Anda di halaman 1dari 59

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI PADA FRAKTUR DAN


PENYAKIT DEGENERATIF VERTEBRA

Disusun oleh:
Putri Nadhira

030.11.236

Nur Adam A.K

030.11.219

Firda Nurvaradita

030.11.104

Oryza Ajani

030.10.216

Khaula Luthfiyah

030.11.155

Pembimbing:
dr. Partogi, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 19 DESEMBER 2016 21 JANUARI 2017
JAKARTA

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rakhmatnya maka penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul Gambaran
Radiologi Fraktur dan Degeneratif pada Vertebra sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi periode 19 Desember 21 Januari 2017.
Tersusunnya referat ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,
maka pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada pembimbing dr. Partogi Sp.Rad dan juga kepada semua pihak yang turut
membantu dalam penyusunan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu diharapkan
kritik dan saran yang membangun. Semoga tugas referat yang telah dilaksanakan dapat
berguna juga bagi penulis maupun pembaca.

Jakarta, 12 Januari 2017

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..

DAFTAR ISI .

BAB I PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang ..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi
2.1.1 Struktur Vertebra ..

2.1.2 Stabilisasi ..

2.2 Fraktur Vertebra


2.2.1 Definisi

2.2.2 Etiologi

2.2.3 Epidemiologi

2.2.4 Jenis Fraktur.

2.3 Penyakit Degeneratif Vertebra


2.3.1 Spondilosis ..

32

2.3.2 Spondilolistesis.

35

2.3.3 Hernia Nukleus Pulposus .

49

BAB III DAFTAR PUSTAKA .

58

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Vertebra merupakan pelindung medulla spinalis dan serabut saraf, menyokong berat
badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33
ruas dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.1
Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh ligamen di depan
dan dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya absorbsi tinggi
terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma
tulang belakang harus dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama
dan transportasi ke rumah sakit harus diperlakukan dengan hati-hati.2,3
Trauma tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligamen, diskus dan
faset tulang belakang dan medulla spinalis. Penyebab trauma tulang belakang adalah
kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga (22%), terjatuh dari ketinggian (24%), dan
kecelakaan kerja.2,3
Gejala dari cedera vertebra bervariasi tergantung dari lokasi cedera. Cedera pada spinal
cord dapat menyebabkan kelemahan otot dan mati rasa pada tempat tempat tertentu. Jenis
cedera tulang belakang adalah keadaan kegawatdaruratan medis dan membutuhkan operasi
yang segera. Rentang waktu antara cedera dan penatalaksanaan dapat berpengaruh pada hasil
akhir.4
Degeneratif adalah istilah yang secara medis menerangkan adanya suatu kemunduran
proses fungsi sel, dari keadaan normal yang sekarang ke keadaan yang lebih buruk diiringi
dengan bertambahnya usia. Proses menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah
seorang dewasa sehat menjadi seorang yang rentan dengan berkurangnya sebagian besar
cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit secara
eksponensial.
Kelainan degeneratif tulang adalah kelainan yang timbul akibat dari proses degenerasi
sel tulang, Berhubungan dengan penyakit rematik. Batasan tentang penyakit
rematik yang bersifat inflamatoir dengan yang degeneratif sukar dibedakan, karena
reaksi inflamasi juga kadang-kadang ditimbulkan pada jaringan lunak oleh yang degeneratif.
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, patofisiologi, gejala klinis,
gambaran radiologi dan penatalaksanaannya.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Vetebra
2.1.1 Struktur vertebra
Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang
memungkinkan untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7
columna vertebra cervical, 12 columna vertebra thoracal, 5 columna vertebra
lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4 columna vertebra coccygeal. Vertebra
sacral dan cocygeal menyatu menjadi sacrum-coccyx. Susunan tulang vertebra
secara umum terdiri dari corpus, arcus, foramen vertebra dan diskus
intervetebralis.5,6
a.

Korpus
Merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang

mempunyai beberapa facies, yaitu : anterior dan superior.


b. Arcus
Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangal pada korpus
menuju dorsal dan ada tonjolan ke arah lateral yang disebut prosesus spinosus.
c. Foramen vertebra
Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara korpus dan arkus.
Formen vertebra ini membentuk saluran yang disebut canalis vertebralis yang
berisi medula spinalis. Canalis spinalis mempunyai dua bagian yang terbuka di
lateral di tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis.
d. Diskus intervertebralis
Merupakan struktur elastis diantara korpus vertebra. Struktur diskus
bagian dalam disebut nukleus pulposus sedangkan bagian tepi disebut anulus
fibrosus. Diskus berfungsi sebagai bantalan sendi antar korpus yang
berdekatan untuk menahan tekanan dan menumpu berat badan.5
2.1.2

Stabilitas
Stabilitas pada vertebra ada dua macam, yaitu pasif dan aktif. Stabilitas

pasif terdiri dari:5

a. Ligamentum longitudinal anterior yang melekat pada bagian


anterior tiap diskus dan anterior korpus vertebra yang berfungsi
mengontrol gerakan ekstensi.
b. Ligamentum longitudinal posterior yang memanjang dan
melekat pada bagian posterior diskus dan posterior korpus vertebra
yang berfungsi untuk mengontrol gerakan fleksi.
c. Ligamentum flavum terletak di dorsal vertebra diantara lamina
yang berfungsi melindungi medula spinalis dari posterior
d. Ligamentum transversus melekat pada tiap prosesus tranversus
yang berfungsi mengontrol gerakan fleksi.

Gambar 1. Columna Vertebralis 7

Gambar 2. Struktur Columna Vertebralis Lumbal 8

Gambar 3. Gambaran Radiologi Vetebra


7

Fungsi kolumna vertebralis yaitu sebagai berikut:8


1. Menyangga berat kepala dan batang tubuh
2. Memungkinkan pergerakan kepala dan batang tubuh
3. Melindungi medula spinalis
4. Memungkinkan keluarnya nervus spinalis dari kanalis spinalis
5. Tempat untuk perlekatan otot.

Di sepanjang medula spinalis melekat 31 pasang nervus spinalis melalui radix


anterior (motorik) dan posterior (sensorik). Masing-masing radix melekat pada medula
spinalis melalui sederetan radices (radix kecil) yang terdapat di sepanjang segmen medula
spinalis. Setiap radix mempunyai sebuah ganglion radix posterior yang axon sel-selnya
memberikan serabut-serabut saraf perifer dan pusat. Radix nervus spinalis berjalan dari
masing-masing segmen spinalis foramen intervertebralis yang sesuai tempat keduanya
menyatu membentuk nervus spinalis. Di sini antara saraf sensorik dan motorik bercampur.
Karena pertumbuhan

memanjang

columna

vertebralis

tidak sebanding dengan

pertumbuhan medulla spinalis, panjang radix n.spinalis bertambah panjang dari atas ke
bawah. di daerah cervikal atas, radix nervus spinalis pendek dan bearjalan hampir
horizontal, tetapi di bawah di ujung medula (pada orang dewasa di L1) membentuk
seberkas saraf vertikal di sekitar filum terminal vertebra yang disebut cauda equina.8

2.2 Fraktur Vetebra


a. Definisi
Fraktur adalah diskontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan. Fraktur
vertebra dapat diartikan terputusnya discus intervetebralis yang berdekatan dan
berbagai tingkat perpindahan fragmen tulang.
b. Etiologi
Cedera spinal terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak
mengenai

servikal

dan

lulmbal.

Cedera

terjadi

akibat

hiperfleksi,

hiperekstensi, kompresi atau rotasi tulang belakang. Di daerah torakal tidak


banyak terjadi karena terlindung oleh struktur thoraks.9
8

Kelainan dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi atau


kominutif dan dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulang belakang
dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau
tanpa gangguan peredaran darah atau perdarahan. Kelainan sekunder dapat
disebabkan oleh hipoksemia dan iskemia. Iskemia disebabkan oleh hipotensi,
udem atau kompresi. Kerusakan pada spinal merupakan kerusakan permanen
karena tidak ada regenerasi dari jaringan saraf.9
c. Epidemiologi
Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit
jantung, kanker dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi tiap
tahun, 3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2%
karena multiple trauma. Insidensi trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari
perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan
kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja.
Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi servikal paling sering pada C2 diikuti
dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3.10
d. Jenis Fraktur Vetebra
1. Fraktur Jefferson
Jefferson fraktur adalah nama yang diberikan kepada fraktur burst
yang terjadi pada C1. Biasanya disebabkan oleh gaya aksial-loading pada
tengkuk kepala, fraktur ini melibatkan patah tulang lengkung anterior C1
pada sisi kanan dan kiri dan lengkungan posterior C1 pada kedua sisi
kanan dan kiri (4 patah tulang) Tapi varian fraktur ini, dapat mencakup dua
atau tiga bagian fraktur. Biasanya tidak ada defisit neurologis terkait cincin
C1 yang melebar.11
Mekanisme
Mekanisme khas cedera kepala saat menyelam ke air dangkal.
beban aksial sepanjang sumbu tulang belakang leher di kondilus oksipital
didorong ke dalam massa lateral C1. Jefferson fraktur biasanya tidak
terkait dengan defisit neurologis meskipun cedera tulang belakang dapat
terjadi jika ada fragmen yang mengalami retropulsed. Fraktur ini dapat
terjadi dari kecelakaan kendaraan bermotor di mana kepala terlempar
9

kearah kaca depan, yang sering menyebabkan terjadinya hiperekstensi dan


kompresi. Mekanisme lain yaitu kepala jatuh dari ketinggian.
Asosiasi
50% berhubungan dengan cedera C-tulang lainnya
33% berhubungan dengan fraktur C2
25-50% dari anak-anak memiliki cedera kepala bersamaan
cedera arteri vertebralis 5 (cedera serebrovaskular tumpul)
ekstra-kranial cedera saraf kranial 6
fitur radiografi
Foto polos
-

Mungkin menunjukkan jaringan lunak prevertebral anterior mengalami

pembengkakan ke C1
ruang pra-dentate (jarak antara tuberkulum anterior C1 dan sarang) dapat
melebar lebih dari 3 mm dan kerusakan pada ligamen yang membentuk
melintang.
CT Scan
CT menunjukkan garis fraktur yang biasanya melibatkan anterior
dan posterior pada lengkungan. Jika ada cedera yang melintang pada
atlantal ligamen, interval atlantodental (ADI) meningkat. ADI normal pada
populasi orang dewasa kurang dari 3 mm; pada populasi pediatrik, jarak
normal adalah kurang dari 5 mm.
Pengobatan dan prognosis
Jefferson biasanya dirawat secara konservatif (hard collar
imobilisasi) Pelebaran gambaran ligamen melintang dianggap utuh (tidak
ada pelebaran atlanto-sarang interval atau ligamen divisualisasikan utuh
pada MRI). Dalam kasus di mana ligamen diduga terganggu, tindakan
yang lebih agresif biasanya diperlukan . Hal Ini termasuk halo imobilisasi,

10

posterior C1-C2 lateralis fiksasi internal massal atau fiksasi internal


transoral.

Gambar 4.

fraktur
jafferson

Gambar 5. Gambar CT scan fraktur jafferson

2. Fraktur Hangman
Spondylolisthesis traumatis, adalah fraktur yang melibatkan pars
interarticularis dari C2 di kedua sisi, dan merupakan hasil dari
hiperekstensi. fraktur Hangman 's adalah fraktur tulang belakang yang
paling

umum.

Ini

adalah

perpanjangan-fraktur

sebagai

algojo

menempatkan simpul bawah dagu untuk menghasilkan maksimal ekstensiforce. Itulah sebabnya dibahas fraktur algojo 's dalam bab tentang cedera
11

hiperekstensi. Dalam beberapa situasi dapat juga menjadi hasil dari fleksi
ekstrim. fraktur algojo umum dalam kecelakaan diving. Meskipun
dianggap sebagai fraktur tidak stabil, jarang dikaitkan dengan cedera
tulang belakang, karena diameter anteroposterior dari kanal tulang
belakang terbesar pada tingkat ini, dan pedikel retak memungkinkan
terjadi dekompresi. Bila dikaitkan dengan unilateral atau bilateral segi
dislokasi pada tingkat C2, jenis fraktur algojo tidak stabil dan memiliki
tingkat tinggi komplikasi neurologis.12
Presentasi klinis
Sakit leher

pasca-trauma

setelah

cedera

kecepatan

tinggi

hiperekstensi adalah presentasi yang paling umum. penurunan neurologis


terlihat hanya dalam 25% dari pasien.
Patologi
Hal ini dikenal sebagai 'lesi peradilan' karena ini adalah kekuatan
yang diakibatkan oleh jerat, ditempatkan dengan simpul ke arah sisi leher,
sebelah sudut mandibula / mastoid proses. fraktur ini hampir tidak pernah
terlihat pada gantung bunuh diri. Memang, itu bahkan tidak terlihat di
banyak orang-orang yang secara hukum digantung; sesak napas menjadi
penyebab yang biasa terjadi pada kematian. Trauma besar hiperekstensi,
seperti

kecepatan

tinggi

kecelakaan

kendaraan

bermotor,

pada

kenyataannya merupakan hubungan yang paling umum - terutama dalam


kasus-kasus yang fatal.
Klasifikasi
Levine

dan

mengklasifikasikan

Edwards

fraktur

dari

klasifikasi
C2

ini

digunakan

(juga

dikenal

untuk
sebagai

spondylolisthesis traumatis axis).


Jenis I: fraktur dengan <3 mm antero-posterior deviasi, ada penyimpangan
sudut
Jenis II: fraktur dengan> 3 mm antero-posterior deviasi sudut signifikan
gangguan ligamentum longitudinal posterior
jenis IIa: garis fraktur horizontal / miring (bukan vertikal) deviasi sudut
signifikan tanpa terjemahan anterior.

12

Jenis III: tipe I dengan facet bilateral dislokasi sendi artikel yang
berhubungan
Gambar 6. Tipe fraktur hangman

Tipe I (65%)
fraktur hair-line
disc C2-3 yang normal
Tipe II (28%)
dislokasi C2
Disc C2-3 terganggu
ligamen mengalami ketidakstabilan
C3 mengalami fraktur kompresi anterosuperior
Jenis III (7%)
Dislokasi i C2
Interfacet C2-3 Bilateral mengalami dislokasi
ketidakstabilan parah

Foto polos
Lamina bilateral patah di C2 biasanya berhubungan dengan
anterolisthesis dari C2 pada C3 Perpanjangan fraktur pada foramen

13

yang melintang harus dicari, kemungkinan terjadinya cedera arteri


vertebralis.
Gambar 7. Fraktur hangman
Garis berkilau halus di belakang korpus C2 seperti terlihat pada
tampilan lateral (panah). diskontinuitas halus lengkungan C2.
Gambar 8. Gambar CT Scan fraktur hangman

CT-gambar mengkonfirmasi fraktur-garis fraktur hangman.


Melalui pars interarticularis mengakibatkan spondylolysis
traumatis. Dalam hal ini tidak ada defisit neurologis, karena kanal
tulang belakang yang melebar di tingkat fraktur.

14

Gambar 9. Fraktur hangman


Pasien dengan tipe fraktur Hangman 's. Ada fraktur hair-line dan tidak
ada perpindahan.
Pengobatan dan prognosis
Pengobatan dapat menguatkan biasanya dilakukan fiksasi internal.
3. Fraktur odontoid
Proses fraktur odontoid, juga dikenal sebagai pasak atau sarang
fraktur, terjadi di mana ada patah tulang melalui proses odontoid dari C2.
Patologi
Mekanisme cedera adalah variabel, dan dapat terjadi baik selama
fleksi atau ekstensi dengan atau tanpa kompresi.
Klasifikasi
Ada dua sistem klasifikasi :
o Anderson dan D'Alonzo

15

yang paling umum digunakan menggambarkan tingkat garis fraktur


(yaitu melalui tip, dasar, atau massa lateral)
Gambar 10. Gambar klasifikasi anderson dan dalonzo

o Roy-Camille
telah terbukti lebih baik berkorelasi dengan prognosis menjelaskan
fraktur dan dislokasi.
Gambar 11. Gambar radiografi fraktur odontoid

16

Jenis yang paling umum dari fraktur odontoid, yang merupakan tipe II
melalui dasar odontoid tersebut. Fraktur tipe II ini memiliki kecenderungan
untuk nonunion, yang terjadi pada 64% pasien.
Gambar 12. Fraktur odontoid tipe 2

Gambar 13. Radiografi fraktur odontoid


Penjelasan

o
o
o
o

Fraktur melalui dasar sarang


Prevertebral terjadi pembengkakan jaringan lunak
Pecahnya C1C2 ligamen interspinous
Tidak ada visualisasi yang lebih rendah C-tulang

17

Gambar 14. CT Scan fraktur odontoid


CT mengkonfirmasi temuan x-ray dan menunjukkan dua temuan tambahan:
Gambar melalui bagian lateral C2 baik menunjukkan, bahwa fraktur berjalan
melalui tubuh C2, yaitu tipe III fraktur odontoid.
Gambar 15. MRI Fraktur odontoid

Fraktur melalui dasar odontoid


Prevertebral mengalami pembengkakan jaringan lunak
Pecahnya ligamen interspinous
Pemindahan kabel dengan adanya cairan epidural (bisa darah atau CSF akibat
pecahnya arachnoid)

18

Gambar 16. MRI fraktur odontoid


Gambar 17. Radiografi fraktur odontoid tidak stabil tipe II

19

Gambar 18. Fraktur odontoid tipe III tidak stabil


-

Terapi :
Tipe 1 Fraktur odontoid
Eksternal imobilisasi dengan menggunakan collar neck
Tipe 2 Fraktur odontoid
Terapi konservatif dan terapi operatif.
Tipe 3 Fraktur odontoid
Eksternal imobilisasi
4. Flexion tear drop fractures
Fraktur yang paling parah dari tulang belakang leher, sering
anterior cervical cord syndrome adan quadriplegia. fraktur ini merupakan
hasil dari kombinasi fleksi dan kompresi, yang biasanya merupakan hasil
dari kecelakaan kendaraan bermotor.
Butiran air mata fragmen berasal dari aspek anteroinferior dari
tubuh vertebral. Bagian posterior yang lebih besar dari tubuh vertebral
dipindahkan ke belakang ke kanal tulang belakang. Pada x-rays sendi facet
dan jarak interspinous biasanya melebar dan ruang disk dapat dipersempit.
70% dari pasien mengalami defisit neurologis.Ini adalah fraktur yang tidak
stabil.

Mekanisme
Ini biasanya terjadi dari fleksi dan kompresi parah, paling sering di
C5-6 (menyelam merupakan penyebab tersering, kendaraan bermotor
tabrakan deselerasi).
Radiologi
-

fraktur sagital melalui vertebral


20

fraktur tubuh vertebral anteroinferior (tanda titik air mata)


kehilangan tinggi anterior dari tubuh vertebral
kyphosis serviks
posterior perpindahan serviks di atas tingkat cedera
pelebaran prosesus interspinous
intervertebralis disk penyempitan ruang
gangguan garis spinolamellar
rotasi tubuh vertebral dengan diameter AP yang muncul lebih kecil dari

pada tingkat lain


dislokasi anterior dari sendi facet
pencitraan lanjut (MRI) dari sumsum tulang belakang harus dilakukan
untuk menyelidiki cedera tulang mungkin. CTA dapat diindikasikan untuk
menyaring cedera serebrovaskular tumpul.
Diagnosa banding
The 'teardrop' muncul mirip dengan fraktur ekstensi tetesan air
mata, keduanya dapat diwakili oleh sebuah fragmen tulang belakang
anteroinferior. Namun, perpanjangan tetesan air mata ini tidak cedera
parah, karena tubuh vertebral tidak terganggu .
Pengobatan dan prognosis
Karena gangguan dari kedua tulang dan struktur ligamen, fraktur
ini tidak stabil dengan hampir semua pasien yang membutuhkan
dekompresi dan stabilisasi.prognosis jangka panjang dari cedera ini
dikaitkan dengan defisit neurologis dan quadriplegia

21

Gambar 19. Animasi Flexion tear drop fractures

Gambar 20. Gambaran radiografi Flexion tear drop fractures

22

Gambar 21. Gambaran CT Scan Flexion tear drop fractures


CT-gambar menunjukkan beban aksial ekstrim.
Penurunan fragmen air mata dipindahkan anterior dan bagian yang lebih
besar dari tubuh vertebral dipindahkan posterior menekan sumsum tulang
belakang.
5. Extension tear drop fracture
Biasanya terjadi karena perpanjangan paksa leher dengan
menghasilkan avulsi dari sudut anteroinferior dari tubuh vertebral. fraktur
ekstensi teardrop stabil di fleksi, dan tidak stabil di ekstensi sebagai
ligamentum longitudinal anterior terganggu. Ekstensi teardrop tidak
dianggap separah patah tulang fleksi teardrop. Fraktur tulang belakang
leher yang disebabkan oleh tarikan tiba-tiba ligamentum longitudinal
anterior pada anterior, aspek inferior tubuh vertebral berikut hiperekstensi
ekstrim leher. Biasanya melibatkan C2, Anterior sisipan ligamentum
longitudinal pada anteroinferior aspek C2.
Patologi
23

Mereka terjadi karena perpanjangan paksa leher (misalnya adalah cedera


hiperekstensi) dengan menghasilkan avulsi dari sudut anteroinferior dari
tubuh vertebral. Pada pasien yang lebih tua C2 tubuh vertebral umumnya
terpengaruh karena ankilosis degeneratif tingkat yang lebih rendah.
Associated fraktur tulang belakang leher yang umum.
Asosiasi
central cord syndrome: acute traumatic central cord syndrome
fitur radiografi
anterior-inferior sudut fraktur terjadi :
- fraktur avulsi dari ligamentum longitudinal anterior ke sudut inferior
-

tubuh vertebral, biasanya patah tulang fragmen tipis


fragmen ini berbentuk segitiga yang mengingatkan kita pada tetesan air

mata
ketinggian vertikal fragmen sama dengan atau lebih besar dari lebar
ruang anterior disc mengalami pelebaran
Sebagai layar, radiograf lateral tulang belakang leher akan

menunjukkan 85-90% dari cedera tulang belakang leher


Semua 7 badan vertebra idealnya harus ditunjukkan
CT telah menggantikan radiografi konvensional dalam banyak kasus
dan harus dilakukan jika radiografi konvensional normal tapi ada

kecurigaan tinggi cedera tulang belakang leher


avulsi segitiga aspek anteroinferior, biasanya dari C2
Tanpa kehilangan figur tubuh vertebral
ketinggian vertikal fraktur lebih besar dari lebarnya
Prevertebral pembengkakan jaringan lunak
Sebagai aturan praktis, anterior jaringan lunak untuk C3 harus kurang
dari 1/2 dari diameter AP dari C3 dan anterior jaringan lunak untuk C6
harus kurang dari 2/3 dari diameter AP dari C6

Gambar 22. Radiologi Ekstension tear drop fractures posisi lateral

24

Terapi :
Neck collar dan pengurangan aktivitias
6. Clay-shoveler fractures
Fraktur dari prosesus spinosus dari vertebra serviks lebih rendah.
Presentasi klinis
Sering cedera ini tidak dikenal pada saat itu dan hanya ditemukan
beberapa tahun kemudian secara kebetulan karena tulang belakang leher
yang dicitrakan karena alasan lain.
Cenderung berhubungan dengan:
kecelakaan kendaraan bermotor
kontraksi otot secara tiba-tiba
pukulan langsung ke tulang belakang
Radiologi
Fraktur terlihat pada radiografi lateral sebagai lucency miring melalui
proses spinosus, biasanya dari C7. Biasanya ada perpindahan signifikan.

25

Gambar 23. Animasi clay shovlers fractures

Gambar 24. Radiografi clay shovlers fractures


Terapi
- Pelemas otot
- NSAID
7. Chance Fracture
Merupakan cedera fleksi pada tulang belakang, dimana pertama
kali dijelaskan oleh G.Q. Chance pada tahun 1984. (1) Fraktur yang terdiri
dari cedera kompresi anterior vertebra dan patah tulang pada daerah
posterior vertebra. Chance Fracture sering terjadi pada daerah lumbal
vertebra bagian atas, namun pada anak-anak dapat terlihat pada daerah
26

pertengahan lumbal. Chance fracture juga sering disebut sebagai seat belt
fracture dikarenakan sering dijumpai pada kecelakaan dimana penderita
hanya menggunakan lap belt saja tanpa shoulder belt.14
Untuk mendiagnosis dapat dilakukan pemeriksaan radiologi.
Dengan foto torakolumbal anteriorposterior (AP) dan lateral. Dapat juga
dilakukan dengan foto CT-Scan dan MRI untuk lebih jelasnya.14
Untuk tindakan bedah umumnya tidak digunakan untuk mengobati
kasus pada cedera ini. Karena Chance Fracture adalah lesi tulang murni
dan pengurangan ini dapat dilakukan dengan mengekstensikan, dimana
telah menjadi pilihan.15

Gambar 25. AP Lateral pada Chance Fraktur

27

Gambar 26. Gambaran Lateral Chance Fracture.

27

28

Gambar 27. CT-Scan, sagital rekonstruksi 2-dimensi yang diperoleh dari pencitraan
aksial standar dari tulang belakang lumbar menunjukkan fraktur horisontal melalui
vertebra, pedikel, pars interarticularis, dan proses spinosus dengan sekitar 1,1 cm dari
cedera. Fraktur kompresi wedges anterior berada pada tingkat yang sama.15
Gambar 28. CT-Scan, sagital rekonstruksi 2-dimensi yang diperoleh dari standar
pencitraan aksial melalui proses spinosus dengan gangguan tulang belakang lumbar
menunjukkan cedera fleksi-gangguan-jenis dengan ekstensi fraktur menjadi elemen
posterior.15

28

Gambar 29. Gambaran Fraktur secara sagital

8. Chalk Stick Fracture


Atau carrot stick fracture merupakan fraktur yang menyebabkan terjadinya
difusi pada tulang belakang, klasik terlihat pada ankylosing spondylitis.16

Gambaran 30. CT-Scan pada Chalk Stick Fracture.

9.

Burst

Fracture
29

Merupakan fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus


vertebralis secara langsung, dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang
berpotensi masuk ke kanalis spinalis. Terminologi fraktur ini adalah
menyebarnya tepi korpus vertebralis kearah luar yang disebabkan adanya
kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi. Tepi tulang yang
menyebar atau melebar itu akan memudahkan medulla spinalis untuk cedera
dan ada fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis dan dapat
menekan medulla spinalis dan menyebabkan paralisis atau gangguan saraf
parsial.13
Tipe burst fracture sering terjadi pada thoraco lumbar junction dan
terjadi paralysis pada kaki dan gangguan defekasi ataupun miksi. Diagnosis
burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk mengetahui letak
fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi
atau burst fracture. Biasanya dengan scan MRI, fraktur ini akan lebih jelas
mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligamen dan adanya
perdarahan.13

Gambar 31. Burst fracture AP

30

Gambar 32. Burst fracture lateral

Gambar 33. CT scan Burst fraktur


31

10. Wedges Fracture


Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan
dan membentuk patahan irisan.7 Fraktur kompresi adalah fraktur tersering
yang mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh
kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat
pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain
ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan
akhirnya mudah mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur
kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran vertebra
sebenarnya.10

Gambar 34. Lateral, Wedge Fracture

2.3 Penyakit Degeneratif Vertebra


2.3.1 Spondilosis
a. Definisi
Sejenis

penyakit

rematik

yang

menyerang

tulang

belakang

(spine

osteoarthritis) yang disebabkan oleh proses degenerasi sehingga mengganggu


fungsi dan struktur normal tulang belakang. Spondylosis dapat terjadi pada
leher (cervical), punggung tengah (thoracal), maupun punggung bawah
(lumbal). Proses degenerasi dapat menyerang sendi antar ruas tulang belakang,
tulang dan juga penyokongnya (ligament). Spondilosis dapat diartikan
32

perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya


degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan
jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang
(osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang
posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis.17
b. Etiologi
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa spondilosis terjadi karena
adanya proses degeneratf. Adapun faktor-faktor yang dapat meningkatkan
resiko spondilosis lumbalis adalah:18
1. Kebiasaan postur yang buruk
2. Stres

mekanik

akibat

gerakan

mengangkat,

membawa

atau

memindahkan barang
3. Herediter
c. Patogenesis
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis
yang tersusun ata banyak unit rigid (vertebra dan unit fleksibel (diskus
intervertebralis) yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset,
ligament-ligament dan otot paravertebralis. Konstruksi yang unik ini
memungkinkan fleksibilitas dan memberikan perlindungan yang maksimal
terhadap sumsum tuang belakang. Lengkungan tulang belakang akan
menyerap goncangan saat lari atau melompat.6
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia
bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago
dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat
dan tak teratur. penonjlan faset dapat mengakibatkan penekanan pada akar
saraf ketika keluar dari kanalis spinalis yang menyebabkan nyeri menyebar
sepanjang saraf tersebut.7,8
d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul berupa neurogenik claudication yang
mencakup nyeri pinggang, nyeri tungkai serta rasa kebas dan kelemahan
motorik pada ekstremitas bawah yang dapat diperburuk saat berdiri dan
33

berjalan dan diperingan saat duduk atau tidur terlentang. Karakteristik dari
spondilosis lumbal adalah nyeri dan kekakuan gerak pada pagi hari.17
e. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk melihat gambaran yang
mungkin dapat terlihat, seperti:19
1. Penyempitan ruang diskus intervertebralis
2. Perubahan kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf
3. Osteofit/Spur formation di anterior ataupun posterior vertebrae
4. Pemadatan Corpus vertebrae
5. Vertebrae tampak seperti bambu (Bamboo Spine)
6. Sendi sacroiliaca tidak tampak atau kabur
7. Celah sendi menghilang
Adapun pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain:19
1.

Foto polos lumbosakral dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique


sangat membantu untuk melihat keabnormalan pada tulang.

2.

CT scan adalah metode terbaik untuk mengevaluasi adanya penekanan


tulang dan terlihat juga struktur lainnya, antara lain ukuran dan bentuk
canalis spinalis, facet joint, lamina, dan juga morfologi discuss
intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum clavum juga.
35. Gambaran Osteofit/Spur formation

34

Gambar 36. Penyempitan celah intravetebra dan osteofit

f. Tindakan Terapi
1. Tindakan operasi: Apabila ada gangguan beruba penekanan saraf/akar
saraf yang progresif atau instabilitas yang hebat makan perlu pembedahan.
2. Obat-obatam : Tujuan obat adalah untuk mengurangi nyeri dan kaku pada
leher dan lengan
3. Rehabilitasi medik: Program rehabilitasi medik pada penderita spondylosis
untuk mengurangi nyeri
2.3.2 Spondilolistesis
a. Definisi
Spondilolistesis merupakan pergeseran kedepan korpus vertebra
dalam hubungannya dengan sacrum, atau kadang dihubungan dengan vertebra
lain. Kelainan terjadi akibat hilangnya kontinuitas-pars intervertebralis
sehingga menjadi kurang kuat untuk menahan pergeseran tulang berakang.20

b. Epidemiologi
Spondilolistesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita.
Karena gejala yang diakibatkan olehnya bervariasi, kelainan tersebut sering
35

ditandai dengan nyeri pada bagian belakang (low back pain), nyeri pada paha
dan tungkai.21
Spondilolisthesis degeneratif memiliki frekuensi tersering karena
secara umum populasi pastinya akan mengalami penuaan. Paling sering
melibatkan level L4-L5. Sampai 5,8% pria dan 9,1% wanita memiliki listhesis
tipe ini.20
c. Etiopatofisiologi
Etiologi spondilolistesis sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Konsep umum masih terfokus pada faktor predisposisi yakni konginetal dan
trauma.22
Penyebab

dari

sindrom

ini

adalah

malformasi

persimpangan

lumbosakral (kecil bagian belakang dan bagian belakang panggul) yang kecil,
sendi facet tidak kompeten, yang dapat bersifat kongenital (bawaan), disebut
sebagai spondilolisthesis displastik, atau mungkin terjadi selama masa remaja
karena patah tulang atau cedera pada salah satu tulang-tulang belakang dari
kegiatan olahraga terkait seperti angkat berat, berlari, berenang, atau sepak
bola yang menyebabkan seseorang memiliki spondilolisthesis isthmic.20
Ada lima jenis utama dari Spondilolisthesis dikategorikan oleh sistem
klasifikasi Wiltse:23
1. Dysplastic
Dijumpai kelainan kongenital pada sacrum bagian atas atau neural arch
L5. Permukaan sakrum superior biasanya bulat (rounded) dan kadang
disertai dengan spina bifida.
2. Isthmic atau spondilolitik
Tipe ini disebabkan oleh karena adanya lesi pada pars interartikularis. Tipe
ini merupakan tipe spondilolistesis yang paling sering. Tipe ini mempunyai
tiga sub:
Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress
spondilolisthesis dan umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktiur rekuren
yang disebabkan oleh hiperketensi. Juga disebut dengan stress fracture
pars interarticularis dan paling sering terjadi pada pria.
Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars
interartikularis. Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars
interartikularis masih tetap intak akan tetapi meregang dimana fraktur
mengisinya dengan tulang baru.

36

Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada

bagian pars interartikularis. Pencitraan radioisotope diperlukan dalam


menegakkan diagnosis kelainan ini.
3. Degeneratif
Terjadi sebagai akibat degenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan
pada permukaan sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra
ke depan atau ke belakang. Tipe spondilolistesis ini sering dijumpai pada
orang tua. Pada tipe III, spondilolistesis degeneratif tidak terdapatnya
defek dan pergeseran vertebra tidak melebihi 30%.
4. Traumatic
Tipe ini terjadinya bersifat skunder terhadap suatu proses trauma pada
vertebrata yang menyebabkan fraktur pada sebagian pars interartikularis.
Tipe ini terjadi sesudah periode satu minggu atau lebih dari trauma. Acute
pars fracture tidak termasuk tipe ini.
5. Pathologis
Jenis terakhir Spondilolisthesis, yang juga yang paling langka, disebut
spondilolisthesis

patologis.

Jenis

Spondilolisthesis

terjadi

karena

kerusakan pada elemen posterior dari metastasis (kanker sel-sel yang


menyebar ke bagian lain dari tubuh dan menyebabkan tumor) atau
penyakit tulang metabolik. Jenis ini telah dilaporkan dalam kasus-kasus
penyakit Paget tulang (dinamai Sir James Paget, seorang ahli bedah
Inggris

yang

menggambarkan

gangguan

kronis

yang

biasanya

menghasilkan tulang membesar dan cacat), tuberkulosis (penyakit menular


mematikan yang biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat menyebar ke
bagian lain dari tubuh), tumor sel raksasa, dan metastasis tumor.

d. Patofisiologi
Sekitar 5-6% pria dan 2-3% wanita mengalami spondilolistesis.
Pertama sekali tampak pada individu yang terlibat aktif dengan aktivitas
fisik yang berat seperti angkat besi, senam dan sepak bola. Pria lebih
sering menunjukkan gejala dibandingkan dengan wanita, terutama
diakibatkan oleh tingginya aktivitas fisik pada pria. Meskipun beberapa
anak-anak dibawah usia 5 tahun dapat mengalami spondilolistesis, sangat
jarang

anak-anak

tersebut

didiagnosis

dengan

spondilolistesis.

Spondilolistesis sering terjadi pada anak usia 7-10 tahun. Peningkatan


37

aktivitas fisik pada masa remaja dan dewasa sepanjang aktivitas seharihari mengakibatkan spondilolistesis sering dijumpai pada remaja dan
dewasa.23
Spondilolistesis dikelompokkan ke dalam lima tipe utama
dimana masing-masing mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut
antara lain tipe displastik, isthmik, degeneratif, traumatik,dan patologik.22
Spondilolistesis displatik merupakan kelainan kongenital yang
terjadi karena malformasi lumbosacral joints dengan permukaan
persendian yang kecil dan inkompeten. Spondilolistesis displastik sangat
jarang, akan tetapi cenderung berkembang secara progresif, dan sering
berhubungan dengan defisit neurologis berat. Sangat sulit diterapi karena
bagian elemenposterior dan prosesus transversus cenderung berkembang
kurang baik, meninggalkan area permukaan kecil untuk fusi pada bagian
posterolateral.22
Spondilolistesis displatik terjadi akibat defek arkus neural pada
sacrum bagian atas atau L5. Pada tipe ini, 95% kasus berhubungan dengan
spina bifida occulta. Terjadi kompresi serabut saraf pada foramen S1,
meskipun pergeserannya (slip) minimal.
Spondilolistesis isthmic merupakan bentuk spondilolistesis
yang paling sering. Spondilolistesis isthmic (juga disebut dengan
spondilolistesis spondilolitik) merupakan kondisi yang paling sering
dijumpai dengan angka prevalensi 5-7%. Fredericson et al menunjukkan
bahwa defek sponsilolistesis biasanya didapatkan pada usia 6 dan 16
tahun, dan pergeseran tersebut sering terjadi lebih cepat. Ketika pergeseran
terjadi, jarang berkembang progresif, meskipun suatu penelitian tidak
mendapatkan hubungan antara progresifitas pergeseran dengan terjadinya
gangguan diskus intervertebralis pada usia pertengahan. Telah dianggap
bahwa kebanyakan spondilolistesis isthmik tidak bergejala, akan tetapi
insidensi timbulnya gejala tidak diketahui. Suatu studi/penelitian jangka
panjang yang dilakukan oleh Fredericson et al yang mempelajari 22 pasien
dengan mempelajari perkembangan pergeseran tulang vertebra pada usia
pertengahan, bahwa banyak diantara pasien tersebut mengalami nyeri
38

punggung, akan tetapikebanyakan diantaranya tidak mengalami/tanpa


spondilolistesis isthmik. Satu pasien menjalani operasi spinal fusion pada
tingkat vertebra yang mengalami pergeseran, akan tetapi penelitian
tersebut tidak menunjukkan apakah pergeseran isthmus merupakan
indikasi pembedahan. Secara kasar 90% pergeseran ishmus merupakan
pergeseran tingkat rendah (low grade) (kurang dari 50% yang mengalami
pergeseran) dan sekitar 10% bersifat high grade ( lebih dari 50% yang
mengalami pergeseran).22
Faktor

biomekanik

sangat

penting

perannya

dalam

perkembangan spondilosis menjadi spondilolistesis. Tekanan/kekuatan


gravitasional dan postural akan menyebabkan tekanan yang besar pada
pars interartikularis. Lordosis lumbal dan tekanan rotasional dipercaya
berperan penting dalam perkembangan defek litik pada pars interartikularis
dan kelemahan parsinerartikularis pada pasien muda. Terdapat hubungan
antara tingginya aktivitas selama masa kanak-kanak dengan timbulnya
defek pada pars interartikularis. Faktor genetik juga berperan penting.24
Pada tipe degeneratif, instabilitas intersegmental terjadi akibat
penyakit diskus degeneratif atau facet arthropaty. Proses tersebut dikenal
dengan spondilosis. Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis progresif
pada 3 kompleks persendian tersebut. Umumnya terjadi pada L4-5, dan
wanita usia tua yang umumnya terkena. Cabang saraf

L5 biasanya

tertekan akibat stenosis resesus lateralis sebagai akibat hipertropi ligamen


atau permukaan sendi.23
Pada tipe traumatik, banyak bagian arkus neural yang
terkena/mengalami fraktur akan tetapi tidak

pada bagian pars

interartikularis, sehingga menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak


stabil. Spondilolistesis patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai
tulang, atau berasal dari metastasis atau penyakit metabolik tulang, yang
menyebabkan mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta penipisan
bagian posterior sehingga menyebabkan pergeseran (slippage). Kelainan
ini dilaporkan terjadi pada penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant Cell
Tumor, dan metastasis tumor.22
39

e. Gejala klinis
Gejala yang paling umum dari spondylolisthesis adalah: 25
1. Nyeri punggung bawah.
Hal ini sering lebih memberat dengan latihan terutama dengan ekstensi
tulang belakang lumbal.
2. Beberapa pasien dapat mengeluhkan nyeri, mati rasa, kesemutan, atau
kelemahan pada kaki karena kompresi saraf. Kompresi parah dari saraf
dapat menyebabkan hilangnya kontrol dari usus atau fungsi kandung
kemih.
3. Keketatan dari paha belakang dan penurunan jangkauan gerak dari
punggung bawah.
Pasien dengan spondilolistesis degeneratif biasanya lebih tua dan
datang dengan nyeri punggung, radikulopati, klaudikasio neurogenik,
atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Pergeseran yang paling umum
adalah di L4-5 dan kurang umum di L3-4. Gejala-gejala radikuler sering
hasil dari stenosis recessus lateral dari facet dan ligamen hipertrofi dan/
atau disk herniasi. Akar saraf L5 dipengaruhi paling sering dan
menyebabkan kelemahan ekstensor halusis longus. Stenosis pusat dan
klaudikasio neurogenik bersamaan mungkin atau mungkin tidak ada.25
f. Gambaran Radiologis
o X-ray
Foto polos vertebra lumbal merupakan modalitas pemeriksaan
awal dalam diagnosis spondilosis atau spondilolistesis. X-ray pada
pasien

dengan

spondilolistesis

harus

dilakukan

pada

posisi

tegak/berdiri.
Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah modalitas standar
dan posisi lateral persendian lumbosacral akan melengkapkan
pemeriksaan radiologis. Posisi lateral pada lumbosacral joints,
membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu dalam
mengidentifikasi defek pada pars interartikularis, karena defek lebih
terbuka pada posisi tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam
posisi berdiri.
Sistem pembagian/grading untuk spondilolistesis yang umum
dipakai adalah sistem grading Meyerding untuk menilai beratnya
pergeseran. Kategori tersebut didasarkan pengukuran jarak dari pinggir
posterior dari korpus vertebra superior hingga pinggir posterior korpus
vertebra inferior yang terletak berdekatan dengannya pada foto x ray
40

lateral. Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus


vertebra superior total:21

Grade 1 adalah 0-25%

Grade 2 adalah 25-50%

Grade 3 adalah 50-75%

Grade 4 adalah 75-100%

Spondiloptosis- lebih dari 100%

Gambar 37. Derajat Spondylolisthesis

Gambar 38. Spondilolisthesis Grade I

41

Gambar 39. Spondilolisthesis Traumatik Grade IV


o Computed tomography (CT) scan
CT scan dengan potongan 1 mm, koronal ataupun sagital, dapat
memberikan gambaran yang lebih baik dari spondilolistesis. CT scan
juga dapat membantu menegakkan penyebab spondilolistesis yang
lebih serius.
Temuan

karakteristik

pada

CT

spondilolistesis

adalah

terdapatnya pseudobulging disk. Istilah ini mengacu pada jaringan


lunak annulus yang mengarah secara posterior ke dalam kanal anterior
pada tingkat annulus. Pseudobulging disk menunjukkan bagian dari
annulus yang keluar dari bagian posterior kanalis anterior korpus
vertebra yang mengalami perubahan posisi ke bagian posterior korpus
vertebra di bawahnya. Gambaran garis skematik dari spondilolistesis
pada L5-S1 (Gambar. 40) menunjukkan pada potongan cephalad
melewati celah interartikularis tersebut, sebagian dari annulus akan
terletak pada posterior korpus vertebra superior, proyeksi jaringan
lunak ini disebut pseudobulging disk. Hal ini juga terlihat pada
Gambar.

40

pada

pada

potongan

cauda

berikutnya,

daerah

pseudobulging disk akan tergantikan oleh tulang secara total atau


sebagian.26

42

Gambar 40. Pseudobulging Dari Diskus


Dari Gambar. 41 didapatkan bahwa semakin besar pergeseran
yang terjadi, maka semakin besar diameter anteroposterior dari
pseudobulging disk. Dengan pergeseran yang minimal, pseudobulging
disk tidak dapat terlihat jelas. Namun, kehadiran pseudobulging disk
pada CT mengindikasikan derajat dari spondilolistesis, walaupun
pergeseran tidak terlalu jelas pada radiografi (Gambar. 42).24

Gambar 41. Pergeseran Diskus pada CT Scan Spondilolistesis

43

Gambar 42. CT Scan Spondilolistesis


Gambaran khas dari pseudobulging disk adalah luasnya diskus
yang dapat melintang sampai ke foramen neuralis. Selain itu, tepi
posterior pada pseudobulging disk tidak sereguler pada annulus normal
(Gambar. 41 dan 43-45). Gambaran pada CT seharusnya dapat
membedakan antara pseudobulging disk dan diskus yang lebar pada
Hernia Nucleus Pulposus. Pada annulus yang menonjol di hernia
(sering dikaitkan dengan celah intervertebra yang menyempit), tampak
penonjolan (bulging) yang diffuse yang dengan jelas melewati batas
pinggir dari celah intervertebra, yang berbeda dengan pseudobulging
disk.27

Gambar 43. Perbedaan Pseudobulging Disk dengan Bulging Annulus


Pada celah intervertebral normal, batas posterior dari annulus
mempunyai bentuk yang sesuai dengan bentuk dari korpus vertebra
posterior yang berdekatan. Ketajaman dari tepi posterior annulus
normal pada CT mungkin terkait dengan posterior ligamentum
44

longitudinal. Ketika pergeseran bertambah secara bertahap, tidak ada


tahanan pada sisi lateral dari annulus posterior yang meregang. Tidak
adanya tahanan membuat annulus meregang lebih ke lateral dan
memberikan gambaran karakteristik wide sweep pada pseudobulging
disk pada CT. Pada hernia nukelus pulposus gambaran diskus yang
meregang ke lateral tidak berbentuk simetris, seperti yang terjadi pada
spondilolistesis.
Pertumbuhan

fibrocartilaginous

yang

irreguler

dapat

menjelaskan gambaran pseudobulging disk yang kurang tajam dan


irregular (Gambar. 38 dan 40-42).27

Gambar 44. CT Scan Spondilolisis dan Spondilolistesis


Gambaran signifikan lain dari CT adalah ditemukannya
penurunan fokus dari diameter anteroposterior

kanal, dimulai dari

tingkat annulus (pseudobulging disk) dan melebar secara kaudal pada


beberapa potongan (Gambar. 41 dan 44).27

45

Gambar 45. Sendi Apofiseal Normal


o Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI dapat memperlihatkan adanya edema pada lesi yang akut.
MRI juga dapat menentukan adanya kompresi saraf spinal akibat
stenosis dadri kanalis sentralis.
o EMG
EMG

dapat

mengidentifikasi

radikulopati

lainnya

atau

poliradikulopati (stenosis), yang dapat timbul pada spondilolistesis.


g. Penatalaksanaan
Sering dokter menggunakan satu pengobatan atau kombinasi beberapa
jenis pengobatan dalam rencana terapi pada pasien, dengan pemberian
analgetik untuk mengontrol nyeri. Hal tersebut bervariasi dari pemberian
ibuprofen hingga acetaminofen, akan tetapi pada beberapa kasus berat,
NSAIDs digunakan untuk mengurangi pembengkakan dan inflamasi yang
dapat terjadi. Jadi terapi untuk spondylolisthesis tingkat rendah masih
46

bersifat konservatif, dengan istirahat/immobilisasi pasien dan pemberian


anti-inflamasi secara bersamaan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus,
intervensi bedah mungkin dibutuhkan.22
Terapi konservatif:
Terapi konservatif ditujukan untuk mengurangi gejala dan juga termasuk:
Modifikasi aktivitas, bedrest selama eksaserbasi akut berat.
Analgetik (misalnya NSAIDs).
Latihan dan terapi penguatan dan peregangan.
Bracing
Terapi pembedahan:
Terapi pembedahan hanya direkomendasikan bagi pasien yang sangat
simtomatis yang tidak berespon dengan perawatan non-bedah dan dimana
gejalanya menyebabkan suatu disabilitas.22
o Fusi
Terdapat berbagai metode untuk mendapatkan fusi intersegmental pada
tulang lumbosacral. Berbagai metode tersebut antara lain:
o Posterolateral (intratransversus): umumnya arthrodesis bersamaan
dengan penggunaan autograft crista iliaka atau dengan allograft.
Instrumentasi spinal segmental membuat fiksasi kaku pada segmen fusi
dan kemungkinan dilakukannya reduksi segmen dengan listesis
tersebut.
o Lumbar interbody fusion: hal tersebut dapat meningkatkan stabilitas
segmen spinal/vertebra dengan ,menempatkan/meletakkan bone graft
untuk kompresi kolumna anterior dan media dan meningkatkan
permukaan fusi tulang secara keseluruhan.
o Repair pars interartikularis: umumnya dengan menggunakan teknik
Scott Wiring technique atau modifikasi Van Darm.

47

o Fiksasi
Meskipun pemakaian/penggunaan instrumentasi spinal pada pasien
dengan skeletal immature dipertimbangkan sebagai pilihan terapi bagi
beberapa pasien dengan spondylolisthesis isthmic, banyak ahli bedah
vertebra/spinal yakin bahwa fiksasi kaku tersebut dibutuhkan untuk
mendapatkan

fusi

solid

yang

valid.

Untuk

spondylolisthesis

degeneratif, fiksasi menunjukkan angka arthrodesis solid yang tinggi.


o Dekompresi
Biasanya digunakan pada spondylolisthesis traumatik atau degeneratif,
dekompresi elemen neural baik sentral maupun perifer, diatas serabut
saraf diindikasikan. Dekompresi optimal biasanya didapatkan melalui
laminectomy posterior atau facetectomy total dengan dekompresi
radikal serabut saraf (misalnya Gill prosedure).
o Reduksi
Beberapa ahli bedah berupaya mengurangi spondylolisthesis untuk
meningkatkan alignment (kesejajaran) sagital dan memperbaiki
biomekanik vertebra/spinal. Hal tersebut memiliki manfaat dalam
memperbaiki posisi saat berdiri dan mengurangi tekanan/kekakuan
pada massa fusi posterior sehingga mengurangi insidensi nonunion dan
progresifitas spondylolisthesis.

2.3.3 Hernia Nukleus Pulposus


a. Definisi
48

HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nukleus pulposus dari


discus melalui robekan annulus fibrosus hingga kebelakang/dorsal menekan
medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral menekan radikx spinalis
sehingga menimbulkan gangguan/keluhan.28
b. Etiologi
Hernia Nukleus Pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :29
-

Degenerasi diskus intervertebralis


Trauma minor pada pasien tua dengan degenerasi
Trauma berat atau terjatuh
Menarik atau menarik benda berat

Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:


1. Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu
menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi
L5-S1.
2. Mobilitas daerah lumbal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat
tinggi. Diperkirakan hamper 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan
pada sendi L5-S1
3. Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena
ligamentum longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan
posterior diskus. Arah herniasi yang paling sering adalah postero lateral.29
c. Klasifikasi
Menurut gradasinya, hernia dibagi atas:30
1. Protruded intervertebral disc.
Nukles terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan annulus fibrosus.
2. Prolapsed intervertebral disc
Nucleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran annulus fibrosus.
3. Extruded intervebral disc
Nucleus keluar dan anulus fibrosus berada di bawah ligamentum,
longitudinalis posterior.
4. Sequestrated intervetebral disc
Nucleus telah menembus ligamentum longitudinal posterior.

49

Gambar 46. Gradasi HNP


Herniasi ini dapet terjadi pada usia muda dan usia tua. Pada usia muda
umumnya disebabkan oleh trauma atau gravitasi dan kolumna vertebra yang
mendapat

beban

berat

sehingga

menyebabkan

penonjolan

diskus

intervertebralis. Pada usia tua disebabkan proses degenerasi diskus


intervertebra. Dimulai dengan kekakuan diskus, kemudian diikuti kehilangan
elastisitas nucleus puposus dan degenerasi tulang rawan sendi. Jaringan
fibrokartilago antara vertebra lumbal IV-V lumbal V-sakral 1 dan servikal VVI-VII lebih tipis dibanding daerah vertebrae lainnya terutama bagian
posterior sehingga mudah terjadi.30
d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis HNP tergantung dari radiks saraf yang lesi. Gejala
klinis yang paling sering adalah iskhialgia (nyeri radikuler sepanjang
perjalanan nervus iskhiadikus). Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar
dan berdenyut menjalar sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar
(A beta) terkena akan timbul gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan
dermatomnya. Pada kasus berat dapat terjadi kelemahan otot dan hilangnya
50

refleks tendon patella (KPR) dan Achills (APR). Bila mengenai konus atau
kauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan fungsi seksual.28
Sindrom kauda equina dimana terjadi saddle anasthesia sehingga
menyebabkan nyeri kaki bilateral, hilangnya sensasi perianal (anus), paralisis
kandung kemih, dan kelemahan sfingter ani. Sakit pinggang yang diderita pun
akan semakin parah jika duduk, membungkuk, mengangkat beban, batuk,
meregangkan badan, dan bergerak. Istirahat dan penggunaan analgetik akan
menghilangkan sakit yang diderita.28
e. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos untuk menemukan berkurangnya tinggi diskus intervetebralis
sehingga ruang antar vertebralis tampak menyempit.
Kaudografi, mielografi, CT Mielo dan MRI Untuk membuktikan HNP dan
menetukan lokasinya. MRI merupakan standar baku emas untuk HNP.
Diskogarfi

Foto Polos Vertebra


Foto polos posisi AP dan lateral dari vertebra lumbal dan panggul

(sendi skroiliaka), foto polos bertujuan untuk melihat adanya penyempitan


diskus, penyakit degeneratif, kelainan bawaan dan vertebra yang tidak stabil.
Dalam kebanyakan kasus hernia nucleus pulposus (HNP), foto polos
tulang belakang lumbosakral atau tulang belakang servikal tidak diperlukan.
Foto polos tidak

dapat memperlihatkan herniasi diskus ,tetapi dapat

menunjukkan adanya penyempitan

pada celah intervertebralis dan juga

digunakan untuk menyingkirkan kondisi

lainnya

misalnya

fraktur,

keganasan atau infeksi.31

51

Gambar 47. Foto Lumbosakral AP Lateral Dengan Penyempitan Celah Sendi

CT Scan
Adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level

neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang. Diagnosis


pada HNP dibuat saat tampak gambaran diskus yang melebihi tepi dari
vertebral end plates dengan gambaran fokus area yang irregular atau tampak
benjolan[6, 7, 9]. HNP kadang disertai dengan perubahan posisi dari epidural
fat atau perubahan posisi, indentasi atau distorsi dari thecal sac (Gambar 3).32

Gambar 48. CT Scan Lumbal Pada Hernia Nukleus Pulposus


52

Ketidakteraturan dari kontur yang terdapat pada HNP biasanya tidak


terlokalisasi, namun dapat mengenai seluruh permukaan posterior dari diskus
intervertebralis yang terhenirniasi. Pada HNP sering didapatkan gambaran
osteofit atau disertai kalsifikasi atau nitrogen (gas yang dibentuk pada proses
degenerasi yang membentuk vacuum phenomenon) (Gambar 4).33

Reactive changes at vertebral bodies on CT scans. A, The findings of disc bulging


with vacuum phenomenon and joint space narrowing as well as subchondral sclerosis
with cysts at the facet joint are shown on this axial CT scan. Determining of the
precise degree of central canal stenosis is relatively difficult. B, Osteophytes are
projected from the bony cortex at the adjacent end plate.
Gambar 49. Vacuum Phenomenon
Herniasi dari diskus pada HNP dapat terjadi kearah atas ataupun bawah
pada kanalis spinalis, dan biasanya herniasi akan terhenti sampai setingkat
pedikel vertebra yang mengalami HNP dikarenakan adanya penyempitan
alami yang bersifat relatif pada tingkat kanalis spinalis tersebut.( Gambar 3).33

Mielografi
Berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada pasien

yang sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi metal.34

53

Gambar 50. Myelografi

CT mielografi
Dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk melihat dengan

lebih jelas ada atau tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis pada pasien
yang menjalani operasi vertebra multipel dan bila akan direncanakan tindakan

operasi terhadap stenosis foraminal dan kanal vertebralis.34


Gambar 51. Myelogram CT

MRI (akurasi 73 80%)


Merupakan pemeriksaan non invasif,dapat memberikan gambaran

secara seksional pada lapisan melintang dan longitudinal.Biasanya sangat


senssitif pada HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli
bedah syaraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk
menentukan diskus mana yang paling terkena. MRI sangat berguna bila :
vertebra dan level neurologis belum jelas,kecurigaan kelainan patologis pada
medulla spinal atau jaringan lunak untuk menentukan kemungkinan herniasi
diskus post operasi,kecurigaan karena infeksi atau neoplassma. Pada
MRI,HNP muncul sebagai fokus,tonjolan simteris bahan diskus melampaui
btas-batas dari anulus.HNP sendiri biasanya hipointense. Selain itu,fragmen
bebas dari diskus dengan mudah terdeteksi pada MRI.34

54

Discography
Discography adalah pemeriksaan radiografi dari diskus intervertebralis

dengan bantuan sinar-x dan bahan media kontras positif yang diinjeksikan ke
dalam nukleus pulposus untuk menentukan adanya suatu annulus fibrosus
yang rusak,dimana kontras hanya bisa penetrasi/menembus bila ada suatu lesi
dengan cara memasukkan jarum ganda untuk menegakkan diagnosa. Dengan
55

adanya MRI maka pemeriksaan ini sudah tidak begitu populer lagi karena
invasive.34
Tatalaksana
a. Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik :
Tidur selama 1-2 jam diatas kasur yang keras
Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf
Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, antiinflamasi drug dan
-

analgetik.
Terapi panas dingin
Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan lumbosakral brance atau
korset.
Terapi diet untuk mengurangi BB
Traksi lumbal, mungkin menolong tapi biasanya resides.
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS).30

b. Pembedahan
Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami
nyeri menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua
sisi tubuh dan adanya gangguan neurologi utama seperti
-

inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop.


Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan

atau

pengeluaran atau pemotongan lamina tulang belakang dan


biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal.30

BAB III
DAFTAR PUSTAKA

56

1. Moore K. Essential Clinical Anatomy. Second Edition. Baltimore: Williams and


Wilkins. 2002
2. Rasjad C. Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Lamumpatue. 2003
3. Roper S. Spine Fracture. In: Dept. Neurosurgery Unversity of Florida. (Last
updated:

2003;

accesed:

11

Januari

2017).

Available

from

http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.html
4. Medlineplus.

Spinal

Cord

Trauma.

Available

at:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001066.htm. Accessed on 11
Januari 2017.
5. Prescher, Andreas. 2002. Anatomy and Pathology of the Aging Spine. Vol 23:181195. European Journal of Radiology.
6. Apley, A Graham dan Louis Solomon. 1994. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur
Sistem Apley ; Edisi Ketujuh, Alih Bahasa Edi Nugroho, Widya Medika.
7. Peng, B., et al. 2005. The Pathogenesis of Discogenic Low Back Pain. Vol 87: 6267. Journal of Bone and Joint Surgery
8. Guyton, A.C. dan Hall, J.E. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Alih bahasa:
Setiawan, I. dan Santoso, A. EGC: Jakarta
9. Jong, W.D, Samsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2005; 870-874
10. Hughes,Irvene. Advanced Trauma Life Support for Doctors (ATLS) edisi 8.
Trauma tulang belakang dan medulla spinalis. Americam College of surgeons.
Chicago : 2008;185 202).
11. Hein C, Richter HP, Rath SA (2002). "Atlantoaxial screw fixation for the
treatment of isolated and combined unstable jefferson fractures - experiences with
8 patients".
12. Barsa P; Buchvald P; Frohlich R; Hradil J; Lukas R; Suchomel P; & Taller S.
(2006). Surgical treatment of fracture of the ring of axis - "hangman's fracture".
73(5): 321-8.
13. Deblick T. Burst Fracture. Available from :
http://www.emedicine.medscape.com/specialties. Accessed on 11 Januari 2017.
14. Groves CJ, Cassar-Pullicino VN, Tins BJ, Tyrrell PN, McCall IW. Chance-type
flexion-distraction

injuries

in

the

thoracolumbar

spine:

MR

imaging

characteristics. Radiology. 2005 Aug;236(2):601608.


15. Greenspan A. Orthopedic Imaging: A Practical Approach. 5th ed. Philadelphia,
PA: Lippincott Williams & Wilkins;2011. pp. 402409.

57

16. Kewalramani LS, Taylor RG, Albrand OW. Cervical spine injury in patients with
ankylosing spondylitis. J Trauma. 1975;15:931-934.
17. Middleton, Kimberly dan David E.Fish. 2009. Lumbar Spondylosis: Clinical
Presentation and Treatment Approaches. Vol 2:94-104. Pubmed
18. Price, Sylvia A. Dan Lorraine M.Wilson. 2006. Herniasi Diskus Intervertebralis
Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta.
19. Suhadi, Irwan. 2006. Gambaran Klinis dan Radiologi kasus Low Back Pain Di
Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode 2002-2005. Karya Tulis Ilmiah:
Universitas Maranatha
20. Gallucci M, Puglielli E, Splendiani A, Pistoia F, Spacca G: Degenerative disorders
of the spine. Eur Radiol 2005,15, 591598.
21. Vookshor A. 2007. Spondilolisthesis,

spondilosis

and

spondylisis.

www.eMedicine.com diakses pada 11 Januari 2017.


22. Japardi, I. 2002. Spondilolistesis. Dalam USU digital Library. Fakultas
Kedokteran, Bagian Bedah, Universitas Sumatera Utara
23. Cabraja M, Mohamed E, Koeppen D, Kroppenstedt S. The analysis of segmental
mobility with different lumbar radiographs in symptomatic patients with a
spondylolisthesis. Eur Spine J (2012) 21:256261
24. Penning L, Blickman JR (1980) Instability in lumbar spondylolisthesis: a
radiologic study of several concepts. Am J Roentgenol
134(2):293301
25. Syaanin, Syaiful. 2008. Neurosurgery of Spondylolisthesis. Padang: RSUP. Dr. M.
Djamil/FK-UNAND Padang
26. Sheldon JJ, Lebargne JM. Degenerative spondylolisthesis . In: Post JD, ed. CT of
the lumbar spine. Baltimore: Williams & Wilkins, 1984:577-579
27. Teplick JG et all. Diagnosis and Evaluation of Spondylolisthesis and/or
Spondylolysis on Axial CT. AJNR 7:479-491, May/June 1986
28. Purwanto ET. Hernia Nukleus Pulposus. Jakarta: Perdossi
29. Sidharta, Priguna. Sakit Neuromuskuloskeletal Dalam Praktek Umum. Jakarta :
PT Dian Rakyat. 182-212.
30. Nuarta, Bagus. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran, edisi III, jilid
kedua, cetakan keenam. Jakarta : Media Aesculapius. 54-59. 2004
31. Sjair Z. Neuroradiologi Dalam: Radiologi Diagnostik. Cet IV. Jakarta: Gaya Baru,
1998:324-329

58

32. Haughton VM, Williams AL. Computed tomography of the spine. St. Louis:
Mosby, 1982
33. Firooznia H, et al. CT of Lumbar Spine Disk Herniation: Correlation with
Surgical Findings. AJR 142:587-592, March 1984
34. Sasiadek MJ. Imaging of Degenerative Spine Disease the State of the Art. Adv
Clin Exp Med 2012, 21, 2, 133142

59

Anda mungkin juga menyukai