Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Pengertian tentang pestisida
Kata pestisida berasal dari dua kata yakni, pest memiliki arti hama, dan
cide yang berarti membunuh. Pestisida sering disebut pest killing agent.
Pestisida adalah semua bahan yang digunakan untuk membunuh, mencegah,
mengusir, mengubah hama dan atau bahan yang digunakan untuk merangsang,
mengatur serta mengendalikan tumbuhan.
Menurut darmono, pestisida adalah semua bahan kimia untuk membunuh hama
(insekta,jamur dan gulma), sehingga pestisida dikelompokan sebagai :
1. Insektisida (pembunuh insekta)
2. Fungiisda (pembunuh jamur)
3. Herbisida (pembunuh tanaman pengganggu)
Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberanyas hama dan
penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Estisida juga digunakan rumah tangga
untuk memberantas nyamuk, kepinding, kecoa, dan berbagai serangga penganggu
lainnya. Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan
orang. Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida banyak dilaporkan
baik karena kecelakaan waktu menggunakannya, maupun disalah gunakan (untuk
membunuh diri). Dewasa ini bermacam-macam jenis pestisida telah diproduksi
dengan usaha mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya
daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksi pada serangga.
Sesuai dengan peraturan pemerintah no. 7/1973, yang dimaksud dengan pestisida
adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang di
pergunakan untuk

1. Memberantas hama- hama dan penyakit- penyakit yang merusak tanaman,


bagian tanaman atau hasil pertanian.
2. Memberantas rerumputan
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman, bagian tanaman, tidak
termasuk pupuk
5. Memberantas hama-hama luar pada hewan piaraan dan ternak;
6. Memberantas atau mencegah hama- hama air;
7. Memberantas atau mencegah hewan atau jasad atau renik dalam rumah
tangga, bangunan, dan alat- alat pengakutan;
8. Memberantas atau mencegah hewan yang dapa menyebabkan penyakit pada
manusia dan hewan yang perlu dilindungi dengan pengguanaan pada tanaman,
tanah, dan luar.
Informasi tentang berbagai hal sehubungan dengan pestisida dapat diperoleh
dalam buku pestisida terdaftar (pertanian dan kehutanan) yang diterbitkan
setiap tahun oleh pusat perizinan dan investasi secretariat jendral departeman
pertanian.
Pestisida telah digunakan sebagai sarana untuk mengendalikan organisme
pengganggu tumbuhan (OPT) di Indonesia sejak belum PD II. Penggunaan
pestisida di subsector tanaman pangan dan hortikultura meningkat sangat
pesat sejak dilakukan program bimbingan masal (bimas) tanaman padi pada
akhirnya dawarsa 1960-an. Program bimas sebagai upaya untuk
meningkatkan produksi pertanian merupakan teknologi berproduksi yang
kenal sebagai pascausaha, yaitu
1. Penamaman varietas unggul
2. Pengolahantanah yang baik
3. Pemupukan berimbing
4. Pengariran
5. Pengendalian hama.
Pada awal dilaksanakannya program bimas, usaha pengendalian
hama terutama dilakukan dengan menggunakan pestisida. Hal ini antara

lain disebabkan terbatasnya teknologi pengendalian OPT yang dianggap


paling menjanjikan harapan adalah penggunaan pestisida.
Berbagai uji coba penggunaan pestisida pada tanaman padi
menunjukan bahwa pestiisda dapat melindungi tanaman dari serangan
OPT. selanjutnya tanaman dapat tumbuh dengan baiksehingga mampu
memberikan hasil yang lebih tinggi daripada tanaman tanpa aplikasi
pestisida. Pathak dan dhaliwal (1986) menyatakan bahwa penggunaan
pestisida pada tanaman padi di Negara- Negara Asia dapat menekan
serangan hama sehingga diperoleh penambahan hasil panen 20-30% di
atas hasil tanaman padi tanpa aplikasi pestisida. Namun, kenyataan
dilapangan menunjukan bahwa dapat menimbulkan masalah serius.
Selanjutnya, permasalahan ini menjadi bahan pertimbangan pemerintah
dalam mengatur segala sesuatu tentang pestiisda, antara lain undangundang no. 12 tahun 1992 tantang system budidaya tanaman, peraturan
pemerintah no. 7 tahun 1973 tentag pengawasan atas peredaran,
penyimpanan, dan penggunaan pestisida, serta peraturan pestisida yang
sifatnya kelembagaan, yaitu SK Mentan no. 243/kpts/op/4/1970 dan yang
terakhir SK no. 479/kpts/kp.150/7/1990 tentang pembentukan dan
susunan komisi pestisida.
2. Ruang lingkup penggunaan pestisida
Pestisida merupakan salah satu zat yang banyak dijumpai dan digunakan secara luas
oleh masyarakat dalam kehidupan sehari- hari, serta mudah didapatkan mulai dari
pendesaan sampai perkotaan. Ruang lingkup penggunaan pestisida meliputi bidangbidang berikut;

1. Pertanian, meliputi subsector tanaman pangan, tanaman perkeunan, pertanian, dan


karangtinakan dan pengawetanhasil pertanian;
2. Pengendalian hama penyakit hasil pertanian dalam penyimpanan (gudang), baik
skala besar (oleh badan urusan logistic, bulog) maupun perorangan.
3. Kehutanan, meliputi pengawetan hasil hutan misalnya; pengawetan kayu
gelondongan, kayu gergajian, kayu lapis, dan rotan.
4. Kesehatan lingkungan: untuk mengendalikan organisme penganggu yang
menyebabkan penyakit manusia, misalnya nyamuk, lalat, kecoa, tikus, baik yang
terdapat didalam rumah maupun diluar rumah.
5. Bagunan dan perobotan rumah tangga: untuk mengendalikan hama dan penyakit
yang menyerang kayu misalnya rayap, bubuk kayu, jamur, dan bahan lain seperti
karpet, kabel listrik dan cat tembok.
6. Pekerjaan umum: untuk mengendalikan gulma di tepi jalan, dan saluran air, dan
waduk.
7. Bidang perhubungan dan transportasi: untuk mengendalikan hama tikus dalam
kapal (derating) yang menjadi persyratan internasional sebum kapal boleh
berlabuh/meninggalkan pelabuhan, pengawetan bantalan kreta api,
mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang rumput di bandara udara atau
lapangan golf.
3. Pengelompokan pestisida
Pestisida menurut cara kerjanya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sistemik
dan non-sistemik. Pestisida yang mempunyai sifat sistemik, khususya insektisida,
dapat diserap oleh tanaman dan ditaranslokasikan ke semua bagian tanaman tersebut
(djannah,1989). Pestisida yang bersifat non-sistemik dapat mematikan hama bila,
1. Pestisida mengenai tubuh jasad sasaran kemudian merusak system saraf dan
disebut pestiisda kontak,

2. Pestiisda masuk kedalam perut melalui mulut kemudian merusak bagian


pencernaan atau dibagian dalam tubuh, dan pestisida disebut perut,
3. Pestisida masuk melalui lubang- lubang saluran pernafasankemudian merusak
system saraf, dan disebut pestisida pernapasan ( handoko,1983).
4.

klasifikasi pestisida

Pestisida dapat digolongkan menurut penggunaannya dan subklasifikasi menurut jenis


bentuk kimianya. Dari bentuk komponen bahan aktifnya maka pestisida dapat dipelajari
efek toksinya terhadap manusia maupun makhluk hidup lainnya dalam lingkungan yang
bersangkutan.
a. Organofosfat
Lebih dari 50.000 komponen orgonofosfat telah di sintesis dan diuji untuk aktivitas
inseksidanya. Tetapi yang telah digunakan tidak lebih dari 500 jenis saja dewasa ini.
Semua produk orgonofosfat tersebut berefek toksi bila terjadi kontak dengan
manusia. Beberapa jenis insektisida yang digunakan untuk keperluan medis misalnya
fisostigmin, endroprium, dan neostigmin yang digunakan untuk aktifitas
kholinomimetik ( efek seperti asetylcholline). Obat tersebut untuk di gunakan untuk
pengobatan gangguan neuromuskuler seperti myastinea gravis. Fisostigminjyga
digunakan untuk antidotum pengobatan toksisitas ingesti dari substansi
antikholinergik ( misalnya, trisklik anti depressant, antrophin dan sebagainya).
Fisostigmin, ekotiopat iodidedan organophosphorus juga berefek langsung untuk
mengobati glaucoma pada mata yaitu untuk mengurangi tekanan intraokuler pada
bola mata.
b. Beberapa contoh pestisida yang termasuk kedalam golongan
organofosfat antara lain ;

azinophosmethyl, chloryfos, dameton methyl, dichlorovos, dimethoat,


disulfoton, ethion, palathion, malathion, parathion, diazinon,
chlorpyrivos.
5. Dapak penggunaan pestisida terhadap kesehatan
Berdasarkan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pestisida harus
dibedakan dengan toksisitas absolutnya. Toksisitas dinyatakan oleh LD50 dari
senyawa yang bersangkutan, untuk menentukan besarnya bahaya pestisida harus
dinilai lain dan tidaj hanya ditentukan LD50, tetapi banyak factor luar sewaktu
manusia menggunakan bahan pestisida tersebut.
Pemakai pestisida dalam jumlah besar akan melibatatkan manusia dalam
jumlah besar pula. Keadaan ini akan menimbulkan banyak manusia yang terpapar
pestisida, mulai dari proses produksi, pemasaran, distribusi, hingga penggunaan.
A. Bahaya potensial penggunaan pestisida ada dua macam yaitu;
1. Bahaya poensi yang diakibatkan oleh paparan secara langsung terhadap
bahaya pestisida, mulai dari formulating plan sampai ketingkat pengguna.
2. Bahaya potensi secara tidak langsung, dmna setelah pestisida diaplikasikan
penggunaannya, banyak resedu- resedu pestisida yang lain akan mencemari
lingkungan yang akhirnya juga berpengaruh terhadap kesehatan manusia.
Pengguna pestisida yang tidak perlu juga meningkatkan risiko terhadap
kesehatan manusia, tanaman dan lingkungan. Hal ini banyak terjadi
karena kebanyakan pentane ( pengguna pestisida)sudah menganggap ke
harusan. Sebaiknya pestisida digunakan hanya untuk hal- hal yang perlu
saja yang berkaitan dengan efisien pengendalian hama karena jika tidak
manusia juga yang akan terkena dampaknya.

B. dampak negative yang timbul dari penggunaan pestisida serta manfaat analisis
kuantitatif pestisida di lingkungan untuk menjawab dilemma penggunaan pestisida.
Seiring dengan meningkatnya taraf kehidupan manusia, semakin banyak
zat kimia sintetik (yang kemudian disebut sebagai zat kimia) yang
diproduksi. Meskipun banyak manfaat yang diproleh zat kimia, dijumpai
pula dampak negatifnya. Bila zat kimia masuk ke lingkungan dan berada
pada tingkat diatas ambang batas yang diizinkan, maka zat kimia tersebut
akan bersifat sebagai zat pencemar dan menganggu keseimbangan alam.
Masuknya zat kimia kelingkungan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu;
1. sebagai limbah kegiatan industry dan rumah tangga,
2. pada waktu digunakan langsung masuk kelingkungan,
3. terdiri atas atmosfer, hidrosfer, litosfer, dan biosfer mampu
mengencerkan, menetralkan, menguraikan, dan memindahkan zat kimia
tersebut.
Bila kosentrasi zat kimia selama di lingkungan selalu di bawah ambang
atas, maka kejadian pencemaran dapat decegah. Oleh sebab itu, bila
perilaku zat kimia di lingkungan dapat diketahui secara kuantitatif, akan
dapat dilakukan langkah antisipasi untuk mencegah terjadinya
pencemaran lingkungan.
Pestisida dapat digolongkan sebagai zat kimia pada saat
penggunaannya langsung masuk ke lingkungan. Pestisida banyak
digunakan dalam berbagai segi kehidupan manusia dan dalam jumlah
yang cukup besar, sehingga pengelolahan pemakaian pestisida dan
langkah antisipasi dalam perencanaan penggunaan pestisida tersebut perlu
dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimumkan pemanfaatan

pestisida dan mencegah atau mengurangi terjadinya pencernaan


lingkungan.
Dalam menangani masalah produksi pertanian, khusus nya
pangan, yang selalu dituntut adalah peningkatan seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk, yang dikatakan sangat sulit dicapai tanpa
pestisida. Wajar saja bahwa jumlah pemakaian pestisida masi tetap
berkembang dengan pesat sampai saat ini. Hal ini dapat dibuktikan dari
sangat banyaknya jenis pestisida yang terdaftar dan diizikan pemakaian
serta dari tahun 2000 sebanyak 594 jenis (Komisi Pestisida, 2000), pada
tahun 2002 sebanyak 813 formulasi, dan tahun 2006 sebanyak 1336 jenis.
Selain itu, pada tahun 2006 terdaftar 196 nama perusahaan pestisida
pemegang pendaftaran (Komisi Pestisida 2006).
Penggunaan pestisida oleh masyarakat untuk mengendalikan
organisme penganggu pada saat ini masi sangat tinggi. Hal ini tersebut
karena pestisida mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan cara
pengendalian lainnya, yaitu;
1. dapat diaplikasikan dengan mudah. Pestiisda dapat diaplikasikan
dengan menggunakan alat relative sederhana (penyemprot, duster, bak
celup, dan lainnya) bahkan ada yang memerlukan alat (pestisida tabor.
2. dapat diaplikasikan setiap waktu ( pagi, siang, sore, dan malam) dan
setiap tempat (tempat tertutup maupun terbuka), serta sangat sedikit jenis
pestisida yang ditentukan oleh kondisi disekitarnya.
3. hasilnya dapat dirasakan dalam waktu singkat, misalnya penurunan
populasi organisme penganggu terlihat dalam waktu singkat. Bahkan
hasilnya dapat dirasakan dalam beberapa menit setelah aplikasi.

4. dapat diaplikasikan untuk area yang luas dengan waktu beberapa menit.
Tindakan cepat ini sangat diperlukan apabila terjadi eksplosi organisme
penganggu tumbuhan (OPT). pestisida diaplikasikan dengan alat
mistbower, power sprayer, bahkan dengan peswat terbang.
5.Mudah didapat dan memberi keuntungan ekonomis dalam jangka
pendek.
6. makin langka dan mahalnya tenaga dalam sector pertanian mendorong
masyarakat petani menggunakan pestisida.
7. selain itu perhitungan untung rugi dalam penggunaan pestisida relative
lebih mudah dilakukan.
Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk mengendalikan
organisme pengganggu bersifat biosida yang bersifat racun bagi
organisme penganggu sasaran, tetapi dapat juga meracuni organisme
bukan-sasaran termasuk manusia dan lingkungan serta dapat
menyebabkan keadaan berikut:
a. keracunan akut dan kronik. Keracunan aku dapat terjadi pada
pemakaian dan pekerja yang berhubungan dengan pestisida, misalnya
petani, pengencer, dan pekerja pabrik. Keracunan akut dapat terjadi
karena kontaminasi melalui kulit, mata, mulut, dan kontaminasi dalam
dosis tertentu bahkan dapat menyebabkan kematian. Selain ditentukan
oleh dosis,keracuan juga karena daya tosi pestisida yang bersangkutan.
Keracunan kronik dapat terjadi pada pemakaian, pekerja, dan konsumen
produk pertanian. Keracunan kronik antara lain karsigonetik dan
teratogenetik
b. keracuanan pada hewan piaraan
c. keracuanan pada ikan dan biota liar perairan
d. keracunan pada satwa liar

e. keracunan pada tanaman


f. keracunan pada musuh alami organisme penganggu tanaman (OPT)
g. kenaikan populasi organisme penganggu tanaman
h. resistensi organisme pengganggu tanaman
i. residu di lingkungan
j. pencemaran lingkungan
selain itu pencemaran pestisida dalam air tanah juga perlu
diperhatikan karena air tanah banyak di konsumsi untuk air minum. Dari
46 jenis pestisida yang digunakan lahan- lahan pertanian di amerika,
ternyata semuanya terdeteksi dalam air tanah di 26 negara bagian
(Williams et al., 1988)
Banyak usuha yang telah dilakukan untuk memperkecil jumlah
pestisida yang digunakan dan dampak negative yang ditimbulkannya.
Berikut ini di uraikan contohnya. Diterapkannya sistem pengendalian
hama terpadu (PHT) (Oka, 1994). PHT secara formal telah diadopsi
sebagai pelaksana perlindungan tanaman di Indonesia sejak tahun 1992
dengan diterbitkannya UU No. 12 tahun 1992 tentang sistem Budi Daya
Tanaman dan PP No. 6 tahun 1995 tentang perlindungan tanaman. Secara
nasional kebijakan PHT belum nyata mengubah pendaftaran, peredaran,
dan penggunaan pestisida oleh petani di Indonesia. Usaha komprehensif
dan terpadu harus dikembangkan dan diterapkan oleh semua pemangku
kepentingan (stakeholder) untuk melembagakan dan menerapkan PHT
(untung, 2004)
contoh lain untuk mengurangi penggunaan pestisida adalah
dikembangkannya teknologi mikroorganisme efektif (Sumarni, 1996) dan
pemanfaatan pestisida yang berasal dari tanaman, atau sering disebut
pestisida nabati (Kardinan, 1998). Selain itu, di Indonesia ada peraturan

pemberian izin hanya untuk formulasi jenis pestisida yang mempunyai


spectrum sempit sehingga muncul larangan penggunaan pestisida jenis
tertentu. Di Indonesia juga lebih melaksanakan prosedur pendaftaran dan
perizinan semua jenis dan kelompok pestisida sejak tahun 1970 yang
dikoordinasikan oleh depertemen pertanian sesuai dengan PP No. 7 tahun
1973 tentang pengawasan atas peredaran, penyimpanan, dan penggunaan
pestisida.
Macam perizinan pestisida meliputi izin tetap diberikan untuk
jangka waktu 5 tahun, izin sementara dan izin percobaan untuk jangka
waktu 1 tahun. Izin diberikan bagi pestisida yang dianggap efektif, aman,
dan memenuhi syarat- syarat teknis lain serta digunakan sesuai dengan
petunjuk yang tercantum pada label. Tujuan pemerintah mengatur
peredaran, penyimpanan, dan penggunaan pestisida dengan undangundang adalah untuk melindungi kesehatan manusia, sumber- sumber
kekayaan perairan, fauna dan flora alami, serta untuk menghindari
kontaminasi lingkungan. Izin diberikan pada pemohon yang dapat
membuktikan bahwa pestisida yang telah didaftarkan telah memenuhui
persyaratan teknis dan administrasi yang ditetapkan oleh pemerintah.
Beberapa persyratan teknis telah dikembangkan dan ditetapkan
melalui berbagai peraturan perundangan yang selalu menyesuaikan
dengan perkembangan kebijakan pemerintah dan kesepakatan
internasional terutama yang tercantum dalam FAO international code of
conduck on the distribution and use of pesticides (FAO, 2003) (Untung,
2004).

Banyak usaha yangtelah dilakukan untuk mengurangi penggunaan


pestisida, tetapi kenyataan para petani sampai saat ini masih tetap
menggunakan pestisida dalam jumlah yang cukup banyak, karena
pengalaman para petani menunjukan bahwa keberhasilan produksi
pertanian yang masih sangat tergantungan pada penggunaan pestisida
(Kardinan, 1998; laba et al., 1998). Kenyataan ini menunjukan bahwa
banyak manfaat yang dapat diperoleh dari pengguna pestisida, tetapi
disisi lain banyak pula dampak negative yang ditimbulkannya. Hal ini
yang sering disebut dilemma penggunaan pestisida dan yang perlu dicari
pemecahannya.
Salah satu hal yang dirasakan dapat membantu menyelesaikan
masalah tersebut adalah penyebarluasan informasi kuantitatif mengenai
perilaku pestisida selama berada di lingkungan. Informasi kuantitatif ini
dapat berupa perubahan konsentrasi pestisida sebagai fungsi waktu, waktu
keberadaannya (life-time) di lingkungan, laju perurairannya, dan panjang
lintasan perpindahan massanya atau penyebarannya selama berada di
lingkungan. Dengan informasi ini dapat dilakukan langkah antisipasi
dalam perencanaan penggunaan pestisida sehinggan dilemma yang
dihadapi dalam penggunaan pestisida dapat dimenimumkan, atau dapat
diperoleh manfaat dari penggunaan pestisida yang sebesar-besarnya
dengan dampak negative yang sekecil- kecilnya. Dengan demikian,
kesejahteraan manusia dapat meningkat.
Informasi kuantitatif suatu polutan di lingkungan dapat di susun
bila model matematis yang dapat menggambarkan proses yang terjadi

selama polutan di lingkungan, nilai berbagi parameter yang diperlukan


dalam model tersebut, dan program computer sebagai bantu hitung.
6. Keracunan pestisida
Keracunan pada tubuh dipengaruhi oleh beberapa factor, yakni;
1.

Sifat fisik bahan kimia, dapat berupa debu, uap, asap, fume atau

berbentuk lainnya
2. Dosis pestisida yang masuk kedalam tubuh
3. Sifat kimia pestisida, jenis persenyawaan, kelarutan dalam jaringan
tubuh, jenis larutan
4. Jalan masuk kedalam tubuh, dapat melalui inhalasi, igesti, kontak
kulit, dan selaput lender
5. Factor individu, yang berupa usia, jenis kelamin, daya tahan tubuh,
kebiasaan, nutrisi, genetic.
Penaktalaksanaan pestisida adalah sebagai suatu bentuk teknik tata laksana yang
berkaitan erat dengan keamanan dan ketepatan pemakaian dari tingkat produksi sampai
dengan pengguna dieingkat konsumen. Ada tiga efek pestisida terhadap kesehatan yaitu;
akut local, sistemik dan kronis.

7.

Gejala gejala keracunan pestisida


a.
Pestisida dibedakan berdasarkan cara masuk kedalam tubuh
1.
2.
3.
4.

yaitu melalui :
Mulut (per oral- ingesti)
Saluran pernafasan (inhalasi)
Dubur, vagina
Kulit
Pestisida apabila diserap tubuh akan masuk kedalam aliran darah dan
jaringan tubuh yang akan berikatan dengan enzim tergantung pada jenis
pestisida yang masuk.

Pada keracunan pestisida organoshospat akut, gejala akan timbul


beberapa menit sampai beberapa jam. Pada keracunan inhalasi gejala muncul
dalam 15 menit sampai 1 jam. Gejala- gejal yang sering muncul di jumpai
pada keracunan pestisida adalah;
1. Gejala awal adalah mual= mual, muntah, rasa lemah, sakit kepala dan
gangguan penglihatan
2. Gejala kelanjutan adalah sesak nafas, mengeluarkan lender dari hidung
dan air liur secara berlebihan, kelemahan dan berakhir dengan
kelumpuhan otot rangka
3. Gejala sentral adalah hidungnya reflex, bingung, suka bicara kenjang,
paralisis, koma, kematian timbul karena kelumpuhan otot pernafasan
b. Adapun gejala- gejala yang muncul sering dijumpai pada keracunan
pestisida adalah kronis antara lain:
1. Gejala pada system saraf antara lain; masalah ingatan yang gawat, sulit
konsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, kehilangan
kesadaran dan koma
2. Gejala pada hati : hepatitis
3. Gejala pada system kekebalan : allergy, kemampuan daya tahan tubuh
terhadap infeksi berkurang
4. Gejala pada system hormonal : beberapa pestisida mempengaruhi
hormone reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan produksi
sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang tidak normal pada
wanita, dan bahkan juga dapat menyebabkan pelebaran tiroid yang
akhirnya kanker tiroid.

8. Factor- factor yang mempengaruhi keracunan pestisida


Factor- factor yang dapat mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida
antara lain;
1. umur; fenomena alam, semakin lama seseorang hidup dan semakin bertambah
umurnya dan semakin banyak pula pemaparan yang dialaminya. Semakin
bertambah tua seseorang maka kemampuannya metabolismenya akan mengalami
penurunan, demikian fungsi enzim cholinseterasenya akan mengalami penurunan
aktivitasnya.
2. tingkat pendidikan; pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan formal
juga akan memberikan pengaruh terhadap kemampuan adaptasi seseorang serta
lebih mudah menerima pesan pesan yang disampaikan sehingga
penanganan/pengelolah pestisida juga akan lebih baik.
3. masa kerja; merupakan masa waktu berapa lama petani mulai melakukan
pekerjaannya. Sehingga semakin lama ia menjadi petani maka semakin banyak
pula kemungkinan untuk menjadi kontak dengan pestisida. Penurunan aktivitas
chollnesterase dalam darah akan terjadi hinggan 2 minggu setelah penyemprotan.
4. lama kerja per hari; dalam melakukan penyemprotan seseorang tidak boleh
lebih 2 jam. Semakin lama melakukan penyemprotan maka akan semakin tinggi
intensitas pemaparan yang terjadi.
5. jenis pestisida; kaitannya, dengan efek fungsi fisiologis yang ditimbulkan
terhadap tubuh, golongan orgonosfosfat dan carbamate lebih berbahaya dalam
bentuk gas.
6. dosis pestisida; pemakaian besar, maka akan semakin mempermudah
terjadinya keracunan pada petani pengguna.

7. frekuensi penyemprotan; semakin sering petani melakukan penyemprotan


dengan menggunakan pestisida maka akan semakin besar pula kemungkinan
untuk terjadinya keracunan.
8. waktu penyemprotan; perlu diperhatikan dalam melakukan kegiatan
penyemprotan berkaitan dengan suhu lingkungan yang dapat membuat
pengeluaran keringat lebih banyak pada siang hari, sehingga akan terjadi
kemungkinan penyerapan pestiisda melalui kulit lebih mudah.
9. arah angin waktu penyemprotan; harus diperhatikan oleh petani pada saat
melkukan kegiatan penyenprotan. Penyemprotan yang baik bila dilakukan secara
dengan arang angina.
10. pengguna alat pelindung diri; penggunaan alat pelindung diri merupakan
proteksi untuk mencegah terjadinya kecelakaan akibat kerja, termasuk terjadinya
keracunan pestisida pada petani waktu melakukan kegiatan penyemprotan.
9. kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid mempertahankan tingkat metabolisme diberbagai jaringan
agar optimal sehingga berfungsi normal. Hormone tiroid merangsang konsumsi
O2 pada sebagian besar sel di tubuh, mengatur metabolisme lemak dan
karbohidrat dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan normal.
Kelenjar tiroid tidak esensial bagi kehidupan, tetapi ketiadaannya
menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya
tahan terhadap dingin, serta pada anak- anak timbul retardasi mental dan
kecebolan (dwarfism). Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan menyebabkan
bahan menjadi kurus, gelisah, takikardia, tremor, dan kelebihan pembentukan
panas. Fungsi tiroid diatur oleh hormone perangsang tiroid (thyroid-simulating
hormone=TSH=tirotropin) dari hipofisis anterior. Sebaliknya, sekresi hormone

tropic ini sebagian di atur oleh umpan balik inhibitorik langsung kadar hormone
tiroid yang tinggi pada hipofisis serta hipotalamus dan sebagian lagi melalui
mekanisme neural yang bekerja melalui hipotalamus. Dengan cara ini,
perubahan- perubahan pada lingkungan internal dan eksternal menyebabkan
penyesuaian kecepatan sekresi tiroid.

10. Kerangka konsep dan hipotesis


1. Kerangka konsep

Umur
Tingkat
pendidikan
Masa kerja
Lama kerja per
hari
Jenis pestisida
Frekuensi
penyemprotan
dosis
Alat pelindung
diri
Waktu

Kejadian
guiter

Jenis makanan yang


dikonsumsi
Pemberian tablet
iodium

2. Hipotesisi
a. Ada hubungan antara umur petani dengan kejadian guiter
b. Ada hubungan antara tingkat pendidikan petani dengan kejadian guiter
c. Ada hubungan antara masa kerja petani dengan kejadian guiter
d. Ada hubungan antara lama kerja per hari dengan kejadian guiter
e. Ada hubungan antar jenis pestisida dengan kejadian guiter
f. Ada hubungan dengan antara frekuensi penyemprotan dengan kejadian
g.
h.
i.
j.

guiter
Ada hubungan antara dosis pestisida dengan kejadian guiter
Ada hubungan antara waktu menyemprot dengan kejadian guiter
Ada hubungan antara posisi terhadap arah angin waktu penyemprotan
Ada hubungan antara alat pelindung diri dengan kejadian guiter

Anda mungkin juga menyukai