Anda di halaman 1dari 7

BAB I

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pestisda merupakan suatu zat yang bersifat racun (WHO,2006;permentan,2007),
namun di sisi lain pestisida sangant dibutuhkan oleh petani untuk melindungi
tanamannya. Perubahan iklim yang terjadi saat ini, menurut kileva et al (2009), dapat
meningkatan peninkatan bahan aktif pada pestisida hingga 60%.
Berbagai upaya untuk mengotrol penggu pestisida telah di lakukan seperti di china
oleh fenjin (2010). Monitoring dan analisis risiko pada tanaman omiji dikolera oleh
jeong (2011). Pemantauan penggunaan pestisida pada pagi serta menilai tingkat
kesadaran masyarakat (petani) dan analisis potensi penyakit akibat kerja paparan
pestisida oleh bempah (2011) dan palma (2009).
Manfaat yang di miliki pestisida mendorong petani untuk menggunakan pestisida
dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman. pestisida tidak hanya dapat
membunuh organisme sasaran saja melainkan dapat membunuh bukan sasarannya, seperti
manusia. hal ini dikarenakan masih banyak petani yang menggunakan pestisida tanpa
memperhatikan segi ekologi dan kesehatan, meski pon sudah banyak peraturan mengenai
pemakaian pestisida yang di keluarkan oleh pemerintah (Alsuhendra dan ridawati, 2013)
Menurut data badan pusat statistik, pada tahun 2013 jumlah petani holtikultura
yang ada pada di indonesia masih cukup banyak yaitu 11.950.989 jiwa dengan jumlah
laki-laki sebanyak 9.342.562 jiwa dan perempuan sebanyak 2.608.427 jiwa. jawa tengah
sendiri memiliki 2.377.021 jiwa petani holtikultura yang sudah mengalami penurunan

dari tahun 2003 sebanyak 1.452.375 jiwa. jumlah usaha holtikultura tahunan dan
semusium menurut kelompok tanaman pagi di kabupaten boyolali yaitu 16.320 jiwa
untuk tahunan dan sebesar 43.911 jiwa untuk semusim. meskipun sempat terjadi
penurunan jumlah petani tetapi masih tetap memungkinkan terjadinya paparan pestisida
yang dapat menyebabkan keracunan pestisida.
Menurut WHO (2012), diperkirakan bahwa rata - rata bahwa 4429 ton bahan aktif
organoklorin, 1375 ton organofosfat, 30 ton karbamat, dan 414 piretroid digunakan setiap
tahun untuk mengendalikan vektor global selama periode 2000-2009 di enam wilayah.
pestisida golongan organofosfat merupakan pestisida inhibitor cholinesterase, sehingga
asetilkolin yang berlebihan merupakan penyebab keracunan pestisida organofosfat.
Apabila paparan pestisida dihubungkan dengan pelestarian lingkungan maka
pengganggu pestisida perlu diwaspadai karena dapat membahayakan lingkungan serta
kesehatan manusia maupun makhluk hidup lainnya. banyaknya jenis pestisida,
mengakibatkan korban keracunan pestisida banyak di laporkan baik dengan sengaja
maupun tidak sengaja. keracunanan pestisida dengan tidak sengaja banyak dilporkan
terjadi pada petugas penyemprotan hama tanaman pada lahan pertanian ( Darmono, 2009)
Dampak pada lingkungan akibat penggunaan pestisida berkaitan dengan
efektivitas pestisida. pestisida yang memiliki sifat beracun dapat mempengaruhi seluruh
taksonomi biodata, termasuk makhluk hidup. beberapa pestisida tahan terhadap degradasi
lingkungan, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi ekosisten alamiah dalam jangka
panjang ( Connel dan Miller, 2006)

Petani yang sering kontak dengan pestisida sangat retan terkena efek bahaya dari
pestisida tersebut. keracunan pestisida yang terjadi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu
akut, subakut, dan kronis. gejala yang di timbulkan dapat berupa iritasi mata, mual,
muntah, batuk, kejang otot, gangguan pada sistem organ, dan bahkan dapat menyebabkan
kanker serta kematian ( A lsuhendra dan Ridawati, 2013).
Petani di indonesia menjadi sangat tergantungan dengan keberadaan pestisida, hal
ini di ketahui data dari kementrian pertanian bahwa menjadi peningkatan jumlah pestisida
dan tahun ketahun dengan jumlah paling banyak yang digunakan adalah inseksitida
(direktorat jendral prasarana dan sarana direktorat pupuk dan pestisida kementrian
pertanian,2011).
Keracuanan pestisida disebabkan karena paparan (eksposur) langsung oleh
pestisida ( menghirup, terkena perincikan, atau menyentuh sisa pestisida). world health
organization (WHO) dan united nations environment programme (UNEP) merupakan
program lingkungan dalam perserikatan bangsa- bangsa (PBB) memperkirakan telah
terjadi 1-5 juta kasus keracunan pestisida pada lingkungan pekerja di negara sedang
berkembang (Alsuhendra dan ridawati, 2013). menurut hasil penelitian PANAP dari
purwati (2010), terdapat 317 kasus keracunan pestisida di beberapa wilayah di indonesia
pada tahun 2003. selain itu, menurut data setra informasi keracunan nasional (sikemas)
pada tahun 2014 terdapa 710 kasus keracunan pestisida berbagai wilayah indonesia
dikarenakan terpapar pestisida baik dengan sengaja maupun tidak sengaja serta terdapat
kasus keracunan pestisida di jawa timur pada tahun 2015 dengan orban sebanyak 29
orang dikarenakan penggunaan pestisida yang tidak tepat dan terpapar dengan cara
terhirup. hal ini tersebut membuktikan bahwa kasus keracunan pestisida mengalami

peningkatan dari tahun 2003 sampai 2014. peningkatan kasus tersebut dapat di akibatkan
karena jumlah penggunaan pestisida semkin banyak dan pengguna pestisida tidak
mematuhi aturan cara penggunaan pestisida yang benar.
Kabupaten deli serdang merupakan setral produksi beras di provinsi sumatra
utara, dengan produksi padi yang terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 2010,
kabupaten deli serdang memiliki produksi beras sebesar 441,895 ton yang luas tanaman
86,495 Ha. Oleh karena itu, kabupaten deli serdang akan erimplikasikan terhadap
pemenuhan kebutuhan beras di sumatra.
Dari

sudut

pandang

kesehatan

masyarakat,

pencegahan

penggunaan

perkembangan susunan saraf pusat adalah sebuah prioritas, gangguan tersebut


mencangkup ketidakmampuan belajar, attention deficit hypera ctivity disorder (ADHD),
gangguan spectrum autis, keterlambatan perkembangan serta masalah emosi dan perilaku
(poulsen et al., 2008).
Berdasarkan survei pedahuluan di desa pasar melintang lubuk pakam, dimana
terjadi peningkatan penyakit yang diakibatkan keracunan pestisida ( penyakit guiter) pada
petani dikarenakan tidak memakai alat pelindung diri (APD) sehingga terjadinya paparan
pestisida pada petani. pada tahun 2015 terdapat 31 mengalami penyakit yang diakibatkan
keracunan pestisida pada jenis kelamin laki- laki, pada jenis perempuan terdapat 34 orang
yang mengalami penyakit guiter (gondok), jadi jumlah penyakit guiter pada tahun 2015
sebanyak 65 petani yang mengalami penykit guiter, pada tahun 2016 mengalami
peningkatan penyakit pada jenis kelamin laki- laki 36 petani dan pada jenis kelamin

perempuan terdapat 45 petani jadi pada tahun 2016 terdapat 81 petani mengalami
penyakit guiter pada paparan pestisida.
Salah satu faktor terjadinya keracunan pestisida pada petani penyemprot yaitu
dikarenakan cara penyimpanan, pencampuran, dan pencucian alat semprot yang tidak
sesuai dengan aturan pada pedoman pestisida. menurut hasil penelitian dari prijanto
(2009), memberikan arti bahwa adanya hubungan yang bermakna antara cara (p=0,011),
tempat pencampuran (p=0,030), dan cara penanganan pestisida pasca penyemprotan
(0,001) dengan kejadian keracunan pestisida organofosfat pada istri petani. sedangkan
meneurut penelitian makoagow, joseph, dan patras (2013), cara pengolahan atau
penanganan pestisida tidak memiliki hubungan dengan kadar cholinesterase darah pada
petani sayur dengan nilai p value = 0,509.
Hal ini yang menjadi latar belakang penulis untuk melakukan penelitian tentang
hubungan paparan pestisida dengan kejadian guiter pada petani di desa pasar melintang
lubuk pakam tahun 2017.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah '' apakah ada
hubungan cara penanganan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida pada kejadian
guiter pada petani di desa pasar melintang kec. lubuk pakam

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan paparan pestisida dengan kejadian guiter pada petani di
desa pasar melintang kec. lubuk pakam.

2. Tujuan khusus
a.Untuk mengetahui cara memakai alat pelindung diri (APD) kepada petani di
desa pasar melintang kec. Lubuk pakam
b. Untuk mengetahui cara penanganan pestisida yang terdiri dari cara
penyimpanan pestisida, cara pencampuran pestisida, dan cara pencucian alat semprot
yang di lakukan oleh petani di desa pasar melintang kec. lubuk pakam
c. Untuk mengetahui tingkat keracunan pestisida pada petani di desa pasar
melintang kec. lubuk pakam
d. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pada petani di desa pasar melintang
kec. lubuk pakam
e. Untuk mengetahui hubungan cara pencampuran dengan tingkat keracunan
pestisida pada petani di desa pasar melintang kec. lubuk pakam

f. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan bahaya pestisida dilihat dari


munculnya tanda gejala keracunan pestisida pada petani di desa pasar melintang kec.
lubuk pakam
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi petani
Untuk menambah pengetahuan petani dalam upaya melindungi dari akibat keracunan
pestisida bagi kesehatan
2. Manfaat bagi masyarakat
Untuk memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah dalam hal keselamatan dan
keamanan pada tenaga kerja (petani).
3. Dinas pertanian
Diketahui tingkat keracunan pestisida pada petani padi, sehingga dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan serta melakukan strategi agar kebijakan
dapat sasaran.
4. Dinas kesehatan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan upaya pengamanan dan
penanganan pestisida sehingga keracunan akibat pestisida dapat di cegah serta membuat
program untuk menanggulangan masalah keracunan.

Anda mungkin juga menyukai