Anda di halaman 1dari 93

TESIS

PREVALENSI KONSTIPASI DAN FAKTOR RISIKO


KONSTIPASI PADA ANAK

FLORIA EVA

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015

TESIS

PREVALENSI KONSTIPASI DAN FAKTOR RISIKO


KONSTIPASI PADA ANAK

FLORIA EVA
NIM 1014018105

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015

PREVALENSI KONSTIPASI DAN FAKTOR RISIKO


KONSTIPASI PADA ANAK

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada


Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana

FLORIA EVA
NIM 1014018105

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI


PADA TANGGAL 11 MARET 2015

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr.I Putu Gede Karyana, Sp.A(K)


NIP.196505141997031002

Prof.DR. dr. N. Adiputra, M.OH


NIP.194712111976021001

Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,

Prof.DR.dr.WimpiePangkahila,Sp.And,FAACS

NIP. 194612131971071001

Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,

Prof.DR.dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S(K)

NIP. 195902151985102001

Tesis Ini Telah Diuji pada


Tanggal 11 Maret 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana


No : 402/UN14.4/HK/2015, Tanggal 3 Februari 2015

Ketua
Sekretaris
Anggota

: dr. I Putu Gede Karyana, Sp.A(K)


: Prof. Dr. dr. N. Adiputra, M.OH
: 1. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Penatih, M.Sc
2. Prof.Dr.dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And., FAACS
3. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankan penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan


Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya maka tesis yang berjudul: Prevalensi
Konstipasi Dan Faktor Risiko Konstipasi Pada Anak dapat terselesaikan dengan
baik.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, pengarahan, sumbangan pikiran,
dorongan semangat dan bantuan lainnya yang sangat berharga dari semua pihak,
tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik dan lancar. Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada :
1.

Rektor Universitas Udayana, Prof. DR. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD dan
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. DR. dr.Putu Astawa,
Sp.OT (K), M.Kes yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas pada
penulis untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis I di Universitas
Udayana.

2.

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. DR. dr. A.A. Raka
Sudewi, Sp.S(K), atas kesempatan yang telah diberikan pada penulis untuk
menjadi mahasiswa program pasca sarjana, program studi kekhususan
kedokteran klinik (combined degree).

3.

Ketua Program Pascasarjana Kekhususan Kedokteran Klinik (combined


degree), Prof. DR. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp.And.,FAACS, yang telah
memberikan kesempatan pada penulis untuk menjadi mahasiswa Program
Pasca Sarjana Kekhususan Kedokteran Klinik (combined degree).

4.

Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr.A.A.A Saraswati, M.Kes atas


kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan di
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak.

5.

Kepala Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas


Udayana/RSUP Sanglah, dr. Bagus Ngurah Putu Arhana, Sp.A(K) yang telah
memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti program pendidikan dokter
spesialis I di bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah.

6.

Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I (KPS PPDS-I)


Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, dr. Ketut Suarta, Sp.A(K) yang telah memberikan kesempatan,
bimbingan, dukungan sejak awal sampai akhir pendidikan penulis hingga
dapat terselesaikan dengan baik.

7.

Dr. I Wayan Dharma Artana, Sp.A(K), selaku pembimbing akademik


penulis yang senantiasa membimbing dan mendukung selama penulis
mengikuti program pendidikan dokter spesialis I di bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah.

8.

Dr. I Putu Gede Karyana, Sp.A(K) selaku pembimbing pertama atas


bimbingan, arahan, dorongan serta waktu dan pemikiran selama penyusunan
tesis ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih karena telah
menjadi orang tua yang senantiasa mengarahkan, membimbing dan
memberikan dukungan selama penulis menjalani pendidikan PPDS I IKA.

9.

Prof. DR. dr. I Nyoman Adiputra, M.OH selaku pembimbing kedua yang
telah banyak memberikan bimbingan serta meluangkan waktu dan pemikiran
dalam penyusunan tesis ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

10. DR.dr.I Gede Ngurah Indraguna Pinatih,M.Sc, Prof.DR.dr.Wimpie I


Pangkahila,Sp.And., FAACS, Prof.DR.dr. J Alex Pangkahila,MSc,Sp.And
selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam penyusunan
dan penulisan tesis ini.
11. Seluruh supervisor Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah atas segala bimbingan yang diberikan
selama penulis menempuh pendidikan.
12. Seluruh staf Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah atas segala bimbingan yang diberikan
selama penulis menempuh pendidikan.
13. Rekan sejawat PPDS I Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana, atas pengertian, bantuan dan kerjasama yang baik
selama masa pendidikan penulis.

14. Suami tercinta, Frins Apul Simarmata, yang selalu setia mendampingi dan
memberi dukungan. Kedua orang tua dan mertua, yang dengan penuh kasih
saying dan penuh cinta membesarkan, mendidik, dan mendukung sepenuhnya
sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Tidak lupa juga terima kasih
untuk kakak dan adik-adik tersayang yang senantiasa membantu dan memberi
dukungan dalam penyusunan penelitian ini.
15. Kepada semua pihak, keluarga, sahabat, rekan paramedis dan non paramedis
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu di sini, atas seluruh dukungan
dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan PPDS
I IKA.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini jauh dari sempurna. Dengan segala
kerendahan hati, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan tesis
ini. Sekiranya, penulis tetap mohon petunjuk untuk perbaikan supaya hasil yang
tertuang dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu kedokteran dan pelayanan
kesehatan.

Denpasar, Januari 2015

Floria eva

ABSTRAK
PREVALENSI KONSTIPASI DAN FAKTOR RISIKO KONSTIPASI
PADA ANAK

Konstipasi merupakan salah satu masalah yang paling sering terjadi pada
masa anak-anak. Riwayat keluarga dengan konstipasi, riwayat pemberian susu
formula, ketidakcukupan jumlah asupan cairan dan serat makanan merupakan
faktor risiko terjadinya konstipasi. Prevalensi konstipasi pada anak di Indonesia
termasuk di Denpasar belum diketahui secara pasti. Dengan mengetahui
prevalensi konstipasi diharapkan dapat diterapkan sebagai upaya pencegahan
terhadap terjadinya konstipasi pada anak di kemudian hari. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui prevalensi konstipasi pada anak sekolah taman
kanak-kanak di Denpasar serta mengetahui hubungan riwayat keluarga dengan
konstipasi, riwayat pemberian susu formula, ketidakcukupan jumlah asupan cairan
dan serat dengan kejadian konstipasi.
Penelitian ini merupakan suatu penelitian potong lintang yang dilakukan
pada siswa beberapa sekolah taman kanak-kanak di Denpasar pada periode
November 2013 sampai Mei 2014. Data dikumpulkan melalui wawancara
menggunakan kuisioner. Uji chi square dan analisis multivariat dengan regresi
logistik dilakukan untuk menilai hubungan antara riwayat keluarga dengan
konstipasi, riwayat pemberian susu formula, ketidakcukupan jumlah asupan cairan
dan serat makanan terhadap kejadian konstipasi pada anak. Nilai P kurang dari
0,05 dianggap bermakna.
Selama periode penelitian didapatkan sebanyak 316 subjek yang
memenuhi kriteria inklusi. Kejadian konstipasi ditemukan pada 48 (15,1%)
sampel. Riwayat keluarga dengan konstipasi dan riwayat pemberian susu formula
berhubungan dengan kejadian konstipasi (P 0,02; RP 196,6; IK 95% 7,5 sampai
524,0), (P 0,01; RP 9,6; IK 95% 1,5 sampai 56,2). Ketidakcukupan jumlah asupan
cairan dan serat makanan juga berhubungan dengan meningkatnya kejadian
konstipasi pada anak (P 0,002; RP 36,2; IK 95% 3,5 sampai 366,9), (P 0,047; RP
6,5; IK 95% 1,02 sampai 41,5,9).
Prevalensi konstipasi pada anak taman kanak-kanak di Denpasar adalah
sebesar 15,1%. Riwayat keluarga dengan konstipasi, riwayat pemberian susu
formula, ketidakcukupan jumlah asupan cairan dan serat makanan merupakan
faktor yang berhubungan dengan meningkatnya kejadian konstipasi pada anak
sekolah taman kanak-kanak di Denpasar. Perlu dilakukan penelitian berikutnya
dengan mengambil sampel mencakup usia sampai 18 tahun.
Kata kunci: konstipasi, faktor risiko, anak

10

ABSTRACT
PREVALENCE AND RISK FACTOR CONSTIPATION IN CHILDREN
Constipation is one of the most frecuent problems occured in children.
Family history of constipation, history of providing infant formula, low amount of
of fluid and total dietary fibe rintake are the risk factors of constipation. The
prevalence of constipation on children in Indonesia, especially in Denpasar is not
definitely known. Determining the prevalence of constipation is expected to be
applied as preventive efforts against the occurrence of constipation in the future.
The aim of the study is to determine the prevalence and family history of
constipation, history of providing infant formula, low amount of fluid and total
dietary fiber intake as a related factors of constipation in kindergarden school in
Denpasar.
An analitic cross sectional study was conducted among at kindergarden
school in Denpasar between November 2013 until May 2014. Data was collected
by interview using questionnaire. Chi square and logistic regression test were used
for detecting association between family history with constipation, history of
providing infant formula, low amount of fluid and total dietary fiber intake with
constipation in children. A P-value less than 0,05 was considered statistically
significant.
A was 316 subjects that were eligible. Constipation was found in 48
(15,1%) sample. Family history with constipation and history of providing infant
formula showed association with constipation (P 0,02; PR 196,6; 95%CI 7,5 to
524,0), (P 0,01; PR 9,6; 95%CI 1,5 to 56,2). The low amount of fluid and total
dietary fiber intake are also associated with the increasing frequency of
constipation (P 0,002; PR 36,2; 95%CI 3,5 to 366,9), (P 0,047; PR 6,5; 95%CI
1,02 to 41,5,9).
The prevalence of constipation in kindergarten school children in
Denpasar was 15.1%. Family history with constipation, history of providing
infant formula, low amount of fluid and total dietary fiber intake are a risk factor
for the occurrence of constipation in children. Further research which included
subjects until the age of 18 year was needed.

Keywords: constipation, risk factor, child

11

DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM.....................................................................................

PRASYARAT GELAR...............................................................................

ii

LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................

iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI.......................................................... ..

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT............................................

UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................

vi

ABSTRAK...................................................................................................

ix

ABSTRACT.................................................................................................

DAFTAR ISI................

xi

DAFTAR GAMBAR...............

xv

DAFTAR TABEL............

xvi

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG......................

xvii

DAFTAR LAMPIRAN........

xviii

BAB I PENDAHULUAN........

1.1 Latar Belakang............... 1


1.2 Rumusan Masalah.............. 4
1.3 Tujuan Penelitian....... 4
1.3.1Tujuan umum..................... 4
1.3.2 Tujuan khusus............... 5
1.4 Manfaat Penelitian................. 5

12

1.4.1Manfaat akademis.......

1.4.2 Manfaat praktis...........

BAB II KAJIAN PUSTAKA.................

2.1 Konstipasi.......................................

2.1.1 Definisi..................................

2.1.2 Epidemiologi.........................................

2.1.3 Etiologi..............................

2.1.4 Patofisiologi...............

2.1.5 Gejala dan tanda klinis..........

2.1.6 Diagnosis.......................

10

2.1.7 Faktor- faktor risiko konstipasi.............................................

11

2.1.7.1 Asupan serat harian.......................................................

11

2.1.7.2 Asupan cairan harian.....................................................

14

2.1.7.3 Riwayat keluarga dengan konstipasi.............................

14

2.1.7.4 Riwayat penyakit kronis................................................

14

2.1.7.5 Psikologis...............................................................

15

2.1.7.5 Riwayat alergi susu sapi dan pemberian susu formula..

15

2.1.8 Metode penilaian asupan makanan........

16

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS


PENELITIAN.............................................................................................

19

3.1 Kerangka Berpikir............................................................................

19

3.2 Kerangka Konsep.....

21

3.3 Hipotesis Penelitian......

21

13

BAB IV METODE PENELITIAN....

23

4.1 Rancangan Penelitian.....

23

4.2 Tempat dan waktu penelitian.....

23

4.3 Penentuan sumber data...

24

4.3.1 Populasi penelitian..........

24

4.3.2 Sampel penelitian....

24

4.4 Variabel penelitian..........

29

4.5 Definisi operasional variabel......

29

4.6 Instrumen penelitian ......................

31

4.7 Prosedur penelitian.....

32

4.8 Analisis data...................

35

4.9 Etika penelitian...............................

35

BAB V HASIL PENELITIAN......

36

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian......

36

5.2 Karakteristik Subjek Penelitian......

36

5.3 Faktor yang berhubungan dengan konstipasi.........

37

BAB VI PEMBAHASAN.....

39

6.1 SubjekPenelitian.....

39

6.2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan konstipasi......................

41

6.2.1 Hubungan riwayat keluarga dengan konstipasi.................

41

6.2.2 Hubungan riwayat pemberian susu formula dengan


konstipasi............................................................................

42

6.2.3 Hubungan jumlah asupan cairan dengan konstipasi...........

43

14

6.2.4 Hubungan jumlah asupan serat dengan konstipasi.............

44

6.3 Keterbatasan penelitian..................................................................

46

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN......................................................

47

7.1 SIMPULAN ..................................................................................

47

7.2 SARAN .........................................................................................

47

DAFTAR PUSTAKA........

48

LAMPIRAN..

52

15

DAFTAR GAMBAR

Halaman
2.1

Patofisiologi defekasi...........................

3.1

Kerangka Konsep.............................................................................

21

4.1

Skema Rancangan Penelitian...........................................................

23

4.2

Skema Alur Pemilihan Sampel Penelitian.......................................

28

4.3

Skema Alur Penelitian.....................................................................

34

16

DAFTAR TABEL

Halaman
2.1

Gejala dan tanda klinis konstipasi........................................

10

2.2

Jumlah cairan yang dianjurkan.........................................................

14

5.1

Karakteristik subjek..........................................................................

37

5.2

Analisis bivariat faktor risiko konstipasi pada anak.........................

38

5.3

Analisis multivariat regresi logistik faktor-faktor risiko terhadap


konstipasi................................................................................... 39

17

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN
AAP

American Academy of Pediatrics

BAB :

Buang air besar

FFQ

Food frequency Questionnaire

PEG

Polyetilen glikol

TK

Taman kanak-kanak

WGO :

World Gastroenterology Organization

LAMBANG

lebih besar sama dengan

>

lebih besar dari

kurang dari

ditambah

18

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Kelaikan Etik ........................................................52


Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian ...........................................................................53
Lampiran 3. Surat Amandemen.............................................................................54
Lampiran4. Penjelasan dan Informasi... .................................................................55
Lampiran 5. Kuesioner penelitian ..........................................................................58
Lampiran 6. Daftar komposisi bahan makanan......................................................67
Lampiran 7. Hasil analisis data ..............................................................................68

19

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Konstipasi merupakan masalah yang sering terjadi pada masa anak dan

dapat menimbulkan masalah serius. Konstipasi adalah suatu keadaan yang


ditandai oleh perubahan konsistensi feses menjadi keras, ukuran besar, penurunan
frekuensi atau kesulitan defekasi. Konstipasi sering ditandai dengan gejala cemas
ketika defekasi oleh karena rasa nyeri saat buang air besar. Konstipasi dapat
menimbulkan stres berat bagi penderita akibat ketidaknyamanan. Konstipasi jika
tidak segera diatasi dapat terjadi hemoroid dan divertikel. Dampak lain akibat
konstipasi fungsional yakni gangguan aktivitas seperti kram perut, penurunan
kualitas hidup melalui produktivitas belajar yang menurun dan tingginya tingkat
ketidakhadiran di sekolah.
Konstipasi pada anak merupakan masalah umum dengan prevalensi antara
0,69-29,6% (Van Den Berg dkk., 2006). Penelitian prevalensi sebelumnya banyak
dilakukan di negara maju dan negara berkembang. Prevalensi konstipasi di
Hongkong pada anak sekolah taman kanak-kanak usia 3-5 tahun didapatkan
sebanyak 29% (Ip dkk., 2005).
Penelitian di Indonesia pernah dilakukan pada anak sekolah taman kanakkanak di wilayah Senen, Jakarta. Prevalensi konstipasi didapatkan sebesar 4,4%
(Firmansyah, 2007), sedangkan di Bali khususnya kota Denpasar belum terdapat
data mengenai prevalensi konstipasi pada anak.

20

Penyebab konstipasi bersifat multifaktorial. Beberapa faktor risiko yang


berhubungan dengan konstipasi pada anak telah diteliti. Penelitian Roma dkk.
(1999) didapatkan bahwa anak dengan konstipasi terbukti mengkonsumsi asupan
serat makanan yang tidak sesuai dengan nilai yang dianjurkan. Penelitian ini
didukung oleh Lee dkk. (2008) yang menyatakan asupan serat makanan anak
dengan konstipasi lebih rendah dibandingkan dengan anak tanpa konstipasi.
Penelitian sebelumnya di Indonesia (Firmansyah, 2007), riwayat penyakit
kronis merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan konstipasi fungsional,
sedangkan penelitian lain mendapatkan hasil riwayat konstipasi pada keluarga
merupakan salah satu risiko terjadinya konstipasi (Rajindrajith dkk., 2010; Ip
dkk., 2005).
Penelitian Inan dkk. (2007) didapatkan adanya hubungan antara konstipasi
dengan faktor psikologis anak seperti trauma fisik atau psikologis dan masalah
kesehatan pribadi. Penelitian lain menunjukkan bahwa alergi susu sapi merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya konstipasi (Iacono dkk., 2005; Daher dkk.,
2001). Meningkatnya konsumsi makanan siap saji dan makin banyaknya restoran
siap saji dapat meningkatkan prevalensi konstipasi pada anak yang tinggal di
wilayah perkotaan (Ludviggson, 2006; Rajindrajith dkk., 2009).
Faktor risiko asupan serat yang rendah merupakan penyebab tersering
konstipasi fungsional karena asupan serat yang rendah dapat menyebabkan masa
feses berkurang, dan sulit dibuang (Lee dkk., 2008). Asupan makan sehat
diperlukan oleh anak dalam masa pertumbuhan untuk mengurangi risiko
terjadinya penyakit. Anak dengan konsumsi serat cukup seperti sayur-sayuran,

21

buah-buhan, dan kacang-kacangan mempunyai risiko yang kecil terhadap


terjadinya penyakit terutama dapat mencegah terjadinya konstipasi (Lee dkk.,
2008).
Asupan serat makanan harian anak yang direkomendasikan adalah
berdasarkan asupan serat harian minimum setara dengan usia anak (dalam tahun)
ditambah lima gram per hari pada usia anak di atas dua tahun dan rentang normal
yang masih aman adalah usia anak (dalam tahun) ditambah lima gram per hari
sampai usia anak (dalam tahun) ditambah 10 gram per hari. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa asupan serat makanan pada anak di negara maju dan
berkembang tidak sesuai dengan rekomendasi (Lee dkk., 2008).
Penelitian di Hong Kong dan Maldives (India) didapatkan hasil bahwa
asupan serat pada anak lebih rendah dari nilai yang dianjurkan dan didapatkan
hanya 45% anak usia 4-6 tahun mengkonsumsi serat makanan cukup sesuai
perhitungan umur (tahun) ditambah lima gram dan sebanyak 32% anak usia 7-10
tahun (Lee dkk., 2008). Penelitian Loeing-Baucke (2004) didapatkan kan bahwa
perubahan diet serat yang diberikan terhadap 116 anak usia dua tahun dapat
menurunkan prevalensi kejadian konstipasi sebanyak 25%. Salah satu cara dalam
mengatasi

konstipasi

yaitu

dengan

mengkonsumsi

makanan

berserat,

meningkatkan asupan cairan. Diet dengan serat yang cukup, membantu


memperlunak tinja dan menormalkan frekuensi buang air besar.
Hubungan antara ketidakcukupan konsentrasi jumlah asupan serat pada
anak merupakan penelitian yang sangat menarik untuk dilakukan mengingat
sampai saat ini aturan pemberian serat dalam mengatasi konstipasi pada anak

22

masih kontroversial. Penelitian asupan serat makanan pada anak sesuai umur
(tahun) + 5 gram belum pernah dilakukan di Indonesia dan data prevalensi
konstipasi pada anak di Provinsi Bali belum ada saat ini.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut:


1. Apakah riwayat keluarga dengan konstipasi berhubungan dengan kejadian
konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar?
2. Apakah riwayat pemberian susu formula dengan konstipasi berhubungan
dengan kejadian konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di
Denpasar?
3. Apakah ketidakcukupan jumlah asupan cairan dengan konstipasi
berhubungan dengan kejadian konstipasi pada anak sekolah taman kanakkanak di Denpasar?
4. Apakah ketidakcukupan jumlah asupan serat makanan berhubungan
dengan kejadian konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di
Denpasar?
1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum


Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian konstipasi
pada anak.

23

1.3.2 Tujuan khusus


1.

Hubungan riwayat keluarga konstipasi dengan kejadian konstipasi pada


anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar.

2.

Hubungan riwayat pemberian susu formula dengan konstipasi pada anak


sekolah taman kanak-kanak di Denpasar.

3.

Hubungan ketidakcukupan jumlah asupan cairan dengan konstipasi pada


anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar.

4.

Hubungan ketidakcukupan konsentrasi jumlah asupan serat dengan


konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar.

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat akademis


Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan mengenai
prevalensi konstipasi dan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
konstipasi pada anak di Indonesia serta dapat digunakan sebagai acuan untuk
penelitian selanjutnya.
1.4.1 Manfaat praktis
Data penelitian ini diharapkan dapat mengetahui faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian konstipasi sehingga dapat diterapkan untuk upaya
pencegahan terjadinya konstipasi pada anak.

24

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1

Konstipasi

2.1.1 Definisi
Konstipasi adalah kesulitan buang air besar dengan konsistensi feses yang
padat dengan frekuensi buang air besar lebih atau sama dengan 3 hari sekali.
Konstipasi memiliki persepsi gejala yang berbeda-beda pada setiap anak
tergantung pada konsistensi tinja, frekuensi buang air besar dan kesulitan
keluarnya tinja. Pada anak normal yang hanya buang air besar setiap 2-3 hari
dengan tinja yang lunak tanpa kesulitan bukan disebut konstipasi. Namun, buang
air besar setiap 3 hari dengan tinja yang keras dan sulit keluar, sebaiknya
dianggap konstipasi. Menurut World Gastroenterology Organization (WGO)
konstipasi adalah defekasi keras (52%), tinja seperti pil/ butir obat (44%),
ketidakmampuan defekasi saat diinginkan (34%), atau defekasi yang jarang (33%)
(Devanarayana dkk., 2010). Menurut North American Society of Gastroenterology
and Nutrition, konstipasi adalah kesulitan atau lamanya defekasi, timbul selama 2
minggu atau lebih, dan menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien (Van den
Berg dkk., 2007), sedangkan menurut Paris Consensus on Childhood
Constipation Terminology menjelaskan definisi konstipasi sebagai defekasi yang
terganggu selama 8 minggu dengan mengikuti minimal 2 gejala sebagai berikut:
defekasi kurang dari 3 kali per minggu, inkontinensia frekuensi tinja lebih besar
dari satu kali per minggu, masa tinja yang keras, masa tinja teraba di abdomen,

25

perilaku menahan defekasi, nyeri saat defekasi (Drossman dan Dumitrascu, 2006;
Voskuijl dkk., 2004).
2.1.2 Epidemiologi
Konstipasi merupakan masalah yang sering terjadi pada anak. Penelitian
Loening-Baucke (2007) didapatkan prevalensi konstipasi pada anak usia 4-17
tahun adalah 22,6%, sedangkan prevalensi konstipasi pada anak usia di bawah 4
tahun hanya sebesar 16%. Penelitian Rasquin dkk. (2006) didapatkan bahwa 16%
anak usia 9-11 tahun menderita konstipasi. Sebanyak 90-97% kasus konstipasi
yang terjadi pada anak merupakan suatu konstipasi fungsional (Van Den Berg
dkk., 2006) dan kejadiannya sama antara laki-laki dan perempuan (LoeningBaucke, 2004). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Borowitz
dkk. (2003), konstipasi lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki dengan
perbandingan 2:1. Penelitian di Indonesia pernah dilakukan pada anak sekolah
taman kanak-kanak di wilayah Senen, Jakarta. Prevalensi konstipasi didapatkan
sebesar 4,4% (Firmansyah, 2007).
2.1.3 Etiologi
Penyebab tersering konstipasi pada anak yaitu fungsional, fisura ani,
infeksi virus dengan ileus, diet dan obat. Konstipasi pada anak 95% akibat
konstipasi fungsional. Konstipasi fungsional pada umumnya terkait dengan
perubahan kebiasan diet, kurangnya makanan mengandung serat, kurangnya
asupan cairan, psikologis, takut atau malu ke toilet (Van Dijk dkk., 2010; Uguralp
dkk., 2003; Ritterband dkk., 2003; Devanarayana dan Rajindrajith 2011).

26

2.1.4 Patofisiologi
Frekuensi defekasi pada anak-anak bervariasi menurut umur. Pada anak
umur 0-3 bulan dengan mengkonsumsi ASI frekuensi defekasi 3 kali/hari, anak
umur 0-3 bulan dengan mengkonsumsi susu formula frekuensi defekasi 2
kali/hari, dan anak umur 1 tahun frekuensi normal defekasi yaitu 1 kali/hari.
(Iacono dkk., 2005).
Proses defekasi normal memerlukan keadaan anatomi dan inervasi normal
dari rektum, otot puborektal dan sfingter ani (Gambar 2.1). Rektum adalah organ
sensitif yang mengawali proses defekasi. Tekanan pada dinding rektum akan
merangsang sistam saraf intrinsik rektum dan menyebabkan relaksasi sfingter ani
interna, yang dirasakan sebagai keinginan untuk defekasi. Sfingter anal eksterna
kemudian menjadi relaksasi dan feses dikeluarkan mengikuti peristaltik kolon
melalui anus. Relaksasi sfingter tidak cukup kuat, maka sfingter ani eksterna
dibantu otot puborektal akan berkontraksi secara refleks dan refleks sfingter
interna akan menghilang, sehingga keinginan defekasi juga menghilang (Van Der
Plas dkk., 2000; Degen dkk., 2005; Bu LN dkk., 2007).
Gejala dan tanda klinis konstipasi pada anak dimulai dari rasa nyeri saat
defekasi, anak akan mulai menahan tinja agar tidak dikeluarkan untuk
menghindari rasa tidak nyaman yang berasal dari defekasi dan terus menahan
defekasi maka keinginan defekasi akan berangsur hilang oleh karena kerusakan
sensorik di kolon dan rektum sehingga akan terjadi penumpukan tinja (Degen
dkk., 2005). Proses defekasi yang tidak lancar akan menyebabkan feses
menumpuk hingga menjadi lebih banyak dari biasanya dan dapat menyebabkan

27

feses mengeras yang kemudian dapat berakibat pada spasme sfingter ani. Feses
yang terkumpul di rektum dalam waktu lebih dari satu bulan menyebabkan
dilatasi rektum yang mengakibatkan kurangnya aktivitas peristaltik yang
mendorong feses keluar sehingga menyebabkan retensi feses yang semakin
banyak. Peningkatan volume feses pada rektum menyebabkan kemampuan
sensorik rektum berkurang sehingga retensi feses makin mudah terjadi (Van Der
Plas dkk., 2000).

Rektum
Saraf instrinsik
Relaksasi sfingter interna

Kuat

Lemah

Relaksasi sfingter eksterna

Konstriksi sfingter eksterna

Refleks
defekasi hilang
Lama
Otot puborektal

Defekasi
Konstriksi anus

Gambar 2.1 Patofisiologi defekasi (Van Der Plas dkk., 2000)


2.1.5 Gejala dan tanda klinis
Gejala klinis konstipasi adalah frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per
minggu, nyeri saat defekasi, tinja keras, sering mengejan pada saat defekasi,
perasaan kurang puas setelah defekasi. (Uguralp dkk., 2003; Rajindrajith dkk.,
2010)Keluhan lain yang biasa timbul adalah nyeri perut, kembung, perdarahan

28

rektum (tinja yang keluar keras dan kehitaman). Keluhan tersebut makin
bertambah berat, bahkan sampai timbulnya gejala obstruksi intestinal (Van der
Plas dkk., 2010). Berikut beberapa gejala dan tanda yang timbul pada anak dengan
konstipasi yaitu berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik (Tabel 2.1)
Tabel 2.1 Gejala dan tanda klinis konstipasi
Gejala dan tanda klinis

Persentase (%)

Anamnesis
Defekasi jarang
Feses keras
Nyeri saat defekasi
Feses lembek
Inkontinensia fekalis
Masalah psikologis
Nyeri perut
Anoreksia/ nafsu makan kurang
Riwayat keluarga konstipasi
Kelainan traktus urinarius
Distensi abdomen
Muntah
Pemeriksaan fisik
Masa di rektum
Masa di abdomen
Fisura dan perdarahan rektum
Prolaps rektum

80-100
58-100
50-90
35-96
45-75
20-65
10-64
10-47
9-49
5-43
0-61
8-10
28-100
30-71
5-55
0-3

(Sumber: Van Der Plas dkk., 2000)

2.1.6 Diagnosis
Diagnosis konstipasi sesuai dengan kriteria Rome III adalah sebagai
berikut:
1.

Frekuensi defekasi dua kali atau kurang dalam seminggu tanpa pemberian
laksatif.

2.

Terdapat minimal satu kali episode soiling/enkopresis dalam seminggu.

3.

Riwayat retensi tinja yang berlebihan.

29

4.

Riwayat nyeri atau susah defekasi.

5.

Riwayat pengeluaran feses yang besar sampai dapat menyumbat toilet.

6.

Teraba masa fekal yang besar di rektum.


Diagnosis ditegakkan bila terdapat minimal dua dari enam gejala selama

dua bulan. Soiling didefinisikan sebagai pengeluaran feses secara tidak disadari
dalam jumlah sedikit sehingga sering mengotori pakaian dalam. Enkopresis
diartikan sebagai pengeluaran feses dalam jumlah besar secara tidak disadari (Van
Der Plas dkk., 2000).
2.1.7 Faktor-Faktor Risiko Konstipasi
Pengenalan dini faktor risiko terjadinya konstipasi dapat membantu untuk
mencegah konstipasi. Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan konstipasi
pada anak telah diteliti yaitu ketidakcukupan asupan serat dan cairan harian,
riwayat penyakit kronis, riwayat keluarga konstipasi, psikologis, alergi susu sapi
dan riwayat asupan susu sapi pada usia awal kehidupan, kelainan yang
berhubungan kolon dan rektum seperti irritable bowel syndrome, hirschsprung
disease, dan fisura ani (Borowizt dkk., 2003).
2.1.7.1 Asupan serat harian
Asupan serat merupakan faktor penting penyebab konstipasi pada anak.
Asupan serat harus ditingkatkan secara bertahap di masa kanak-kanak, karena diet
serat penting bagi kesehatan anak terutama dalam hal menormalkan BAB.
Penelitian yang dilakukan oleh Ip dkk. (2005) menunjukkan bahwa gejala
konstipasi pada anak sangat berkaitan dengan asupan serat makanan yang rendah.
Penelitian serupa dilakukan oleh Lee dkk. (2008) yang menyatakan bahwa asupan

30

serat yang rendah berhubungan dengan kejadian konstipasi pada anak sekolah
taman kanak-kanak di Hongkong. Penelitian di Hong Kong dan Maldives (India)
menunjukkan bahwa konsumsi serat pada anak lebih rendah dari nilai yang
dianjurkan (Lee dkk., 2008).
Serat adalah bahan makanan nabati yang tidak dapat dicerna oleh enzim
pencernaan dalam tubuh. Berdasarkan analisis kimia, serat dalam makanan
digolongkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah selulosa yang
merupakan polisakarida. Selulosa adalah serat yang paling banyak dijumpai pada
sayuran dan buah-buahan. Kelompok kedua adalah pektin, gum dan mucilago,
yang merupakan polisakarida non-selulosa. Pektin mempunyai sifat membentuk
gel jika bergabung dengan air. Gum pada tanaman biasanya diproduksi saat kulit
tanaman tergores, dan ditemukan juga dalam biji-bijian, seperti buncis, kacang
polong dan kapri (Gremse dkk., 2002).
Berdasarkan sifat larutan, serat dibedakan menjadi dua golongan yaitu
serat yang larut dalam air, seperti pektin, gum, mucilago, dan serat yang tidak
larut dalam air seperti selulosa, hemi-selulosa dan lignin (Pashankar dkk., 2003).
Serat makanan bersifat hidrofilik atau pembentuk masa. Kemampuan serat
makanan sebagai laksansia tergantung dari kemampuannnya menghindari
pencernaan dan absorpsi di usus halus dan menghindari metabolisme bakteri di
kolon. Peningkatan volume di usus yang berkaitan dengan bahan padat dan air
diduga menstimulasi motilitas dan peningkatan transit isi usus melalui kolon,
sehingga meningkatkan feses yang dikeluarkan. Konsistensi feses juga
dipengaruhi oleh serat makanan sehingga mempermudah defekasi. Efektivitas

31

serat makanan sebagai bahan pembentuk masa tergantung pada jumlah,


kemampuan mengikat air, banyaknya penghancuran oleh proses fermentasi
bakteri dan efektivitas produk fermentasi yang dapat meningkatkan efek laksatif
(Pijpers dkk., 2010).
Pada anak asupan serat makanan harian yang direkomendasikan oleh
American Academy of Pediatrics Committee On Nutrition adalah 0,5
gram/kilogram berat badan sampai dengan 35 gram per hari. Kebutuhan serat
berdasarkan rekomendasi tersebut terlalu besar bagi anak usia muda sehingga
diperbaharui kembali berdasarkan usia, namun beberapa penelitian menyatakan
saat ini asupan serat makanan pada anak di negara maju dan berkembang tidak
sesuai dengan rekomendasi, sedangkan menurut American Health Foundation
untuk anak di atas usia 2 tahun minimal diberi diet serat dengan formula usia + 5
g/hari dan maksimal usia + 10 g/hari (Lee dkk., 2008).
Diet serat harus dilakukan bertahap yaitu dengan mulai menambah satu
atau lebih jenis makanan tiap harinya. Jenis makanan yang dapat diberikan berupa
buah segar yang tinggi serat (seperti apel, blueberry, pisang, kurma, pir, jeruk),
sayuran segar atau telah diproses (seperti brokoli, tauge, wortel, jagung, kacang
polong dan kentang dengan kulitnya, atau salad dalam jumlah banyak. Setiap
sediaan buah segar memberikan serat sebanyak 2-3 gram dan sayuran
memberikan serat 2-2,5 gram. Diet serat akan menyebabkan retensi air dalam
kolon yang mengakibatkan masa feses bertambah dan lebih lunak sehingga
asupan air juga ditingkatkan (Van Der Plas dkk., 2000).

32

2.1.7.2 Asupan cairan harian


Jumlah cairan yang dibutuhkan pada anak agar feses bertambah lunak
diperkirakan 6-8 gelas per hari (Tabel 2.2). Jumlah cairan yang dikonsumsi
mempengaruhi konsistensi tinja. Penambahan cairan pada kolon dan masa tinja
membuat pergerakan usus menjadi lebih lembut dan mudah dilalui. Oleh karena
ini penderita yang mengalami konstipasi sebaiknya mengkonsumsi banyak cairan
setiap hari yaitu sekitar tujuh gelas setiap hari. (Lee dkk., 2008).
Tabel 2.2 Jumlah cairan minimal yang dianjurkan
Usia
6-12 bulan

Jumlah cairan
800cc/hari

Usia
9-13 tahun

>1-3 tahun

1300 cc/hari

14-18 tahun

4-8 tahun

1700 cc/hari

Jumlah cairan
L: 2400 cc/hari
P : 2100 cc/hari
L: 3300 cc/hari
P : 2300 cc/hari

(Sumber: Lee dkk., 2008)


2.1.7.3 Riwayat keluarga dengan konstipasi
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa riwayat konstipasi pada
keluarga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya konstipasi. Hal ini selain
karena faktor genetik, perilaku orang tua mengajarkan toilet training merupakan
hal penting. Toilet training dapat terabaikan atau bahkan orangtua terlalu
berlebihan mengajarkan pada anak sehingga terdapat sikap menolak dari anak
ketika diajak defekasi (Ip dkk., 2005; Rajindrajith dkk., 2010).
2.1.7.4 Riwayat Penyakit Kronis
Hubungan antara riwayat penyakit kronis dengan konstipasi belum
diketahui secara pasti dari beberapa tinjauan pustaka. Penelitian Firmansyah
(2007) didapatkan hubungan riwayat penyakit kronis seperti tuberkulosis dan

33

penyakit neurologis (cerebral palsy, epilepsi). Penelitian lainnya didapatkan anak


dengan penyakit kronis seperti asma dan neoplasma, berhubungan dengan
konstipasi (Devanarayana dkk., 2010; Van Dijk dkk., 2007).
2.1.7.5 Psikologis
Penelitian Inan dkk. (2007) didapatkan bahwa trauma fisik dan psikologis
berhubungan dengan kejadian konstipasi pada anak usia sekolah. Penelitian di Sri
Lanka yang mengambil sampel pada anak sekolah usia 10-16 tahun didapatkan
bahwa stres yang berhubungan dengan sekolah seperti kegagalan ujian, orangtua
kehilangan pekerjaan dan hukuman yang sering oleh orang tua merupakan faktor
risiko yang menyebabkan konstipasi (Devanarayana dan Rajindrajith, 2011; Van
Der Plas dkk., 2000; Voskuilj dkk., 2004).
2.1.7.6 Riwayat alergi susu sapi dan pemberian susu formula berlebihan
Beberapa penelitian tentang alergi susu sapi menunjukan bahwa anak yang
mengkonsumsi susu sapi atau susu formula pada usia pertama kehidupan memiliki
konsistensi tinja yang padat dan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
konstipasi. Hal ini disebabkan susu sapi mengandung mineral dan lemak yang
lebih banyak dan lebih sedikit mengandung karbohidrat, serta mengandung asam
palmitat pada posisi Sn1 dan Sn3 sehingga asam palmitat membutuhkan hidrolisis
oleh lipase pankreas. Proses hidrolisis ini menghasilkan asam palmitat bebas yang
akan bereaksi dengan kalsium sehingga membentuk calcium fatty acid soaps yang
sulit diserap. Pembentukan calsium soaps ini berhubungan bermakna dengan
tingkat kepadatan feses sehingga anak yang mengkonsumsi susu formula

34

memiliki tinja yang lebih padat dan dapat menimbulkan konstipasi (Iacono dkk.,
2005; Daher dkk., 2001).
2.1.8

Metode penilaian asupan makanan

1.

Dietary record
Responden diminta mencatat jumlah makanan dan minuman yang

dikonsumsi selama satu hari. Jumlah yang dikonsumsi dapat diukur dengan skala
atau ukuran rumah tangga (seperti cangkir, sendok makan), atau diperkirakan
menggunakan model, gambar atau tidak ada bantuan khusus. Pencatatan
dilakukan tiga atau empat hari berturut-turut karena pencatatan lebih dari empat
hari berturut-turut hasilnya tidak memuaskan karena kelelahan responden. Ip dkk.
(2005) mengunakan metode ini dalam penelitiannya di Hongkong.
2.

Food recall 24 jam


Responden diwawancarai oleh ahli gizi atau tenaga kesehatan lainnya yang

telah dilatih. Responden diminta untuk mengingat dan melaporkan semua


makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam 24 jam atau di hari sebelumnya.
Pencatatan dan pengkodean langsung dilaporkan setelah wawancara. Metode ini
digunakan oleh Lee dkk. (2008).
3.

Food Frequency Questionaaire (FFQ)


Responden diminta untuk melaporkan frekuensi makanan yang biasa

mereka konsumsi dari daftar makanan untuk jangka waktu tertentu. Frekuensi,
metode memasak atau kombinasi dalam makanan juga dilaporkan. Keseluruhan
perkiraan asupan gizi diperoleh dengan menjumlahkan semua produk makanan

35

dari frekuensi yang dilaporkan dengan jumlah nutrisi yang ditentukan dari porsi
makanan itu (Ip dkk., 2005).
4.

Brief Dietary Assessment Methods


Beberapa metode singkat penilaian makanan telah dikembangkan.

Instrumen ini dapat berguna dalam situasi yang tidak memerlukan penilaian baik
dari diet total atau akurasi kuantitatif dalam diet (Lee dkk., 2008).
5.

Diet history
Responden diminta untuk melaporkan tentang riwayat diet masa lalu.

Anak cenderung memiliki diet yang sangat bervariasi dari hari ke hari, dan pola
makan mereka dapat berubah dengan cepat. Anak kurang mampu mengingat,
memperkirakan, dan bekerja sama dalam prosedur penilaian diet biasa. Informasi
yang diperoleh pada anak usia sekolah melalui orang yang sehari-hari mengurus
anak tersebut, bisa orang tua atau pengasuh (kakek-nenek, pembantu). Informasi
yang diperoleh hanya dari satu responden, kemungkinan laporan yang diperoleh
kurang lengkap. Sebuah konsensus metode recall, anak dan orangtua bersamasama memberikan tanggapan pada 24 jam dietary recall telah terbukti
memberikan informasi lebih akurat daripada recall dari salah satu orang saja (Lee
dkk., 2008).
Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data
yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu
ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring dan
lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari atau model dari

36

makanan (food model). Pengukuran dilakukan 1 kali (124 jam), maka data yang
diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan
individu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 3 kali recall 24 jam
berturut-turut termasuk hari libur, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi
lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian
individu.
Kelebihan metode recall 24 jam yaitu mudah melaksanakannya serta tidak
terlalu membebani responden, biaya relatif murah, karena tidak memerlukan
peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara, cepat, sehingga dapat
mencakup banyak responden, dapat digunakan untuk responden yang buta huruf,
dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu
sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Kekurangan metode recall 24 jam
yaitu tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya
dilakukan recall satu hari, ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat
responden, oleh karena itu responden harus mempunyai daya ingat yang baik.
Dibutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam menggunakan
alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan
responden.

37

BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN

3.1

Kerangka Berpikir
Konstipasi adalah suatu kondisi yang masih menjadi masalah yang sangat

umum di Indonesia dengan prevalensi antara 0,69-29,6% pada anak.


Menegakkan diagnosis ataupun mendeteksi suatu konstipasi sangat sulit
dilakukan maka sangatlah penting untuk memahami kriteria Rome III. Beberapa
kriteria diantaranya adalah:
a.

Frekuensi defekasi dua kali atau kurang dalam seminggu tanpa pemberian
laksatif.

b.

Terdapat minimal satu kali episode soiling/enkopresis dalam seminggu.

c.

Riwayat retensi tinja yang berlebihan.

d.

Riwayat nyeri atau susah defekasi.

e.

Riwayat pengeluaran feses yang besar sampai dapat menyumbat toilet.

f.

Teraba masa fekal yang besar di rektum


Kriteria ini ditegakkan sebagai diagnosis konstipasi bila terdapat minimal

dua dari enam gejala selama dua bulan. Beberapa faktor risiko yang berhubungan
dengan konstipasi pada anak adalah diet yang salah yaitu diet rendah serat, asupan
cairan kurang, riwayat pemberian susu formula pada usia pertama kehidupan,
alergi susu sapi, riwayat keluarga konstipasi, kurang latihan (toilet training),
kelainan yang berhubungan kolon dan rektum seperti irritable bowel syndrome,

38

hirschprung disease, fisura anal dan psikologis. Berbagai faktor di atas, pola
hidup seperti asupan serat yang rendah merupakan penyebab tersering konstipasi.
Anak-anak yang mengkonsumsi makanan yang kaya serat seperti sayuran dan
buah, lebih jarang mengalami konstipasi karena asupan serat yang cukup dapat
meningkatkan retensi air sehingga dapat melunakkan tinja, mempercepat waktu
singgah di dalam kolon, dan meningkatkan frekuensi buang air besar. Pencegahan
terhadap timbulnya konstipasi pada anak adalah pendekatan dengan cara tindakan
pencegahan secara dini diantaranya mengkonsumsi asupan serat makanan harian
yang sesuai.
Asupan serat makanan harian untuk anak yang direkomendasikan oleh
American Academy of Pediatrics (AAP) adalah dari 0,5 gram/kilogram berat
badan, sampai dengan 35 gram per hari. Kebutuhan serat berdasarkan
rekomendasi tersebut terlalu besar bagi anak usia muda sehingga diperbaharui
kembali berdasarkan usia, namun beberapa penelitian menyatakan saat ini asupan
serat makanan pada anak di negara maju dan berkembang tidak sesuai dengan
rekomendasi, sedangkan menurut American Health Foundation untuk anak di atas
usia 2 tahun minimal diberi diet serat dengan formula usia + 5 g/hari dan
maksimal usia + 10 g/hari.

39

3.2

Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian faktor risiko konstipasi, maka dapat dibuat kerangka

konsep penelitian sebagai berikut:

Riwayat keluarga dengan


konstipasi
Riwayat pemberian susu
formula
Jumlah asupan serat
makanan kurang
Asupan cairan kurang

KONSTIPASI

Penyakit bawaan
Penyakit kronis
Alergi susu sapi

Usia
Jenis kelamin

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian


Keterangan:
: Variabel tergantung
: Variabel yang diteliti
: variabel yang di adjusted by design
: variabel yang di adjusted by analysis

3.3

Hipotesis Penelitian
1. Riwayat keluarga dengan konstipasi berhubungan dengan kejadian
konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar.

40

2. Riwayat pemberian susu formula berhubungan dengan kejadian konstipasi


pada anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar.
3. Ketidakcukupan jumlah asupan cairan berhubungan dengan kejadian
konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar.
4. Ketidakcukupan jumlah asupan serat makanan berhubungan dengan
kejadian konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar.

41

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1

Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian potong lintang, untuk

mengetahui prevalensi konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di


Denpasar dan faktor risiko terjadinya konstipasi (Gambar 4.1).
Anak sekolah
taman kanak kanak

Riwayat keluarga dengan konstipasi,


riwayat pemberian susu formula, jumlah
asupan serat makanan dan cairan
tidak cukup,

Konstipasi

Tidak Konstipasi

Gambar 4.1 Skema rancangan penelitian

4.2.

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di sekolah taman kanak-kanak di Denpasar yang

dipilih secara acak, mulai November 2013 sampai dengan Mei 2014.

42

4.3

Penentuan Sumber Data

4.3.1 Populasi penelitian


Populasi target penelitian ini adalah anak sekolah taman kanak-kanak di
Bali. Populasi terjangkau adalah anak sekolah taman kanak-kanak yang berusia 4
tahun sampai 6 tahun di enam sekolah taman kanak-kanak di Denpasar.
4.3.2

Sampel penelitian
Sampel penelitian ini adalah anak sekolah taman kanak-kanak berusia 4

sampai 6 tahun di enam sekolah taman kanak-kanak di Denpasar yang diambil


dengan mengunakan teknik random sampling.
4.3.2.1 Kriteria pemilihan
Kriteria pemilihan sampel dalam penelitian ini meliputi kriteria inklusi dan
kriteria ekslusi. Kriteria inklusi meluputi:
1.

Subjek anak usia 4 sampai 6 tahun yang bersekolah di taman kanak-kanak


Denpasar

2.

Subjek yang orangtuanya menyetujui dan bersedia mengisi informed consent


untuk ikut serta dalam penelitian ini.

Kriteria eksklusi meliputi:


1.

Subjek yang menderita penyakit bawaan seperti penyakit malformasi


anorektal bawaan, termasuk kelainan kongenital anus dimana tidak terdapat
lubang anus (atresia ani) atau lumen anus menyempit (stenosis ani) dan
kelainan yang berhubungan dengan kolon dan rektum seperti irritable bowel
syndrome, hirschprung disease.

43

2.

Subjek yang menderita penyakit kronis seperti penyakit infeksi, inflamasi


atau neoplasma yang menetap lebih dari 2 bulan.

3.

Subjek yang sedang atau sudah mendapat terapi pencahar sebelumnya.

4.3.2.2 Perhitungan besar sampel


Pada penelitian ini dilakukan perhitungan rumus besar sampel minimal
sebagai berikut (Sastroasmoro dan Ismael, 2010) :
n =

Z2PQ
d2

Z = derivat baku alfa untuk = 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95% sebesar
1,96
P = estimasi kejadian konstipasi pada anak, diambil dari kepustakaan/penelitian
sebelumnya yaitu sebesar 29% (Ip dkk., 2005)
Q = 1 P, sebesar 0,71
d = Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki, ditetapkan sebesar 0,05.
Berdasarkan perhitungan di atas jumlah sampel minimal sebesar 316 orang.
4.3.2.3 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan cara multistage
random sampling, yaitu dari 4 kecamatan yang ada di Bali yaitu Denpasar barat,
Denpasar selatan, Denpasar timur, Denpasar utara dilakukan pemilihan 2
kecamatan untuk menjadi tempat pengambilan sampel menurut stratifikasi
wilayah berdasarkan kecamatan dalam kota (urban) dan kecamatan pinggiran kota
(sub-urban) di Denpasar. Daerah urban adalah wilayah dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

44

pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi yaitu


meliputi Denpasar barat dan Denpasar utara. Daerah sub-urban adalah
perkembangan desa menjadi kota yang terjadi oleh ekstensi atau penjalaran kota,
yang sering dikenal sebagai perkembangan pinggiran kota meliputi Denpasar
selatan dan Denpasar timur.
Pada masing-masing stratifikasi wilayah yang ada di Denpasar (terdapat 2
macam wilayah) akan diambil masing-masing 1 kecamatan dengan menggunakan
metode stratified random sampling, dari 2 kecamatan tersebut ditetapkan 6
kelurahan sebagai tempat pengambilan sampel dengan menggunakan metode
cluster sampling, distribusi 6 kelurahan yang terpilih ditetapkan sejumlah 6
sekolah dasar sebagai tempat pengambilan sampel dengan menggunakan metode
cluster sampling, tahapan multistage random sampling sebagai berikut: (Dahlan,
2009)
1. Wilayah urban ditetapkan 1 Kecamatan Denpasar barat, wilayah sub-urban
ditetapkan 1 Kecamatan Denpasar selatan, karena memiliki karakteristik
wilayah yang hampir sama.
2. Kecamatan Denpasar barat terdiri 11 kelurahan. Kecamatan Denpasar selatan
terdiri dari 10 kelurahan. Dari 2 kecamatan ditetapkan 6 kelurahan yaitu
Kecamatan Denpasar Barat ditetapkan kelurahan Dauh puri, kelurahan padang
sambian, kelurahan pemecutan. Kelurahan Denpasar Selatan ditetapkan
kelurahan panjar, kelurahan serangan, kelurahan sesetan. Tiap kelurahan diberi
nomor urut dan sampel diambil secara acak melalui pengocokan.

45

3. Wilayah urban yaitu Denpasar Barat ditetapkan 3 sekolah taman kanak-kanak


dari masing-masing kelurahan yaitu TK Santo Yosep, TK Kumara Santi, TK
Sari Kumara. Wilayah sub-urban yaitu Denpasar Selatan ditetapkan 3 sekolah
taman kanak-kanak yaitu TK Tadika putri, TK Permata bunda, TK Kristen
Harapan. Tiap Taman-kanak di kelurahan diberi nomor urut dan sampel
diambil secara acak melalui pengocokan.
Pada sekolah TK Santo Yosep, TK Kristen Harapan, TK Tadika putri dan
Permata bunda ditetapkan 53 siswa sebagai sampel dan TK Kumara Santi dan TK
Sari Kurama ditetapkan 52 siswa sebagai sampel berdasarkan jumlah siswa
masing-masing sekolah, sampel didapatkan sebanyak 316 sampel. Penentuan
siswa/anak yang terpilih pada masing-masing sekolah taman kanak-kanak
dilakukan dengan metode simple random sampling. Tiap anak di sekolah taman
kanak-kanak diberi nomor urut dan sampel diambil secara acak melalui
pengocokan. Pada penelitian ini akan dilakukan pengambilan sampel penelitian
dengan skema yang tampak pada gambar 4.2.

46

Penelitian ini dilakukan pengambilan sampel penelitian dengan skema


sebagai berikut (Gambar 4.2).

Kota Denpasar

Daerah dalam kota


(Urban) :
Denpasar Utara,
Denpasar Barat

Daerah pinggiran kota


(Sub urban) :
Denpasar Selatan,
Denpasar Timur

Kecamatan A
Kelurahan (11)
Jumlah TK: 67

Kecamatan B
Kelurahan (10)
Jumlah TK: 54

Jumlah Kelurahan
(3) (Sebagai sampel
berdasarkan proporsi
kelurahan dari
kecamatan A)

Jumlah Kelurahan
(3) (Sebagai sampel
berdasarkan proporsi
kelurahan dari
kecamatan B)

Jumlah TK (3) dan


siswa sebagai sampel
pada Kecamatan A

Jumlah TK (3) dan


siswa sebagai sampel
pada Kecamatan B

Penentuan siswa
sebagai besar sampel

Penentuan siswa
sebagai besar sampel

Gambar 4.2 Skema alur pemilihan sampel penelitian

47

Stratified
random
sampling
Penggolong
an daerah
berdasarkan
statifikasi
wilyah

Simple
random
sampling

Simple
random
sampling

Simple
random
sampling

4.4

Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:

Variabel bebas

: riwayat keluarga dengan konstipasi, riwayat pemberian susu


formula, jumlah asupan serat makanan dan asupan cairan
kurang

Variabel tergantung : konstipasi


Variabel perancu
4.5

: umur, jenis kelamin.

Definisi Operasional Variabel


Definisi operasional variabel dalam penelitian ini:

1.

Konstipasi adalah kesulitan defekasi dengan tinja keras dan rasa sakit dengan
frekuensi defekasi kurang dari 2 kali dalam seminggu.

2.

Konstipasi fungsional adalah konstipasi yang didiagnosis berdasarkan kriteria


Rome III, minimal ada dua dari enam gejala, dua bulan terakhir:
a. Frekuensi defekasi dua kali atau kurang dalam seminggu tanpa pemberian
laksatif.
b. Terdapat minimal satu kali episode soiling/enkopresis dalam seminggu.
c. Riwayat retensi tinja yang berlebihan.
d. Riwayat nyeri atau susah defekasi.
e. Riwayat pengeluaran feses yang besar sampai dapat menyumbat toilet.
f. Teraba masa fekal yang besar di rektum.

3.

Riwayat keluarga dengan konstipasi didefinisikan sebagai ada tidaknya


anggota keluarga yang mempunyai riwayat menderita konstipasi. Diketahui
berdasarkan wawancara dengan kuisioner.

48

4.

Riwayat pemberian susu formula didefinisikan sebagai pemberian susu


formula selama enam bulan pertama kehidupan tanpa pemberian ASI,
diketahui berdasarkan wawancara dengan kuisioner.

5.

Asupan cairan adalah total jumlah asupan cairan yang dikonsumsi responden
selama 24 jam bedasarkan metode food recall 24 jam. Dikatakan asupan
cairan cukup jika 7 gelas/hari, asupan cairan kurang jika <7 gelas/hari.
Diperoleh melalui wawancara dengan kuisioner food recall 24 jam.

6.

Jumlah asupan serat makanan adalah hasil pengukuran berdasarkan data


analisis food recall 24 jam yaitu ibu atau pengasuh diwawancarai oleh tenaga
kesehatan yang telah dilatih. Ibu atau pengasuh diminta untuk mengingat dan
melaporkan semua makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam 24 jam
atau di hari sebelumnya sebanyak 1 kali. Pencatatan langsung dilaporkan
setelah

wawancara

kemudian

ditentukan

kecukupan

asupan

serat

menggunakan kaidah berdasarkan usia anak (dalam tahun) ditambah 5


gram/hari. Dikatakan asupan serat cukup: bila kadar serat dalam gram yaitu
usia anak (dalam tahun) ditambah 5 gram/hari, asupan serat rendah: bila
kadar serat dalam gram yaitu < usia anak (dalam tahun) ditambah 5 gram/hari
diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner food recall 24 jam dan food
model.
7.

Usia anak adalah usia anak yang dihitung sejak tanggal lahir sampai waktu
penelitian yang dinyatakan dalam tahun. Diperoleh melalui wawancara
dengan kuesioner.

49

8.

Jenis kelamin anak didasarkan pada pemeriksaan fisik genitalia eksterna yang
akan dikategorikan menjadi laki-laki dan perempuan. Diketahui berdasarkan
wawancara dengan kuisioner.

9.

Penyakit bawaan didefinisikan sebagai penyakit malformasi anorektal


bawaan, termasuk kelainan kongenital anus yaitu tidak terdapat lubang anus
(atresia ani) atau lumen anus menyempit (stenosis ani) dan kelainan yang
berhubungan dengan kolon dan rekrum seperti irritable bowel syndrome,
hirschprung disease, diketahui berdasarkan wawancara dengan kuisioner.

10. Penyakit kronis didefinisikan sebagai penyakit infeksi seperti tuberkulosis,


gangguan neurologis (cerebral palsy,epilepsi), atau neoplasma yang menetap
lebih dari 2 bulan, diketahui berdasarkan wawancara dengan kuisioner.
11. Sedang/sudah mendapat terapi pencahar sebelumnya didefinisikan sebagai
mendapat obat pencahar dalam waktu paling lambat 1 minggu sebelum
dijadikan sampel penelitian, diketahui berdasarkan wawancara dengan
kuisioner.
4.6

Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu:

1.

Formulir food recall 24 jam adalah mengingat makanan dan minuman yang
dikonsumsi oleh anak-anak dalam 24 jam atau di hari sebelumnya, ditinjau
dari ibu atau pengasuh yang diwawancarai oleh tenaga kesehatan yang telah
dilatih, digunakan untuk mengetahui jenis bahan makanan, frekuensi makan
serta jumlah bahan makanan yang dikonsumsi. Gambaran jumlah ratarata

50

konsumsi semua jenis makanan yang diukur dengan food recall 24 jam sejak
dijadikan sampel, dihitung dengan menggunakan DKBM 2009.
2.

Food model adalah contoh bahan makanan/makanan yang dibuat sedemikian


rupa sehingga menyerupai bahan makanan/makanan aslinya.

3.

Kuesioner, adalah daftar pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui


karakteristik anak meliputi umur, jenis kelamin serta pediatric constipation
symptom berdasarkan kriteria Rome III, keluarga menderita konstipasi,
penyakit kronis, dan penyakit bawaan.

4.

Formulir yang berisi tentang identitas orangtua/wali dan subjek penelitian dan
pernyataan setuju ikut dalam penelitian (sebagai PSP yang ditandatangani
oleh

orangtua/wali

subjek

penelitian

sebelum

diikutsertakan

dalam

penelitian).
4.7

Prosedur Penelitian
Teknis di lapangan dilakukan pengambilan data sampel dengan tahapan

sebagai berikut:
1.

Tim peneliti dan 2 asisten peneliti (tenaga kesehatan) yang sudah dilatih akan
datang ke sekolah taman kanak-kanak yang sudah ditentukan sebagai tempat
penelitian untuk melakukan sosialisasi penelitian kepada pihak pengurus
sekolah dan akan berkoordinasi tentang waktu yang tepat untuk dilakukan
pengumpulan data sampel penelitian.

2.

Tim meminta daftar siswa keseluruhan dan melakukan penentuan sampel


penelitian dengan menggunakan metode simple random sampling sesuai
dengan jumlah sampel pada masing-masing sekolah.

51

3.

Tim memberikan surat persetujuan penelitian serta kuesioner penelitian


kepada sampel penelitian untuk diserahkan kepada orangtua/wali di rumah
masing-masing.

4.

Surat

persetujuan

penelitian

akan

dibaca

dan

ditandatangani

oleh

orangtua/wali sampel di rumah masing-masing.


5.

Orangtua/wali sampel menyetujui untuk ikut serta dalam penelitian, maka


orangtua/wali sampel akan mengisi kuesioner tentang identitas, pediatric
constipation symptom berdasarkan kriteria Rome III dan konsistensi feses
telah disesuaikan menggunakan Bistol stool chart.

6.

Data konsumsi, untuk mengetahui jenis dan frekuensi makan pada bahan
makanan tertentu digunakan dengan menggunakan form food recall 24 jam,
yaitu suatu daftar pertanyaan yang mengenai frekuensi penggunaan bahan
pokok, lauk pauk hewani dan nabati, asupan cairan harian, sayuran, dan buahbuahan serta selingan yang terperinci menurut tiap macam bahan atau
menurut golongan tertentu dan model makanan (food model) digunakan
sebagai alat bantu untuk memudahkan orang tua atau pengasuh. Jumlah bahan
makanan yang dikonsumsi dihitung menggunakan cara taksiran atau estimasi.
Makanan yang telah dikonsumsi ditaksir berat atau isinya dengan cara ibu
atau pengasuh diwawancarai oleh tenaga kesehatan yang telah dilatih
mengenai makanan yang telah dikonsumsi anak dalam 24 jam atau dihari
sebelumnya saat pengumpulan data di sekolah.

7.

Data asupan serat makanan: model makanan (food model) digunakan untuk
memudahkan mengkonversikan bahan makanan yang dikonsumsi dari ukuran

52

rumah tangga (URT) ke dalam berat (gram), serta menggunakan alat-alat


rumah tangga seperti gelas, mangkuk, sendok makan, sendok teh, piring, dan
lainlain. Untuk menerjemahkan konsumsi makanan ke dalam bentuk
konsumsi gizi, digunakan DKBM 2009, selanjutnya dihitung kadar serat
dalam gram yaitu usia anak (dalam tahun) ditambah 5 gram/hari.
8.

Dilakukan pemeriksaan fisik untuk menilai ada atau tidaknya masa di rekrum
pada anak dengan konstipasi.

9.

Surat persetujuan dan kuesioner penelitian yang sudah terisi akan


dikumpulkan langsung pada saat tim peneliti datang ke sekolah taman kanakkanak.

10. Dilakukan analisis data.


Berikut adalah skema dari alur penelitian yang dilakukan (Gambar 4.3).
Populasi anak sekolah taman kanakkanak usia 4-6 tahun
Kriteria inklusi dan eksklusi
Sampling : randomisasi
Sampel penelitian
Pengisian : kuisioner penelitian, pediatric constipation
symptom, formulir food recall 24 jam, food model
Pengukuran: konsentrasi jumlah asupan serat
Pemeriksaan fisik
Analisis data

Gambar 4.3 Skema alur penelitian

53

4.8

Analisis Data
Analisis data dilakukan beberapa tahap:

1. Analisis deskriptif untuk mengetahui prevalensi konstipasi dan karakteristik


sampel penelitian. Data yang dianalisis secara deskriptif disajikan dalam
bentuk distribusi frekuensi.
2. Analisis statistik bivariat dengan uji Chi-square dan perhitungan rasio
prevalensi (RP) untuk menilai hubungan antara riwayat keluarga dengan
konstipasi, riwayat pemberian susu formula, asupan cairan kurang, asupan serat
kurang terhadap konstipasi pada anak.
3. Analisis multivariat dengan regresi logistik untuk mengetahui kekuatan
hubungan konstipasi dengan riwayat keluarga dengan konstipasi, riwayat
pemberian susu formula, asupan cairan kurang, asupan serat kurang, dengan
interval kepercayaan 95% dan tingkat kemaknaan P<0,05.
4.9

Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapat kelaikan etik (ethical clearance) dari Unit

Penelitian

dan

Pengembangan

(Litbang)

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah No: 964 /UN.14.2/Litbang/2013.

54

BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1

Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di sekolah taman kanak-kanak yang ada di dua

kecamatan yang ada di Denpasar yaitu Kecamatan Denpasar Barat dan Denpasar
Selatan. Masing-masing wilayah tersebut sampel penelitian diperoleh dengan cara
stratified random sampling.
5.2

Karakteristik Subjek Penelitian


Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu sejak bulan November 2013

sampai bulan Mei 2014 dan didapatkan 316 yang memenuhi kriteria inklusi.
Subjek terdiri dari 316 anak, didapatkan laki-laki sebanyak 171 (54,4%) dengan
kelompok usia terbanyak adalah usia 5 tahun 162 (51,3%). Riwayat keluarga
dengan konstipasi didapatkan sebanyak 41 (13%), riwayat pemberian susu
formula didapatkan sebanyak 45 (14,2%), asupan cairan yang kurang yaitu <
7gelas/hari didapatkan sebanyak 85 (26,9%), subjek yang memiliki asupan serat
makanan rendah yaitu < umur ditambah 5 gram/hari adalah sebanyak 75 (23,7%)
dan pada penelitian ini konstipasi didapatkan pada 48 (15,1%) subjek.
Karakteristik subjek penelitian ditampilan pada Tabel 5.1
5.3

Faktor-faktor risiko yang Berhubungan dengan Konstipasi


Pada penelitian ini, untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan

konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar dilakukan analisis


bivariat (uji chi-square) terhadap faktor risiko konstipasi. Analisis bivariat

55

menunjukkan bahwa riwayat keluarga dengan konstipasi, riwayat pemberian susu


formula, asupan cairan dan serat yang kurang berhubungan secara bermakana
dengan konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar. Hasil
analisis bivariat ditampilkan dalam tabel 5.2.
Berdasarkan hasil analisis bivariat kemudian dilanjutkan dengan analisis
multivariat didapatkan bahwa riwayat keluarga dengan konstipasi, riwayat
pemberian susu formula, asupan cairan dan serat yang kurang juga berhubungan
secara bermakna dengan konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di
Denpasar. Hasil analisis multivariat ditampilkan dalam tabel 5.3.
Tabel 5.1. Karakteristik subjek
Karakteristik

(N=316) (%)

Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan

145 (45,9)
171 (54,1)

Usia
4 tahun
5 tahun
6 tahun

50 (15,8)
162 (51,3)
104 (32,9)

Riwayat keluarga konstipasi


Ya
Tidak

41 (13,0)
275 (87,0)

Riwayat pemberian susu formula


Ya
Tidak
Asupan cairan
Kurang
Cukup
Asupan serat makanan
Kurang
Cukup

45 (14,2)
271 (85,8)
85 (26,9)
231 (73,1)
75 (23,7)
241 (76,3)

56

Tabel 5.2.
Analisis bivariat faktor risiko konstipasi pada anak
Konstipasi
Ya
Tidak
(n,%)
(n,%)
Riwayat keluarga
konstipasi
Ya

40(83,3)

1 (0,4)

Tidak
Riwayat pemberian
susu formula
Ya

8(16,7)

267(99,6)

41(84,5)

4(1,5)

Tidak
Asupan cairan
Kurang

7 (14,6)

264(98,5)

44(91,7)

41(15,3)

Cukup
Asupan serat
Kurang

4(8,3)

227(84,7)

44(91,7)

31(11,6)

Cukup

4(8,3)

237(88,4)

RP

IK 95%

<0,001

1335,0 162,2-10959,1

<0,001

386,5

108,3-1378,9

<0,001

60,9

20,7-178,6

<0,001

84,0

28,2-250,0

IK= interval kepercayaan, RP= rasio prevalensi, *) uji chi-square


Tabel 5.3.
Analisis multivariat regresi logistik faktor-faktor risiko terhadap konstipasi
Variabel

Kategori
P
0,002

Konstipasi
RP
196,6

IK 95%
(7,5-524,0)

Riwayat keluarga
konstipasi

Ya
Tidak

Riwayat pemberian
susu formula

Ya
Tidak

0,01

9,6

(1,5-56,2)

Kurang
cukup

0,047

6,5

(1,02-41,5)

0,002

36,2

(3,5-366,9)

Asupan cairan

Asupan serat

Kurang
cukup

IK= interval kepercayaan, RP= rasio prevalensi, *) analisis regresi logistik

57

BAB VI
PEMBAHASAN

6.1

Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah anak sekolah taman kanak-kanak berusia 4

sampai 6 tahun merupakan kelompok usia rentan terhadap masalah gizi dan
kesehatan. Salah satu masalah yang sering dihadapi anak sekolah taman kanakkanak yaitu pola pergeseran pola makan yang cenderung mengkonsumsi makanan
rendah serat dan kurangnya asupan cairan yang dapat meningkatkan risiko
berbagai penyakit seperti konstipasi. Tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam
menentukan adanya konstipasi, yaitu frekuensi buang air besar, konsistensi tinja,
dan temuan pada pemeriksaan fisis. Pada anak berusia sama atau lebih dari 4
tahun adanya konstipasi ditentukan berdasarkan ditemukan minimal salah satu
gejala klinis berikut (1) frekuensi buang air besar kurang atau sama dengan dua
kali seminggu tanpa menggunakan laksatif, (2) dua kali atau lebih episode
soiling/enkopresis dalam seminggu, dan (3) teraba masa feses di abdomen atau
rektum pada pemeriksaan fisik.
Seluruh responden yang berjumlah 316 anak, sebagian besar subjek
termasuk dalam frekuensi BAB lebih dari 2 kali/minggu (84.9%). Hal ini juga
mengindikasikan bahwa sebagian besar frekuensi BAB anak sekolah taman
kanak-kanak normal, subjek yang mengalami konstipasi yaitu frekuensi BAB
kurang atau sama dengan 2 kali/minggu ditemukan sebanyak 48(15,1%).

58

Konstipasi pada anak normal atau populasi normal bervariasi dari negara
ke negara. Penelitian di Indonesia didapatkan sebanyak 4,4%. Di Amerika
berkisar 3-15%, sedangkan di Eropa berkisar 3%. Pada negara yang sedang
berkembang prevalensi konstipasi ini lebih kecil dan berkisar 2% dari populasi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya didapatkan prevalensi
konstipasi pada anak usia 2-14 tahun sebanyak 15% oleh Benninga dkk. (2004).
Penelitian lain yang dilakukan menunjukkan prevalensi yang berbeda, salah
satunya penelitian pada anak taman kanak-kanak di wilayah Senin, Jakarta sebesar
4,4% (Firmasyah, 2007) menunjukkan prevalensi lebih rendah dibanding
penelitian ini, namun penelitian pada anak sekolah taman kanak-kanak di
Hongkong sebesar 29% (Ip dkk., 2005). Penelitian di Italia didapatkan prevalensi
sebesar 17,6%

(Iacono dkk., 2005). Penelitian tersebut memiliki prevalensi

konstipasi yang lebih tinggi dibanding penelitian ini karena populasi sampel
dalam penelitian tersebut mencakup 516 subjek lebih banyak dibandingkan
penelitian ini sehingga kemungkinan ditemukan kejadian konstipasi yang lebih
kecil pada penelitian ini. Perbedaan prevalensi ini mungkin disebabkan karena
penyebab konstipasi sendiri sangat beragam sehingga pengaruh keadaan negara
serta kebiasaan penduduknya akan memberikan perbedaan dalam kejadian
konstipasi.
Karekteristik subjek penelitian didapatkan kejadian konstipasi lebih tinggi
pada usia 5 tahun. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya pada anak usia 2
sampai 14 tahun didapatkan prevalensi konstipasi tertinggi pada anak usia 5 tahun
(Devanarayan dkk., 2010; Borowitz dkk., 2003; Urugalp dkk., 2003) dan

59

penelitan lainya didapatkan prevalensi tertinggi sebanyak 35,4% pada anak usia 5
sampai 6 tahun. (Bu dkk., 2007; Ludvigson, 2006; Van Den Berg, 2007 ). Hasil
ini menunjukkan bahwa pada usia anak prasekolah sering terjadi konstipasi.
6.2

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konstipasi pada Anak

6.2.1 Hubungan riwayat keluarga konstipasi dengan konstipasi


Pola pengasuhan orang tua yang kurang tepat diketahui dapat mengganggu
kesehatan anak. Penelitian Van Djik dkk. (2010) didapatkan bahwa cara dan sikap
orang tua dalam mendidik merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap
anak yang mengalami masalah kesulitan buang air besar atau konstipasi. Sikap
orang tua serta hubungan orang tua dan anak telah diakui sebagai pemicu utama
keseluruhan perkembangan perilaku, emosional dan kognitif anak.
Penelitian Firmansyah (2007) didapatkan pengetahuan tentang kesehatan
dalam keluarga di Indonesia sudah lebih baik bila dibandingkan dengan negara
lain, Riwayat konstipasi pada keluarga yang ditemukan pada penelitian ini
menunjukkan adanya hubungan dengan kejadian konstipasi pada anak. Hal sesuai
dengan penelitian sebelumnya dikatakan bahwa riwayat konstipasi pada keluarga
sebagai salah satu risiko terjadinya konstipasi (Degen dkk., 2005; Rajindrajith
dkk., 2010; Devanarayana dkk., 2011; Ritterband dkk., 2003). Pada penelitian
Pashankar dkk. (2003) didapatkan bahwa prevalensi terjadinya konstipasi
sebanyak 48,5% pada anak dengan riwayat ke dua orangtua mengalami
konstipasi, 10,3 % jika hanya salah satu orang tua yang mengalami konstipasi dan
3,4% jika tidak ada riwayat orang tua yang mengalami konstipasi. Di samping itu
kemungkinan lain yang dapat menjelaskan riwayat konstipasi pada keluarga

60

berhubungan dengan konstipasi pada penelitian kami adalah karena individu


dengan riwayat konstipasi pada keluarga seringkali mengikuti pola kebiasaan
makan yang terbentuk dalam keluarga seperti asupan serat dan cairan yang
kurang, faktor lainnya adalah proses belajar dalam keluarga (intra familial
learning), diduga kedua faktor ini saling berperan dalam mekanisme terjadinya
konstipasi. Perbedaan etiologi yang belum diketahui diduga mendasari konstipasi
yang diderita pasien dengan riwayat keluarga juga menderita konstipasi. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa riwayat keluarga dengan konstipasi
menunjukkan hubungan dengan kejadian konstipasi {RP 196,6 (IK95% 7,5
sampai 524,0)}.
6.2.2 Hubungan riwayat pemberian susu formula dengan konstipasi
Penelitian ini menunjukkan hubungan antara riwayat pemberian susu sapi
dengan konstipasi {RP 9,6 (IK95% 1,5 sampai 56,2)}. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Iacono dkk. (2005) didapatkan
sebanyak 44% orang tua memberikan susu formula sejak anak baru lahir dan
menunjukkan adanya hubungan dengan kejadian konstipasi pada anak. Hubungan
antara pemberian susu formula dengan kejadian konstipasi didukung dengan
adanya alergi pada saluran cerna pada penderita konstipasi. Gejala klinis
konstipasi hilang pada sebagian anak setelah mendapat makan yang bebas protein
susu formula dan kambuh setelah diberikan kembali, namun penelitian tersebut
dilakukan pada sampel yang minimal sebanyak 25 anak dengan mekanisme dan
penyebab yang belum jelas sehingga memerlukan penelitian lebih lanjut (Daher
dkk. (2001) dan Degen dkk. (2005).

61

6.2.3 Hubungan jumlah asupan cairan dengan konstipasi


Faktor lain yang dapat memperlancar proses defekasi selain serat adalah
asupan air. Air memiliki banyak fungsi, salah satu fungsi air adalah media
eliminasi sisa metabolisme. Tubuh menghasilkan berbagai sisa metabolisme yang
tidak diperlukan termasuk toksin. Berbagai sisa metabolisme tersebut dikeluarkan
melalui saluran kemih, saluran nafas, kulit dan saluran cerna yang memerlukan
media air (Kant dan Graubard., 2010).
Data asupan air pada anak-anak masih terbatas. Penelitian yang dilakukan
oleh Kant dan Graubard (2010) menggunakan data National Health and Nutrition
Examination Surveys (NHANES) tahun 2005-2010, menunjukkan bahwa rata-rata
asupan air pada anak di Amerika lebih rendah daripada kebutuhan tubuhnya.
Asupan rata-rata air sebesar 1,6 liter untuk perempuan dan sebesar 1,7 liter untuk
laki-laki. Penelitian Loening Baucke (2004) dan Lee ddk. (2008) didapatkan
bahwa rata-rata asupan cairan sehari-hari sedikitnya 1,5-2 liter per hari atau 7-8
gelas per hari diperlukan untuk menjaga dan mempertahankan konsistensi feses
agar lebih lunak/lembek, pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Rasquin dkk.
(2006) bahwa kecukupan asupan cairan sedikitnya 2 liter sehari diperlukan untuk
mempertahankan pola usus dan mempertahankan konsistensi dari feses apabila
asupan cairan kurang maka konsistensi feses akan keras.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asupan cairan yang tidak cukup
menunjukkan kaitan dengan kejadian konstipasi {RP 6,5 (IK95% 1,02 sampai
41,5)}. Penelitian ini kurang sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ambarita dkk. (2014) yang menyatakan bahwa jumlah asupan cairan yang kurang

62

dengan konstipasi tidak menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik.


Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan karena jumlah asupan cairan
sangat beragam sehingga pengaruh keadaan negara serta kebiasaan penduduknya
akan memberikan perbedaan dalam hubungan jumlah asupan cairan dengan
kejadian konstipasi pada anak.
6.2.4 Hubungan jumlah asupan serat dengan konstipasi
Asupan serat makanan anak-anak yang direkomendasikan saat ini adalah
usia (tahun) ditambah lima gram (Van Dijk dkk., 2010; Van Der Plas dkk., 2000),
namun beberapa penelitian menyatakan konsentrasi asupan serat makanan pada
anak di negara maju dan berkembang tidak sesuai dengan rekomendasi.
Penelitian di Indonesia sebelumnya mengenai hubungan asupan serat
makanan dan air dengan pola defekasi pada anak sekolah dasar didapatkan
hubungan yang bermakna anatara asupan serat dengan frekuensi bab dan
konsistensi feses (Ambarita dkk., 2014). Penelitian di Eropa didapatkan bahwa
hanya 45% anak usia 4-6 tahun yang mengkonsumsi serat makanan yang cukup
sesuai dengan kaidah perhitungan jumlah asupan serat makanan usia (tahun)
ditambah 5 gram (Gremse dkk., 2002; Van den Berg dkk., 2006; Voskuijl dkk.,
2005). Penelitian ini menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi yaitu diperoleh
76,3% anak usia 4-6 tahun yang mengkonsumsi serat makanan yang cukup sesuai
dengan kaidah perhitungan jumlah asupan serat makanan usia (tahun) ditambah 5
gram.
Beberapa penelitian menunjukkan terdapat hubungan konsentrasi asupan
serat yang rendah dengan kejadian konstipasi. Penelitian Loening-Baucke (2007)

63

dan Inan dkk. (2007) didapatkan hubungan antara ketidakcukupan asupan serat
makanan dengan konstipasi. Hasil penelitian sebelumnya sesuai dengan hasil
penelitian ini yang menunjukkan bahwa konsentrasi asupan serat makanan yang
tidak cukup menunjukkan hubungan dengan kejadian konstipasi {RP 36,2
(IK95% 3,5 sampai 366,9)}. Hipotesis pada penelitian ini terbukti. Hasil
penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pijpers dkk. (2009)
yang menyatakan bahwa ketidakcukupan konsentrasi asupan serat makanan
berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian konstipasi. Hal ini membuktikan
bahwa asupan serat makanan yang cukup sesuai dengan kaidah perhitungan
jumlah asupan serat makanan usia (tahun) ditambah 5 gram mengurangi risiko
konstipasi, tetapi peningkatan lebih lanjut dalam asupan serat tidak memiliki nilai
terapeutik Kokke dkk. (2008). Dampak negatif dari konstipasi telah di laporkan
Youssef dkk. (2005). Hasil penelitian menunjukkan anak yang mengalami
konstipasi mengalami penurunan kualitas hidup baik dari segi fisik, emosional,
sosial maupun sekolah. Perlunya mengatur pola konsumsi pangan anak dalam
masyarakat sangat penting dilakukan agar tercapai tingkat kecukupan energi dan
zat gizi lain dengan baik sesuai dengan angka kecukupan yang dianjurkan
khususnya serat dan air agar tercapai kesehatan masyarakat yang optimal
khususnya menurunkan prevalensi kejadian konstipasi pada anak, namun
penelitian ini kurang sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rajindrajith
dkk. (2009) yang menyatakan bahwa konstipasi dengan asupan serat yang rendah
tidak menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik. Perbedaan yang
timbul antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Rajindrajith

64

dkk. (2009). Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan karena konsumsi
makanan sangat beragam sehingga pengaruh keadaan negara serta kebiasaan
penduduknya akan memberikan perbedaan dalam hubungan asupan serat makanan
dengan kejadian konstipasi pada anak.
6.3

Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu menggunakan desain penelitian

potong lintang yang membatasi hubungan sebab dan akibat terhadap variabelvariabel yang diteliti, dianjurkan penelitian lainnya dengan metode yang berbeda.
Penentuan asupan nutrisi menggunakan metode food recall 24 jam sebanyak satu
kali oleh orang tua atau pengasuh juga dapat kurang akurat karena sangat
tergantung pada daya ingat responden dan tidak menilai jenis serat larut dalam air
dan tiadak larut dalam air yang dikonsumsi. Dalam penelitian ini beberapa faktor
yang mempengaruhi hasil seperti usia, jenis kelamin tidak dianalisis hal ini
dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia dan waktu pada penelitian ini
mengakibatkan hal ini tidak dapat dilaksanakan mengingat luasnya cakupan
wilayah dan jarak tempuh yang harus dilakukan untuk melakukan pemantauan
dan pemeriksaan secara berkala. Keterbatasan lain pada penelitian ini adalah
riwayat konstipasi pada keluarga dinilai dengan menggunakan kuesioner yang
diisi oleh orang tua sampel, dimana idealnya riwayat konstipasi pada orang tua
diperoleh melalui wawancara langsung dan pemeriksaan langsung pada orang tua
sampel. Hal ini kemungkinan akan dapat mengakibatkan ketidaksesuaian antara
jumlah riwayat konstipasi pada keluarga yang didapat melalui kuesioner dengan
jumlah yang sebenarnya.

65

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1

Simpulan
Prevalensi konstipasi pada anak sekolah taman kanak-kanak di Denpasar

adalah sebesar 15,1%. Dari penelitian ini diperoleh adanya hubungan antara
ketidakcukupan konsentrasi jumlah asupan serat makanan dengan kejadian
konstipasi. Ketidakcukupan konsentrasi jumlah asupan serat makanan merupakan
faktor risiko terjadinya konstipasi pada anak.
7.2

Saran
Asupan makanan terutama serat merupakan hal yang sangat penting untuk

dikonsumsi pada anak-anak untuk mencegah terjadinya konstipasi. Saran yang


dapat diberikan pada penelitian ini adalah :
1.

Memberikan komunikasi informasi edukasi (KIE) kepada orangtua agar lebih


memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi anak, diperlukan asupan
serat makanan yang cukup agar menghindarkan anak dari faktor risiko yang
dapat menyebabkan terjadinya konstipasi.

2.

Pihak sekolah diharapkan dapat melakukan penyuluhan mengenai diet serat


terhadap kesehatan saluran cerna dan dapat berkerja sama dengan dinas
kesehatan setempat untuk memberikan penyuluhan diet serat secara teratur
atau berkala, misalnya tiap tahun ajaran baru.

66

DAFTAR PUSTAKA

Ambarita, E.M., Madanijah, S. Murdin, N.M. 2014. Hubungan asupan serat


makanan dan air dengan pola defekasi anak sekolah dasar di kota Bogor.
Jurnal Gizi dan Pangan; 9(1):7-14.
Benninga, M.A., Voskuijl, W.P., Akkerhius, G.W., Taminiau, J.A., Buller, H.A.
2004. Colonic transit times and behaviour profiles in children with
defecation disorders. Arc Dis Child; 89(1):13-6.
Borowitz, S.M., Cox, D.J., Tam, A., Ritterband, L.M., Sutphen, J.L., Penberthy,
J.K. 2003. Precipitant of constipation during early childhood. J Am Board
Fam Med; 16(3):213-8.
Bu, L.N., Chang, M.H., Ni, Y.H., Chen, H.L., Cheng, C.C. 2007. Lactobacillus
casei rhamnosus Lcr35 in children with chronic constipation. Pediatr
International; 49:485-90.
Daher, S., Tahan, S., Sol, D., Naspitz, C.K., Patricio, F.R., Neto, U.F. 2001.
Cows milk protein intolerance and chronic constipation in children.
Pediatric Allergy Immunology; 12:339-42.
Dahlan, M.S. 2009. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian
kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Degen, L., Petrig, C., Studer, D., Schroller, S., Beglinger, C. 2005. Effects of
tegaserod on gut transit in male and female subjects.
Neurogastroenterology Motility; 17:821-6.
Devanarayana, N.M., Adhikari, C., Pannala, W., Rajindrajith, S. 2010. Prevalence
of functional gastrointestinal diseases in a cohort of Sri Langka
adolescents: comparison between Rome II and Rome III criteria. J Trop
Pediatr; 57(1):34-39.
Devanarayana, N.M., Rajindrajith, S. 2011. Bowel habits and behaviours related
to defecation in 10 to 16 year olds: impact of socio-economic
characteristics and emotional stress. J Pediatr Gastroenterol Nutr;
52(5):569-73.
Drossman, D.A., Dumitrascu, D.L. 2006. Rome III : New Standart for functional
gastrointestinal disorders. Jurnal Gastrointestin Liver Dis; 15(3):237-41.

67

Firmansyah, A. 2007. The prevalence and associated factors of chronic functional


constipation in 4-6 years old children. Jurnal Gastrohepatology Anak
Indonesia; 2:81-85.
Gremse, D.A., Hixon, J., Crutchfield, A. 2002. Comparison of polyethylene
glycol 3350 and lactulose for treatment of chronic constipation in children.
Clin Pediatr; 41:225-9.
Iacono, G., Merolla, R., DAmico, D., Bonci, E., Cavatio, F., Di Prima. 2005.
Gastrointestinal symptoms in infancy: a population-based prospective
study. Dig Liver Dis; 37: 432-8.
Inan, M., Aydiner, C.Y., Tokuc, B., Akusa, B., Ayvaz, S.,Ayhan, S. 2007. Factors
associated with childhood constipation. J Paediatr Child Health;
43(10):700-6.
Ip, K.S., Lee W.T., Chan J.S., Young B.W. 2005. A community-based study of
the prevalence of constipation in young children and the role of dietary
fibre. Hong Kong Med J; 11(6):431-6.
Kant, A.K., Graubard, B.I. 2010. Contributors of water intake in US children and
adolescents: associations with dietary and meal characterisstics-National
Health and Nutrition Examination Survey 2005-2006. AM J Clin Nutr; 92:
887-96.
Kokke, F.T.M, Scholtens, Petra A.M.J., Alles, M.S, Decates, T.S., Fiselier T.J.W.,
Tolboom, Jules, J.M., Kimpen, J.L.L., Benninga, M.A. 2008. A dietary
fiber mixture versus lactulose in treatment of childhood constipation: a
double-blind randomized controlled trial. J Pediatr Gastroenterol Nutr;
47:592-7.
Lee, W.T., Ip, K.S., Chan, J.S., Lui, N.W., Young, B.W. 2008. Increased
prevalence of constipation in pre-school children is attributable to underconsumption of plant foods: a community-based study. J Paediatr Child
Health; 44(4):170-5.
Loening-Baucke, V. 2004. Functional fecal retention with encopresis in
childhood. J Pediatr Gastroenterol Nutr; 38:79-84.
Loening-Bauke, V. 2007. Prevalence rates for constipation and faecal and urinary
incontinence. Arch Dis Child; 92(6):486-9.
Ludvigsson, J.F. 2006. Epidemiological study of constipation and other
gastrointestinal symptoms in 8000 children. Acta Paediatr; 95(5):573-80.

68

Pashankar, D.S., Loening-Baucke, V., Bishop, W.P. 2003. Safety of polyethylene


glycol 3350 for the treatment of chronic constipation in children. Arch
Pediatr Adolesc Med; 157(7):661-4.
Pijpers, M.A., Bongers, M.E., Benninga, M.A., Berger, M.Y. 2010. Functional
constipation in children: a systematic review on prognosis and predictive
factors. J Pediatr Gastroenterol Nutr; 50:256-68.
Rajindrajith, S., Devanarayana, N.M., Mettananda, S. Perera, P., Jasmin, S.,
Karunarathna, U. 2009. Constipation and functional faecal retention in a
group of school children in a district in Sri Lanka. Sri J Child Health;
38(2):60-4.
Rajindrajith, S., Devanarayana, N.M., Adhikari, C., Pannala, W., Benninga, M.A.
2010. Constipation in children: an epidemiological study in Sri Lanka
using Rome III criteria. Arch Dis Child; 97(1):43-5.
Rasquin, A., Di Lorenzo, C., Forbes, D., Guiraldes, E., Hyams, J.S., Staiano, A.
2006. Childhood functional gastrointestinal disorders: child/adolescent.
Gastroenterology;130(5):1527-37.
Ritterband, L.M., Cox, D.J., Walker, L.S., Kovatchev, B., Mcknight, L., Patel, K.
2003. An internet intervention as an adjunctive therapy for pediatric
encopresis. J Consult Clin Psychol; 71(5):910-7.
Sastroasmoro, S., Ismael, S. 2010. Dasar-dasar Metode Penelitian Klinis. Jakarta:
Sagung Seto.
Uuralp, S., Karaolu, L., Karaman, A., Demircan, M., Yakinci, C. 2003.
Frequency of enuresis, constipation and enuresis associated with
constipation in a group of school children aged 5-9 years in Malatya,
Turkey. Turk J Med Sci; 33:315-20.
Van Den Berg, M.M., Benninga, M.A., Di Lorenzo, C. 2006. Epidemiology of
childhood constipation: a systematic review. Am J Gastroenterol;
101(10):2401-9.
Van Den Berg, M.M. 2007. Childhood constipation: abnormalities in the
colorectal function. Am J of Gastroenterology; 100(1):241-9.
Van Dijk, M., Benninga, M.A., Grootenhuis, M.A., Nieuwenhuizen, A.M., Last,
B.F. 2007. Chronic childhood constipation: a review of the literature and
the introduction of a protocolized behavioral intervention program. Patient
Educ Couns; 67(1):63-77.

69

Van Dijk, M., Benninga, M.A., Grootenhuis, M.A, Last, B.F. 2010. Prevalence
and Associated clinical characteristics of behavior problems inconstipated
children. Pediatrics; 125(2):309-17.
Van Der Plas, R.N., Benninga, M.A., Staalman, C.R., Akkermans, L., Redekop,
W., Taminiau, J.A. 2000. Megarectum in constipation. Arch Dis Child;
83(1):52-58.
Voskuijl, W., de Lorijn, F., Verwijs, W., Hogeman, P., Heijmans, J.,Makel, W.
2004. PEG 3350 (Transipeg) versus lactulose in the treatment of childhood
functional constipation: a double blind, randomised, controlled,
multicentre trial. Gut; 53(11):1590-4.
Voskuijl, W.P., Heijmans, J., Heijmans, H.S., Taminiau, J.A., Benninga, M.A.
2004. Use of Rome II criteria in childhood defecation disorders:
applicability in clinical and research practice. J Pediatr;145(2):213-7.
Youssef, N.N., Langseder, A.L., Verga, B.J., Mones, R.L., Rosh, J.R. 2005.
Chronic Childhood Constipation Is Associated with Impaired Quality of
Life: A Case Controlled Study. J Pediatr Gastroenterol Nutr; 41:56-60.

70

Lampiran 1. Surat Keterangan Kelaikan Etik

71

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian

72

Lampiran 3. Surat Amandemen

73

Lampiran 4. Penjelasan dan Informasi


LEMBAR INFORMASI DAN PERSETUJUAN
UNTUK IKUT DALAM PENELITIAN
(INFORM CONSENT)
JUDUL PENELITIAN : PREVALENSI KONSTIPASI DAN FAKTOR
RISIKO KONSTIPASI PADA ANAK
Peneliti: dr. Floria Eva
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar
PRAKATA:
Bapak/Ibu yang terhormat,
Bapak/ibu akan dimintai persetujuan untuk mengikutsertakan anak bapak/ibu
dalam suatu penelitian. Penelitian ini mengenai angka kejadian (prevalensi)
konstipasi dan faktor terkait pada anak sekolah taman kanak-kanak. Anak yang
dapat diikutkan dalam penelitian ini adalah anak yang sudah mendapatkan ijin
dari orang tua/ wali untuk ikut serta dalam penelitian. Penelitian ini dilakukan
pada anak sekolah taman kanak-kanak di beberapa sekolah taman kanak-kanka di
Denpasar, jumlah anak yang akan diikutsertakan dalam penelitian ini sekitar 316
anak yang berusia antara 4 sampai 6 tahun.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui angka kejadian (prevalensi)
konstipasi pada anak sekolah dasar di Denpasar dan untuk mengetahui apakah
asupan serat dan cairan yang kurang, riwayat keluarga dengan konstipasi dan
riwayat pemberian susu formula berkaitan dengan kejadian proteinuria pada anak
sekolah taman kanak-kanak di Denpasar.
CARA PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari siswa di beberapa
sekolah taman kanak-kanak di Denpasar, meliputi umur, jenis kelamin dan asupan
makanan dan minuman yang akan dilakukan di masing-masing sekolah taman
kanak-kanak. Sedangkan untuk data riwayat keluarga dengan konstipasi dan data
lainnya akan didapatkan melalui pengisian kuesioner oleh orang tua/wali anak di
rumah masing-masing. Semua data dikumpulkan setelah mendapatkan persetujuan
dari orang tua/wali.
MANFAAT KEIKUTSERTAAN
Manfaat secara langsung dari penelitian ini pada anak Bapak/Ibu adalah dapat
diketahui apakah anak Bapak/Ibu menderita konstipasi atau tidak dan jika
didapatkan menderita konstipasi akan segera disarankan untuk memeriksakan diri
ke dokter/puskesmas. Manfaat tidak langsung dari penelitian ini adalah dengan
diketahuinya angka kejadian konstipasi pada anak diharapkan dapat menjadi

74

masukan kepada pemegang kebijakan untuk melakukan edukasi, terutama anak


sekolah taman kanak sehingga jika ditemukan adanya konstipasi akan
mendapatkan penanganan yang segera. Selain itu juga diharapkan hasil penelitian
ini dapat menjadi masukan untuk pusat-pusat pelayanan kesehatan.
RISIKO
Tidak ada risiko yang diterima dengan ikut serta dalam penelitian ini. Informasi
mengenai anak akan dirahasiakan secara hukum.
KERAHASIAAN & HAK
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya sesuai
hukum yang berlaku. Semua informasi mengenai anak hanya akan dilihat dari
nomor studi. Dokumen yang menghubungkan nama anak dan nomor studi akan
dirahasiakan dan dipisahkan dari data penelitian lain.
Bapak/Ibu memiliki hak untuk memutuskan mengikutsertakan atau tidak
mengikutsertakan anak Bapak/Ibu dalam penelitian ini. Keputusan Bapak/Ibu
adalah atas dasar kesukarelaan dan diberikan dalam bentuk tulisan tangan.
BIAYA
Penelitian ini dilakukan tanpa biaya apapun kepada Bapak/Ibu atau anak
Bapak/Ibu.
CONTACT PERSON
Apabila Bapak/Ibu kurang mengerti atau kurang jelas terhadap penelitian ini,
Bapak/Ibu dapat menghubungi peneliti :
dr. Floria Eva
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar
Nomor telepon: 081311025818
Email: dr_floriaeva@yahoo.com

75

KESEDIAAN UNTUK BERPARTISIPASI DALAM PENELITIAN


Nomor studi

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama

Pekerjaan

Alamat

Nomor Telepon/HP :
Orang tua/wali dari:
Nama Anak

Usia

Nama TK

Kelas

Menerangkan bahwa setelah membaca sepenuhnya penjelasan tentang penelitian


Prevalensi Konstipasi dan Hubungan Konsentrasi Jumlah Asupan Serat Makanan
Sebagai Faktor Risiko Konstipasi Pada Anak, menyatakan kesediaan untuk
mengikutsertakan anak saya dalam penelitian ini.
Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan sesungguhnya dan penuh
kesadaran untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Denpasar,.............................
Peneliti

Orangtua/wali

(dr. Floria Eva)

(.............................................)

76

Lampiran 5. Kuisioner Penelitian


KUESIONER PENELITIAN
PREVALENSI KONSTIPASI DAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA
KONSTIPASI PADA ANAK
Petunjuk pengisian:
1. Untuk pertanyaan A,B diharapkan mengisi jawaban sesuai dengan
kolom yang tersedia dan memilih satu jawaban dengan memberikan tanda
(X) pada jawaban yang dipilih.
2. Untuk pertanyaan C diharapkan mengisi konsumsi makanan sehari-hari
selama 3 hari pada kolom yang tersedia.
NO
TANGGAL
NAMA SEKOLAH
KELAS

:
:
:
:

A. IDENTITAS ANAK
1. Nama anak

2. Usia/Tgl. Lahir

tahun,

3. Jenis kelamin

( ) Laki-laki

4. Alamat

5. Nomor telepon

6. Berat badan

7. Tinggi Badan

8. Jumlah saudara kandung :


9. Riwayat penyakit sebelumnya :

B. Riwayat Penyakit ( Sesuai Kriteria Rome III)


8. Berapa kali Buang Air Besar (BAB) dalam 1 minggu?
( ) 1 x/ minggu

( ) > 2x/ minggu

( ) 2x/ minggu

9. Bagaimana bentuk tinja (berdasarkan Bristol stool)?

77

( ) Perempuan

( ) Cair (Tipe 7)

( ) Keras (tipe 2)

( ) Lembek (Tipe 6)

( ) Sangat Keras (tipe 1)

( ) Biasa (Tipe 4)
10. Bagaimana ukuran tinja?
( ) Kecil

( ) Besar

( ) Biasa
11. Apakah anak merasa tidak puas setelah BAB (merasa ada sisa tinja)?
( ) Ya

( ) Tidak

12. Apakah ada BAB kecepirit?


( ) Ya

( ) Tidak

13. Apakah ada BAB di celana dalam jumlah banyak?


( ) Ya

( ) Tidak

14. Apakah ada nyeri saat BAB?


( ) Ya

( ) Tidak

15. Apakah BAB anak dalam jumlah banyak di WC?


( ) Ya

( ) Tidak

16. Lama riwayat tidak bisa BAB?


( ) < 2 bulan

( ) > 2 bulan

17. Berapa banyak minum air putih setiap hari?


( ) < 7 gelas

( ) 7 gelas

18. Apakah ayah,ibu atau saudara kandung memiliki gejala konstipasi?


( ) Ya

( ) Tidak

19. Riwayat pemberian susu sejak lahir sampai usia 6 bulan?


( ) ASI ekslusif

( ) Susu Formula

20. Bila riwayat pemberian susu formula sejjak lahir apakah pernah timbul gejala
gatal, pilek, sesak?
( ) ya

( ) tidak

78

C. Riwayat asupan makanan dan minuman harian


Data 24 jam Food Recall

No

Hari

Jenis
makanan/minuman

URT

Gram

Keterangan

(Konsentrasi jumlah asupan serat makanan =............................................ )

79

80

81

Constipation Module Rome III

1. How often did

0 Never

you have discomfort or pain anywhere

1 One day a week

in your abdomen?

2 > 1 day a week


3 Every day

2. Have you had this discomfort or pain


1 week or longer?

0 No
1 Yes

3. How often did this discomfort or pain

0 Never or rarely

get better or stop after you had a

1 Sometimes

bowel movement?

2 Often
3 Most of the time
4 Always

4. When this discomfort or pain started,

0 Never or rarely

did you have more frequent bowel

1 Sometimes

movements?

2 Often
3 Most of the time
4 Always

5. When this discomfort or pain started,

0 Never or rarely

did you have less frequent bowel

1 Sometimes

movements?

2 Often

82

3 Most of the time


4 Always
6. When this discomfort or pain started,

0 Never or rarely

were your stools (bowel movements)

1 Sometimes

looser?

2 Often
3 Most of the time
4 Always

7. When this discomfort or pain started,


how often did you have harder stools?

0 Never or rarely
1 Sometimes
2 Often
3 Most of the time
4 Always

8. How often did

0 Never or rarely

you have fewer than three bowel

1 Sometimes

movements (0-2) a week?

2 Often
3 Most of the time
4 Always

9. How often did

0 Never or rarely

you have hard or lumpy stools?

1 Sometimes
2 Often
3 Most of the time
4 Always

83

10. How often did you


strain during bowel movements?

0 Never or rarely
1 Sometimes
2 Often
3 Most of the time
4 Always

11. How often did

0 Never or rarely

you have a feeling of incomplete

1 Sometimes

emptying after bowel movements?

2 Often
3 Most of the time
4 Always

12. How often did


you have a sensation that the stool

0 Never or rarely
1 Sometimes

could not be passed, (i.e., blocked), 2 Often


when having a bowel movement?

3 Most of the time


4 Always

13. How often did you press


on or around your bottom or

0 Never or rarely
1 Sometimes

remove stool in order to complete 2 Often


a bowel movement?

3 Most of the time


4 Always

84

14. how often did you

0 Never or rarely

have difficulty relaxing or letting 1 Sometimes


go to allow the stool to come out

2 Often

during a bowel movement?

3 Most of the time


4 Always

15. How often did

0 Never or rarely

you have loose, mushy or watery

1 Sometimes

stools?

2 Often
3 Most of the time
4 Always

85

Lampiran 6. Daftar Komposisi Bahan Makanan 2009

86

Lampiran 7. Hasil Analisis Data


Karakteristik Subjek
jenis kelamin
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

perempuan

145

45.9

45.9

45.9

laki laki

171

54.1

54.1

100.0

Total

316

100.0

100.0

umur
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

50

15.8

15.8

15.8

162

51.3

51.3

67.1

104

32.9

32.9

100.0

Total

316

100.0

100.0

riwayat keluarga konstipasi


Cumulative
Frequency
Valid

ya

Percent

Valid Percent

Percent

41

13.0

13.0

13.0

tidak

275

87.0

87.0

100.0

Total

316

100.0

100.0

87

riwayat pemberian susu formula


Cumulative
Frequency
Valid

ya

Percent

Valid Percent

Percent

45

14.2

14.2

14.2

tidak

271

85.8

85.8

100.0

Total

316

100.0

100.0

Asupan cairan
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

< 7 gelas/hari

85

26.9

26.9

26.9

> 7 gelas/hari

231

73.1

73.1

100.0

Total

316

100.0

100.0

Diet serat
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

< umur + 5 gram

75

23.7

23.7

23.7

> umur + 5 gram

241

76.3

76.3

100.0

Total

316

100.0

100.0

konstipasi
Cumulative
Frequency
Valid

ya

Percent

Valid Percent

Percent

48

15.2

15.2

15.2

tidak

268

84.8

84.8

100.0

Total

316

100.0

100.0

88

Analisis Bivariat
Riwayat keluarga konstipasi dengan konstipasi
Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

(2-sided)

sided)

sided)

df
a

.000

240.841

.000

187.460

.000

248.134
b

Asymp. Sig.

Fisher's Exact Test

.000

Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

247.349

.000

316

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,23.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for riwayat

Lower

Upper

1335.000

162.624

10959.190

33.537

16.914

66.496

For cohort konstipasi = tidak

.025

.004

.174

N of Valid Cases

316

keluarga konstipasi (ya /


tidak)
For cohort konstipasi = ya

89

.000

Riwayat pemberian susu formula dengan konstipasi


Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

(2-sided)

sided)

sided)

df
a

.000

227.955

.000

177.224

.000

234.777
b

Asymp. Sig.

Fisher's Exact Test

.000

Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

234.034

.000

316

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,84.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for riwayat

Lower

Upper

386.571

108.370

1378.957

35.273

16.883

73.697

For cohort konstipasi = tidak

.091

.036

.233

N of Valid Cases

316

pemberian susu formula (ya /


tidak)
For cohort konstipasi = ya

90

.000

Asupan cairan dengan konstipasi


Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.000

116.889

.000

111.116

.000

120.742
b

df

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.000

Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

120.359

.000

316

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,91.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Asupan cairan

Lower

Upper

60.902

20.760

178.665

29.894

11.076

80.686

For cohort konstipasi = tidak

.491

.394

.612

N of Valid Cases

316

(< 7 gelas/hari / > 7


gelas/hari)
For cohort konstipasi = ya

91

.000

Asupan serat dengan konstipasi


Chi-Square Tests
Exact
Asymp. Sig. Sig. (2Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

(2-sided)

.000

139.902

.000

126.796

.000

144.293
b

df

sided)

Fisher's Exact Test

Exact Sig.
(1-sided)

.000

Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

143.836

.000

316

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,39.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Diet serat (<

Lower

Upper

84.097

28.279

250.092

35.347

13.131

95.146

For cohort konstipasi = tidak

.420

.321

.551

N of Valid Cases

316

umur + 5 gram / > umur + 5


gram)
For cohort konstipasi = ya

92

.000

Analisis Multivariat

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)
B

Step 1

Riwayat

S.E.

Wald

df

Sig.

Exp(B)

Lower

Upper

5.291

1.670

10.038

.002

196.617

7.524

524..042

2.242

.912

6.047

.014

9.616

1.576

56.245

cairan(1)

1.877

.943

3.960

.047

6.535

1.029

41.509

serat(1)

3.589

1.182

9.229

.002

36.212

3.574

366.924

Constant

-5.999

1.066

31.648

.000

.002

Keluarga
konstipasi(1
)
Riwayat
Susu
formula(1)

a. Variable(s) entered on step 1: penyakit, susu, cairan, serat.

93

Anda mungkin juga menyukai