan mencegah terjadinya infeksi. Debridement bisa
dilakukan dengan beberapa cara, dari yang kurang invasif hingga invasif,
yaitu debridement secara biologik, mekanik, otolitik, enzimatik, dan
surgical.
Pertama dilakukan anstesi setempat atau umum, tergantung berat
dan letak luka, serta keadaan penderita, luka dan sekitar luka dibersihkan
dengan antiseptic. Bahan yang dapat dipakai adalah larutan yodium
frovidon 1% dan larutan klorheksin %, larutan yodium 3% atau alcohol
70% hanya digunakan untuk membersih kulit disekitar luka.
Kemudian daerah disekitar lapangan kerja ditutup dengan kain
steril dan secara steril dilakukan kembali pembersihan luka dari
kontaminasi secara mekanis, misalnya pembuangan jaringan mati dengan
guntung atau pisau dan dibersihkan dengan bilasan, guyuran atau
semprotan NaCl. Akhirnya dilakukan penjahitan dengan rapid an luka
ditutup dengan bahan yang dapat mencegah lengketnya kasa, misalnya
kasa yang mengandung vaselin ditambah dengan kasa penyerap dan
dibalut dengan pembalut elastis.

2. Penatalaksanaan Pre Hospital


Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi
kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka
tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani,
penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban
tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas (Schwartz, et
al., 2000).
a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membukajalan napas menggunakan
teknik head tilt chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat

dagu,periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan


tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.
b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara lihat dengar rasakan tidak lebih dari 10 detik
untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengalsengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika
tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera.
Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2
(30kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
d. Pemberian antibiotika: mencegah timbulnya infeksi bakteri pada
trauma
e. ATS (Anti Tetanus Serum): memberi kekebalan sementara terhadap
tetanus

Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul) :


1) Stop makanan dan minuman
2) Imobilisasi
3) Kirim ke rumah sakit.

Penetrasi (trauma tajam)

1) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam
lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan
dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau
sehingga tidak memperparah luka.
3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ
yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada
verban steril.
4) Imobilisasi pasien.
5) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7) Kirim ke rumah sakit.

3. Penatalaksanaan Hospital
a. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang
ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal
untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna
bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan (Schwartz, et al.,
2000).
1) Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto

rontgen

torak

tegak

berguna

untuk

menyingkirkan

kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan

adanya udara intra peritonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur


(supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retro
peritoneum.
2) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
3) Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
4) Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung
kencing, contohnya pada :

Fraktur pelvis

Trauma non penetrasi

b. Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit:


1) Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk
pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan
laboratorium

khusus

seperti

pemeriksaan

darah

lengkap,

potasium, glukosa, amilase.


2) Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan
pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita
dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara
ekstraluminal di retro peritoneum atau udara bebas di bawah
diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.

3) Study kontras urologi dan gastrointestinal


Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendens atau decendens dan dubur.

Vulnus penetratum merupakan penyakit bedah. Pasien dengan


vulnus penetratum cenderung meninggal lebih cepat dibandingkan dengan
trauma tumpul. Setelah dilakukan penilaian cepat, pasien dengan vulnus
penetratum harus dirujuk ke pusat trauma dengan level yang sesuai
(Bledsoe, 2012).
Pertama dilakukan anestesi setempat atau umum, tergantung berat
dan letak luka, serta keadaan penderita, luka dan sekitar luka dibersihkan
dengan antiseptik. Bahan yang dapat dipakai adalah larutan yodium
frovidon 1% dan larutan klorheksin 0,5%, larutan yodium 3% atau alkohol
70% hanya digunakan untuk membersih kulit disekitar luka. Kemudian
daerah disekitar lapangan kerja ditutup dengan kain steril dan secara steril
dilakukan kembali pembersihan luka dari kontaminasi secara mekanis,
misalnya pembuangan jaringan mati dengan gunting atau pisau dan
dibersihkan dengan bilasan, guyuran atau semprotan NaCl. Akhirnya
dilakukan penjahitan dengan rapi dan luka ditutup dengan bahan yang dapat
mencegah lengketnya kasa, misalnya kasa yang mengandung vaselin
ditambah dengan kasa penyerap dan dibalut dengan pembalut elastik.

CONTAH RESEP
dr. Handika Reza
SIP. G1A010100
Alamat: Jalan Merdeka No. 1 Purwokerto Barat
Telp. 081548056784
Purwokerto, 3 Desember 2013
R/. RL ml 500 fl No. 1
s. i. m. m

R/ infus set No.18 No. 1


S. i. m. m

Pro: Tn. Adi


Umur : 34 tahun
Alamat: Berkoh, Purwokerto

CONTOH SURAT RUJUKAN


Yth. Dokter

Di RSU

: Margono Soekarjo, Purwokerto

Mohon pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut terhadap penderita,


Nama Pasien : Tn. Gito
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur

: 34 tahun

No. Telpon

: 081548765429

Alamat

: Berkoh, Purwokerto

Dengan hasil pemeriksaan sbb:


Anamnesa

Pemeriksaan fisik

: KU: sopor. TD: 80/60 mmHg. Nadi: 115 x/menit.


Suhu: 36,50 C. Konjunctiva anemis. Status lokalis: vulnus
penetratum abdomen regio hipokondriaka dekstra

Pemeriksaan lab

:-

Lain-lain

:-

Diagnosa sementara : vulnus penetratum abdomen regio hipokondriaca dekstra


e.c. peluru
Terapi/Obat yang telah diberikan : resusitasi cairan (RL), balut tempat luka,

perawatan luka penetrasi.


Demikian surat rujukan ini kami kirim, kami mohon balasan atas surat
rujukan ini. Atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
Hormat Kami

(dr. Handika Reza)


No. SIP:G1A0100
III. KESIMPULAN
1. Trauma penetrasi terjadi ketika suatu objek menembus kulit dan masuk ke
dalam tubuh.
2. Trauma perforasi merupakan bentuk dari trauma tembus, terjadi ketika sebuah
objek masuk dan keluar dari tubuh.
3. Penyebab vulnus penetratum biasanya karena luka tusuk atau tembak.
4. Penyebab vulnus perforatum yaitu oleh karena panah, tombak atau proses
infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.
5. Patomekanisme vulnus penetratum, perforatum tergantung pada organ yang
terkena.
6. Penilaian awal dilakukan prosedur ABC. memelihara airway, Jika korban
tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas, mengontrol
perdarahan dan memelihara suhu tubuh, mencegah terjadi nya syok dengan
pemberian cairan IV.

DAFTAR PUSTAKA

Black&Hawks.2005.Medical - Surgical Nursing, Clinical Management For


Positive Outcomes 7th Edition.Missouri:Elsevier Saunders
Bledsoe, B., Casey, M., Hodnick, R. 2012. Penetrating Trauma Wounds
Challenge EMS Providers. Tersedia di http://www.jems.com/article/patientcare/penetrating-trauma-wounds-challenge-ems. Diakses 29 November
2013.
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan). Edisi EGC: Jakarta.
Schwartz, S.I., Shires, G.T., Spenser, F.C., Husser, W.C. 2000. Intisari prinsip
prinsip ilmu bedah. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat, R. Jong Wim De. 2004. Buku Ajar Ilmu Beda. (edisi 2). Jakarta:
EGC.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika
Auskulapius FKUI: Jakarta.
Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika: Jakarta.
Willson.J.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai