Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGGUNAAN UTAMA OBAT PENCAHAR
2.1.1 KONSTIPASI
Laksansia atau pencahar bekerja dengan cara menstimulasi gerakan
peristaltik dinding usus sehingga mempermudah buang air besar (defikasi) dan
meredakan sembelit. Tujuannya adalah untuk menjaga agar tinja (feces) tidak
mengeras dan defikasi menjadi normal. Makanan yang masuk ke dalam tubuh
akan melalui lambung, usus halus, dan akhirnya menuju usus besar/ kolon. Di
dalam kolon inilah terjadi penyerapan cairan dan pembentukan massa feses. Bila
massa feses berada terlalu lama dalam kolon, jumlah cairan yang diserap juga
banyak, akibatnya konsistensi feses menjadi keras dan kering sehingga dapat
menyulitkan pada saat pengeluaran feses. Konstipasi merupakan suatu kondisi di
mana seseorang mengalami kesulitan defekasi akibat tinja yang mengeras, otot
polos usus yang lumpuh maupun gangguan refleks defekasi (Arif & Sjamsudin,
1995) yang mengakibatkan frekuensi maupun proses pengeluaran feses terganggu.
Frekuensi defekasi/ buang air besar (BAB) yang normal adalah 3 sampai 12 kali
dalam seminggu. Namun, seseorang baru dapat dikatakan konstipasi jika ia
mengalami frekuensi BAB kurang dari 3 kali dalam seminggu, disertai konsistensi
feses yang keras, kesulitan mengeluarkan feses (akibat ukuran feses besar-besar
maupun akibat terjadinya gangguan refleks defekasi), serta mengalami sensasi
rasa tidak puas pada saat BAB (McQuaid, 2006). Orang yang frekuensi defekasi/
BAB-nya kurang dari normal belum tentu menderita konstipasi jika ukuran
maupun konsistensi fesesnya masih normal. Konstipasi juga dapat disertai rasa
tidak nyaman pada bagian perut dan hilangnya nafsu makan.
Konstipasi sendiri sebenarnya bukanlah suatu penyakit, tetapi lebih tepat
disebut gejala yang dapat menandai adanya suatu penyakit atau masalah dalam
tubuh (Dipiro, et al, 2005), misalnya terjadi gangguan pada saluran pencernaan
(irritable bowel syndrome), gangguan metabolisme (diabetes), maupun gangguan
pada sistem endokrin (hipertiroidisme).

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 PENGERTIAN OBAT PENCAHAR


Sasaran terapi konstipasi yaitu: (1) massa feses, (2) refleks peristaltik
dinding kolon. Tujuan terapinya adalah menghilangkan gejala, artinya pasien
tidak lagi mengalami konstipasi atau proses defekasi/ BAB (meliputi frekuensi
dan konsistensi feses) kembali normal. Strategi terapi dapat menggunakan terapi
farmakologis maupun non-farmakologis. Terapi non-farmakologis digunakan
untuk meningkatkan frekuensi BAB pada pasien konstipasi, yaitu dengan
menambah asupan serat sebanyak 10-12 gram per hari dan meningkatkan volume
cairan yang diminum, serta meningkatkan aktivitas fisik/ olahraga. Sumber
makanan yang kaya akan serat, antara lain: sayuran, buah, dan gandum. Serat
dapat menambah volume feses (karena dalam saluran pencernaan manusia ia
tidak dicerna), mengurangi penyerapan air dari feses, dan membantu mempercepat
feses melewati usus sehingga frekuensi defekasi/ BAB meningkat (Dipiro, et al,
2005).
Sedangkan terapi farmakologis dengan obat laksatif/ pencahar digunakan
untuk meningkatkan frekuensi BAB dan untuk mengurangi konsistensi feses yang
kering dan keras. Secara umum, mekanisme kerja obat pencahar meliputi
pengurangan absorpsi air dan elektrolit, meningkatkan osmolalitas dalam lumen,
dan meningkatkan tekanan hidrostatik dalam usus. Obat pencahar ini mengubah
kolon, yang normalnya merupakan organ tempat terjadinya penyerapan cairan
menjadi organ yang mensekresikan air dan elektrolit (Dipiro, et al, 2005). Obat
pencahar sendiri dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu: (1) pencahar yang
melunakkan feses dalam waktu 1-3 hari (pencahar bulk-forming, docusates, dan
laktulosa); (2) pencahar yang mampu menghasilkan feses yang lunak atau semicair dalam waktu 6-12 jam (derivat difenilmetan dan derivat antrakuinon), serta
(3) pencahar yang mampu menghasilkan pengluaran feses yang cair dalam waktu
1-6 jam (saline cathartics, minyak castor, larutan elektrolit polietilenglikol).
Pencahar yang melunakkan feses secara umum merupakan senyawa yang
tidak diabsorpsi dalam saluran pencernaan dan beraksi dengan meningkatkan
volume padatan feses dan melunakkan feses supaya lebih mudah dikeluarkan.
Pencahar bulk-forming meningkatkan volume feses dengan menarik air dan

Universitas Sumatera Utara

membentuk suatu hidrogel sehingga terjadi peregangan dinding saluran cerna dan
merangsang gerak peristaltik. Penggunaan obat pencahar ini perlu memperhatikan
asupan cairan kedalam tubuh harus mencukupi, jika tidah bahaya terjadi dehidrasi.
Derivat difenilmetan yang biasa digunakan adalah bisakodil dan
fenolptalein. Senyawa-senyawa ini merangsang sekresi cairan dan saraf pada
mukosa kolon yang mengakibatkan kontraksi kolon sehingga terjadi pergerakan
usus (peristaltik) dalam waktu 6-12 jam setelah diminum, atau 15-60 menit
setelah diberikan melalui rektal. Namun penggunaan fenilptalein sudah dilarang
karena bersifat karsinogen. Senyawa ini tidak direkomendasikan untuk digunakan
tiap hari. Jarak antara setiap kali penggunaan harus cukup lama, sekitar beberapa
minggu, untuk mengobati konstipasi ataupun untuk mempersiapkan pengosongan
kolon jika diperlukan untuk pembedahan.
Saline cathartics merupakan garam anorganik yang mengandung ion-ion
seperti Mg, S, P, dan sitrat, yang bekerja dengan mempertahankan air tetap dalam
saluran cerna sehingga terjadi peregangan pada dinding usus, yang kemudian
merangsang pergerakan usus (peristaltik). Selain itu, Mg juga merangsang sekresi
kolesitokinin, suatu hormon yang merangsang pergerakan usus besar dan sekresi
cairan. Senyawa ini dapat diminum ataupun diberikan secara rektal. Pencahar
saline ini juga dapat digunakan untuk mengosongkan kolon dengan cepat sebagai
persiapan sebelum pemeriksaan radiologi, endoskopi, dan pembedahan pada
bagian perut (Gangarosa & Seibertin, 2003).
Secara umum, penggunaan pencahar untuk mengatasi konstipasi sebaiknya
dihindari. Namun, jika konstipasi yang terjadi dapat menimbulkan keparahan
kondisi pasien, misalnya pada pasien wasir atau pasien yang baru menjalani
pembedahan perut, penggunaan obat pencahar sangat diperlukan. Berikut adalah
obat yang dipilih untuk digunakan mengatasi konstipasi yang tidak cukup jika
diatasi hanya dengan fiber:
NAMA GENERIK: Bisacodyl
NAMA DAGANG DI INDONESIA : Dulcolax , Bicolax, Codylax, Laxacod,
Laxamex, Melaxan, Prolaxan, Stolax, Toilax.

Universitas Sumatera Utara

INDIKASI
Konstipasi; sebelum prosedur radiologi dan bedah. Semua bentuk sembelit,
memudahkan buang air besar pada kondisi dengan rasa sakit seperti pada
hemorrhoid (wasir), pengosongan lambung-usus sebelum & sesudah operasi.
KONTRA INDIKASI
Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien yang mengalami sumbatan pada usus
(ileus), kondisi pembedahan perut akut, maupun dalam kondisi dehidrasi berat.
PERHATIAN
Penggunaan senyawa ini dalam jangka lama dapat mengakibatkan kram perut
yang parah dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, juga tidak boleh
digunakan untuk pasien hamil dan menyusui.
EFEK SAMPING
Jarang: rasa tidak enak pada perut, diare.
BENTUK SEDIAAN
Tablet 5 mg (Bicolax, Codylax, Laxacod, Laxamex, Melaxan, Prolaxan,
Toilax) dan 10 mg (Dulcolax, Stolax).
DOSIS
Untuk konstipasi, dewasa: 5-10 mg malam hari; kadang-kadang perlu dinaikkan
menjadi 15-20 mg. Anak kurang dari 10 tahun : 5 mg.
Pemeriksaan radiografik, sebelum dan sesudah operasi :
- dewasa : 2-4 tablet pada malam sebelum pemeriksaan dan 1 suppositoria pada
pagi harinya (di hari pemeriksaan).

Universitas Sumatera Utara

- anak-anak berusia 4 tahun atau lebih : 1 tablet pada sore hari sebelum
pemeriksaan dan 1 suppositoria pada pagi harinya (di hari pemeriksaan).
Obat golongan laksatif atau pencahar sering dipakai untuk mengurangi
berat badan dengan melancarkan BAB (buang air besar) diharapkan berat badan
juga relatif terkontrol. Banyak sediaan suplemen yang mengandung high-fiber
yang diindikasikan untuk melangsingkan tubuh dan dapat diperoleh secara
bebas. Serat tinggi tadi diharapkan mengembang di saluran cerna dan memicu
gerakan peristaltik usus sehingga akan memudahkan BAB. Walaupun mungkin
berhasil, tetapi efeknya umumnya tidak terlalu signifikan. Selain sejenis fiber ini,
beberapa pencahar lain juga sering dipakai sebagai pelangsing. Penggunaan
pencahar sebagai pelangsing dalam waktu lama tidak disarankan karena usus akan
menjadi malas, akan bekerja jika ada pemicunya, dan hal ini akan menjadikan
semacam ketergantungan.
2.1.3 DAMPAK NEGATIF OBAT PENCAHAR
Sebagian besar obat pelangsing dapat menimbulkan dampak negatif
seperti: gangguan emosi, hiperaktivitas, sulit tidur, perut kembung dan perih,
keletihan terus menerus, depresi, ketagihan, mual, muntah, dan tubuh gemetar.
Ada

juga

yang

menggangu

kesuburan

dan

sikulasi

menstruasi

Penggunaan obat pelangsing yang bersifat pencahan atau laksatif dapat


menyebabkan usus bereaksi lebih aktif menyerap makanan, sehingga membuat
makanan yang dikonsumsi cepat dibuang sebelum diserap. Akibatnya bila
konsumsi obat dihentikan maka tubuh akan semakin gemuk karena usus jadi lebih
efisien dalam menyerap makanan.
Penggunaan laksatif yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan
mengabaikan keinginan BAB refleks pada proses defekasi yang alami dihambat.
Kebiasaan pengguna laksatif bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat,
sejak mereka mengalami efek yang semakin berkurang dengan penggunaan yang
terus-menerus (toleransi obat).

Universitas Sumatera Utara

2.2 OBAT-OBAT PELANGSING LAIN


1. Orlistat (Xenical)
Obat ini menggurangi penyerapan lemak di usus dengan cara menghambat enzim
lipase dari pankreas. Lipase adalah enzim yang bertugas menguraikan lemak.
Obat ini bisa menyebabkan feses menjadi berlemak, perut kembung, dan kontrol
BAB terganggu. Tetapi efek samping ini bisa dikurangi jika asupan makanan
berlemak di kurangi.
2. Sibutramin (Meridia, Reductil)
Obat ini bekerja secara sentral menekan nafsu makan, dengan mengatur
ketersediaan neurotransmiter di otak, yaitu menghambat re-uptake serotonin dan
norepinefrin. Namun obat ini harus digunakan secara hati-hati karena dapat
meningkatkan tekanan darah, menyebabkan mulut kering, konstipasi, sakit kepala
dan insomnia.
Sibutramin inilah yang sering ditambahkan oleh produsen nakal jamu pelangsing,
sehingga beberapa waktu lalu pernah dilakukan penarikan 6 merk

jamu

pelangsing oleh Badan POM karena dicampur dengan sibutramin. Sungguh,


pencampuran jamu pelangsing dengan sibutramin ini merupakan tindakan
kriminal yang sama sekali tidak memikirkan keselamatan penggunanya. Jamu ini
berisiko bagi yang memiliki gangguan penyakit kardiovaskuler karena dapat
meningkatkan tekanan darah dan mungkin risiko terjadinya stroke.
Cara kerjanya hampir mirip seperti obat-obat golongan katekolamin dan
turunannya. Ini mengingatkan pada salah satu obat yang cukup terkenal dan
menghebohkan, yaitu fenilpropanolamin (PPA), yang juga banyak dijumpai pada
komposisi obat flu. Di Amerika, PPA banyak dipakai sebagai pelangsing dengan
dosis jauh lebih tinggi dari dosis yang dipakai untuk efek pelega hidung
tersumbat. Dan ternyata, PPA ini meningkatkan risiko kejadian stroke hemoragik.
Saat ini PPA tidak lagi dipakai sebagai obat pelangsing di sana.

Universitas Sumatera Utara

3. Diuretik
Obat-obat diuretik (pelancar air seni) juga sering dipakai sebagai obat pelangsing.
Tapi sebenarnya efeknya tidaklah signifikan dalam mengurangi berat badan.
Justru

penggunaannya

harus

diperhatikan

karena

dapat

mengganggu

keseimbangan elektrolit dalam tubuh karena banyak ion-ion tubuh yang mungkin
akan terbawa melalui urin. Jika berat badannya disebabkan karena timbunan
cairan, maka diuretik memang pilihan yang tepat, tetapi jika karena timbunan
lemak, tentu diuretik tidak akan berefek signifikan. Umumnya teh-teh pelangsing
mengandung senyawa alam yang bersifat diuretik sehingga memberikan efek
kesan melangsingkan.
4. Obat-obat herbal pelangsing
Sekarang banyak sekali ditawarkan berbagai produk herbal yang diklaim memiliki
efek pelangsing. Ada yang dikatakan bekerja melarutkan lemak, atau mengurangi
penyerapan lemak di usus. Salah satu herbal yang terkenal sebagai pelangsing
adalah Jati Belanda. Senyawa tanin yang banyak terkandung di bagian daun,
mampu mengurangi penyerapan makanan dengan cara mengendapkan mukosa
protein yang ada dalam permukaan usus. Sementara itu, musilago yang berbentuk
lendir bersifat sebagai pelicin. Dengan adanya musilago, absorbsi usus terhadap
makanan dapat dikurangi. Hal ini yang yang menjadi alasan banyaknya daun jati
belanda yang dimanfaatkan sebagai obat susut perut dan pelangsing.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai