Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Demam
kesehatan

Berdarah

Dengue

(DBD)

masih

merupakan

masalah

penting di Asia dan dunia. Data menunjukkan jumlah kasus

baru DBD di dunia meningkat 30 kali dalam 50 tahun ini. Setiap tahun
sekitar setengah juta orang di dunia mengalami DBD berat, seringkali
diikuti dengan syok dan pendarahan. Sebanyak 40% penduduk dunia ada
dalam risiko untuk mendapat sakit DBD.Tiga perempat dari orang yang
terkena DBD di wilayah Asia-Pasifik (Bhatt, 2013).
Berdasarkan
diperkirakan

catatan

World

Health

Organization

(WHO),

500.000 pasien DBD membutuhkan perawatan di rumah

sakit dalam setiap tahunnya dan sebagian besar penderitanya adalah


anak-anak.

Ironisnya,

sekitar

2.5%

diantara

pasien

anak

tersebut

diperkirakan meningggal dunia (Mufidah, 2012).


Penyakit ini pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953 dan
selanjutnya menyebar ke berbagai Negara Negara. Menurut data CDC
sekitar 2.5 milyar peduduk atau 40% dari populasi dunia menempati
wilayah yang memiliki resiko terhadap penularan DBD. DBD menjadi
endemic tidak kurang dari 100 negara di Asia pasifik, amerika, Afrika,
Karibia (CDC, 2011).
Sampai saat ini penyakit Demam berdarah Dengue (DBD) masih
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Terkhusus kejadian DBD Di Provinsi Se Sulawesi selatan tahun 2016
tertinggi dilaporkan terjadi 528 kasus , tercatat lebih dari 3 kali lipat
dibandingkan jumlah tahun sebelumnya. Penelitian bertujuan mengetahui

resiko pengetahuan, kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA), prakrik


menguras

TPA,

perilaku

menghilangkan

barang

bekas,

perilaku

menggunakan obat anti nyamuk, dan riwayat keterpaparan terhadap


kejadian DBD di Kabupatern/Kota Se Sulawesi selatan 2016.

Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun 2010 jumlah


kasus DBD pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah
kematian akibat DBD sebesar 1.358 orang . inciden Rate (IR)

penyakit

DBD pada tahun 2010 adalah 65,7 per 100.000 penduduk dengan Case
Fatality Rate ( CFR ) sebanyak 0,87%. Pada tahun 2009 IR penyakit DBD
sebesar 68,22 per 100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR)
0,86% (Kemenkes RI,2011).
Pada tahun 2009, provinsi dengan CFR tertinggi adalah kep. Bangka
Belitung 4,58%, Sedangkan CFR terendah terdapat di Provinsi Sulawesi
Barat, dimana tidak ada kasus meninggal, dan DKI Jakarta sebesar 0,11%.
Di Sulawesi Selatan, menurut laporan dari subdin P2&PL tahun
2004, telah di laporkan kejadian penyakit demam berdarah sebanyak
2.598 penderita (termasuk data Sulawesi Barat) dengan kematian 19
orang (CFR=0,7%). Pola kejadian tersebut berlangsung antara januariapril, juni, oktober dan desember (Memasuki musim penghujan ). Jumlah
kasus teringgi terjadi di Kota Makassar, Kab.Gowa dan barru. Untuk tahun
2005, tercatat jumlah penderita DBD sebanyak 2.975 dengan kematian 57
orang (CFR=1,92%). Sementara untuk tahun 2006, kasus DBD dapat
ditekan dari 3.164 kasus tahun 2005 menjadi 2.426 kasus (22,6%) pada
tahun 2006, demikian pula angka kematian (CFR) dari 1,92% turun
menjadi 0,7 % pada tahun 2006, dengan kelompok penduduk yang
terbanyak terserang adalah pada anak sekolah (5-14 tahun ) sebesar
55%, kelompok usia anak balita (1-4 Tahun) sebesar 16% dan usia di atas
45 tahun serta usia dibawah 1 tahun masing masing sebesar 2%.

Pada tahun 2007 kasus DBD kembali meningkat dengan jumlah


kasus sebanyak 5.333 kasus dan jumlah kasus yang terbesar berada di
kab.Bone

(1030)kasus,

menyusu

kota

Makassar

(452)kasus,

Kab.

Bulukumba (376) kasus, Kab.Pangkep(358) Kasus.


Kasus DBD di Sulawesi Selatan pada tahun 2008 kategori tinggi
pada kab. Bone, Bulukumba, Pinrang, Makassar dan Gowa,sedangkan
kabupaten/kota yang tidak terdapat kasus DBD yaitu Kab. Luwu Utara,
Tator, Enrekang, Maros, Jeneponto dan selayar. CFR DBD di Sulawesi
Selatan pada tahun 2008 sebesar 0,83. Sedangkan pada kab./kota
tertinggi yaitu di Luwu utara (14,29), menyusul Maros (13,33), Pinrang
(3,42), Sidrap (1,61), kemudian Wajo, Makassar, ParePare,Gowa dan bone
masing masing di bawah 1,5 (Achmar, 2011).
Dari data yang dilansir P2PL pada awal januari 2016 ini, sebanyak
528 kasus demam berdarah yang terjadi di sulsel. Dan dari data
sementara yang dilansir sebanyak 7 orang pasien penderita demam
berdarah meninggal dunia. Dan jika data ini diambil dari rekap Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) di 24 kabupaten/kota se Sulawesi selatan.
Angka kematian teringgi dari data saat ini dari kabupaten Bone, sebanyak
3 penderita DBD meninggal dunia dan jumlah penderita DBD terbanyak
dari Kabupaten Luwu Utara (AR, 2016).
Oleh karena itu masih cukup tingginya kasus DBD di Sulawesi
Selatan khususnya di daerah Polewali Mandar, maka perlu dilakukan
penelitian mengenai karakteristik dari penderita demam berdarah .

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian

Anda mungkin juga menyukai