Unud 1346 1062571747 Full Text Tesis Eva
Unud 1346 1062571747 Full Text Tesis Eva
FLORIA EVA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
TESIS
FLORIA EVA
NIM 1014018105
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
FLORIA EVA
NIM 1014018105
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
Lembar Pengesahan
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof.DR.dr.WimpiePangkahila,Sp.And,FAACS
NIP. 194612131971071001
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
NIP. 195902151985102001
Ketua
Sekretaris
Anggota
Rektor Universitas Udayana, Prof. DR. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD dan
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. DR. dr.Putu Astawa,
Sp.OT (K), M.Kes yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas pada
penulis untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis I di Universitas
Udayana.
2.
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. DR. dr. A.A. Raka
Sudewi, Sp.S(K), atas kesempatan yang telah diberikan pada penulis untuk
menjadi mahasiswa program pasca sarjana, program studi kekhususan
kedokteran klinik (combined degree).
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Prof. DR. dr. I Nyoman Adiputra, M.OH selaku pembimbing kedua yang
telah banyak memberikan bimbingan serta meluangkan waktu dan pemikiran
dalam penyusunan tesis ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
14. Suami tercinta, Frins Apul Simarmata, yang selalu setia mendampingi dan
memberi dukungan. Kedua orang tua dan mertua, yang dengan penuh kasih
saying dan penuh cinta membesarkan, mendidik, dan mendukung sepenuhnya
sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Tidak lupa juga terima kasih
untuk kakak dan adik-adik tersayang yang senantiasa membantu dan memberi
dukungan dalam penyusunan penelitian ini.
15. Kepada semua pihak, keluarga, sahabat, rekan paramedis dan non paramedis
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu di sini, atas seluruh dukungan
dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan PPDS
I IKA.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini jauh dari sempurna. Dengan segala
kerendahan hati, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan tesis
ini. Sekiranya, penulis tetap mohon petunjuk untuk perbaikan supaya hasil yang
tertuang dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu kedokteran dan pelayanan
kesehatan.
Floria eva
ABSTRAK
PREVALENSI KONSTIPASI DAN FAKTOR RISIKO KONSTIPASI
PADA ANAK
Konstipasi merupakan salah satu masalah yang paling sering terjadi pada
masa anak-anak. Riwayat keluarga dengan konstipasi, riwayat pemberian susu
formula, ketidakcukupan jumlah asupan cairan dan serat makanan merupakan
faktor risiko terjadinya konstipasi. Prevalensi konstipasi pada anak di Indonesia
termasuk di Denpasar belum diketahui secara pasti. Dengan mengetahui
prevalensi konstipasi diharapkan dapat diterapkan sebagai upaya pencegahan
terhadap terjadinya konstipasi pada anak di kemudian hari. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui prevalensi konstipasi pada anak sekolah taman
kanak-kanak di Denpasar serta mengetahui hubungan riwayat keluarga dengan
konstipasi, riwayat pemberian susu formula, ketidakcukupan jumlah asupan cairan
dan serat dengan kejadian konstipasi.
Penelitian ini merupakan suatu penelitian potong lintang yang dilakukan
pada siswa beberapa sekolah taman kanak-kanak di Denpasar pada periode
November 2013 sampai Mei 2014. Data dikumpulkan melalui wawancara
menggunakan kuisioner. Uji chi square dan analisis multivariat dengan regresi
logistik dilakukan untuk menilai hubungan antara riwayat keluarga dengan
konstipasi, riwayat pemberian susu formula, ketidakcukupan jumlah asupan cairan
dan serat makanan terhadap kejadian konstipasi pada anak. Nilai P kurang dari
0,05 dianggap bermakna.
Selama periode penelitian didapatkan sebanyak 316 subjek yang
memenuhi kriteria inklusi. Kejadian konstipasi ditemukan pada 48 (15,1%)
sampel. Riwayat keluarga dengan konstipasi dan riwayat pemberian susu formula
berhubungan dengan kejadian konstipasi (P 0,02; RP 196,6; IK 95% 7,5 sampai
524,0), (P 0,01; RP 9,6; IK 95% 1,5 sampai 56,2). Ketidakcukupan jumlah asupan
cairan dan serat makanan juga berhubungan dengan meningkatnya kejadian
konstipasi pada anak (P 0,002; RP 36,2; IK 95% 3,5 sampai 366,9), (P 0,047; RP
6,5; IK 95% 1,02 sampai 41,5,9).
Prevalensi konstipasi pada anak taman kanak-kanak di Denpasar adalah
sebesar 15,1%. Riwayat keluarga dengan konstipasi, riwayat pemberian susu
formula, ketidakcukupan jumlah asupan cairan dan serat makanan merupakan
faktor yang berhubungan dengan meningkatnya kejadian konstipasi pada anak
sekolah taman kanak-kanak di Denpasar. Perlu dilakukan penelitian berikutnya
dengan mengambil sampel mencakup usia sampai 18 tahun.
Kata kunci: konstipasi, faktor risiko, anak
10
ABSTRACT
PREVALENCE AND RISK FACTOR CONSTIPATION IN CHILDREN
Constipation is one of the most frecuent problems occured in children.
Family history of constipation, history of providing infant formula, low amount of
of fluid and total dietary fibe rintake are the risk factors of constipation. The
prevalence of constipation on children in Indonesia, especially in Denpasar is not
definitely known. Determining the prevalence of constipation is expected to be
applied as preventive efforts against the occurrence of constipation in the future.
The aim of the study is to determine the prevalence and family history of
constipation, history of providing infant formula, low amount of fluid and total
dietary fiber intake as a related factors of constipation in kindergarden school in
Denpasar.
An analitic cross sectional study was conducted among at kindergarden
school in Denpasar between November 2013 until May 2014. Data was collected
by interview using questionnaire. Chi square and logistic regression test were used
for detecting association between family history with constipation, history of
providing infant formula, low amount of fluid and total dietary fiber intake with
constipation in children. A P-value less than 0,05 was considered statistically
significant.
A was 316 subjects that were eligible. Constipation was found in 48
(15,1%) sample. Family history with constipation and history of providing infant
formula showed association with constipation (P 0,02; PR 196,6; 95%CI 7,5 to
524,0), (P 0,01; PR 9,6; 95%CI 1,5 to 56,2). The low amount of fluid and total
dietary fiber intake are also associated with the increasing frequency of
constipation (P 0,002; PR 36,2; 95%CI 3,5 to 366,9), (P 0,047; PR 6,5; 95%CI
1,02 to 41,5,9).
The prevalence of constipation in kindergarten school children in
Denpasar was 15.1%. Family history with constipation, history of providing
infant formula, low amount of fluid and total dietary fiber intake are a risk factor
for the occurrence of constipation in children. Further research which included
subjects until the age of 18 year was needed.
11
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM.....................................................................................
PRASYARAT GELAR...............................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................
iii
iv
vi
ABSTRAK...................................................................................................
ix
ABSTRACT.................................................................................................
DAFTAR ISI................
xi
DAFTAR GAMBAR...............
xv
DAFTAR TABEL............
xvi
xvii
DAFTAR LAMPIRAN........
xviii
BAB I PENDAHULUAN........
12
1.4.1Manfaat akademis.......
2.1 Konstipasi.......................................
2.1.1 Definisi..................................
2.1.2 Epidemiologi.........................................
2.1.3 Etiologi..............................
2.1.4 Patofisiologi...............
2.1.6 Diagnosis.......................
10
11
11
14
14
14
2.1.7.5 Psikologis...............................................................
15
15
16
19
19
21
21
13
23
23
23
24
24
24
29
29
31
32
35
35
36
36
36
37
BAB VI PEMBAHASAN.....
39
6.1 SubjekPenelitian.....
39
41
41
42
43
14
44
46
47
47
47
DAFTAR PUSTAKA........
48
LAMPIRAN..
52
15
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1
Patofisiologi defekasi...........................
3.1
Kerangka Konsep.............................................................................
21
4.1
23
4.2
28
4.3
34
16
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1
10
2.2
14
5.1
Karakteristik subjek..........................................................................
37
5.2
38
5.3
17
SINGKATAN
AAP
BAB :
FFQ
PEG
Polyetilen glikol
TK
Taman kanak-kanak
WGO :
LAMBANG
>
kurang dari
ditambah
18
DAFTAR LAMPIRAN
19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Konstipasi merupakan masalah yang sering terjadi pada masa anak dan
20
21
konstipasi
yaitu
dengan
mengkonsumsi
makanan
berserat,
22
masih kontroversial. Penelitian asupan serat makanan pada anak sesuai umur
(tahun) + 5 gram belum pernah dilakukan di Indonesia dan data prevalensi
konstipasi pada anak di Provinsi Bali belum ada saat ini.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah
Tujuan Penelitian
23
2.
3.
4.
1.4
Manfaat Penelitian
24
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Konstipasi
2.1.1 Definisi
Konstipasi adalah kesulitan buang air besar dengan konsistensi feses yang
padat dengan frekuensi buang air besar lebih atau sama dengan 3 hari sekali.
Konstipasi memiliki persepsi gejala yang berbeda-beda pada setiap anak
tergantung pada konsistensi tinja, frekuensi buang air besar dan kesulitan
keluarnya tinja. Pada anak normal yang hanya buang air besar setiap 2-3 hari
dengan tinja yang lunak tanpa kesulitan bukan disebut konstipasi. Namun, buang
air besar setiap 3 hari dengan tinja yang keras dan sulit keluar, sebaiknya
dianggap konstipasi. Menurut World Gastroenterology Organization (WGO)
konstipasi adalah defekasi keras (52%), tinja seperti pil/ butir obat (44%),
ketidakmampuan defekasi saat diinginkan (34%), atau defekasi yang jarang (33%)
(Devanarayana dkk., 2010). Menurut North American Society of Gastroenterology
and Nutrition, konstipasi adalah kesulitan atau lamanya defekasi, timbul selama 2
minggu atau lebih, dan menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien (Van den
Berg dkk., 2007), sedangkan menurut Paris Consensus on Childhood
Constipation Terminology menjelaskan definisi konstipasi sebagai defekasi yang
terganggu selama 8 minggu dengan mengikuti minimal 2 gejala sebagai berikut:
defekasi kurang dari 3 kali per minggu, inkontinensia frekuensi tinja lebih besar
dari satu kali per minggu, masa tinja yang keras, masa tinja teraba di abdomen,
25
perilaku menahan defekasi, nyeri saat defekasi (Drossman dan Dumitrascu, 2006;
Voskuijl dkk., 2004).
2.1.2 Epidemiologi
Konstipasi merupakan masalah yang sering terjadi pada anak. Penelitian
Loening-Baucke (2007) didapatkan prevalensi konstipasi pada anak usia 4-17
tahun adalah 22,6%, sedangkan prevalensi konstipasi pada anak usia di bawah 4
tahun hanya sebesar 16%. Penelitian Rasquin dkk. (2006) didapatkan bahwa 16%
anak usia 9-11 tahun menderita konstipasi. Sebanyak 90-97% kasus konstipasi
yang terjadi pada anak merupakan suatu konstipasi fungsional (Van Den Berg
dkk., 2006) dan kejadiannya sama antara laki-laki dan perempuan (LoeningBaucke, 2004). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Borowitz
dkk. (2003), konstipasi lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki dengan
perbandingan 2:1. Penelitian di Indonesia pernah dilakukan pada anak sekolah
taman kanak-kanak di wilayah Senen, Jakarta. Prevalensi konstipasi didapatkan
sebesar 4,4% (Firmansyah, 2007).
2.1.3 Etiologi
Penyebab tersering konstipasi pada anak yaitu fungsional, fisura ani,
infeksi virus dengan ileus, diet dan obat. Konstipasi pada anak 95% akibat
konstipasi fungsional. Konstipasi fungsional pada umumnya terkait dengan
perubahan kebiasan diet, kurangnya makanan mengandung serat, kurangnya
asupan cairan, psikologis, takut atau malu ke toilet (Van Dijk dkk., 2010; Uguralp
dkk., 2003; Ritterband dkk., 2003; Devanarayana dan Rajindrajith 2011).
26
2.1.4 Patofisiologi
Frekuensi defekasi pada anak-anak bervariasi menurut umur. Pada anak
umur 0-3 bulan dengan mengkonsumsi ASI frekuensi defekasi 3 kali/hari, anak
umur 0-3 bulan dengan mengkonsumsi susu formula frekuensi defekasi 2
kali/hari, dan anak umur 1 tahun frekuensi normal defekasi yaitu 1 kali/hari.
(Iacono dkk., 2005).
Proses defekasi normal memerlukan keadaan anatomi dan inervasi normal
dari rektum, otot puborektal dan sfingter ani (Gambar 2.1). Rektum adalah organ
sensitif yang mengawali proses defekasi. Tekanan pada dinding rektum akan
merangsang sistam saraf intrinsik rektum dan menyebabkan relaksasi sfingter ani
interna, yang dirasakan sebagai keinginan untuk defekasi. Sfingter anal eksterna
kemudian menjadi relaksasi dan feses dikeluarkan mengikuti peristaltik kolon
melalui anus. Relaksasi sfingter tidak cukup kuat, maka sfingter ani eksterna
dibantu otot puborektal akan berkontraksi secara refleks dan refleks sfingter
interna akan menghilang, sehingga keinginan defekasi juga menghilang (Van Der
Plas dkk., 2000; Degen dkk., 2005; Bu LN dkk., 2007).
Gejala dan tanda klinis konstipasi pada anak dimulai dari rasa nyeri saat
defekasi, anak akan mulai menahan tinja agar tidak dikeluarkan untuk
menghindari rasa tidak nyaman yang berasal dari defekasi dan terus menahan
defekasi maka keinginan defekasi akan berangsur hilang oleh karena kerusakan
sensorik di kolon dan rektum sehingga akan terjadi penumpukan tinja (Degen
dkk., 2005). Proses defekasi yang tidak lancar akan menyebabkan feses
menumpuk hingga menjadi lebih banyak dari biasanya dan dapat menyebabkan
27
feses mengeras yang kemudian dapat berakibat pada spasme sfingter ani. Feses
yang terkumpul di rektum dalam waktu lebih dari satu bulan menyebabkan
dilatasi rektum yang mengakibatkan kurangnya aktivitas peristaltik yang
mendorong feses keluar sehingga menyebabkan retensi feses yang semakin
banyak. Peningkatan volume feses pada rektum menyebabkan kemampuan
sensorik rektum berkurang sehingga retensi feses makin mudah terjadi (Van Der
Plas dkk., 2000).
Rektum
Saraf instrinsik
Relaksasi sfingter interna
Kuat
Lemah
Refleks
defekasi hilang
Lama
Otot puborektal
Defekasi
Konstriksi anus
28
rektum (tinja yang keluar keras dan kehitaman). Keluhan tersebut makin
bertambah berat, bahkan sampai timbulnya gejala obstruksi intestinal (Van der
Plas dkk., 2010). Berikut beberapa gejala dan tanda yang timbul pada anak dengan
konstipasi yaitu berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik (Tabel 2.1)
Tabel 2.1 Gejala dan tanda klinis konstipasi
Gejala dan tanda klinis
Persentase (%)
Anamnesis
Defekasi jarang
Feses keras
Nyeri saat defekasi
Feses lembek
Inkontinensia fekalis
Masalah psikologis
Nyeri perut
Anoreksia/ nafsu makan kurang
Riwayat keluarga konstipasi
Kelainan traktus urinarius
Distensi abdomen
Muntah
Pemeriksaan fisik
Masa di rektum
Masa di abdomen
Fisura dan perdarahan rektum
Prolaps rektum
80-100
58-100
50-90
35-96
45-75
20-65
10-64
10-47
9-49
5-43
0-61
8-10
28-100
30-71
5-55
0-3
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis konstipasi sesuai dengan kriteria Rome III adalah sebagai
berikut:
1.
Frekuensi defekasi dua kali atau kurang dalam seminggu tanpa pemberian
laksatif.
2.
3.
29
4.
5.
6.
dua bulan. Soiling didefinisikan sebagai pengeluaran feses secara tidak disadari
dalam jumlah sedikit sehingga sering mengotori pakaian dalam. Enkopresis
diartikan sebagai pengeluaran feses dalam jumlah besar secara tidak disadari (Van
Der Plas dkk., 2000).
2.1.7 Faktor-Faktor Risiko Konstipasi
Pengenalan dini faktor risiko terjadinya konstipasi dapat membantu untuk
mencegah konstipasi. Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan konstipasi
pada anak telah diteliti yaitu ketidakcukupan asupan serat dan cairan harian,
riwayat penyakit kronis, riwayat keluarga konstipasi, psikologis, alergi susu sapi
dan riwayat asupan susu sapi pada usia awal kehidupan, kelainan yang
berhubungan kolon dan rektum seperti irritable bowel syndrome, hirschsprung
disease, dan fisura ani (Borowizt dkk., 2003).
2.1.7.1 Asupan serat harian
Asupan serat merupakan faktor penting penyebab konstipasi pada anak.
Asupan serat harus ditingkatkan secara bertahap di masa kanak-kanak, karena diet
serat penting bagi kesehatan anak terutama dalam hal menormalkan BAB.
Penelitian yang dilakukan oleh Ip dkk. (2005) menunjukkan bahwa gejala
konstipasi pada anak sangat berkaitan dengan asupan serat makanan yang rendah.
Penelitian serupa dilakukan oleh Lee dkk. (2008) yang menyatakan bahwa asupan
30
serat yang rendah berhubungan dengan kejadian konstipasi pada anak sekolah
taman kanak-kanak di Hongkong. Penelitian di Hong Kong dan Maldives (India)
menunjukkan bahwa konsumsi serat pada anak lebih rendah dari nilai yang
dianjurkan (Lee dkk., 2008).
Serat adalah bahan makanan nabati yang tidak dapat dicerna oleh enzim
pencernaan dalam tubuh. Berdasarkan analisis kimia, serat dalam makanan
digolongkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah selulosa yang
merupakan polisakarida. Selulosa adalah serat yang paling banyak dijumpai pada
sayuran dan buah-buahan. Kelompok kedua adalah pektin, gum dan mucilago,
yang merupakan polisakarida non-selulosa. Pektin mempunyai sifat membentuk
gel jika bergabung dengan air. Gum pada tanaman biasanya diproduksi saat kulit
tanaman tergores, dan ditemukan juga dalam biji-bijian, seperti buncis, kacang
polong dan kapri (Gremse dkk., 2002).
Berdasarkan sifat larutan, serat dibedakan menjadi dua golongan yaitu
serat yang larut dalam air, seperti pektin, gum, mucilago, dan serat yang tidak
larut dalam air seperti selulosa, hemi-selulosa dan lignin (Pashankar dkk., 2003).
Serat makanan bersifat hidrofilik atau pembentuk masa. Kemampuan serat
makanan sebagai laksansia tergantung dari kemampuannnya menghindari
pencernaan dan absorpsi di usus halus dan menghindari metabolisme bakteri di
kolon. Peningkatan volume di usus yang berkaitan dengan bahan padat dan air
diduga menstimulasi motilitas dan peningkatan transit isi usus melalui kolon,
sehingga meningkatkan feses yang dikeluarkan. Konsistensi feses juga
dipengaruhi oleh serat makanan sehingga mempermudah defekasi. Efektivitas
31
32
Jumlah cairan
800cc/hari
Usia
9-13 tahun
>1-3 tahun
1300 cc/hari
14-18 tahun
4-8 tahun
1700 cc/hari
Jumlah cairan
L: 2400 cc/hari
P : 2100 cc/hari
L: 3300 cc/hari
P : 2300 cc/hari
33
34
memiliki tinja yang lebih padat dan dapat menimbulkan konstipasi (Iacono dkk.,
2005; Daher dkk., 2001).
2.1.8
1.
Dietary record
Responden diminta mencatat jumlah makanan dan minuman yang
dikonsumsi selama satu hari. Jumlah yang dikonsumsi dapat diukur dengan skala
atau ukuran rumah tangga (seperti cangkir, sendok makan), atau diperkirakan
menggunakan model, gambar atau tidak ada bantuan khusus. Pencatatan
dilakukan tiga atau empat hari berturut-turut karena pencatatan lebih dari empat
hari berturut-turut hasilnya tidak memuaskan karena kelelahan responden. Ip dkk.
(2005) mengunakan metode ini dalam penelitiannya di Hongkong.
2.
mereka konsumsi dari daftar makanan untuk jangka waktu tertentu. Frekuensi,
metode memasak atau kombinasi dalam makanan juga dilaporkan. Keseluruhan
perkiraan asupan gizi diperoleh dengan menjumlahkan semua produk makanan
35
dari frekuensi yang dilaporkan dengan jumlah nutrisi yang ditentukan dari porsi
makanan itu (Ip dkk., 2005).
4.
Instrumen ini dapat berguna dalam situasi yang tidak memerlukan penilaian baik
dari diet total atau akurasi kuantitatif dalam diet (Lee dkk., 2008).
5.
Diet history
Responden diminta untuk melaporkan tentang riwayat diet masa lalu.
Anak cenderung memiliki diet yang sangat bervariasi dari hari ke hari, dan pola
makan mereka dapat berubah dengan cepat. Anak kurang mampu mengingat,
memperkirakan, dan bekerja sama dalam prosedur penilaian diet biasa. Informasi
yang diperoleh pada anak usia sekolah melalui orang yang sehari-hari mengurus
anak tersebut, bisa orang tua atau pengasuh (kakek-nenek, pembantu). Informasi
yang diperoleh hanya dari satu responden, kemungkinan laporan yang diperoleh
kurang lengkap. Sebuah konsensus metode recall, anak dan orangtua bersamasama memberikan tanggapan pada 24 jam dietary recall telah terbukti
memberikan informasi lebih akurat daripada recall dari salah satu orang saja (Lee
dkk., 2008).
Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data
yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu
ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring dan
lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari atau model dari
36
makanan (food model). Pengukuran dilakukan 1 kali (124 jam), maka data yang
diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan
individu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 3 kali recall 24 jam
berturut-turut termasuk hari libur, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi
lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian
individu.
Kelebihan metode recall 24 jam yaitu mudah melaksanakannya serta tidak
terlalu membebani responden, biaya relatif murah, karena tidak memerlukan
peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara, cepat, sehingga dapat
mencakup banyak responden, dapat digunakan untuk responden yang buta huruf,
dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu
sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Kekurangan metode recall 24 jam
yaitu tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya
dilakukan recall satu hari, ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat
responden, oleh karena itu responden harus mempunyai daya ingat yang baik.
Dibutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam menggunakan
alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan
responden.
37
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
3.1
Kerangka Berpikir
Konstipasi adalah suatu kondisi yang masih menjadi masalah yang sangat
Frekuensi defekasi dua kali atau kurang dalam seminggu tanpa pemberian
laksatif.
b.
c.
d.
e.
f.
dua dari enam gejala selama dua bulan. Beberapa faktor risiko yang berhubungan
dengan konstipasi pada anak adalah diet yang salah yaitu diet rendah serat, asupan
cairan kurang, riwayat pemberian susu formula pada usia pertama kehidupan,
alergi susu sapi, riwayat keluarga konstipasi, kurang latihan (toilet training),
kelainan yang berhubungan kolon dan rektum seperti irritable bowel syndrome,
38
hirschprung disease, fisura anal dan psikologis. Berbagai faktor di atas, pola
hidup seperti asupan serat yang rendah merupakan penyebab tersering konstipasi.
Anak-anak yang mengkonsumsi makanan yang kaya serat seperti sayuran dan
buah, lebih jarang mengalami konstipasi karena asupan serat yang cukup dapat
meningkatkan retensi air sehingga dapat melunakkan tinja, mempercepat waktu
singgah di dalam kolon, dan meningkatkan frekuensi buang air besar. Pencegahan
terhadap timbulnya konstipasi pada anak adalah pendekatan dengan cara tindakan
pencegahan secara dini diantaranya mengkonsumsi asupan serat makanan harian
yang sesuai.
Asupan serat makanan harian untuk anak yang direkomendasikan oleh
American Academy of Pediatrics (AAP) adalah dari 0,5 gram/kilogram berat
badan, sampai dengan 35 gram per hari. Kebutuhan serat berdasarkan
rekomendasi tersebut terlalu besar bagi anak usia muda sehingga diperbaharui
kembali berdasarkan usia, namun beberapa penelitian menyatakan saat ini asupan
serat makanan pada anak di negara maju dan berkembang tidak sesuai dengan
rekomendasi, sedangkan menurut American Health Foundation untuk anak di atas
usia 2 tahun minimal diberi diet serat dengan formula usia + 5 g/hari dan
maksimal usia + 10 g/hari.
39
3.2
Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian faktor risiko konstipasi, maka dapat dibuat kerangka
KONSTIPASI
Penyakit bawaan
Penyakit kronis
Alergi susu sapi
Usia
Jenis kelamin
3.3
Hipotesis Penelitian
1. Riwayat keluarga dengan konstipasi berhubungan dengan kejadian
konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar.
40
41
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian potong lintang, untuk
Konstipasi
Tidak Konstipasi
4.2.
dipilih secara acak, mulai November 2013 sampai dengan Mei 2014.
42
4.3
Sampel penelitian
Sampel penelitian ini adalah anak sekolah taman kanak-kanak berusia 4
2.
43
2.
3.
Z2PQ
d2
Z = derivat baku alfa untuk = 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95% sebesar
1,96
P = estimasi kejadian konstipasi pada anak, diambil dari kepustakaan/penelitian
sebelumnya yaitu sebesar 29% (Ip dkk., 2005)
Q = 1 P, sebesar 0,71
d = Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki, ditetapkan sebesar 0,05.
Berdasarkan perhitungan di atas jumlah sampel minimal sebesar 316 orang.
4.3.2.3 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan cara multistage
random sampling, yaitu dari 4 kecamatan yang ada di Bali yaitu Denpasar barat,
Denpasar selatan, Denpasar timur, Denpasar utara dilakukan pemilihan 2
kecamatan untuk menjadi tempat pengambilan sampel menurut stratifikasi
wilayah berdasarkan kecamatan dalam kota (urban) dan kecamatan pinggiran kota
(sub-urban) di Denpasar. Daerah urban adalah wilayah dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
44
45
46
Kota Denpasar
Kecamatan A
Kelurahan (11)
Jumlah TK: 67
Kecamatan B
Kelurahan (10)
Jumlah TK: 54
Jumlah Kelurahan
(3) (Sebagai sampel
berdasarkan proporsi
kelurahan dari
kecamatan A)
Jumlah Kelurahan
(3) (Sebagai sampel
berdasarkan proporsi
kelurahan dari
kecamatan B)
Penentuan siswa
sebagai besar sampel
Penentuan siswa
sebagai besar sampel
47
Stratified
random
sampling
Penggolong
an daerah
berdasarkan
statifikasi
wilyah
Simple
random
sampling
Simple
random
sampling
Simple
random
sampling
4.4
Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:
Variabel bebas
1.
Konstipasi adalah kesulitan defekasi dengan tinja keras dan rasa sakit dengan
frekuensi defekasi kurang dari 2 kali dalam seminggu.
2.
3.
48
4.
5.
Asupan cairan adalah total jumlah asupan cairan yang dikonsumsi responden
selama 24 jam bedasarkan metode food recall 24 jam. Dikatakan asupan
cairan cukup jika 7 gelas/hari, asupan cairan kurang jika <7 gelas/hari.
Diperoleh melalui wawancara dengan kuisioner food recall 24 jam.
6.
wawancara
kemudian
ditentukan
kecukupan
asupan
serat
Usia anak adalah usia anak yang dihitung sejak tanggal lahir sampai waktu
penelitian yang dinyatakan dalam tahun. Diperoleh melalui wawancara
dengan kuesioner.
49
8.
Jenis kelamin anak didasarkan pada pemeriksaan fisik genitalia eksterna yang
akan dikategorikan menjadi laki-laki dan perempuan. Diketahui berdasarkan
wawancara dengan kuisioner.
9.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu:
1.
Formulir food recall 24 jam adalah mengingat makanan dan minuman yang
dikonsumsi oleh anak-anak dalam 24 jam atau di hari sebelumnya, ditinjau
dari ibu atau pengasuh yang diwawancarai oleh tenaga kesehatan yang telah
dilatih, digunakan untuk mengetahui jenis bahan makanan, frekuensi makan
serta jumlah bahan makanan yang dikonsumsi. Gambaran jumlah ratarata
50
konsumsi semua jenis makanan yang diukur dengan food recall 24 jam sejak
dijadikan sampel, dihitung dengan menggunakan DKBM 2009.
2.
3.
4.
Formulir yang berisi tentang identitas orangtua/wali dan subjek penelitian dan
pernyataan setuju ikut dalam penelitian (sebagai PSP yang ditandatangani
oleh
orangtua/wali
subjek
penelitian
sebelum
diikutsertakan
dalam
penelitian).
4.7
Prosedur Penelitian
Teknis di lapangan dilakukan pengambilan data sampel dengan tahapan
sebagai berikut:
1.
Tim peneliti dan 2 asisten peneliti (tenaga kesehatan) yang sudah dilatih akan
datang ke sekolah taman kanak-kanak yang sudah ditentukan sebagai tempat
penelitian untuk melakukan sosialisasi penelitian kepada pihak pengurus
sekolah dan akan berkoordinasi tentang waktu yang tepat untuk dilakukan
pengumpulan data sampel penelitian.
2.
51
3.
4.
Surat
persetujuan
penelitian
akan
dibaca
dan
ditandatangani
oleh
6.
Data konsumsi, untuk mengetahui jenis dan frekuensi makan pada bahan
makanan tertentu digunakan dengan menggunakan form food recall 24 jam,
yaitu suatu daftar pertanyaan yang mengenai frekuensi penggunaan bahan
pokok, lauk pauk hewani dan nabati, asupan cairan harian, sayuran, dan buahbuahan serta selingan yang terperinci menurut tiap macam bahan atau
menurut golongan tertentu dan model makanan (food model) digunakan
sebagai alat bantu untuk memudahkan orang tua atau pengasuh. Jumlah bahan
makanan yang dikonsumsi dihitung menggunakan cara taksiran atau estimasi.
Makanan yang telah dikonsumsi ditaksir berat atau isinya dengan cara ibu
atau pengasuh diwawancarai oleh tenaga kesehatan yang telah dilatih
mengenai makanan yang telah dikonsumsi anak dalam 24 jam atau dihari
sebelumnya saat pengumpulan data di sekolah.
7.
Data asupan serat makanan: model makanan (food model) digunakan untuk
memudahkan mengkonversikan bahan makanan yang dikonsumsi dari ukuran
52
Dilakukan pemeriksaan fisik untuk menilai ada atau tidaknya masa di rekrum
pada anak dengan konstipasi.
9.
53
4.8
Analisis Data
Analisis data dilakukan beberapa tahap:
Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapat kelaikan etik (ethical clearance) dari Unit
Penelitian
dan
Pengembangan
(Litbang)
Fakultas
Kedokteran
Universitas
54
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1
kecamatan yang ada di Denpasar yaitu Kecamatan Denpasar Barat dan Denpasar
Selatan. Masing-masing wilayah tersebut sampel penelitian diperoleh dengan cara
stratified random sampling.
5.2
sampai bulan Mei 2014 dan didapatkan 316 yang memenuhi kriteria inklusi.
Subjek terdiri dari 316 anak, didapatkan laki-laki sebanyak 171 (54,4%) dengan
kelompok usia terbanyak adalah usia 5 tahun 162 (51,3%). Riwayat keluarga
dengan konstipasi didapatkan sebanyak 41 (13%), riwayat pemberian susu
formula didapatkan sebanyak 45 (14,2%), asupan cairan yang kurang yaitu <
7gelas/hari didapatkan sebanyak 85 (26,9%), subjek yang memiliki asupan serat
makanan rendah yaitu < umur ditambah 5 gram/hari adalah sebanyak 75 (23,7%)
dan pada penelitian ini konstipasi didapatkan pada 48 (15,1%) subjek.
Karakteristik subjek penelitian ditampilan pada Tabel 5.1
5.3
55
(N=316) (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
145 (45,9)
171 (54,1)
Usia
4 tahun
5 tahun
6 tahun
50 (15,8)
162 (51,3)
104 (32,9)
41 (13,0)
275 (87,0)
45 (14,2)
271 (85,8)
85 (26,9)
231 (73,1)
75 (23,7)
241 (76,3)
56
Tabel 5.2.
Analisis bivariat faktor risiko konstipasi pada anak
Konstipasi
Ya
Tidak
(n,%)
(n,%)
Riwayat keluarga
konstipasi
Ya
40(83,3)
1 (0,4)
Tidak
Riwayat pemberian
susu formula
Ya
8(16,7)
267(99,6)
41(84,5)
4(1,5)
Tidak
Asupan cairan
Kurang
7 (14,6)
264(98,5)
44(91,7)
41(15,3)
Cukup
Asupan serat
Kurang
4(8,3)
227(84,7)
44(91,7)
31(11,6)
Cukup
4(8,3)
237(88,4)
RP
IK 95%
<0,001
1335,0 162,2-10959,1
<0,001
386,5
108,3-1378,9
<0,001
60,9
20,7-178,6
<0,001
84,0
28,2-250,0
Kategori
P
0,002
Konstipasi
RP
196,6
IK 95%
(7,5-524,0)
Riwayat keluarga
konstipasi
Ya
Tidak
Riwayat pemberian
susu formula
Ya
Tidak
0,01
9,6
(1,5-56,2)
Kurang
cukup
0,047
6,5
(1,02-41,5)
0,002
36,2
(3,5-366,9)
Asupan cairan
Asupan serat
Kurang
cukup
57
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1
Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah anak sekolah taman kanak-kanak berusia 4
sampai 6 tahun merupakan kelompok usia rentan terhadap masalah gizi dan
kesehatan. Salah satu masalah yang sering dihadapi anak sekolah taman kanakkanak yaitu pola pergeseran pola makan yang cenderung mengkonsumsi makanan
rendah serat dan kurangnya asupan cairan yang dapat meningkatkan risiko
berbagai penyakit seperti konstipasi. Tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam
menentukan adanya konstipasi, yaitu frekuensi buang air besar, konsistensi tinja,
dan temuan pada pemeriksaan fisis. Pada anak berusia sama atau lebih dari 4
tahun adanya konstipasi ditentukan berdasarkan ditemukan minimal salah satu
gejala klinis berikut (1) frekuensi buang air besar kurang atau sama dengan dua
kali seminggu tanpa menggunakan laksatif, (2) dua kali atau lebih episode
soiling/enkopresis dalam seminggu, dan (3) teraba masa feses di abdomen atau
rektum pada pemeriksaan fisik.
Seluruh responden yang berjumlah 316 anak, sebagian besar subjek
termasuk dalam frekuensi BAB lebih dari 2 kali/minggu (84.9%). Hal ini juga
mengindikasikan bahwa sebagian besar frekuensi BAB anak sekolah taman
kanak-kanak normal, subjek yang mengalami konstipasi yaitu frekuensi BAB
kurang atau sama dengan 2 kali/minggu ditemukan sebanyak 48(15,1%).
58
Konstipasi pada anak normal atau populasi normal bervariasi dari negara
ke negara. Penelitian di Indonesia didapatkan sebanyak 4,4%. Di Amerika
berkisar 3-15%, sedangkan di Eropa berkisar 3%. Pada negara yang sedang
berkembang prevalensi konstipasi ini lebih kecil dan berkisar 2% dari populasi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya didapatkan prevalensi
konstipasi pada anak usia 2-14 tahun sebanyak 15% oleh Benninga dkk. (2004).
Penelitian lain yang dilakukan menunjukkan prevalensi yang berbeda, salah
satunya penelitian pada anak taman kanak-kanak di wilayah Senin, Jakarta sebesar
4,4% (Firmasyah, 2007) menunjukkan prevalensi lebih rendah dibanding
penelitian ini, namun penelitian pada anak sekolah taman kanak-kanak di
Hongkong sebesar 29% (Ip dkk., 2005). Penelitian di Italia didapatkan prevalensi
sebesar 17,6%
konstipasi yang lebih tinggi dibanding penelitian ini karena populasi sampel
dalam penelitian tersebut mencakup 516 subjek lebih banyak dibandingkan
penelitian ini sehingga kemungkinan ditemukan kejadian konstipasi yang lebih
kecil pada penelitian ini. Perbedaan prevalensi ini mungkin disebabkan karena
penyebab konstipasi sendiri sangat beragam sehingga pengaruh keadaan negara
serta kebiasaan penduduknya akan memberikan perbedaan dalam kejadian
konstipasi.
Karekteristik subjek penelitian didapatkan kejadian konstipasi lebih tinggi
pada usia 5 tahun. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya pada anak usia 2
sampai 14 tahun didapatkan prevalensi konstipasi tertinggi pada anak usia 5 tahun
(Devanarayan dkk., 2010; Borowitz dkk., 2003; Urugalp dkk., 2003) dan
59
penelitan lainya didapatkan prevalensi tertinggi sebanyak 35,4% pada anak usia 5
sampai 6 tahun. (Bu dkk., 2007; Ludvigson, 2006; Van Den Berg, 2007 ). Hasil
ini menunjukkan bahwa pada usia anak prasekolah sering terjadi konstipasi.
6.2
60
61
62
63
dan Inan dkk. (2007) didapatkan hubungan antara ketidakcukupan asupan serat
makanan dengan konstipasi. Hasil penelitian sebelumnya sesuai dengan hasil
penelitian ini yang menunjukkan bahwa konsentrasi asupan serat makanan yang
tidak cukup menunjukkan hubungan dengan kejadian konstipasi {RP 36,2
(IK95% 3,5 sampai 366,9)}. Hipotesis pada penelitian ini terbukti. Hasil
penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pijpers dkk. (2009)
yang menyatakan bahwa ketidakcukupan konsentrasi asupan serat makanan
berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian konstipasi. Hal ini membuktikan
bahwa asupan serat makanan yang cukup sesuai dengan kaidah perhitungan
jumlah asupan serat makanan usia (tahun) ditambah 5 gram mengurangi risiko
konstipasi, tetapi peningkatan lebih lanjut dalam asupan serat tidak memiliki nilai
terapeutik Kokke dkk. (2008). Dampak negatif dari konstipasi telah di laporkan
Youssef dkk. (2005). Hasil penelitian menunjukkan anak yang mengalami
konstipasi mengalami penurunan kualitas hidup baik dari segi fisik, emosional,
sosial maupun sekolah. Perlunya mengatur pola konsumsi pangan anak dalam
masyarakat sangat penting dilakukan agar tercapai tingkat kecukupan energi dan
zat gizi lain dengan baik sesuai dengan angka kecukupan yang dianjurkan
khususnya serat dan air agar tercapai kesehatan masyarakat yang optimal
khususnya menurunkan prevalensi kejadian konstipasi pada anak, namun
penelitian ini kurang sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rajindrajith
dkk. (2009) yang menyatakan bahwa konstipasi dengan asupan serat yang rendah
tidak menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik. Perbedaan yang
timbul antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Rajindrajith
64
dkk. (2009). Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan karena konsumsi
makanan sangat beragam sehingga pengaruh keadaan negara serta kebiasaan
penduduknya akan memberikan perbedaan dalam hubungan asupan serat makanan
dengan kejadian konstipasi pada anak.
6.3
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu menggunakan desain penelitian
potong lintang yang membatasi hubungan sebab dan akibat terhadap variabelvariabel yang diteliti, dianjurkan penelitian lainnya dengan metode yang berbeda.
Penentuan asupan nutrisi menggunakan metode food recall 24 jam sebanyak satu
kali oleh orang tua atau pengasuh juga dapat kurang akurat karena sangat
tergantung pada daya ingat responden dan tidak menilai jenis serat larut dalam air
dan tiadak larut dalam air yang dikonsumsi. Dalam penelitian ini beberapa faktor
yang mempengaruhi hasil seperti usia, jenis kelamin tidak dianalisis hal ini
dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia dan waktu pada penelitian ini
mengakibatkan hal ini tidak dapat dilaksanakan mengingat luasnya cakupan
wilayah dan jarak tempuh yang harus dilakukan untuk melakukan pemantauan
dan pemeriksaan secara berkala. Keterbatasan lain pada penelitian ini adalah
riwayat konstipasi pada keluarga dinilai dengan menggunakan kuesioner yang
diisi oleh orang tua sampel, dimana idealnya riwayat konstipasi pada orang tua
diperoleh melalui wawancara langsung dan pemeriksaan langsung pada orang tua
sampel. Hal ini kemungkinan akan dapat mengakibatkan ketidaksesuaian antara
jumlah riwayat konstipasi pada keluarga yang didapat melalui kuesioner dengan
jumlah yang sebenarnya.
65
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan
Prevalensi konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar
adalah sebesar 15,1%. Dari penelitian ini diperoleh adanya hubungan antara
ketidakcukupan konsentrasi jumlah asupan serat makanan dengan kejadian
konstipasi. Ketidakcukupan konsentrasi jumlah asupan serat makanan merupakan
faktor risiko terjadinya konstipasi pada anak.
7.2
Saran
Asupan makanan terutama serat merupakan hal yang sangat penting untuk
2.
66
DAFTAR PUSTAKA
67
68
69
Van Dijk, M., Benninga, M.A., Grootenhuis, M.A, Last, B.F. 2010. Prevalence
and Associated clinical characteristics of behavior problems inconstipated
children. Pediatrics; 125(2):309-17.
Van Der Plas, R.N., Benninga, M.A., Staalman, C.R., Akkermans, L., Redekop,
W., Taminiau, J.A. 2000. Megarectum in constipation. Arch Dis Child;
83(1):52-58.
Voskuijl, W., de Lorijn, F., Verwijs, W., Hogeman, P., Heijmans, J.,Makel, W.
2004. PEG 3350 (Transipeg) versus lactulose in the treatment of childhood
functional constipation: a double blind, randomised, controlled,
multicentre trial. Gut; 53(11):1590-4.
Voskuijl, W.P., Heijmans, J., Heijmans, H.S., Taminiau, J.A., Benninga, M.A.
2004. Use of Rome II criteria in childhood defecation disorders:
applicability in clinical and research practice. J Pediatr;145(2):213-7.
Youssef, N.N., Langseder, A.L., Verga, B.J., Mones, R.L., Rosh, J.R. 2005.
Chronic Childhood Constipation Is Associated with Impaired Quality of
Life: A Case Controlled Study. J Pediatr Gastroenterol Nutr; 41:56-60.
70
71
72
73
74
75
Pekerjaan
Alamat
Nomor Telepon/HP :
Orang tua/wali dari:
Nama Anak
Usia
Nama TK
Kelas
Denpasar,.............................
Peneliti
Orangtua/wali
(.............................................)
76
:
:
:
:
A. IDENTITAS ANAK
1. Nama anak
2. Usia/Tgl. Lahir
tahun,
3. Jenis kelamin
( ) Laki-laki
4. Alamat
5. Nomor telepon
6. Berat badan
7. Tinggi Badan
( ) 2x/ minggu
77
( ) Perempuan
( ) Cair (Tipe 7)
( ) Keras (tipe 2)
( ) Lembek (Tipe 6)
( ) Biasa (Tipe 4)
10. Bagaimana ukuran tinja?
( ) Kecil
( ) Besar
( ) Biasa
11. Apakah anak merasa tidak puas setelah BAB (merasa ada sisa tinja)?
( ) Ya
( ) Tidak
( ) Tidak
( ) Tidak
( ) Tidak
( ) Tidak
( ) > 2 bulan
( ) 7 gelas
( ) Tidak
( ) Susu Formula
20. Bila riwayat pemberian susu formula sejjak lahir apakah pernah timbul gejala
gatal, pilek, sesak?
( ) ya
( ) tidak
78
No
Hari
Jenis
makanan/minuman
URT
Gram
Keterangan
79
80
81
0 Never
in your abdomen?
0 No
1 Yes
0 Never or rarely
1 Sometimes
bowel movement?
2 Often
3 Most of the time
4 Always
0 Never or rarely
1 Sometimes
movements?
2 Often
3 Most of the time
4 Always
0 Never or rarely
1 Sometimes
movements?
2 Often
82
0 Never or rarely
1 Sometimes
looser?
2 Often
3 Most of the time
4 Always
0 Never or rarely
1 Sometimes
2 Often
3 Most of the time
4 Always
0 Never or rarely
1 Sometimes
2 Often
3 Most of the time
4 Always
0 Never or rarely
1 Sometimes
2 Often
3 Most of the time
4 Always
83
0 Never or rarely
1 Sometimes
2 Often
3 Most of the time
4 Always
0 Never or rarely
1 Sometimes
2 Often
3 Most of the time
4 Always
0 Never or rarely
1 Sometimes
0 Never or rarely
1 Sometimes
84
0 Never or rarely
2 Often
0 Never or rarely
1 Sometimes
stools?
2 Often
3 Most of the time
4 Always
85
86
Percent
Valid Percent
Percent
perempuan
145
45.9
45.9
45.9
laki laki
171
54.1
54.1
100.0
Total
316
100.0
100.0
umur
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
50
15.8
15.8
15.8
162
51.3
51.3
67.1
104
32.9
32.9
100.0
Total
316
100.0
100.0
ya
Percent
Valid Percent
Percent
41
13.0
13.0
13.0
tidak
275
87.0
87.0
100.0
Total
316
100.0
100.0
87
ya
Percent
Valid Percent
Percent
45
14.2
14.2
14.2
tidak
271
85.8
85.8
100.0
Total
316
100.0
100.0
Asupan cairan
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
< 7 gelas/hari
85
26.9
26.9
26.9
> 7 gelas/hari
231
73.1
73.1
100.0
Total
316
100.0
100.0
Diet serat
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
75
23.7
23.7
23.7
241
76.3
76.3
100.0
Total
316
100.0
100.0
konstipasi
Cumulative
Frequency
Valid
ya
Percent
Valid Percent
Percent
48
15.2
15.2
15.2
tidak
268
84.8
84.8
100.0
Total
316
100.0
100.0
88
Analisis Bivariat
Riwayat keluarga konstipasi dengan konstipasi
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
(2-sided)
sided)
sided)
df
a
.000
240.841
.000
187.460
.000
248.134
b
Asymp. Sig.
.000
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
247.349
.000
316
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,23.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for riwayat
Lower
Upper
1335.000
162.624
10959.190
33.537
16.914
66.496
.025
.004
.174
N of Valid Cases
316
89
.000
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
(2-sided)
sided)
sided)
df
a
.000
227.955
.000
177.224
.000
234.777
b
Asymp. Sig.
.000
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
234.034
.000
316
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,84.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for riwayat
Lower
Upper
386.571
108.370
1378.957
35.273
16.883
73.697
.091
.036
.233
N of Valid Cases
316
90
.000
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
.000
116.889
.000
111.116
.000
120.742
b
df
.000
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
120.359
.000
316
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,91.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Asupan cairan
Lower
Upper
60.902
20.760
178.665
29.894
11.076
80.686
.491
.394
.612
N of Valid Cases
316
91
.000
(2-sided)
.000
139.902
.000
126.796
.000
144.293
b
df
sided)
Exact Sig.
(1-sided)
.000
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
143.836
.000
316
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,39.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Diet serat (<
Lower
Upper
84.097
28.279
250.092
35.347
13.131
95.146
.420
.321
.551
N of Valid Cases
316
92
.000
Analisis Multivariat
Step 1
Riwayat
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
5.291
1.670
10.038
.002
196.617
7.524
524..042
2.242
.912
6.047
.014
9.616
1.576
56.245
cairan(1)
1.877
.943
3.960
.047
6.535
1.029
41.509
serat(1)
3.589
1.182
9.229
.002
36.212
3.574
366.924
Constant
-5.999
1.066
31.648
.000
.002
Keluarga
konstipasi(1
)
Riwayat
Susu
formula(1)
93