Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

ENSEFALITIS PADA ANAK

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan

Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. Lilis Diah Hendrawati, Sp.A

Disusun Oleh :
Mohamad Ali Hardityan Febrianto

1420221171

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN Veteran JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN
Periode 12 September 2016 - 18 November 2016

LEMBAR PENGESAHAN
Referat dengan judul :
ENSEFALITIS PADA ANAK

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan

Disusun Oleh :
Mohamad Ali Hardityan Febrianto

1420221171

Telah disetujui oleh Pembimbing :


Nama Pembimbing

dr. Lilis Diah Hendrawati, SpA

Tanda Tangan

Tanggal

.........................................................

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Referat dengan judul
Ensefalitis Pada Anak.Kasus inimerupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit
Umum Pusat Persahabatan.
Referat ini membahas mengenai Ensefalitis pada anak, penyakit ini merupakan suatu
penyakit yang perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan komplikasi yang dapat
terjadi pada penyakit ini, dapat menimbulkan kecacatan dan kematian pada anak dengan
prevalensi yang cukup tinggi.Hanya sebagian masalah kecil yang penulis bahas, namun
diharapkan laporan kasus ini bisa memberikan sedikit pengetahuan kepada para pembaca
mengenai penyakit ini.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada dr. Lilis Diah Hendrawati, Sp.A selaku dokter pembimbing dan pihak pihak
lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini banyak terdapat
kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca.Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi yang membaca nya.Aamiin.

Jakarta, November 2016

Penulis

Daftar Isi

Lembar Pengesahan.........................................................................................................1
Kata Pengantar.................................................................................................................2
Daftar Isi...........................................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ENSEFALITIS ANAK..............................................5
II.1 Definisi....................................................................................................................5
II.2 Etiologi....................................................................................................................5
II.3 Epidemiologi...........................................................................................................6
II.4 Patofisiologi.............................................................................................................7
II.5 Manifestasi Klinis ................................................................................................. 8
II.6 Pemeriksaan Fisik ................................................................................................... 9
II.7 Pemeriksaan Penunjang........................................................................................ 10
II.8 Diagnosis...............................................................................................................11
II.9 Penatalaksanaan......................................................................................................13
II.10 Prognosis..............................................................................................................16
II.11 Pencegahan...........................................................................................................16
BAB III KESIMPULAN................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................19

BAB I
PENDAHULUAN
Ensefalitis merupakan proses inflamasi inflamasi pada parenkim otak yang
menyebabkan disfungsi serebral, baik bersifat difus atau terlokalisir. Ensefalitis umumnya
merupakan proses akut, tetapi dapat pula merupakan ensefalitis pasca infeksi, penyakit kronik
degeneratif, atau infeksi virus yang berjalan lambat. Meskipun secara primer mengenai
parenkim otak, namun selaput meninges biasanya dapat terkena juga (meningoensefalitis).1,2
Infeksi virus merupakan penyebab utama ensefalitis akut, meskipun bakteri, fungi,
dan sistem autoimun juga dapat menyebabkan ensefalitis.Virus herpes simpleks (HSV),
arbovirus, dan enterovirus merupakan penyebab tersering ensefalitis. Laporan kasus dari
seluruh dunia melaporkan insidensi ensefalitis akut bervariasi dari 3,5-7,4/100.000 orang, dan
mencapai 16/100.000 pada anak-anak.1-3
Mengingat bahwa ensefalitis lebih melibatkan susunan saraf pusat dibandingkan
meningitis yang hanya menimbulkan rangsangan meningeal, seperti kaku kuduk, maka
penanganan penyakit ini harus diketahui secara benar.Karena gejala sisanya pada 20-40%
penderita yang hidup adalah kelainan atau gangguan pada kecerdasan, motoris, penglihatan,
pendengaran secara menetap. 1,2
Tentunya keadaan seperti diatas tidak terjadi dengan begitu saja,tetapi hal tersebut
dapat terjadi apabila infeksi pada jaringan otak tersebut mengenai pusat-pusat fungsi otak.
Karena ensefalitis secara difus mengenai anatomi jaringan otak, maka sukar untuk
menentukan secara spesifik dari gejala klinik kira-kira bagian otak mana saja yang terlibat
proses peradangan itu.1,2
Angka kematian untuk ensefalitis masih relatif tinggi berkisar 35-50% dari seluruh
penderita.Sedangkan yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam
perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental dan masalah tingkah
laku.2

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi
4

Ensefalitis merupakan proses inflamasi inflamasi pada parenkim otak yang


menyebabkan disfungsi serebral, baik bersifat difus atau terlokalisir. Ensefalitis umumnya
merupakan proses akut, tetapi dapat pula merupakan ensefalitis pasca infeksi, penyakit kronik
degeneratif, atau infeksi virus yang berjalan lambat. Meskipun secara primer mengenai
parenkim otak, namun selaput meninges biasanya dapat terkena juga (meningoensefalitis).1,2
Secara teori, ensefalitis merupakan diagnosis patologis yang hanya bisa dibuat bila
sudah ada konfirmasi jaringan (otopsi atau biopsi otak).Tentu saja pengertian ini tidak dapat
diterapkan secara praktis. Oleh karena itu, kebanyakkan pasien dapat didiagnosis dengan
ensefalitis jika didapatkan manifestasi klinis yang sesuai dan tanda-tanda inflamasi otak,
seperti sel-sel inflamatori pada cairan serebrospinal (CSS) atau perubahan pada gambaran
otak yang menandakan adanya inflamasi.3
II.2 Etiologi
Infeksi virus merupakan penyebab utama ensefalitis akut, meskipun bakteri, fungi,
dan sistem autoimun juga dapat menyebabkan ensefalitis.Virus herpes simpleks (HSV),
arbovirus, dan enterovirus merupakan penyebab tersering ensefalitis.Virus herpes simpleks
tipe 1 (HSV-1) merupakan penyebab penting ensefalitis berat, dan sporadik pada anak-anak
dan dewasa, yang biasanya terjadi secara terlokalisir. Virus herpes simpleks tipe 2 (HSV-2)
merupakan penyebab ensefalitis berat yang terjadi secara difus pada neonatus, yang biasanya
mengalami kontak dengan virus dari ibunya melalui jalan lahir.1-4
Arbovirus merupakan agen arthropod-borne, yang

sering

menyebabkan

meningoensefalitis pada musim panas.Nyamuk dan kutu merupakan vektor tersering, yang
menyebarkan penyakit ke manusia dan vertebrata lainnya, seperti kuda, setelah menggigit
burung atau binatang kecil lainnya yang terinfeksi.Enterovirus merupakan virus RNA kecil,
dengan lebih dari 80 serotipe yang teridentifikasi. Tingkat keparahan penyakit yang
disebabkan dapat bervariasi, dari yang ringan, dapat sembuh sendiri sampai ensefalitis berat,
yang dapat menyebabkan kematian atau sekuele signifikan lainnya.4
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan salah satu penyebab penting
ensefalitis subakut pada anak dan remaja, yang dapat bermanifestasi sebagai demam akut,
meskipun lebih sering muncul secara perlahan. Penyebab laindari ensefalitis adalah virus
varicella zooster (VZV), Cytomegalovirus (CMV) virus Eipstein-Barr (EBV), virus campak,
virus mumps, dan virus rubella.Japanese encephalitis virus (JEV) merupakan penyebab
ensefalitis virus terbanyak di Asia. Ensefalitis akibat JEV merupakan penyakit musiman,
yang sering terjadi pada daerah hangat di bulan Juni sampai September.1-4
Bakteri yang sering berhubungan dengan ensefalitis adalah M. tuberculosis, Listeria
monocytogenes, dan Mycoplasma pneumoniae, serta spesies Borrelia dan Rickettsia.Parasit
5

dan fungi jarang menjadi penyebab ensefalitis, dan biasanya mengenai pasien
imunokompromis.Balamuthia mandrillaris dan Baylisascaris procyonis diidentifikasi sebagai
parasit penyebab ensefalitis.Cryptococcus neoformans dan Coccidioides immitis merupakan
fungi penyebab ensefalitis utama.Penyebab non-infeksius pada ensefalitis adalah proses
demielinisasi pada ensefalomielitis disseminata akut (acute disseminated encephalomyelitis,
ADEM). ADEM adalah berkembangnya berbagai manifestasi klinis neurologis secara tibatiba yang berkaitan dengan proses inflamasi, penyakit demielinisasi otak, dan sumsum tulang
belakang. ADEM umumnya terjadi setelah seorang anak terjangkit infeksi virus seperti
campak dan cacar air, atau vaksinasi, dan memiliki manifestasi klinis menyerupai multiple
sclerosis.1,2
II.3 Epidemiologi
Laporan kasus dari seluruh dunia melaporkan insidensi ensefalitis akut bervariasi dari
3,5-7,4/100.000 orang, dan mencapai 16/100.000 pada anak-anak. Usia, musim, lokasi
geografis, kondisi iklim regional, dan sistem kekebalan tubuh manusia berperan penting
dalam perkembangan dan tingkat keparahan penyakit. Di AS, terdapat 5 virus utama yang
disebarkan nyamuk: West Nile, Eastern Equine Encephalitis, Western Equine Encephalitis
, La Crosse, dan St. Louis Encephalitis. Tahun 1999, terjadi wabah virus West Nile
(disebarkan oleh nyamuk Culex)di kota New York. Virus terus menyebar hingga di seluruh
AS. Insidensi di USA dilaporkan 2.000 atau lebih kasus viral ensefalitis per tahun, atau kirakira 0,5 kasus per 100.000 penduduk.
Virus Japanese Encephalitis adalah arbovirus yang paling umum di dunia (virus yang
ditularkan oleh nyamuk pengisap darah atau kutu) dan bertanggung jawab untuk 50.000
kasus dan 15.000 kematian per tahun di sebagian besar dari Cina, Asia Tenggara, dan anak
benua India.4
Kejadian terbesar adalah pada anak-anak di bawah 4 tahun dengan kejadian tertinggi
pada mereka yang berusia 3-8 bulan.1

VIRUS

Sporad
ik

Rabies
Herpes simplex
Herpes zoster
Limfogranuloma
Mumps
Lymphocytic
choriomeningitis

pasca morbili
pasca varisela
pasca rubela
pasca vaksinia
pasca mononukleosis
infeksious dan jenis
jenis yang mengikuti
infeksi traktus
respiratorius yang
tidak spesifik.
Gambar 1 : Klasifikasi Robin untuk Etiologi pada Ensefalitis ,3

Epidemi
k

Golongan
enterovirus
Golongan virus
ARBO

Pasca infeksi

II.4 Patofisiologi
Cara masuk virus spesifik tergantung virusnya.Banyak virus yang ditransmisikan
antar manusia, meskipun pada banyak kasus ensefalitis HSV dipikirkan sebagai reaktivasi
virus yang dorman di ganglion trigeminus. Nyamuk dan kutu menyebarkan arbovirus, dan
virus rabies ditransmisikan melalui gigitan binatang yang terinfeksi atau terekspos terhadap
sekresi binatang tersebut.2,3
Secara umum, virus bereplikasi di luar SSP dan masuk ke SSP baik melalui
penyebaran secara hematogen (pada arbovirus dan enterovirus) atau dengan berjalan
sepanjang jalur saraf (seperti virus rabies, HSV, dan VZV). Patofisiologi pada infeksi virus
lambat, seperti pada SSPE yang disebabkan oleh virus measles masih belum dimengerti
sepenuhnya.2,3
Ketika sudah melalui sawar darah-otak, virus masuk ke neuron sel. Kerusakan
neurologis disebabkan oleh invasi langsung atau destruksi jaringan neuron oleh virus yang
aktif bermultiplikasi atau oleh reaksi host terhadap antigen virus. Jaringan otak yang terkena
biasanya dikarakterisasikan dengan adanya kongesti meningeal dan infiltrasi sel
mononuclear, timbunan sel plasma dan limfosit di perivaskular, nekrosis beberapa jaringan
perivaskular dengan mielin yang terputus, serta gangguan neuronal pada berbagai tingkat,
mencakup neuronofagia, dan proliferasi epitel atau nekrosis.2,4
7

Patogenesis ensefalitis virus seringkali merupakan campuran sitopatologi virus


langsung dengan respons inflamasi parainfeksius atau postinfeksiusatau respons yang
dimediasi sistem imun.Pada kebanyakkan virus, parenkim otak dan sel neuronal terinfeksi
secara primer, namun pada beberapa virus, pembuluh darah dapat terserang, menyebabkan
adanya komponen vaskulitis. Proses demielinisasi yang menyertai infeksi juga dapat terjadi.3
Lokasi regional yang berhubungan dengan beberapa virus disebabkan oleh reseptor
membran sel neuron yang ditemukan pada lokasi spesifik pada otak. Sebagai contohnya,
predileksi HSV pada lobus lobus temporal pars medial dan pars inferior, namun terkadang
dapat juga mengenai lobus frontal atau parietal sebagai akibat dari proses demielinisasi.2-4
Berbeda dengan virus yang langsung mengenai substansia grisea, ADEM dan PIE,
yang biasanya disebabkan oleh infeksi measles, dan berhubungan dengan infeksi EBV dan
CMV, merupakan proses yang dimediasi sistem imun yang menyebabkan demielinisasi
multifokal di sekeliling vena pada substansia alba.
Kelainan / Defisit Neurologis yang terjadi disebabkan oleh:
1. Invasi dan pengrusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang
biak.
2. Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat demielinisasi,
kerusakan vaskular dan paravaskular. Sedangkan virusnya sendiri sudah tidak ada dalam
jaringan otak.
3. Reaksi aktivitas virus neurotopik yang bersifat laten
II.5 Manifestasi Klinis
Onset ensefalitis akibat virus biasanya akut, dan biasanya didahului dengan gejala
prodromal flu-like yang tidak spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit
kepala, dan keluhan abdominal selama beberapa hari. Keluhan ini akan diikuti oleh gejala
yang lebih khas seperti letargi yang progresif, perubahan perilaku, dan defisit neurologis.
Manifestasi klinis yang biasanya terlihat pada anak yang lebih tua adalah sakit kepala dan
hiperestesia, dan pada bayi biasanya iritabilitas dan letargi.Sakit kepala biasanya sering pada
daerah frontal atau pada seluruh kepala.Pada adolesen seringkali mengeluhkan adanya nyeri
retrobulbar.Demam, mual dan muntah, fotofobia, dan nyeri pada leher, punggung, dan kaki
biasa terjadi. Seiring dengan meningkatnya suhu tubuh, dapat ditemukan gangguan
kesadaran, yang dapat berlanjut sampai stupor, disertai dengan gerakan tidak terkendali dan
kejang.1-4

Umumnya gejala pada pasien diawali dengan suhu yang mendadak naik, seringkali
ditemukan hiperpireksia. Kesadaran dengan cepat menurun,.Anak besar, sebelum kesadaran
menurun, sering mengeluh nyeri kepala.Muntah sering ditemukan.Pada bayi, terdapat jeritan
dan perasaan tak enak pada perut.5
Kejang-kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya twitching saja.Kejang dapat
berlangsung berjam-jam.5
Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau bersamasama, misalnya paresis atau paralisis, afasia dan sebagainya.Gejala batang otak meliputi
perubahan refleks pupil, defisit saraf kranial dan perubahan pola pernafasan.5
Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan mencapai meningen.Pada
kelompok pasca infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat membantu diagnosis.
Pada japanese B ensefalitis, semua bagian susunan saraf pusat dapat.

meradang.gejalanya yaitu nyeri kepala, kacau mental, tremor lidah bibir dan tangan, rigiditas
pada lengan atau pada seluruh badan, kelumpuhan dan nistagmus.Rabies memberi gejala
pertama yaitu depresi dan gangguan tidur, suhu meningkat, spastis, koma pada stadium
paralisis.5
Ensefalitis herpes simpleks dapat bermanifestasi sebagai bentuk akut atau
subakut.Pada fase awal, pasien mengalami malaise dan demam yang berlangsung 1-7
hari.Manifestasi ensefalitis dimulai dengan sakit kepala, muntah, perubahan kepribadian dan
gangguan daya ingat.Kemudian pasien mengalami kejang dan penurunan kesadaran.Kejang
dapat berupa fokal atau umum.Kesadaran menurun sampai koma dan letargi.Koma adalah
faktor prognosis yang sangat buruk, pasien yang mengalami koma sering kali meninggal atau
sembuh dengan gejala sisa yang berat.Pemeriksaan neurologis sering kali menunjukan
hemiparesis.Beberapa kasus dapat menunjukan afasia, ataksia, paresis saraf cranial, kaku
kuduk dan papil edema.5
II.6 Pemeriksaan Fisik
Secara umum, penemuan penting pada pemeriksaan fisik anak dengan ensefalitis
mencakup tanda-tanda meningism (fontanella yang menonjol pada bayi dan kekakuan leher
atau tanda Kernig positif pada anak yang lebih tua).Namun, tanda-tanda ini tidak spesifik
terhadap ensefalitis. Penting juga untuk secara cepat menilai tingkat koma dan melihat tandatanda neurologis abnormal yang memberikan petunjuk adanya peningkatan tekanan
intrakranial, yang mencakup skor koma rendah, peningkatan tekanan darah, bradikardia,

respons pupil abnormal, fleksi abnormal, atau ekstensi terhadap stimulus nyeri, pola napas
yang terganggu dan papilloedema.3
Anak dengan ensefalitis juga dapat mengalami kejang ringan, yang penting untuk
segera dikenali.Gagal mengontrol kejang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial, peningkatan aktivitas metabolisme, asidosis, dan vasodilatasi. Tanda-tanda
kejang yang disebabkan oleh ensefalitis mencakup deviasi mata tonik, nistagmus, atau
pergerakan klonik wajah atau anggota gerak atau adanya gangguan paroksismal denyut
jantung atau tanda-tanda vital lainnya.3
Secara jarang, anak dengan ensefalitis dapat mengalami gangguan pergerakan, yang
mencakup chorea atau diskinesia lainnya. Untuk anak-anak ini, penting dipikirkan virus
penyebab yang memiliki predileksi untuk menginfeksi basal ganglia, seperti arbovirus (JEV
atau WNV).3
II.7 Pemeriksaan Penunjang
Meskipun bakteri, fungi, dan kelainan autoimun dapat menyebabkan ensefalitis,
kebanyakkan kasus disebabkan oleh virus.Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan
adanya limfositosis pada ensefalitis akibat virus. Diagnosis ensefalitis virus ditunjang oleh
pemeriksaan CSS yang biasanya menunjukkan pleositosis limfositik, sedikit peningkatan
kadar protein CSS, dan kadar glukosa CSS yang normal. Adanya eosinofil pada CSS
menunjukkan adanya infeksi cacing, toxoplasma, Rickettsiae rickettsiii, atau M.
pneumoniae.Penurunan konsentrasi glukosa pada CSS menunjukkan bakteri, fungi, atau
protozoa sebagai penyebab ensefalitis.1,3,4
Tabel 1. Temuan CSS pada Berbagai Infeksi5

Pemeriksaan lain yang memiliki nilai potensial untuk mengevaluasi pasien yang
diduga mengalami meningoensefalitis virus mencakup elektroensefalogram (EEG) dan
pencitraan otak.EEG merupakan metode pemeriksaan definitif dan menunjukkan aktivitas
gelombang

yang

lambat

dan

difus,

walaupun

dapat

juga

ditemukan

kelainan

fokal.Pemeriksaan pencitraan otak dapat menunjukkan hasil normal, pembengkakkan


parenkim otak secara difus, atau abnormalitas fokal lainnya. Adanya fokus lesi di lobus
temporal pada EEG atau pencitraan, merupakan karakteristik infeksi HSV.1,4
Kultur darah dapat mendeteksi bakteri atau fungi. Penemuan klinis yang spesifik
harus disertai sampling dari tempat lain, seperti nasofaring, urin, feses dan tenggorokan.
10

Swab tenggorokan yang mengandung virus mengidentifikasikan virus respiratori, measles


atau enterovirus (kultur, PCR atau immunofluorescence), sedangkan aspirat nasofaring dapat
digunakan untuk mendeteksi virus respiratori (influenza A, parainfluenza, adenovirus)
menggunakan PCR, deteksi antigen atau kultur. Chlamydophila pneumoniae dan M.
pneumoniae dapat juga dideteksi menggunakan PCR swab tenggorokan. Pemeriksaan feses
dapat mengidentifikasi infeksi enterovirus, virus mumps atau virus measles melalui PCR atau
kultur. Jika terdapat vesikel, swab virus harus diambil dari vesikel untuk mendeteksi VZV
atau HSV menggunakan immunofluorescence atau PCR. Biopsi kulit atau lesi lain juga dapat
dipikirkan. Urin dapat dikultur untuk CMV, virus mumps atau virus measles.1-5
Pemeriksaan serologis dapat berguna untuk mengidentifikasi beberapa penyebab
ensefalitis. Antibodi IgM serum dan CSS atau peningkatan konsentrasi IgG dapat
mengidentifikasi infeksi HSV, VZV, CMV, EBV, adenovirus, virus influenza A dan B,
parainfluenza, enterovirus, rotavirus, M. pneumoniae, dan arbovirus. Reaktivitas silang
serologis di antara flavivirus (JEV, ensefalitis St.Louis, WNV) mempersulit diagnosis.1,4
Gold standard untuk menegakkan diagnosis ensefalitis adalah identifikasi agen
infeksius pada jaringan otak (biopsi otak).Pemeriksaan ini jarang dilakukan, namun berguna
untuk mengetahui kelainan pada pasien dengan kelainan neurologis fokal.Pemeriksaan ini
dapat dilakukan pada ensefalopati berat yang tidak menunjukkan adanya perbaikan klinis dan
diagnosis pasti tidak dapat ditegakkan. Biopsi otak dapat membantu untuk mengidentifikasi
infeksi arbovirus dan enterovirus, tuberkulosis, infeksi jamur, dan penyakit non infeksius,
terutama penyakit akibat vaskulopati di SSP dan keganasan.1,3

II.8 DIAGNOSIS
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pada sub bab manifestasi klinis, pemeriksaan
fisik dan penunjang bahwa gejala klinis, pemeriksaan fisik dan penunjang dapat membantu
untuk diagnosis, yang dirangkum dalam hal dibawah ini
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Manifestasi klinis ensefalitis sangat bervariasi dari yang ringan sampai yang berat.
Manifestasi ensefalitis biasanya bersifat akut tetapi dapat juga perlahan-lahan.5
Mulainya sakit biasanya akut, walaupun tanda-tanda dan gejala sistem saraf sentral
(SSS) sering didahului oleh demam akut non spesifik dalam beberapa hari.Pada anak,
manifestasi klinik dapat berupa sakit kepala dan hiperestesia, sedangkan pada bayi dapat

11

berupa iritabilitas dan letargi.Nyeri kepala paling sering pada frontal atau menyeluruh, remaja
sering menderita nyeri retrobulbar.
Biasanya terdapat gejala nausea dan muntah, nyeri di leher, punggung dan kaki, dan
fotofobia.Masa prodromal ini berlangsung antara 1-4 hari kemudian diikuti oleh tanda
ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari keterlibatan meningen dan parenkim serta
distribusi dan luasnya lesi pada neuron.Gejala-gejala tersebut dapat berupa gelisah,
perubahan perilaku, gangguan kesadaran, dan kejang.Kadang-kadang disertai tanda
neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia, dan paralisis saraf
otak.Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan sampai meningen. Selain itu,
dapat juga timbul gejala dari infeksi traktus respiratorius atas (mumps, enterovirus) atau
infeksi gastrointestinal (enterovirus) dan tanda seperti exantem (enterovirus, measles, rubella,
herpes viruses), parotitis, atau orchitis (mumps atau lymphocytic chotiomeningitis).[5,7,8]
2

Pemeriksaan Penunjang

-Pencitraan
Pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan patologi lain sebelum melakukan LP (lumbal
punksi) atau ditemukan tanda neurologis fokal. Pencitraan mungkin berguna untuk
memeriksa adanya abses, efusi subdural, atau hidrosefalus.9
Pada CT-scan dapat ditemukan edema otak dan hemoragik setelah satu
minggu.Pada virus Herpes didapatkan lesi berdensitas rendah pada lobus temporal, namun
gambaran tidak tampak tiga hingga empat hari setelah onset.CT-scan tidak membantu dalam
membedakan berbagai ensefalitis virus.5
MRI (magnetic resonance imaging) kepala dengan peningkatan gadolinium
merupakan pencitraan yang baik pada kecurigaan ensefalitis. Temuan khas yaitu peningkatan
sinyal T2-weighted pada substansia grisea dan alba. Pada daerah yang terinfeksi dan
meninges biasanya meningkat dengan gadolinium.Pada infeksi herpes virus memperlihatkan
lesi lobus temporal dimana terjadi hemoragik pada unilateral dan bilateral.8
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difus (aktivitas lambat
bilateral).Pada Japanese B encephalitis dihubungkan dengan tiga tanda EEG: 1)gelombang
delta aktif yang terus-menerus ;2)gelombang delta yang disertai spike (gelombang paku) ;
3)pola koma alpha.Pada St Louis ensefalitis karakteristik EEG ditandai adanya gelombang
delta yang difus dan gelombang paku tidak menyolok pada fase akut.Dengan asumsi bahwa
biopsi otak tidak meningkatkan morbiditas dan mortalitas, apabila didapat lesi fokal pada
12

pemeriksaan EEG atau CT-scan, pada daerah tersebut dapat dilakukan biopsi tetapi apabila
pada CT-scan dan EEG tidak didapatkan lesi fokal, biopsi tetap dilakukan dengan melihat
tanda klinis fokal. Apabila tanda klinis fokal tidak didapatkan maka biopsi dapat dilakukan
pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes simpleks.5
-Laboratorium
Biakan dari darah ,viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar
mendapatkan hasil yang positif dari cairan likour srebrospinalis atau jaringan otak ; dari feces
untuk jenis enterovirus,sering didapatkan hasil positif.
Analisis CSS (cairan serebrospinal) menunjukkan pleositosis (yang didominasi
oleh sel mononuklear) sekitar 5-1000 sel/mm3 pada 95% pasien. Pada 48 jam pertama infeksi,
pleositosis cenderung didominasi oleh sel polimorfonuklear, kemudian berubah menjadi
limfosit pada hari berikutnya. Kadar glukosa CSS biasanya dalam batas normal dan jumlah
ptotein meningkat. PCR (polymerase chain reaction) dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis ensefalitis.8,9
Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) pada cairan serebrospinal biasanya
positif lebih awal dibandingkan titer antibody. Pemeriksaan PCR mempunyai sensitivitas
75% dan spesifisitas 100% dan ada yang melaporkan hasil postif pada 98% kasus yang telah
terbukti dengan biposi otak.Tes PCR untuk mendeteksi West Nile virus telah dikembangkan
di California.PCR digunakan untuk mendeteksi virus-virus DNA.Herpes virus dan Japenese
B encephalitis dapat terdeteksi dengan PCR.
II.9 Penatalaksanaan
Terkecuali ensefalitis HSV, VZV, CMV, dan HIV, ensefalitis virus tidak memiliki
terapi spesifik.Terapi yang dilakukan bersifat suportif dan seringkali diperlukan perawatan di
unit intensif, tatalaksana kejang, deteksi berbagai kelainan elektrolit, dan bila diperlukan
tindakan pengontrolan ketat fungsi pernapasan, tindakan penurunan tekanan intrakranial, dan
pemeliharaan

tekanan

perfusi

serebral.Penyakit

ringan

hanya

memerlukan

terapi

simptomatik.Sakit kepala dan hiperestesia diterapi dengan istirahat, analgesik non-aspirin,


dan

pengurangan

cahaya,

bising,

dan

keramaian

pada

ruangan.Asetaminofen

direkomendasikan untuk demam. Agen opioid dan pengobatan untuk mengurangi nausea
dapat

berguna,

namun

bila

memungkinkan,

penggunaan

pada

anak-anak

harus

diminimalisasikan karena dapat membuat tanda dan gejala menjadi samar. Pemberian cairan
intravena dapat dibutuhkan karena intake oral yang buruk.Diuretik dapat diberikan pada
13

pasien dengan hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial. Benzodiazepin dapat


digunakan untuk mengobati kejang yang berhubungan dengan ensefalitis.1,2,4
Pemberian asiklovir intravena merupakan terapi pilihan untuk ensefalitis HSV dan
VZV.Infeksi CMV diterapi dengan menggunakan gansiklovir.Infeksi HIV dapat diterapi
dengan menggunakan kombinasi agen antiretroviral. Infeksi M. pneumoniae dapat diberikan
doksisiklin, eritromisin, azitromisin, atau klaritromisin, walaupun manfaat klinis pengobatan
ensefalitis mikoplasma masih tidak jelas.1,3,4
Pada kasus ADEM dan PIE diberikan kortikosteroid intravena dosis tinggi. Belum
dapat dijelaskan apakah perbaikan klinis terjadi akibat pemberian kortikosteroid pada kasus
ADEM ringan (yang dikenali melalui pemeriksaan MRI), lebih sedikitnya kasus ADEM berat
yang disebabkan campak, atau pengaruh peningkatan perawatan suportif.1,3

14

Gambar 2 Algoritma dan Penatalaksanaan Ensefalitis6


Selain diberikan pengobatan untuk kausatif nya, pengobatan pada ensefalitis dapat
diberikan obat-obatan simptomatik untuk mengatasi atau meringankan gejala-gejala yang ada
pada pasien, diantaranya dapat diberikan:
15

-Bila kejang dapat diberikan Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB IV atau Fenobarbital


-Bila demam dapat diberikan Paracetamol 10-15 mg/kgBB dan kompres dingin
-Bila didapatkan adanya gejala-gejala peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) dapat
diberikan Dexamethasone 1 mg/kgBB/hari dilanjutkan pemberian 0,25-0,5 mg/kgBB/hari.
Mannitol juga dapat diberikan dengan dosis 1,5-2 mg/kgBB IV dalam periode 8-12 jam
-Bila terdapat adanya gangguan menelan, dilakukan drainase postural ,aspirasi mekanis yang
periodik 3

II.10 Prognosis
Tindakan suportif dan rehabilitatif sangat penting setelah pasien sembuh dari fase
akut.Pada pasien yang bertahan hidup, gejala umumnya membaik beberapa hari sampai 2-3
minggu. Inkoordinasi motorik, gangguan konvulsi, ketulian total atau sebagian, dan gangguan
perilaku dapat menyertai infeksi SSP. Gangguan penglihatan akibat korioretinopati dan
ambliopia juga dapat terjadi. Sekuele ringan dari infeksi dapat terjadi pasca infeksi. Oleh
karena itu, evaluasi neurodevelopmental dan audiologi harus menjadi follow up rutin pada
anak yang sembuh dari meningoensefalitis virus.1,2,4
Kebanyakkan anak sembuh sempurna dari infeksi virus pada SSP, meskipun
prognosis bergantung pada tingkat keparahan klinis, organisme penyebab spesifik, status
imunitas pasien, gangguan neurologis sebelumnya, dan usia anak (usia <1 tahun memiliki
prognosis yang lebih buruk). Jika gejala klinis berat dan terdapat keterlibatan parenkim
substansial, prognosis menjadi lebih buruk, dengan defisit potensial pada intelektual, motorik,
psikiatrik, epileptik, visual, dan audiologi.2,4
Ensefalitis HSV yang tidak diobati memiliki tingkat mortilitas 50-75%, dan pasien
yang dapat sembuh meskipun tidak diobati, atau terlambat diobati memiliki disabilitas
motorik dan mental jangka panjang.Mortalitas pada ensefalitis HSV sekitar 20%, dan
outcome berhubungan dengan disabilitas yang terdapat pada saat pertama kali diterapi dengan
asiklovir. Sekitar 40% pasien yang sembuh memiliki gangguan belajar, gangguan memori,
kelanan neuropsikiatrik, epilepsi, defisit kontrol motor halus dan disartria ringan sampai
berat.2
Ensefalitis rabies dan ADEM 100% fatal, meskipun ada sedikit pasien yang dapat
sembuh pada literatur. Insidensi terjadinya relaps ADEM sekitar 14%, umumnya timbul
dalam waktu 1 tahun dengan manifestasi klinis yang sama maupun dengan manifestasi klinis
baru.1,2
II.11 Pencegahan
16

Early treatment (pengobatan awal) pada demam tinggi atau infeksi

Hindari menghabiskan waktu di luar rumah pada waktu senja ketika serangga aktif
menggigit.

Pengendalian nyamuk atau surveilans melalui penyemprotan

Indikasi seksio sesar jika ibu memiliki lesi aktif herpes untuk melindungi bayi baru
lahir

Imunisasi/vaksin anak terhadap virus yang dapat menyebabkan ensefalitis (mumps,


measles/campak)

Japanese Encephalitis dapat dicegah dengan 3 dosis vaksin ketika akan berpergian ke
daerah dimana virus penyebab penyakit ini berada. Menurut CDC (Centers for Disease
Control and Prevention), vaksin ini dianjurkan pada orang yang akanmenghabiskan waktu
satu bulan atau lebih di daerah penyebab penyakit ini dan selama musim transmisi. Virus
Japanese Encephalitis dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kematian.1,2

17

BAB III
KESIMPULAN
Ensefalitis merupakan proses inflamasi inflamasi pada parenkim otak yang
menyebabkan disfungsi serebral, baik bersifat difus atau terlokalisir. Ensefalitis umumnya
merupakan proses akut, tetapi dapat pula merupakan ensefalitis pasca infeksi, penyakit kronik
degeneratif, atau infeksi virus yang berjalan lambat. Meskipun secara primer mengenai
parenkim otak, namun selaput meninges biasanya dapat terkena juga (meningoensefalitis).1,2
Infeksi virus merupakan penyebab utama ensefalitis akut, meskipun bakteri, fungi,
dan sistem autoimun juga dapat menyebabkan ensefalitis.Virus herpes simpleks (HSV),
arbovirus, dan enterovirus merupakan penyebab tersering ensefalitis.Diagnosis untuk
Ensefalitis dapat didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan juga pemeriksaan
penunjang yang dapat mengarahkan kepada diagnosis ensefalitis pada anak.
Terkecuali ensefalitis HSV, VZV, CMV, dan HIV, ensefalitis virus tidak memiliki
terapi spesifik.Terapi yang dilakukan bersifat suportif dan seringkali diperlukan perawatan di
unit intensif, tatalaksana kejang, deteksi berbagai kelainan elektrolit, dan bila diperlukan
tindakan pengontrolan ketat fungsi pernapasan, tindakan penurunan tekanan intrakranial, dan
pemeliharaan tekanan perfusi serebral.
Kebanyakkan anak sembuh sempurna dari infeksi virus pada SSP, meskipun
prognosis bergantung pada tingkat keparahan klinis, organisme penyebab spesifik, status
imunitas pasien, gangguan neurologis sebelumnya, dan usia anak (usia <1 tahun memiliki
prognosis yang lebih buruk). Jika gejala klinis berat dan terdapat keterlibatan parenkim
substansial, prognosis menjadi lebih buruk, dengan defisit potensial pada intelektual, motorik,
psikiatrik, epileptik, visual, dan audiologi.2,4
`

18

19

Daftar Pustaka
1. Lewis DW. Ensefalitis. Dalam: Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman
RE (ed). Nelson ilmu kesehatan anak esensial. Ed 6. Singapura: Elsevier; 2014. h
746-8.
2. Howes

DS.

Encephalitis.

12

Oktober

2015.

Diunduh

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/791896-overview#a1, 31Oktober 2016.


3. Thompson C, Kneen R, Riordan A, Kelly D. Pollard AJ. Encephalitis in children.
Arch Dis Child. 2012;97(2):150-161.
4. Prober CG, Srinivas SN. Viral meningoencephalitis. In: Kliegman RM, Stanton BF, St
Geme JW, Schor NF (ed). Nelson textbook of pediatrics. 20th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2016. p 2946-8.
5. Infeksi sistem saraf pusat. Dalam: Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga;
2006. h 362-3.
6. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Workup. Richard G,
Bachur,MD.

Updated

on

April

19th,

2011.

Available

from

http://emedicine.medscape.com/article/802760-workup. Accessed Oktober 31,2016

7. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis. Richard G, Bathur,MD.


Updated

on

April

19th,

2011.

Available

from

http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview.Accessed Oktober 31,2016

20

Anda mungkin juga menyukai