Pasien Pribadi Uti
Pasien Pribadi Uti
KASUS
: An. J
: Laki laki
Alamat
: Kp. Sumur utara aliyah No.50, Klender Duren Sawit Jakarta Timur
Agama
: Islam
No RM
: 2269288
Tanggal Masuk
Tanggal Keluar
: 10 -10- 2016
Ruang rawat
1.2 ANAMNESIS
Alloanamnesis pada tanggal 7 oktober 2016 pukul 22.00 WIB dengan ibu pasien di Bougenvile Bawah dan berdasarkan
data dari rekam medis.
Keluhan Utama
Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit
Keluhan Tambahan
Batuk, pilek. Timbul ruam di belakang telinga, wajah
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak empat hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami demam. Demam dirasa tinggi mendadak dan terus
menerus sepanjang hari. Suhu diukur menggunakan termometer mencapai 39 C. Malamnya pasien dibawa berobat ke
klinik dan diberi obat penurun panas yaitu paracetamol sirup yang diberi 3x, pagi siang dan malam, setelah dikonsumsi
keluhan tidak kunjung membaik. Kejang dan menggigil disangkal.
Dua hari SMRS, demam dirasa makin meningkat namun suhu tidak diukur. Keluhan demam diikuti dengan batuk
pilek. Batuk dirasa berdahak namun tidak bisa dikeluarkan. Batuk tidak disertai adanya darah. Pilek berwarna bening dan
cair. Mata tampak merah dan berair. Kejang, keluar cairan dari telinga, mimisan, gusi berdarah disangkal. BAK normal,
BAB normal tidak mencret, frekuensi ganti pampers 2-3 kali sehari. Muntah disangkal, pasien minum ASI eksklusif,
makanan Mpasi tidak rutin diberikan..
10
Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien masih demam, suhu yang diukur hingga 40 C menggunakan termometer.
Batuk masih dirasa, sesak disangkal. Keesokan harinya, ibu pasien membawa nya ke IGD Persahabatan. Sesampainya di
IGD persahabatan, pasien timbul bercak kemerahan yang timbul dari belakang telinga hingga ke wajah. Bercak kemerahan
tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin. Batuk masih dirasakan sedangkan demam dirasa agak turun.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
Alergi
Asma
Campak
Kejang
Demam berdarah
Riwayat alergi
Asma
Campak
Demam berdarah
(-).
(+) ibu pasien.
(-).
(-).
11
Pasien tinggal di rumah sendiri bersama kedua orang tua dan neneknya. Rumah pasien tidak berdekatan dengan
sungai dan tempat pembuangan sampah. Saluran pembuangan di sekitar rumah tidak bersumbat. Ventilasi serta
pencahayaan yng dinilai cukup. Keadaan lingkungan pasien diakui cukup bersih. Sumber air dari PAM. Ayah pasien
bekerja karyawan swasta, sedangkan ibu pasien adalah ibu rumah tangga. Menurut ibu pasien penghasilan cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari hari.Tetangga tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.
Kesan: riwayat sosioekonomi pasien cukup baik
Kehamilan
: Ibu pasien (G1P1A0) rutin kontrol ANC sebanyak 4x ke bidan dan dokter spesialis. Riwayat
asma(+), hipertensi (-), perdarahan (-). Tidak konsumsi obat obatan, tidak pernah konsumsi alkohol.
Persalinan
: Lahir sc ditolong bidan. Usia Kehamilan 39 minggu langsung menangis, gerak aktif, cacat
disangkal, sianosis disangkal. Berat Lahir = 3300 gram, Panjang Badan = 45 cm, lingkar kepala tidak tahu.
0 7 Bulan
12
Riwayat Imunisasi
Umur
Vaksin
0 Bulan
1 Bulan
2 Bulan
4 Bulan
6 Bulan
Hep B, polio
Hep B
BCG, DPT, polio
DPT, Polio
DPT, Polio
Ranah Perkembangan
- Tangan dan kaki gerak aktif
- Bereaksi terhadap bunyi lonceng
-
Mengangkat
tengkurap
Tersenyum
kepala
3 bulan
- Tertawa
- Kepala tegak ketika didudukan
4 bulan
Tengkurap
5 bulan
ketika
13
6 bulan
7 bulan
Mengambil makanan
Kesadaran
: compos mentis
Nadi
Respirasi
Suhu
: 38 C
Berat badan
: 8,4 kg
Panjang badan
: 65 cm
Lingkar kepala
: 45 cm
PB/U
BB/PB
Kepala
Rambut
Mata
: konjungtiva anemis +/+, sklera ikteris -/-, palpebra cekung -/-, air mata -/-, pupil isokor 2 mm/2
mm, refleks cahaya +/+, mata merah (+)
Hidung
Mulut
Telinga
: sekret -/-
Leher
Thoraks
Cor
Pulmo
: simetris saat pernafasan statis dan dinamis, sonor redup, suara nafas bronkhovesikuler +/+,
ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
: pembesaran (-)
15
Genitalia
Ekstremitas
: akral hangat (+), CRT <3 detik, edema (-), sianosis (-)
Kulit
Hasil
7- 10 -2016
Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin
8,0 (L)
13.0-18.0 g/dl
8,89
5-10 ribu/mm3
Netrofil
30,2(L)
50-70%
Limfosit
59,6 (H)
25-40%
Monosit
10,0 (H)
2-8%
Eosinofil
0.0 (L)
2-4%
Basofil
0.2
0-1%
Eritrosit
4.4
4.5-6.5 juta/uL
27,2 (L)
34-40 %
Leukosit
Hitung Jenis :
Hematokrit
16
334
150-440 ribu/mm3
MCV
61,3 (L)
80-100 fL
MCH
18,0 (L)
26-34 pg
MCHC
29,4 (L)
32-36%
19.3
11.5-14.5 %
Trombosit
RDW-CV
RESUME
Pasien An. J laki laki usia 7 bulan datang dengan keluhan demam empat hari SMRS. Demam timbul mendadak, dan
terus menerus sepanjang hari. Suhu diukur menggunakan termometer mencapai 39 C. Selain demam pasien juga
17
mengalami batuk dan pilek. Satu hari sebelum masuk rumah sakit, demam pasien agak meninggi hingga 40 C. Keesokan
paginya Ibu pasien membawa nya ke IGD Persahabatan dan pasien timbul bercak kemerahan yang timbul dari belakang
telinga hingga ke wajah.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38 C, konjungtiva anemis, mata merah, tampak bercak kemerahan di
belakang telinga hingga ke wajah. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia mikrositik hipokrom, limfositosis.
DIAGNOSA BANDING:
Rubela
Eksantema subtikum
DIAGNOSA PASTI
Morbili stadium erupsi
PENATALAKSANAAN
a. IVFD KaEN 1B
Berat badan: 8,4 kg
18
Tetes per menit (makro): 840 ml/hari x 20 tetes = 11,6 = 12 tetes per menit (makro)
24 jam x 60 menit
b. Paracetamol. Dosis = 10-15 mg/KgBB/ hari = 84mg- 126 mg = 120 mg/hari= 3x40 mg
c. Vit A 1x 100.000 2 hari
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
Quo ad sanationam
: ad bonam
FOLLOW UP
Jumat, 07-10-16
Sabtu, 08-10-2016
Minggu. 09-10-2016
Senin, 10-10-2016
22.00 WIB
12.00 WIB
12.30 WIB
10.00 WIB
19
Keluhan (S)
Hari ke-1 :
-
Demam (+)
Ruam merah
Hari ke-2 :
-
Hari ke 4:
(+) di belakang
(+) di belakang
Demam (-)
Ruam merah (+) di belakang telinga,
telinga, wajah,
telinga, wajah,
dan leher
Batuk (+),
leher, lengan
perut, punggung,
atas,punggung,
dan seluruh
pilek (+)
Kejang (-)
Perdarahan
dan perut
Batuk (+),
spontan (-)
Kontak campak
pilek (+)
Kejang (-)
Perdarahan
ekstremitas
Batuk (+)
Perdarahan spontan
(-)
BAB biasa
spontan (-)
BAB biasa
(-)
Demam (+)
Ruam merah
Hari ke-3:
20
di
Pemeriksaan
Fisik
rambut
tidak
mudah dicabut
- Mata :
tidak
mudah dicabut
- Mata :
rambut
matacekung (-/-),
(-/-),
konjungtiva
konjungtiva
anemis
(+/+),
sclera
(-/-)
Hidung
anemis
ikhterik
:
NCH
(-/-)
Hidung
ikhterik
:
tidak
mudah
NCH
konjungtiva
anemis
(+/+),
sclera
ikhterik (-/-)
Hidung : NCH (-/-),
(-/-)
Mulut : Mukosa basah (-),
sekret (-/-)
Mulut : Mukosa basah
(+/+)
sclera
normocephal
dicabut
- Mata : mata cekung
matacekung (-/-),
anemis
rambut
(+/+),
(-/-)
(-), Bibir sianosis (-)
Ekstremitas
: akral hangat,
gallop (-)
(-/-), sekret (-/-)
Mulut : Mukosa -
wheezing (-/-)
wheezing (-/-)
Abdomen:
21
Cor :
Cor :
- Bunyi Jantung I-II - Bunyi Jantung I-II
normal,
Inspeksi : Datar,
Auskutasi:
bising
normal,
usus(+)
bising
normal
turgor kembali
cepat
Ekstremitas
hangat,
normal
turgor kembali
cepat
akral Ekstremitas
Capillary
hangat,
usus(+)
akral
kemerahan
kemerahan di belakang
telinga,
wajah,
leher,
Capillary
sianosis (-)
sianosis (-)
Kulit:
Tampak Kulit:
Tampak
bercak kemerahan
bercak kemerahan
di belakang telinga,
di belakang telinga,
muka,
wajah,
leher dan
lengan atas
leher
,punggung, lengan
atas dan perut
Pemeriksaan
22
di
penunjang
Hb
: 8,0 (L)
Hb
: 8,0 (L)
Ht
: 27,2 (L)
Ht
: 26,5 (L)
Eritrosit: 4,44
Eritrosit: 4,44
MCH
MCH
: 18,0 (L)
: 17,9 (L)
Trombosit: 334
Trombosit: 352
Leukosit: 8,89
Leukosit : 7,00
Basofil : 0,2
Basofil
Monosit : 7,0
Retikulosit
: 0,2
Absolut : 43100
relatif
: 0,97
Urinalisa:
Dalam
batas
normal
A
-Observasi febris ec
- Morbili
-Anemia
Morbili
anemia
Morbili
Anemia defisiensi besi
23
ISPA
P
anemia
defisiensi besi
suspek
defisiensi besi
- IVFD KAEN 1B 12 - IVFD KAEN 1B 12 - Paracetamol
tpm makro
tpm
- Paracetamol syrup 10- - Paracetamol
HRB ec alergi
syrup
cth /hari
syrup - Salbutamol 4x0,25 mg.
Tremenza 4x1 mg
15 mg/kgbb/ hari.
3x40 mg/ hari
Kenacort 4x3 mg
- Salbutamol
0,2mg/
120 mg= 3x 40 mg
Vit A 3x 100.000 (2)
kgbb/hari= 4x0,25
mg.
Tremenza
0,25-1
1-2mg/
kgbb/hari
8,4- 16,8 mg= 4x3
mg
Vit A 3x 100.000 (2
hari)
24
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Morbili atau juga disebut dengan Campak, Measles, Rubeola merupakan penyakit akut yang sangat menular,
disebabkan oleh infeksi virus yang pada umumnya menyerang anak. Virus campak dapat menyebabkan penyakit akut pada
anak yang dimulai dari traktus respiratorius bagian atas, selanjutnya menyebar ke organ dan jaringan sehingga
mengakibatkan pelbagai gejala klinis. 1,2
2.2 Epidemiologi
Campak merupakan penyakit endemis, terutama dinegara sedang berkembang. Di Indonesia penyakit campak sudah
dikenal sejak lama. Di masa lampau campak dianggap sebagai suatu hal yang harus dialami setiap anak, sehingga anak
yang terkena campak tidak perlu diobati, mereka beranggapan bahwa penyakit campak dapat sembuh sendiri bila ruam
sudah keluar. Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam yang keluar semakin baik. Dari penelitian retrospektif dilaporkan
bahwa campak di Indonesia ditemukan sepanjang tahun. Studi kasus campak yang dirawat inap dirumah sakit selama
25
kurun waktu lima tahun, memperlihatkan peningkatan kasus pada bulan Maret dan mencapai puncak pada bulan Mei,
Agustus, September dan Oktober.3
Di Indonesia, menurut survei Kesehatan Rumah Tangga, campak menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 penyakit utama
pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak umur 1-4 tahun (0,77%)3
Telah diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi
sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering dijumpai adalah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis
(6,7%) dan lain-lain (7,9%).4
2.3 Etiologi
Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan genus Morbili virus. Sampai saat ini hanya diketahui
1 tipe antigenik yang mirip dengan virus Parainfluenza dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring, darah
dan urin paling tidak selama masa prodromal hingga beberapa saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme
yang tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur kamar selama 3-5 hari virus
kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam
pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam temperatur 35C, beberapa hari pada suhu 0C, dan tidak aktif pada pH
rendah.4
26
2.4 Patologi
Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit, membran mukosa nasofaring, bronkus, saluran pencernaan, dan
konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat eksudat serosa dan proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel
polimorfonuklear. Karakteristik patologi dari Campak ialah terdapatnya distribusi yang luas dari sel raksasa berinti banyak
yang merupakan hasil dari penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa yang muncul adalah (1) sel WarthinFindkeley yang ditemukan pada sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil, appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel
raksasa yang muncul terutama pada epitel saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama terdapat di sekitar kelenjar sebasea
dan folikel rambut. Terdapat reaksi radang umum pada daerah bukal dan mukosa faring yang meluas hingga ke jaringan
limfoid dan membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial karena virus campak menyebabkan terbentuknya sel
raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia yang terjadi mungkin disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.5
Pada kasus ensefalomielitis terdapat demielinisasi vaskuler dari area di otak dan medula spinalis. Terdapat degenerasi dari
korteks dan substansia alba dengan inclusion body intranuklear dan intrasitoplasmik pada subacute sclerosing
panencephalitis.6
2.5 Patogenesis
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan
infeksi pada seseorang. Lokasi utama infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama
pada saluran nafas sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran pertama virus campak ke jaringan
27
limfatik regional yang menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari
virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus
campak juga terjadi di lokasi pertama infeksi.5
Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak
secara umum. Kulit, konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ lainnya dapat
terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai
puncaknya dan kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama infeksi virus campak akan
bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit, dan makrofag.5
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri
sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus
pneumonia dapat terjadi pada kasus campak.3
Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit
Hari
Manifestasi
28
2-3
Viremia primer
3-5
5-7
Viremia sekunder
7-11
Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran
nafas
11-14
15-17
29
Stadium prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang berlangsung selama 2 hingga 5 hari.
Gejala utama yang muncul adalah demam yang terus meningkat hingga mencapai puncaknya suhu 39,4- 40,6 ^C pada hari
ke 4 atau 5 yaitu pada saat ruam muncul. Selain itu biasanya terdapat batuk, pilek dan konjungtivitis. Inflamasi konjungtiva
dan fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat pada
konjungtuva dapat menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila seluruh
bagian konjungtiva telah terkena radang8
Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada hari ke-101 infeksi. Koplik spot adalah
suatu bintik putih keabuan sebesar butiran pasir dengan areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik.
30
Tersering ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain dari
rongga mulut seperti palatum, juga di bagian tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 2 hari sebelum
timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada akhir masa prodromal, dinding
posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.7
Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu pada saat stadium erupsi. Ruam muncul pada
saat puncak gejala gangguan pernafasan dan saat suhu berkisar 39,5C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang
tidak terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi
makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian
ruam akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3
munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai
dengan urutan munculnya.6
Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai
menghilang akan tampak berwarna kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan
maka muncullah deskuamasi kecokelatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit berbanding lurus dengan gambaran
ruam yang muncul. Pada infeksi campak yang berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian kulit, termasuk
telapak tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak sehingga sulit dikenali.6
31
2.7 Diagnosis
Penyakit campak dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinis yang klasik menurut CDC (Centre for Disease Control and
Prevention) dengan kriteria sebagai berikut:8
1. Terdapat ruam papulomakuler menyeluruh yang terjadi dalam waktu 3 hari atau lebih
2. Demam 38,3 C (101F)
3. Terdapat salah satu dari gejala berikut, batuk, koriza/pilek atau konjungtivitis
Tetapi gejala klinis pada penyakit campak sering mengalami modifikasi misalnya penyakit campak dapat timbul tanpa
disertai demam dan tanpa timbul ruam-ruam pada kulit. Hal seperti ini sering terjadi pada anak atau bayi yang sangat
muda, penderita dengan immunokompresi, anak dengan malnutrisi atau bisa pada anak yang sebelumnya telah mendapat
imunisasi campak. Kerana banyak penderita menunjukkan gejala yang tidak jelas, maka untuk memastikan diagnosis perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium.7,8
1. Pemeriksaan darah rutin
Biasanya ditemukan leukositosis dan peningkatan LED namun jarang ditemukan
2. Deteksi virus
32
a. Virus campak dapat ditemukan pada sel mononuclear darah tepi, sekresi saluran nafas, usapan konjugtiva
dan dalam urin. Tetapi virus campak sangat sulit ditemukan, sehingga pemeriksaan untuk menemukan virus
jarang digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit campak.
b. Sel epitel yang berasal dari nasofaring, mukosa bukalis, konjugtiva atau urin dapat digunakan untuk
pemeriksaan sitologi secara langsung untuk melihat sel raksasa dan mendeteksi antigen dengan
menggunakan antibodi terhadap protein N virus. Protein ini paling banyak ditemukan pada sel yang
terinfeksi.
c. Pemeriksaan jaringan langsung pada penderita dengan immunocompromised karena respon antibodinya
tidak terbentuk.
d. RNA virus dapat dideteksi dengan reverse transcription dan diamplifikasi memakai PCR, teknik ini belum
digunakan secara luas untuk menegakkan diagnosis.
3. Mendeteksi antibodi
Diagnosis penyakit campak paling sering ditegakkan dengan pemeriksaan serologi. Menggunakan sampel saliva atau
serum. Antibodi IgM muncul bersamaan dengan munculnya ruam pada kulit dan sebagian besar dideteksi 3 hari
sesudah munculnya ruam. Antibodi IgM meningkat cepat dan kemudian menurun hingga tidak dapat dideteksi setelah
4-12 minggu. IgG sebaiknya diperiksa pada sampel yang sama untuk mengetahui apakah sudah pernah terinfeksi atau
sudah pernah mendapat imunisasi.
33
Saat pengambilan serum yang tepat untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium adalah:
a. Usapan tenggorokan dan saliva diambil dalam 6 minggu sesudah munculnya gejala untuk pemeriksaan antibodi
IgM spesifik campak dan mendeteksi RNA virus.
b. Sampel darah diambil dalam 6 minggu sesudah munculnya gejala untuk mendeteksi antibodi IgM spesifik virus
dan RNA virus
c. Sampel darah umumnya diambil pada fase akut (1-7 hari setelah munculnya rum pada kulit) dan pada fase
konvalesen untuk mendeteksi antibodi IgG spesifik campak. Positif jika terjadi kenaikan titer antara fase akut dan
konvalesen 4 kali lipat.
34
4. Demam skarlatina. Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda patognomonik berupa lidah berwarna
merah stroberi serta tonsilitis eksudativa atau membranosa.9
Campak yang termodifikasi
Penyakit campak yang termodifikasi muncul pada orang yang hanya memiliki setengah daya tahan terhadap campak. Hal
tersebut dapat diakibatkan riwayat penggunaan serum globulin maupun pada anak usia kurang dari 9 bulan karena masih
terdapatnya antibodi campak transplasental dari ibu. Ditandai dengan gejala penyakit yang lebih ringan. Stadium
prodromal akan menjadi lebih pendek. Batuk, pilek dan demam lebih ringan. Bercak Koplik lebih sedikit dan kurang jelas,
namun dapat juga tidak muncul sama sekali. Ruam yang muncul sama dengan infeksi campak klasik, tetapi tidak bersifat
konfluens. Pada beberapa orang, infeksi campak yang termodifikasi ini dapat tidak memberikan gejala apapun.5
2.9 Penyulit
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi
bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa penyulit campak adalah :
a) Bronkopneumonia
35
Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat disebabkan oleh invasi langsung virus campak
maupun infeksi sekunder oleh bakteri (Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophyllus
influenza). Ditandai dengan adanya ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu
menurun, gejala pneumonia karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang masih akan bertahan selama
beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi
mukosa saluran nafas yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan antibiotik diperlukan agar tidak
muncul akibat yang fatal.9
b) Encephalitis
Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala encephalitis biasanya timbul pada stadium
erupsi dan dalam 8 hari setelah onset penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak akan
timbul pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri
kepala, kelainan frekuensi nafas, twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi ini antara lain
adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak tersebut.8
c) Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik gejala terjadinya deteriorisasi tingkah
laku dan intelektual yang diikuti kejang. Merupakan penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7
tahun setelah infeksi campak pertama kali. Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak
perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif dan fatal. Anak yang belum
36
mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah
mendapat vaksinasi.3
d) Konjungtivitis
Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat
menimbulkan hipopion, pan oftalmitis dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.8
e) Otitis Media
Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi.
f) Diare
Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna sehingga mengganggu fungsi normalnya
maupun sebagai akibat menurunnya daya tahan penderita campak
g) Laringotrakheitis
Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga dibutuhkan tindakan trakeotomi.
h) Jantung
37
Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun jantung seringkali terpengaruh efek dari
infeksi campak, jarang terlihat gejala kliniknya.
i) Black measles
Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang ditandai dengan ruam kulit konfluen
yang bersifat hemoragik. Penderita menunjukkan gejala encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi
perdarahan ekstensif dari mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata.4
2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi,
antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A
100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan
untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk
meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total.5
Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau adanya penyulit. Pengobatan
dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang timbul.3
2.11 Pencegahan
38
1. Imunisasi aktif
Diberikan vaksin campak pada umur 9 bulan dan 6 tahun dengan dosis 1000 TCID50 atau sebanyak 0.5 ml secara
subkutan.
2. Imunisasi Pasif (Imunoglobulin)
Indikasi :
Anak usia > 12 bulan dengan immunocompromised belum mendapat imunisasi, kontak dengan pasien campak, dan
vaksin MMR merupakan kontraindikasi.
Bayi berusia < 12 bulan yang terpapar langsung dengan pasien campak mempunyaii resiko tinggi untuk
berkembangnya komplikassi penyakit ini, maka harus diberikan immunoglobulin sesegera mungkin dalam waktu 7
hari paparan. Setelah itu vaksin MMR diberikan sesegera mungkin sampai usia 12 bulan, dengan interval 3 bulan
setelah pemberian immunoglobulin.
Pemberian imunisasi campak pada usia kurang dari 12 bulan memerlukan imunisasi ulang pada usia 15 bulan karena
vaksin dinetralisasi oleh antibodi maternal sedang pemberian imunisasi campak pada usia lebih dari 12 bulan atau 15 bulan
tidak perlu imunisasi ulang, karena dapat memperlihatkan serokonversi yang maksimum dan daya proteksi vaksin
mencapai 95-100 persen jika diberikan pada usia lebih dari 12 bulan.10
2.12 Prognosis
39
Pada penyakit campak yang tidak disertai dengan komplikasi maka prognosisnya baik. Sedangkan pada campak yang
disertai komplikasi (misal ensefalitis dan pneumonia) maka prognosisnya buruk karena dapat menimbulkan kecacatan
seumur hidup meskipun jarang ditemukan. Penyakit campak juga merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang
penting pada anak-anak yang mengalami malnutrisi sehingga harus diwaspadai.10
40
BAB 5
KESIMPULAN
Morbili atau Campak merupakan penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus RNA famili
paramyxoviridae dengan genus Morbili yang pada umumnya menyerang anak pada usia kurang dari 12 bulan, diikuti
kelompok umur 1-4 tahun dan 5-14 tahun.
Gejala penyakit campak dikategorikan dalam tiga stadium yaitu stadium inkubasi, stadium prodormal (kataral), dan
stadium erupsi yang dimanifestisasikan dengan demam, konjugtivitis dan bercak koplik kira-kira 10 hari setelah terinfeksi
virus.
Penyakit campak dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinis yang klasik menurut CDC (Centre for Disease Control and
Prevention) dengan kriteria terdapat ruam papulomakuler menyeluruh yang terjadi dalam waktu 3 hari atau lebih, demam
38,3 C (101F) dan terdapat salah satu dari gejala, batuk, koriza/pilek atau konjungtivitis.
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi
bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa penyulit campak adalah bronkopenumonia, ensefalitis, konjungtivitis,
Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE), miokarditis, otitis media dan sebagainya.Pengobatan campak bersifat
suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila
terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A.
41
42
FKUI/RSCM menunjukkan bahwa 75% dari 47 anak yang mempunyai kadar hemoglobin normal, sudah
memperlihatkan kekurangan besi yaitu 1 anak berada dalam stadium-I dan 34 anak berada dalam stadium II . Hasil
penelitian lain menunjukkan bahwa 115 dari 383 murid sekolah dasar yang mempunyai kadar hemoglobin normal, telah
menunjukkan penurunan kadar besi dalam serumnya.10 Gejala Klinis Gejala dari keadaan deplesi besi maupun defisiensi
besi tidak spesifik.13 Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yaitu penurunan kadar
feritin/saturasi transferin serum dan kadar besi serum. Pada ADB gejala klinis terjadi secara bertahap. Kekurangan zat besi
di dalam otot jantung menyebabkan terjadinya gangguan kontraktilitas otot organ tersebut. 11 Pasien ADB akan
menunjukkan peninggian ekskresi norepinefrin; biasanya disertai dengan gangguan konversi tiroksin menjadi
triodotiroksin. Penemuan ini dapat menerangkan terjadinya iritabilitas, daya persepsi dan perhatian yang berkurang,
sehingga menurunkan prestasi belajar kasus ADB.13 Anak yang menderita ADB lebih mudah terserang infeksi karena
defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan fungsi neutrofil dan berkurangnya sel limfosit T yang penting untuk
pertahanan tubuh terhadap infeksi.14 Perilaku yang aneh berupa pika, yaitu gemar makan atau mengunyah benda tertentu
antara lain kertas, kotoran, alat tulis, pasta gigi, es dan lain lain, timbul sebagai akibat adanya rasa kurang nyaman di
mulut. Rasa kurang nyaman ini disebabkan karena enzim sitokrom oksidase yang terdapat pada mukosa mulut yang
mengandung besi berkurang.10 Dampak kekurangan besi tampak pula pada kuku berupa permukaan yang kasar, mudah
terkelupas dan mudah patah. Bentuk kuku seperti sendok (spoon-shaped nails) yang juga disebut sebagai kolonikia terdapat
pada 5,5% kasus ADB.7,8 Pada saluran pencernaan, kekurangan zat besi dapat menyebabkan gangguan dalam proses
epitialisasi. Papil lidah mengalami atropi. Pada keadaan ADB berat, lidah akan memperlihatkan permukaan yang rata
karena hilangnya papil lidah. Mulut memperlihatkan stomatitis angularis dan ditemui gastritis pada 75% kasus ADB. 11
Diagnosis Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan adanya anemia dan penurunan kadar besi di dalam
serum. Cara lain dengan pemeriksaan sitokimia jaringan hati atau sum-sum tulang, tetapi cara ini sangat invasif. Pada
43
daerah dengan fasilitas laboratorium yang terbatas, Markum (1982) mengajukan beberapa pedoman untuk menduga adanya
anemia defisiensi yaitu (1) adanya riwayat faktor predisposisi dan faktor etiologi, (2) pada pemeriksaan fisis hanya terdapat
gejala pucat tanpa perdarahan atau organomegali, (3) adanya anemia hipokromik mikrositer, dan (4) adanya respons
terhadap pemberian senyawa besi.
Pengobatan Bila diagnosis defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan harus segera dimulai untuk mencegah
berlanjutnya keadaan ini. Pengobatan terdiri atas pemberian preparat besi secara oral berupa garam fero (sulfat, glukonat,
fumarat dan lain-lain), pengobatan ini tergolong murah dan mudah dibandingkan dengan cara lain.10 Pada bayi dan anak,
terapi besi elemental diberikan dengan dosis 3-6 mg/kg bb/hari dibagi dalam dua dosis, 30 menit sebelum sarapan pagi dan
makan malam; penyerapan akan lebih sempurna jika diberikan sewaktu perut kosong. Penyerapan akan lebih sempurna
lagi bila diberikan bersama asam askorbat atau asam suksinat. Bila diberikan setelah makan atau sewaktu makan,
penyerapan akan berkurang hingga 40-50%.13 Namun mengingat efek samping pengobatan besi secara oral berupa mual,
rasa tidak nyaman di ulu hati, dan konstipasi, maka untuk mengurangi efek samping tersebut preparat besi diberikan segera
setelah makan.4,11Penggunaan secara intramuskular atau intravena berupa besi dextran dapat dipertimbangkan jika respon
pengobatan oral tidak berjalan baik misalnya karena keadaan pasien tidak dapat menerima secara oral, kehilangan besi
terlalu cepat yang tidak dapat dikompensasi dengan pemberian oral, atau gangguan saluran cerna misalnya malabsorpsi.
Cara pemberian parenteral jarang digunakan karena dapat memberikan efek samping berupa demam, mual, ultikaria,
hipotensi, nyeri kepala, lemas, artralgia, bronkospasme sampai reaksi anafilatik. Respons pengobatan mula-mula tampak
pada perbaikan besi intraselular dalam waktu 12-24 jam. Hiperplasi seri eritropoitik dalam sumsum tulang terjadi dalam
waktu 36-48 jam yang ditandai oleh retikulositosis di darah tepi dalam waktu 48-72 jam, yang mencapai puncak dalam 5-7
hari. Dalam 4-30 hari setelah pengobatan didapatkan peningkatan kadar hemoglobin dan cadangan besi terpenuhi 1-3 bulan
setelah pengobatan.10 Untuk menghindari adanya kelebihan besi maka jangka waktu terapi tidak boleh lebih dari 5 bulan.
44
Transfusi darah hanya diberikan sebagai pengobatan tambahan bagi pasien ADB dengan Hb 6 g/dl atau kurang karena pada
kadar Hb tersebut risiko untuk terjadinya gagal jantung besar dan dapat terjadi gangguan fisiologis. 12 Transfusi darah
diindikasikan pula pada kasus ADB yang Disini tampak bahwa bukan hanya jumlah yang penting tetapi dalam bentuk apa
besi itu diberikan. Anak yang sudah menunjukkan gejala ADB telah masuk ke dalam lingkaran penyakit, yaitu ADB
mempermudah terjadinya infeksi sedangkan infeksi mempermudah terjadinya ADB. Oleh karena itu antisipasi sudah harus
dilakukan pada waktu anak masih berada di dalam stadium I & II. Bahkan di Inggris, pada bayi dan anak yang berasal dari
keluarga dengan sosial ekonomi yang rendah dianjurkan untuk diberikan suplementasi besi di dalam susu formula.
DAFTAR PUSTAKA
45
1. Chen R.T. Measles antibody : reevaluation of protective titers. J Infect Dis.2013. h 1036-1042.
2. Perry R.T., Halsey N.A. The clinical significance of measles. Oxford journals. 2014. h 189-196.
3. Soedarmo, SSP. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Edisi Kedua. 2012. h
109-118.
4. Soegeng Soegijanto. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2002 Hal. 125.
5. Cherry J.D. Feign R.D. Textbook of pediatric infectious disease, 4th edition, WB Saunders, Philadepia. 2008. h 18891891.
6. Phillips C.S. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson Textbook of Pediatrics. 12th edition. Japan. IgakuShoin/Saunders. 1983. h.743.
7. Soedarto. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya : Airlangga University Press. 2007
8. Setiawan. I Made. Penyakit Campak. Jakarta : Sagung Seto. 2008.
9. Alan R. Tumbelaka. Pendekatan Diagnostik Penyakit Eksantema Akut dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk.
(ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.2002. h. 113.
10. Padri, Salma. Efikasi Vaksin Campak pada Balita (15-59 bulan). Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Departmen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. 2006.
11. Profil Kesehatan Indonesia 2000. Departemen Kesehatan RI. Pusat data kesehatan Jakarta, 2000. h. 201-2.
12. Bogen DL, Duggan Ak, Dover GJ, Wilson MH. Screening for iron deficiency anemia by dietary history in a high-risk
population. Pediatrics 2000; 105:1254-9.
46
13. Staff pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Buku kuliah I Ilmu Kesehatan Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
tahun 2000 Hal. 343-5, dikutip dari Abdulsalam M. Aspek Klinis dan pencegahan anemia defisiensi. Dalam: Nasar SS,
Agoesman S 2000
47