Anda di halaman 1dari 48

SKENARIO C BLOK 15 TAHUN 2017

Jesica, 5-year-old girl, was referred to MH hospital for poor weight gain. Her mother said that
she frequently suffers from respiratory tract infection. Sometimes she complaints of shortness of
breath after activities and easily fatigue.

Post natal history: her birth weight was 3 kg

Physical examination

Jesicas body weight: 10 kg, body height: 70 cm, Temp: 37C, RR: 28x/min, HR: 100 bpm
regular, BP: 90/70mmHg.

Chest: Precordial bulging, hyperactive precordium, second heart sound (S2) is fixed and widely
split. A nonspecific 3/6, almost vibratory systolic ejection murmur is best heard at the upper left
sternal border, and there is also a mid diastole rumble murmur at the lower left sterna.

ECG: sinus rhythm, right bundle branch block(RBBB) pattern, right ventricular
hypertrophy(RVH), right atrial hypertrophy (RAH)

Chest X-ray: Cardiothoracic ratio 60%, upward apex, increased pulmonary vascular makings

I. Klarifikasi Istilah

1. Respiratory tract infection: Invasi dan multiplikasi mikroorganisme di sinus,


tenggorokan atau paru-paru
2. Shortness of breath(Dyspnea) : ketidaknyamanan dalam bernafas yang dirasakan oleh
seseorang yang dapat dinilai berdasarkan intesitas tingkat kesulitan dan dampaknya pada
aktivitas sehari-hari.

3. Easily fatigue : Keadaan meningkatnya ketidaknyamanan dan menurunnya efisiensi


akibat kerja yang berkepanjangan atau berlebihan.

4. Precordial bulging : Daerah permukaan anterior tubuh yang menutupi jantung dan dada
bagian bawah yang lebih menonjol dari dinding thoraks yang lain

1
5. Hyperactive precordium: Kondisi dimana precordium( daerah dada yang berada di atas
jantung ) yang mengalami pergerakan yang berlebihan bisa dikarenakan kondisi patologis
jantung
6. Second heart sound (S2) fixed and widely split: Bunyi terpecah yang terdengar saat
terjadi penutupan katup aorta dan pulmonal dan pembukaan katup mitral dan tricuspid
7. Vibratory systolic ejection murmur : Jenis murmur sistolik yang terutama terdengar
pada mid systole ketika volume ejeksi dan kecepatan aliran darah pada keadaan
maksimum
8. Mid Diastolic rumble murmur : Suara bising jantung yang terdengar seperti gemuruh,
terdengar pada fase middiastolik
9. Right Bundle Branc Block (RBBB) : Gangguan konduksi pada salah satu dari kedua
cabang utama sehingga impuls terlebih dahulu mencapai ventrikel kemudian menjalar ke
ventrikel lain.
10. Right Ventricular Hypertrophy (RVH) : Pembesaran atau pertumbuhan berlebih akibat
peningkatan ukuran sel penyusunnya pada ventrikel kanan
11. Right Atrial Hypertrophy (RAH): Kejadan dimana terjadi peningkatan jmlah darah
pada atrium kanan bisa terjadi karena adanya obstruksi kebocoran pada katup tricuspid
atau ASD atau abnormal pada sistem konduksi
12. Sinus rhythm : Irama jantung normal yang berasal dari nodus sinoatrial.
13. Upward apex: Terangkatnya apex jantung

II. Identifikasi Masalah


1. Jesica, 5-year-old girl, was referred to MH hospital for poor weight gain.
2. Her mother said that she frequently suffers from respiratory tract infection. Sometimes
she complaints of shortness of breath after activities and easily fatigue.
3. Physical examination
Post natal history: her birth weight was 3 kg
Jesicas body weight: 10 kg, body height: 70 cm, Temp: 37C, RR: 28x/min, HR: 100 bpm
regular, BP: 90/70mmHg.
Chest: Precordial bulging, hyperactive precordium, second heart sound (S2) is fixed and
widely split. A nonspecific 3/6, almost vibratory systolic ejection murmur is best heard at
the upper left sternal border, and there is also a mid diastole rumble murmur at the lower
left sterna.
4. ECG: sinus rhythm, right bundle branch block (RBBB) pattern, right ventricular
hypertrophy (RVH), right atrial hypertrophy (RAH)
5. Chest X-ray: Cardiothoracic ratio 60%, upward apex, increased pulmonary
vascular makings

2
III. Prioritas Masalah

No. Identifikasi Masalah O-E Concern


1. Jesica, 5-year-old girl, was referred to MH hospital for poor
weight gain. + VVV

2. Her mother said that she frequently suffers from respiratory


tract infection. Sometimes she complaints of shortness of + VV
breath after activities and easily fatigue.

3. Physical examination

Post natal history: her birth weight was 3 kg

Jesicas body weight: 10 kg, body height: 70 cm, Temp:


37C, RR: 28x/min, HR: 100 bpm regular, BP: 90/70mmHg.
+ V
Chest: Precordial bulging, hyperactive precordium, second
heart sound (S2) is fixed and widely split. A nonspecific 3/6,
almost vibratory systolic ejection murmur is best heard at
the upper left sternal border, and there is also a mid diastole
rumble murmur at the lower left sterna.

4. ECG: sinus rhythm, right bundle branch block (RBBB)


pattern, right ventricular hypertrophy (RVH), right atrial + V
hypertrophy (RAH)

5. Chest X-ray: Cardiothoracic ratio 60%, upward apex,


increased pulmonary vascular makings + V

IV. Analisis Masalah

1. Jesica, 5-year-old girl, was referred to MH hospital for poor weight gain. Vvv

a. Bagaimana pola pertumbuhan anak perempuan umur 5 tahun?


b. Apa yang menyebabkan berat badan jesica sulit naik?
c. Bagaimana hubungan jenis kelamin dan umur dengan kasus?

3
d. Bagaimana mekanisme berat badan sulit naik?
e. Apa saja saja hormon-hormon yang terlibat dalam pertumbuhan?
f. Apa dampak berat badan sulit naik pada Jesica?

2. Her mother said that she frequently suffers from respiratory tract infection.
Sometimes she complaints of shortness of breath after activities and easily fatigue.
a. Apa penyebab infeksi saluran pernapasan pada Jesica?
b. Bagaimana mekanisme sulit bernapas dan mudah kelelahan pada kasus?

c. Bagaimana hubungan sesak nafas dengan aktivistas pada pasien?

d. Apa saja mikroorganisme yang sering menginfeksi pernapasan Jesica?


e. Bagaimana hubungan sukar naik berat badan dengan infeksi saluran napas?
f. Bagaimana struktur anatomidari saluran napas pada kasus? (Patologis dan
Normal)

g. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari sistem kardiovaskuler?

h. Bagaiman hubungan gejala di atas?


i. Bagaimana mekanisme pertahanan tubuh pertama kali terkena infeksi?

3. Physical examination
Post natal history: her birth weight was 3 kg
Jesicas body weight: 10 kg, body height: 70 cm, Temp: 37C, RR: 28x/min, HR: 100 bpm
regular, BP: 90/70mmHg.
Chest: Precordial bulging, hyperactive precordium, second heart sound (S2) is fixed and
widely split. A nonspecific 3/6, almost vibratory systolic ejection murmur is best heard at
the upper left sternal border, and there is also a mid diastole rumble murmur at the lower
left sterna.

a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?Sasas

b. Bagaimana mekanisme abnormal?

c. Apa hubungan post natal history dengan BB sekarang?

d. Bagaimana cara pemeriksaan dada pada kasus?

e. Bagaimana gambaran precordial bulging?

f. Bagaimana membedakan bunyi S2 normal dan S2 pada kasus?

g. Apa saja jenis-jenis murmur?

4
4. ECG: sinus rhythm, right bundle branch block(RBBB) pattern, right ventricular
hypertrophy(RVH), right atrial hypertrophy (RAH)

a. Bagaimana interpretasi ECG?

b. Bagaimana mekanisme dari interpretasi abnormal?

c. Bagaimana gambaran EKG pada kasus?

5. Chest X-ray: Cardiothoracic ratio 60%, upward apex, increased pulmonary


vascular makings
a. Bagaimana interpretasi X-ray?

b. Bagaimana mekanisme abnormal?


c. Bagaimana gambaran chest x-ray pada kasus?

6. Hipotesis: Jesica mengalami kelainan ASD

a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemiologi
d. Faktor Resiko
e. Manifestasi klinis
f. Patofisiologi dan Patogenesis (Embriogenesis Jantung)
g. DD
h. DK
i. Algoritma penegakan diagnosis (Anamnesis, Pemfis, Pemeriksaan penunjang)
j. Komplikasi
k. Tata Laksana
l. Prognosis
m. Pencegahan
n. SKDI

5
V. Tabel Keterbatasan

Topik What I dont What I have to How I Will


What I Know
Pembelajaran Know Prove Learn

Anatomi dan Bagian-bagian - Fisiologi Jurnal


Fisiologi Pakar
organ system Sistem
Internet
Sistem respirasi Respirasi Text Book
Respirasi

Anatomi dan Bagian-bagian - Fisiologi


Fisiologi organ system Sistem
Sistem kardiovaskular Kardiovaskular
Kardiovaskular

Mekanisme - Patofisiologi -
Gejala Gejala
Kaitan antar
gejala
Pemeriksaan - - Interpretasi
Fisik Mechanisme
abnormal
Prosedur
Pemeriksaan

6
Pemeriksaan - - Interpretasi
Lab Mekanisme
abnormal
Prosedur
Pemeriksaan

Pemeriksaan - - Interpretasi
Tambahan Mekanisme
abnormal
Prosedur
Pemeriksaan

Sesak nafas Definisi Etiologi Klasifikasi


Patofisiologi
Tata laksana

Nyeri Dada Nyeri dada Etiologi -


Patofisiologi
Tata laksana

7
Gagal Jantung - Definisi -
Etiologi
Epidemiologi
Prognosis
Pencegahan
Penegakan
diagnosis
Diagnosis
banding
Patofisiologi
Tata laksana

VI. Learning Issue


Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan


a. Paru
Paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m2 untuk pertukaran
udara. Tiap paru memiliki: apeks yang mencapai ujung sternal kosta pertama, permukaan
costovertebral yang melapisi dinding dada, basis yang terletak di atas diafragma dan permukaan
mediastinal yang menempel dan membentuk struktur mediastinal di sebelahnya.

Paru kanan terbagi menjadi lobus atas, tengah, dan bawah oleh fissura obliqus dan
horizontal. Paru kiri hanya memiliki fissura obliqus sehingga tidak ada lobus tengah. Segmen
lingular merupakan sisi kiri yang ekuivalen dengan lobus tengah kanan. Namun, secara anatomis
lingual merupakan bagian dari lobus atas kiri. Struktur yang masuk dan keluar dari paru
melewati hilus paru yang diselubungi oleh kantung pleura yang longgar.

8
Setiap paru diselubungi oleh kantung pleura berdinding ganda yang membrannya
melapisi bagian dalam toraks dan menyelubungi permukaan luar paru. Setiap pleura
mengandung beberapa lapis jaringan ikat elastik dan mengandung banyak kapiler. Diantara
lapisan pleura tersebut terdapat cairan yang bervolume sekitar 25-30 mL yang disebut cairan
pleura. Cairan pleura tersebut berfungsi sebagai pelumas untuk gerakan paru di dalam rongga.

Bronki dan jaringan parenkim paru mendapat pasokan darah dari arteri bronkialis
cabang-cabang dari aorta thoracalis descendens. Vena bronkialis, yang juga berhubungan dengan
vena pulmonalis, mengalirkan darah ke vena azigos dan vena hemiazigos. Alveoli mendapat
darah deoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteri pulmonalis dan darah yang teroksigenasi
mengalir kembali melalui cabang-cabang vena pulmonalis. Dua vena pulmonalis mengalirkan
darah kembali dari tiap paru ke atrium kiri jantung.

Drainase limfatik paru mengalir kembali dari perifer menuju kelompok kelenjar getah
bening trakeobronkial hilar dan selanjutnya menuju trunkus limfatikus mediastinal.

Paru dipersyarafi oleh pleksus pulmonalis yang terletak di pangkal paru. Pleksus ini
terdiri dari serabut simpatis (dari truncus simpaticus) dan serabut parasimpatis (dari arteri vagus).
Serabut eferen dari pleksus mensarafi otot-otot bronkus dan serabut aferen diterima dari
membran mukosa bronkioli dan alveoli.

Gambar 1. Anatomi paru kanan dan kiri dilihar dari medial


Sumber : dr.b-ch lecture presentation

b. Saluran Napas
Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan

9
paru. Laring membagi saluran pernapasan menjadi dua bagian, yakni saluran pernapasan atas dan
saluran pernapasan bawah.

Setelah melalui saluran hidung dan faring, tempat udara pernapasan dihangatkan dan
dilembabkan oleh uap air, udara inspirasi berjalan menuruni trakea, melalui bronkiolus,
bronkiolus respiratorius, dan duktus alveolaris sampai alveolus.

Antara trakea dan kantong alveolar terdapat 23 kali percabangan saluran udara. Enam
belas percabangan pertama saluran udara merupakan zona konduksi yang meyalurkan udara dari
dan ke lingkungan luar. Bagian ini terdiri atas bronkus, bronkiolus, dan bronkiolus terminalis.
Tujuh percabangan berikutnya merupakan zona peralihan dan zona respirasi, dimana proses
pertukaran gas terjadi, terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveolus.
Adanya percabangan saluran udara yang majemuk ini meningkatkan luas total penampang
melintang saluran udara, dari 2,5 cm2 di trakea, menjadi 11.800 cm2 di alveoli. Akibatnya,
kecepatan aliran udara di dalam saluran udara kecil berkurang ke nilai yang sangat rendah.

Tiap alveolus dikelilingi oleh pembuluh kapiler paru. Di sebagian besar daerah, udara dan
darah hanya dipisahkan oleh epitel alveolus dan endotel kapiler sehingga keduanya hanya
terpisah sejauh 0,5 m. Tiap alveolus dilapisi oleh 2 jenis sel epitel, yaitu sel tipe 1 dan sel tipe 2.
Sel tipe 1 merupakan sel gepeng sebagai sel pelapis utama, sedangkan sel tipe 2 (pneumosit
granuler) lebih tebal, banyak mengandung badan inklusi lamelar dan mensekresi surfaktan.
Surfaktan merupakan zat lemak yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan.

c. Otot Pernapasan

Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume intratoraks sebesar 75% selama


inspirasi tenang. Otot diafragma melekat di sekeliling bagian dasar rongga toraks, yang
membentuk kubah diatas hepar dan bergerak ke arah bawah seperti piston pada saat berkontraksi.
Jarak pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm sampai 7 cm saat inspirasi dalam.

Otot inspirasi utama lainnya adalah musculus interkostalis eksternus, yang berjalan dari
iga ke iga secara miring ke arah bawah dan ke depan. Poros iga bersendi pada vertebra sehingga
ketika musculus intercostalis eksternus berkontraksi, iga-iga dibawahnya akan terangkat.
Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan memperbesar diameter anteroposterior rongga
dada. Diameter transversal juga meningkat, tetapi dengan derajat yang lebih kecil. Musculus

10
interkostalis eksternus dan diafragma dapat mempertahankan ventilasi yang adekuat pada
keadaan istirahat. Musculus scalenus dan musculus sternocleidomastoideus merupakan otot
inspirasi tambahan yang ikut membantu mengangkat rongga dada pada pernapasan yang sukar
dan dalam.

Otot ekspirasi akan berkontraksi jika terjadi ekspirasi kuat dan menyebabkan volume
intratoraks berkurang. Musculus intercostalis internus bertugas untuk melakukan hal tersebut
karena otot-otot ini berjalan miring ke arah bawah dan belakang dari iga ke iga sehingga ketika
berkontraksi, otot-otot ini akan menarik rongga dada ke bawah. Kontraksi otot dinding abdomen
anterior juga membantu proses ekspirasi dengan cara menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam
serta dengan meningkatkan tekanan intra-abdomen yang akan mendorong diafragma ke atas.

Gambar 2. Otot-otot pernapasan dinding dada


Sumber : dr.b-ch lecture presentation
B. Mekanisme Pernafasan

a. Inspirasi dan Ekspirasi

Paru dan dinding dada merupakan struktur yang elastis. Pada keadaan normal, hanya
ditemukan selapis tipis cairan di antara paru dan dinding dada (ruang intrapleura).

Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan meningkatkan volume

11
intratoraks. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari sekitar -2,5 mmHg (relatif
terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg. Jaringan paru akan semakin
teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif dan udara akan
mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai menarik dinding dada
kembali ke kedudukan ekspirasi sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya recoil
jaringan paru dan dinding dada. Tekanan di saluran udara menjadi lebih positif dan udara
mengalir meninggalkan paru. Ekspirasi selama pernapasan tenang merupakan proses pasif yang
tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratoraks. Namun, pada awal
ekspirasi, sedikit kontraksi otot inspirasi masih terjadi. Kontraksi ini bertujuan untuk meredam
daya recoil paru dan memperlambat ekspirasi.

Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun menjadi -30 mmHg sehingga
pengembangan jaringan paru menjadi lebih besar. Bila ventilasi meningkat, derajat
pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan oleh kontraksi aktif otot ekspirasi yang
menurunkan volume intratoraks.

b. Volume dan Kapasitas Paru


Volume paru dan kapasitas paru merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem
pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas fungsi paru dapat diketahui
besarnya kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya kelainan fungsi paru.

1. Volume Paru
Empat macam volume paru tersebut jika semuanya dijumlahkan, sama dengan volume
maksimal paru yang mengembang atau disebut juga total lung capacity, dan arti dari
masing-masing volume tersebut adalah sebagai berikut :
Volume tidal merupakan jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap kali
inspirasi atau ekspirasi pada setiap pernapasan normal. Nilai rerata pada kondisi
istirahat = 500 ml.
Volume cadangan inspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat masuk
ke dalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa dan diatas volume
tidal, digunakan pada saat aktivitas fisik. Volume cadangan inspirasi dicapai
dengan kontraksi maksimal diafragma, musculus intercostalis eksternus dan otot
inspirasi tambahan. Nilai rerata = 3000 ml.

12
Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang dapat dikeluarkan
secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi secara maksimal,
setelah ekspirasi biasa. Nilai rerata = 1000 ml.
Volume residual merupakan udara yang masih tertinggal di dalam paru setelah
ekspirasi maksimal. Volume ini tidak dapat diukur secara langsung
menggunakan spirometri. Namun, volume ini dapat diukur secara tidak
langsung melalui teknik pengenceran gas yang melibatkan inspirasi sejumlah
gas tertentu yang tidak berbahaya seperti helium. Nilai rerata = 1200 ml.

Gambar 3. Diagram yang memperlihatkan peristiwa pernapasan selama bernapas normal,


inspirasi maksimal dan ekspirasi maksimal.
Sumber : Springfield Technical Community College

Anatomi dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri dari jantung,
komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan dan mengalirkan suplai
oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di perlukan dalam proses metabolisme tubuh.
Sistem kardivaskuler memerlukan banyak mekanisme yang bervariasi agar fungsi regulasinya
dapat merespons aktivitas tubuh, salah satunya adalah meningkatkan aktivitas suplai darah agar
aktivitas jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak di
arahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berfungsi memlihara dan
mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri.

13
Gambar : Jantung pusat kardiovaskuler

Anatomi Jantung
Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti
piramida terbalik dengan apeks (anterior-inferior
ICS- V) berada di bawah dan basis (superior-posterior:
C-II) berada di atas. Pada basis jantung terdapat aorta,
batang nadi paru, pembuluh balik atas dan bawah
dan pembuluh balik. Jantung sebagai pusat sistem
kardiovaskuler terletak di sebelah rongga dada
(cav um thoraks) sebelah kiri yang terlindung oleh
costae tepatnya pada mediastinum. Berat pada orang dewasa sekitar 250-350 gram.

14
Gambar 3. Anatomi Jantung

Lapisan Otot Jantung


Otot jantung terdiri atas 3 lapisan, yaitu:
1. Pericardium
Jantung di bungkus oleh sebuah lapisan yang disebut lapisan perikardium, di mana lapisan
perikardium ini di bagi menjadi 3 lapisan, yaitu:
1) Lapisan fibrosa, yaitu lapisan paling luar pembungkus jantung yang melindungi jantung
ketika jantung mengalami overdistention.
2) Lapisan parietal, yaitu bagian dalam dari dinding lapisan fibrosa
3) Lapisan Visceral, lapisan perikardium yang bersentuhan dengan lapisan luar dari otot
jantung atau epikardium.
Diantara lapisan pericardium parietal dan lapisan perikardium visceral, terdapat ruang atau
space yang berisi pelumas atau cairan serosa atau yang disebut dengan cairan perikardium.
Cairan perikardium berfungsi untuk melindungi dari gesekan-gesekan yang berlebihan saat
jantung berdenyut atau berkontraksi.
Banyaknya cairan perikardium ini antara 15- 50 ml,
dan tidak boleh kurang atau lebih karena akan
mempengaruhi fungsi kerja jantung.

2. Miokardium
Lapisan otot jantung yang menerima darah dari
arteri koronaria. Susunan miokardium, yaitu:
- Otot atria: sangat tipis dan kurang teratur,
disusun oleh dua lapisan. Lapisan dalam
mencakup serabut-serabut berbentuk lingkaran dan lapisan luar mencakup kedua atria
- Otot ventrikuler: membentuk bilik jantung dimulai dari cincin antrioventikuler sampai
ke apeks jantung
- Otot atrioventrikuler: dinding pemisah antara serambi dan bilik( atrium dan ventrikel)
3. Endokardium

15
Dinding dalam atrium yang diliputi oleh membran
yang mengkilat yang terdiri dari jaringan endotel
atau selaput lendir endocardium, kecuali aurikula dan
bagian depan sinus vena kava.

Gambar 5. Lapisan Otot Jantung

Katup Jantung
Katup berfungsi mencegah aliran darah balik ke ruang jantung sebelum, sesaat,dan
setelah kontraksi atau sistolik dan sesaat saat relaksasi atau diastolik. Tiap bagian daun katup
jantung diikat oleh chordae tendinea, sehingga pada saat kontraksi daun katup tidak terdorong
masuk keruang sebelumnya yang bertekanan rendah. Chordae tendinea sendiri berikatan dengan
otot yang disebut muskulus papilaris.
Gambar 6. Katup Jantung

Katup jatung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang menghubungkan antara atrium
dengan ventrikel dinamakan katup atrioventrikuler, sedangkan katup yang menghubungkan
sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal dinamakan katup semilunar.
1) Katup atrioventrikuler terdiri dari katup trikuspid yaitu katup yang menghubungkan
antara atrium kanan dengan ventrikel kanan, dan katup mitral atau bicuspid yaitu katup yang
menghubungkan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri.

16
2) Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yaitu katup yang menghubungkan antara
ventrikel kanan dengan pulmonal trunk, dan katup aorta yaitu katup yang menghubungkan antara
ventrikel kiri dengan asendence aorta.
Ruang dan Dinding Jantung
1. Atrium
Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang pendek, yaitu ke ventrikel, otot
atrium lebih tipis dibandingkan dengan otot ventrikel.
Ruang atrium dibagi menjadi 2, yaitu atrium kanan dan atrium kiri.
Kedua atrium memiliki bagian luar organ masing-masing yaitu auricle. Kedua atrium
dihubungkan dengan satu auricle yang berfungsi menampung darah apabila kedua atrium
memiliki kelebihan volume.
Kedua atrium bagian dalam dibatasi oleh septal atrium. Ada bagian septal atrium yang
dinamakan fossa ovalis, yaitu bagian septal atrium yang mengalami depresi disebabkan karena
penutupan foramen ovale saat kita lahir.
2. Ventrikel
Demikian halnya dengan ruang ventrikel, dibagi lagi menjadi 2 yaitu ventrikel kanan dan
ventrikel kiri. Bagian otot jantung di bagian dalam ventrikel yang berupa tonjolan-tonjolan yang
tidak beraturan dinamakan trabecula. Kedua otot atrium dan ventrikel dihubungkan dengan
jaringan penghubung yang juga membentuk katup jatung dinamakan sulcus coronary, dan 2
sulcus yang lain adalah anterior dan posterior interventrikuler yang keduanya menghubungkan
dan memisahkan antara kiri dan kanan kedua ventrikel.
Perlu diketahui bahwa tekanan jantung sebelah kiri lebih besar dibandingkan dengan tekanan
jantung sebelah kanan, karena jantung kiri menghadapi aliran darah sistemik atau sirkulasi
sistemik yang terdiri dari beberapa organ tubuh sehingga dibutuhkan tekanan yang besar
dibandingkan dengan jantung kanan yang hanya bertanggung jawab pada paru-paru saja,
sehingga otot jantung sebelah kiri khususnya otot ventrikel sebelah kiri lebih tebal dibandingkan
otot ventrikel kanan.

Pembuluh Darah Jantung


Ada beberapa pembuluh besar yang perlu diketahui, yaitu:
1) Vena Cava Superior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian atas
diafragma menuju atrium kanan
2) Vena Cava Inferior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian bawah
diafragma ke atrium kanan
3) Sinus Coronary, yaitu vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari jantung
sendiri

17
4) Pulmonary Trunk, yaitu pembuluh darah besar yang
membawa darah kotor dari ventrikel kanan ke arteri pulmonali
5) Arteri Pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan
kiri yang membawa darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua
paru-paru
6) Vena Pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah bersih dari
kedua paru-paru ke atrium kiri
7) Assending Aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari ventrikel
kiri ke arkus aorta ke cabangnya yang bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian atas
8) Desending Aorta, yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan bertanggung jawab
dengan organ tubuh bagian bawah
Gambar 7. Pembuluh Darah Jantung

Persyarafan jantung tersusun atas sistem yang menimbulkan dan menghantarkan impuls
pada jantung. Sistem yang menimbulkan dan menghantarkan impuls dari jantung terdiri atas
beberapa struktur yang memungkinkan bagi atrium dan ventrikel untuk berdenyut secara
berurutan dan memungkinkan jantung berfungsi sebagai pompa yang efisien. Sistem ini terdiri
atas:

1. Simpul sinoatrial (dari Keith dan Flack) sebagai alat pacu (pace maker) jantung.

2. Simpul atrioventrikuler (dari Tawara).

3. Juga terdapat berkas atrioventrikuler (berkas His) yang berasal dari simpul
atrioventrikuler dan berjalan ke ventrikel, bercabang dan mengirimkan cabangcabang ke kedua
ventrikel.

Pada daerah-daerah yang dekat dengan simpul sinoatrial dan atrioventrikuler, terdapat sel-sel
syaraf ganglion dan serabut-serabut syaraf. Syaraf-syaraf ini mempengaruhi irama jantung,

18
dimana perangsangan bagian parasimpatis (nervus vagus) menimbulkan perlambatan denyut
jantung, sedangkan perangsangan syaraf simpatis mempercepat irama pace maker.

Krisis Hipertensi

DEFINISI DAN KLASIFIKASI KRISIS HIPERTENSI


Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan prioritas pengobatan,
sebagai berikut :
- Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg, disertai
kerusakan berat dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi
akut (tabel I). Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau
kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam.
Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU).
- Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa
kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam
sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral. (tabel II).

Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :


a. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg,
walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan
kepatuhan pasien.
b. Hipetensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan
funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.
c. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 130
mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peniggian tekanan
intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila
penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita
dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita
yang sebelumnya mempunyai TD normal.
d. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit

19
kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible bila
TD diturunkan.

II. MANIFESTASI KLINIS


Tabel I : Hipertensi emergensi ( darurat )
TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.
Pendarahan intra Kranial, ombotik CVA atau pendarahan subarakhnoid.
Hipertensi ensefalopati.
Aorta diseksi akut.
Oedema paru akut.
Eklampsi.
Feokhromositoma.
Funduskopi KW III atau IV.
Insufisiensi ginjal akut.
Infark miokard akut, angina
unstable.
Sindroma kelebihan
Katekholamin yang lain :
- Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.
- Cedera kepala.
- Luka bakar.
- Interaksi obat.

Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak )


Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan
minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan
pada tabel I.
KW I atau II pada funduskopi.
Hipertensi post operasi.
Hipertensi tak terkontrol /

20
tanpa diobati pada perioperatif.

Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya dari
tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa,
seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih
tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis, jarang
terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila
TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita
hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati
demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110 mmHg.

III. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi endotel,
remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor pe-nyebab hipertensi emergensi dan hipertensi
urgensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat
disertai pening-atan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan
menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat keru-sakan
vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.

MEKANISME AUTOREGULASI
Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan
pasokan da-rah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan
berbagai ting-katan perubahan kontraksi/dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka
akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu
normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70
mmHg. Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen
lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang menurun. Bila mekanisme ini
gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan
dan sinkop.

21
Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskuar dan usia tua, batas ambang
autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva,sehingga pengurangan aliran
darah dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih tinggi

Gambar . Kurva autoregulasi pada tekanan darah.

Pada penelitian Stragard, dilakukan pemgukuran MAP pada penderita hipertensi dengan
yang nor-motensi. Didapatkan penderita hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai diantara
grup nor-motensi dan hipertensi tanpa pengobatan. Orang dengan hipertensi terkontrol cenderung
meng-geser autoregulasi ke arah normal.
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi,
diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% di bawah resting
MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi krisis, penurunan MAP sebanyak 20%-25%
dalam beberapa menit atau jam,tergantung dari apakah emergensi atau urgensi. Penurunan
tekanan darah pada penderita diseksi aorta akut ataupun edema paru akibat payah jantung kiri
dilakukan dalam tempo 15-30 menit dan bisa lebih cepat lagi dibandingkan hipertensi emergensi
lainya. Penderita hipertensi ensefalo-pati, penurunan tekanan darah 25% dalam 2-3 jam. Untuk
pasien dengan infark serebri akut atau-pun perdarahan intrakranial, penurunan tekanan darah
dilakukan lebih lambat (6-12 jam) dan harus dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari
170-180/100 mmHg.

22
IV. DIAGNOSA
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi
tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang
menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis
hipertensi.
1. Anamnesa : Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang
penting ditanyakan :
Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.
Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
Usia : sering pada usia 40 60 tahun.
Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas ). Gejala
sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ).
Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri
dada ).
Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis. Riwayat
kehamilan : tanda eklampsi.
2. Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD ( baring dan berdiri ) mencari
kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif,
altadiseksi ). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi
ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain
seperti penyakit jantung koroner.
3. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
a. darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.
b. urine : Urinelisa dan kultur urine.
c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
d. Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana ).

23
2. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
yang pertama ) :
a. sangkaan kelainan renal : IVP, Renald angiography ( kasus tertentu ),
biopsi renald ( kasus tertentu ).
b. menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT
Scan.
c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk Katekholamine,
metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ).
4. Faktor presifitasi pada krisis hipertensi
Dari anamnese dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dapat dibedakan
hipertensi emergensi urgensi dan faktor-faktor yang mempresipitasi krisis hipertensi.
Keadaan-keadaan klinis yang sering mempresipitasi timbulnya krisis hipertensi, antara
lain :
a) Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis essensial ( tersering ).
Hipertensi renovaskular.
b) Glomerulonefritis akut.
c) Sindroma withdrawal anti hypertensi.
d) Cedera kepala dan ruda paksa susunan syaraf pusat.
Renin-secretin tumors.
e) Pemakaian prekusor katekholamine pada pasien yang
mendapat MAO. Inhibitors.
f) Penyakit parenkhim ginjal.
g) Pengaruh obat : kontrasepsi oral, anti depressant trisiklik, MAO Inhibitor,
simpatomimetik ( pil diet, sejenis Amphetamin ), kortikosteroid, NSAID, ergot alk.
h) Luka bakar.
i) Progresif sistematik sklerosis, SLE.
5. Differensial diagnosa
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi
seperti :
- Hipertensi berat
- Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.

24
- Ansietas dengan hipertensi labil.
- Oedema paru dengan payah jantung kiri.

V. PENATALAKSANAAN

1. Hipertensi Urgensi
A. Penatalaksanaan Umum
Manajemen penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi tidak mem-
butuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-obatan oral aksi cepat akan memberi man-faat
untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal Mean Arterial Pressure (MAP) dapat
diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal penurunan tekanan darah dapat
diturunkan sampai 160/110 mmHg.
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi par-enteral maupun oral bukan tanpa risiko dalam
menurunkan tekanan darah. Pemberian loading dose obat oral anti-hipertensi dapat menimbul-
kan efek akumulasi dan pasien akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi

25
penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi
urgensi.

B. Obat-obatan spesifik untuk hipertensi urgensi


1) Captopril adalah golongan angiotensin-convert-ing enzyme (ACE) inhibitor dengan
onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg sebagai dosis awal kemudian
tingkatkan dosis-nya 50-100 mg setelah 90-120 menit kemudian. Efek yang sering
terjadi yaitu batuk, hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada
pasien dengan stenosis pada arteri renal bilateral).
2) Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering digunakan pada
pasien de-ngan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang dilakukan pada 53 pasien
dengan hipertensi urgensi secara random terhadap penggunaan nicardipine atau
placebo. Nicardipine memiliki efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan placebo
yang mencapai 22% (p=0,002). Penggu-naan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat diu-
lang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah yang diinginkan. Efek samping yang
sering terja-di seperti palpitasi, berkeringat dan sakit kepala.
3) Labetalol adalah gabungan antara 1 dan -adrenergic blocking dan memiliki waktu
kerja mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol memiliki dose range yang sangat
lebar sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis. Peneli-tian secara random pada 36
pasien, setiap grup dibagi menjadi 3 kelompok; diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan
300 mg secara oral dan meng-hasilkan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik
secara signifikan. Secara umum la-betalol dapat diberikan mulai dari dosis 200 mg
secara oral dan dapat diulangi setiap 3-4 jam kemudian. Efek samping yang sering
muncul ada-lah mual dan sakit kepala.
4) Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (2-adrenergicreceptor
agonist) yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit dan puncaknya antara 2-4 jam.
Dosis awal bisa diberikan 0,1-0,2 mg kemudian berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai
tercapainya tekanan da-rah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. Efek
samping yang sering terjadi adalah se-dasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.
5) Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki pucak kerja antara
10-20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi

26
urgensi karena dapat menurunkan tekanan darah yang men-dadak dan tidak dapat
diprediksikan sehingga berhubungan dengan kejadian stroke.

2. Hipertensi Emergensi
A. Penatalaksanaan Umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada kerusakan or-
gan target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan
cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol
dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal pe-nurunan tekanan darah masih belum jelas,
tetapi penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% se-lama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam
berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan berle-bihan akan mengakibatkan jantung
dan pembu-luh darah orak mengalami hipoperfusi.

B. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi


1) Neurologic emergency. Kegawatdaru-ratan neurologi sering terjadi pada hi-pertensi
emergensi seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan intrakranial dan stroke
iskemik akut. American Heart Association merekomendasikan penu-runan tekanan
darah > 180/105 mmHg pada hipertensi dengan perdarahan intrakranial dan MAP harus
dipertahankan di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke iske-mik tekanan darah
harus dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal untuk menentukan apakah tekanan darah
akan menurun se-cara sepontan. Secara terus-menerus MAP dipertahankan > 130
mmHg.
2) Cardiac emergency. Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti iskemik akut
pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi emergensi
yang melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi den-gan nitroglycerin.
Pada studi yang telah di-lakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan
aliran darah pada arteri ko-roner. Pada keadaan diseksi aorta akut pem-berian obat-
obatan -blocker (labetalol dan esmolol) secara IV dapat diberikan pada terapi awal,
kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-obatan vasodilatasi seperti nitroprusside. Obat-
obatan tersebut dapat menurunkan tekanan darah sampai target tekanan darah yang
diinginkan (TD sistolik > 120mmHg) dalam waktu 20 menit.

27
3) Kidney Failure. Acute kidney injury bisa dise-babkan oleh atau merupakan konsekuensi
dari hipertensi emergensi. Acute kidney in-jury ditandai dengan proteinuria, hematuria,
oligouria dan atau anuria. Terapi yang di-berikan masih kontroversi, namun nitroprus-
side IV telah digunakan secara luas namun nitroprusside sendiri dapat menyebabkan
keracunan sianida atau tiosianat. Pemberian fenoldopam secara parenteral dapat meng-
hindari potensi keracunan sianida akibat dari pemberian nitroprussidedalam terapi gagal
ginjal.
4) Hyperadrenergic states. Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena pengaruh obat-
obatan seperti kate-kolamin, klonidin dan penghambat monoamin oksidase. Pasien
dengan kelebihan zat-zat katekolamin seper-ti pheochromocytoma, kokain atau
amphetamine dapat menyebabkan over dosis. Penghambat monoamin ok-sidase dapat
mencetuskan timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat menimbukan sindrom
withdrawal. Pada orang-orang dengan kelebihan zat seperti pheo-chromocytoma,
tekanan darah dapat dikontrol dengan pemberian sodium nitroprusside (vasodilator
arteri) atau phentolamine IV (ganglion-blocking agent). Golongan -blockers dapat
diberikan sebagai tambahan sampai te-kanan darah yang diinginkan tercapai. Hipertensi
yang dicetuskan oleh klonidinterapi yang terbaik adalah de-ngan memberikan kembali
klonidin sebagaidosis inisial dan dengan penambahan obat-obatan anti hipertensi yang
telah dijelaskan di atas.

Tabel.Obat-obatan spesifik untuk komplikasi hipertensi emergensi

28
Tabel. Obat-obatan parenteral yang digunakan untuk terapi hipertensi emergensi

VI. PROGNOSIS
Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%), gagal ginjal (19%) dan gagal jantung
(13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penangannannya tepat dan segera.

Gagal Jantung

29
a. Definisi
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien harus memiliki
tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istrahat atau saat
melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema
pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat.

b. Etiologi
Menurut Lilly, 2011; Black & Hawks, 2009 didalam Yuliana, 2012. Penyebab Gagal jantung
dapat dibedakan dalam tiga kelompok yang terdiri dari:
1) Kerusakan kontraktilitas ventrikel
Kerusakan kontraktilitas dapat disebabkan coronary arteri disease (miokard infark dan miokard
iskemia), chronic volume overload (mitral dan aortic regurgitasi) dan cardiomyopathies.
2) Peningkatan afterload
Peningkatan afterload terjadi karena stenosis aorta, mitral regurgitasi, hipervolemia, defek
septum ventrikel, defek septum atrium, paten duktus arteriosus dan tidak terkontrolnya hipertensi
berat.
3) Kerusakan relaksasi dan pengisian ventrikel (kerusakan pengisian diastolik).
Kerusakan pengisian diastolik pada ventrikel disebabkan karena hipertrofi ventrikel kiri,
restrictive cardiomyopathy, fibrosi miokard, transient myocardial ischemia, dan kontriksi
perikardial.
Etiologi Gagal Jantung menurut Brunner & Suddarth, (2002) adalah kelainan otot jantung
yang dapat menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit
otot degeneratif atau inflamasi.

c. Epidemiologi

30
Berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia tahun 2013
sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/
gejala sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar 530.068 orang.
Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita penyakit gagal jantung terbanyak
terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak 54.826 orang (0,19%), sedangkan Provinsi Maluku
Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit, yaitu sebanyak 144 orang (0,02%).
Berdasarkan diagnosis/gejala, estimasi jumlah penderita penyakit gagal jantung terbanyak
terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 96.487 orang (0,3%), sedangkan jumlah penderita
paling sedikit ditemukan di Provinsi Kep. Bangka Belitung, yaitu sebanyak 945 orang (0,1%).
Prevalensi penyakit gagal jantung meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi
pada umur 65 74 tahun (0,5%) untuk yang terdiagnosis dokter, menurun sedikit pada umur 75
tahun (0,4%), tetapi untuk yang terdiagnosis dokter atau gejala tertinggi pada umur 75 tahun
(1,1%). Untuk yang didiagnosis dokter prevalensi lebih tinggi pada perempuan (0,2%) dibanding
laki-laki (0,1%), berdasar didiagnosis dokter atau gejala prevalensi sama banyaknya antara laki-
laki dan perempuan (0,3%). Prevalensi yang didiagnosis dokter serta yang didiagnosis dokter

31
atau gejala lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah. Prevalensi yang didiagnosis
dokter lebih tinggi di perkotaan dan dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi. Untuk yang
terdiagnosis dokter atau gejala sama banyak antara perkotaan dan perdesaan.

d. Faktor Risiko
Faktor risiko penyakit jantung terdiri dari faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang
dapat dimodifikasi, yaitu :
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
1.Kurang aktivitas fisik
2.Diet tidak sehat / obesitas
3.Stres
4.Hipertensi
5.Diabetes Melitus
6.Dislipidemia
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
1. Jenis kelamin
2. Riwayat Keluarga
3. Umur

e. Diagnosis Banding
1. Penyakit paru: pneumonia, PPOK, asma eksaserbasi akut, infeksi paru berat misalnya ARDS
(Acute Respiratory Distress Syndrome)
2. Penyakit Ginjal: gagal ginjal akut atau kronik, sindrom nefrotik, diabeticnefropati
3. Penyakit Hati: sirosis hepatic
4. Sindroma hiperventilasi: psikogenik atau penyakit ansietas berat.

f. Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, foto


toraks, ekokardiografi-Doppler, dan kateterisasi. Kriteria Framingham dapat digunakan untuk
diagnosis gagal kongestif.

Tabel 2.6. Kriteria Framingham untuk diagnosis gagal jantung kongestif


Kriteria Mayor Kriteria Minor
Paroksismal nokturnal dispnea Dyspnea d effort
Distensi vena leher Batuk malam hari
Ronki paru Efusi Pleura
Kardiomegali Edema ekstremitas
Edema paru akut Takikardia ( >120 kali/menit)

32
Gallop S3 Hepatomegali
Peningkatan tekanan vena jugularis Penurunan kapasitas vital sepertiga
( > 16 cmH2O) dari normal
Refleks hepatojugular -

Mayor atau Minor


Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan bila minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor.

g. Pemeriksaan penunjang

Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal
jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung .Abnormalitas
EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika
EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat
kecil (< 10%).
Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks
dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi
penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas.
Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah
perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, melaju
filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan
tambahan laindipertimbangkan sesuai tampilan klinis.Gangguan hematologis atau
elektrolit yang bermakna jarang dijumpai.pada pasien dengan gejala ringan sampai
sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia
dan penurunanmfungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi
menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor),
ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.
Peptida Natriuretik

33
Terdapat bukti - bukti yang mendukung penggunaan kadar plasma
peptidanatriuretik untuk diagnosis, membuat keputusan merawat atau
memulangkan pasien, dan mengidentifikasi pasien pasien yang berisiko mengalami
dekompensasi. Konsentrasi peptida natriuretik yang normal sebelum pasien diobati
mempunyai nilai prediktif negatif yang tinggi dan membuat kemungkinan gagal
jantung sebagai penyebab gejala gejala yang dikeluhkan pasien menjadi sangat
kecil Kadar peptida natriuretik yang tetap tinggi walaupun terapi optimal
mengindikasikan prognosis buruk.Kadar peptidanatriuretik meningkat sebagai
respon peningkatan tekanan dinding ventrikel. Peptida natriuretic mempunyai
waktu paruh yang panjang, penurunan tiba-tiba tekanan dinding ventrikel tidak
langsung menurunkan kadar peptida natriuretik.
Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran
klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar
troponin kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama episode
dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard.
Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound jantung
termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue Doppler
imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung
dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya
pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk
membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi sistolik
normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).

h. Diagnosis Kerja
Mr. Widodo, 57 tahun menderita gagal jantung dikarenakan hipertensi dan gaya hidup yang
buruk.
i. Manifestasi klinis

34
j. Patofisiologi

Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang
efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel.
Dengan meningkatnya volume akhir sistolik ventrikel, terjadi peningkatan tekanan
akhir diastolic ventrikel kiri. Dengan meningkatnya tekanan akhir diastolic ventrikel
kiri, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri, karena atrium dan ventrikel
berhubungan secara langsung selama diastole.
Peningkatan LAP (Left Atrium Pressure) diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh
darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru.
Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan
transudasi melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena
paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.

35
Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada
jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.
Regurgitasi fungsional katup-katup jantung dapat disebabkan oleh dilatasi annulus
katup atrioventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae
akibat dilatasi ruang.

Sebagai respons terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat

Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis


Meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem rennin-angiotensin-aldosteron
Hipertrofi ventrikel
A. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons
simpatis kompensatorik. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat
untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer
untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi
aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah (misal kulit dan ginjal)
untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Namun
pada akhirnya, repsons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun,
katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.
B. Peningkatan beban awal akibat RAAS
Aktivasi sistem rennin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan
air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan
beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum
starling. Namun diperkirakan terdapat sejumlah faktor seperti rangsangan simpatis
adrenergic pada reseptor beta di dalam apparatus jukstaglomerulus, respons reseptor
macula densa terhadap perubahan pelepasan natrium ke tubulus distal, dan respons
baroreseptor terhadap perubahan volume dan tekanan darah sirkulasi.

RAAS akan memulai serangkaian mekanisme yaitu :

- Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus


- Pelepasan rennin dari apparatus jukstaglomerulus

36
- Interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensin I
- Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
- Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal
- Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul

Saat ini sedang diselidiki adanya peran Faktor Natriuretik Atrium (ANF) dan
Brain Natriuretic Peptide (BNP) yang disekresikan masing-masing oleh atrium
dan ventrikel. Konsentrasi senyawa ini meningkat akibat pelepasannya dipicu
oleh peningkatan tekanan atau volume intrakardia dan menekan sistem RAAS.
Konsentrasi senyawa ini dalam plasma lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
normalnya pada penderita gagal jantung dan pada penderita gangguan jantung
yang asimtomatik. Namun demikian, efek diuretic dan natriuretik dipengaruhi
faktor kompensatorik yang lebih kuat yang menyebabkan retensi garam dan air
serta vasokonstriksi.

C. Hipertrofi Ventikel
Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium. Sarkomer
dapat bertambah secara parallel atau serial bergantung pada jenis beban
hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu beban
tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertai dengan meningkatnya
ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam (hipertrofi konsentris).
Respons miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta, ditandai
dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding (hipertrofi eksentris).

Efek Negatif Respons Kompensatorik

Awalnya, respons kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan.


Namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala,
meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan
yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan
terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokonstriksi arteri dan
redistribusi aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vascular yang
terkena, serta menimbulkan gejala dan tanda (seperti berkurangnya jumlah keluaran
urine dan kelemahan tubuh).

37
Vasokonstriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar
resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang
jantung. Akibatnya, kerja jantung akan meningkat dan meningkatkan kebutuhan
oksisgen jantung. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan
meningkatkan kebutuhan MVO2. Jika peningkatan MVO2 ini tidak dapat dipenuhi
dengan meningkatkan suplai oksigen miokard, akan terjadi iskemia miokard dan
gangguan miokardium lainnya.

Disfungsi sistolik mencerminkan menurunnya kapasitas pengosongan normal


yang berkaitan dengan peningkatan kompensatorik volume diastolic. Disfungsi
diastolic terjadi bila terdapat gangguan pengisian satu atau kedua ventrikel
sementara kapasitas pengosongan normal. Disfungsi sistolik maupun gagal ke
belakang berkaitan dengan penurunan pengisian. Saat terjadi disfungsi sistolik,
ventrikel seringkali menjadi hipertrofi ekentris. Saat disfungsi diastolic, ventrikel
seringkali berdinding tebal dan hipertrofi konsentris. Perubahan bentuk ventrikel
disebut sebagai remodeling jantung.

Klasifikasi gagal jantung menurut NYHA :

Kelas I : Asimtomatik dengan aktifitas fisik biasa


Kelas II : Simtomatik dengan aktifitas fisik biasa
Kelas III : Simtomatik dengan aktifitas fisik yang ringan
Kelas IV : Simtomatik pada saat istirahat

k. Komplikasi

Efusi pleura: karena peningkatan tekanan kapiler pleura


Arritmia: pembesaran ruang jantung menyebabkan gangguan jalur elektrik normal
Trombus ventrikel kiri: pembesaran ventrikel kiri dan penurunan curah jantung
meningkatkan kemungkinan pembentukan trombus
Hepatomegali: pada gagal ventrikel kanan, kongesti vena merusak sel hepar,
terjadi fibrosis dan sirhosis hepar

l. Penatalaksaan

NON FARMAKOLOGI

38
Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal serta upaya bila
timbul keluhan, dan dasar pengobatan
Edukasi aktivitas seksual, serta rehabilitasi
Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alcohol
Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba
Istirahat menurunkan konsumsi O2
Olahraga
Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas
Menghentikan kebiasaan merokok
Konseling mengenai obat-obatan, dan menghindari obat tertentu, yaitu: NSAID,
antiaritmia kelas I, verapamil, diltiazem, dihidropiridin efek cepat, antidepresan
trisiklik, steroid
FARMAKOLOGI
Secara umurn tindakan dan pengobatan untuk gagal jantung didasarkan pada 4 aspek, yaitu:
a. Mengurangi beban kerja.
b. Memperkuat kontraktilitas miokard.
c. Mengurangi kelebihan cairan dan gararn.
d. Melakukan tindakan dan pengobatan khusus terhadap penyabab, factor-faktor pencetus,

39
VII. Kerangka Konsep

40
41
42
43
VIII. Sintesis

Mr. Widodo mengalami artherosclerosis sebagai awal dari penyebab yang terjadi pada
kasus. Artherosclerosis disebabkan oleh banyak faktor. Faktor utama yang menyebabkan
atherosclerosis adalah dislipidemia. Dislipidemia disebabkan oleh adanya penumpukkan lemak

44
(kolesterol, trigliserida, LDL) di dalam pembuluh darah sehingga lemak lemak ini mengalami
oksidasi dan menempel di endotel pembuluh darah. Penumpukkan lemak ini akan membentuk
plak yang berakibat pada penyempitan pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan tekanan
pembuluh darah semakin meningkat. Hipertensi dapat terjadi dalam kondisi ini tetapi hipertensi
juga meningkatkan pembentukkan plak dibagian endotel. Selain itu, hipertensi juga
meningkatkan penumpukkan kadar LDL kolesterol di dalam pembuluh darah.
Riwayat merokok juga memperburuk kondisi endotel dalam pembuluh darah. Kandungan
merokok yaitu nikotin dapat meningkatkan saraf simpatis yang tidak diinginkan sehingga terjadi
vasokonstriksi. Ini akibatnya maka akan memperburuk kondisi atherosclerosis yang dialami oleh
Mr. Widodo. Selain itu, merokok juga dapat meningkatkan kadar lemak LDL kolesterol di dalam
darah.
Faktor lain yang mendukung memperburuk kondisi atherosclerosis ini adalah faktor usia,
dimana meningkatnya usia akan memperburuk kondisi endotel pada pembuluh darah salah
satunya. Faktor jenis kelamin, pria memiliki resiko tinggi terkena atherosclerosis diawal umur
( > 30 thn) dibanding wanita yang baru akan meningkat resiko atherosclerosis setelah memasuki
fase menopause. Faktor gaya hidup yang buruk dan malas berolahraga juga berdampak pada
peningkatkan penumpukkan lemak didalam tubuh yang memicu meningkatkan resiko terjadinya
dislipidemia.
Atherosclerosis akan membentuk trombus di pembuluh darah. Trombus tersebut dapat
ruptur dan menghasilkan emboli yang akan berjalan seiring pergerakkan aliran darah. Dalam
kasus ini, emboli akan membendung membentuk trombus dibagian arteri koronaria kiri
desending. Akibat pembendungan ini, suplai oksigen akan sulit masuk ke daerah jantung tempat
pembuluh darah itu memperdarahi. Hal ini berujung pada iskemia jantung yang menyebabkan
nyeri pada bagian dada. Iskemia yang terjadi tanpa adanya penanganan maka akan berujung
infark miokard dengan ditandai ESR yang tinggi serta hasil pemeriksaan biomarker jantung
berupa CK NAC, CK MB dan Troponin I yang tinggi.
Infark jantung ini akan mengakibatkan pompa ventrikel kiri (dalam kasus ini) akan
melemah dan mengakibatkan cardiac output akan berkurang. Pengurangan kardiak output
mengakibatkan darah sedikit disuplai ke sistemik berakibat salah satunya kondisi pallor dan juga
fatigue pada pasien . Sebagai kompensasinya, maka jantung akan meningkatkan simpatis saraf
yang bertujuan meningkatnya kontraksi ventrikel kiri supaya meningkatkan kardiak output. Hal

45
ini mengakibatkan ventrikel kiri lama kelamaan membesar sehingga pada hasil pemeriksaan
EKG akan menunjukkan LAD, QS pattern V1-V4 dan LV strain, sedangkan pada hasil
pemeriksaan Chest X-ray ditemukan CTR>50%. Pembesaran ventrikel kiri ini jika dibiarkan
terus menerus akan beresiko malah penurunan stroke volume. Selain itu, efek meningkatnya
saraf simpatis akan meningkatkan heart rate sehingga pernafasan meningkat dan tekanan darah
meningkat dan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah. Penurunan kardiak output juga berujung
pada peningkatan sistem renin angiotensin (RAAS) dan ADH yang mengakibatkan peningkatan
pada volume sistemik.
Pembesaran ventrikel kiri ini berakibat pada pembesaran volume end-diastol ventrikel
kiri yang mengakibatkan peningkatan tekanan ventrikel kiri. Tekanan ventrikel kiri meningkat
berujung pada peningkatan tekanan atrium kiri dan tekanan vena pulmonalis. Tekanan vena
pulmonalis meningkat maka akan meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler pulmonal berakibat
muncul trasudasi pada area paru. Ini mengakibatkan edema minimal paru yang kemudian pada
pemeriksaan fisik dijumpai adanya orthopneu, batuk malam hari, RR naik, bunyi rales dan
wheezing, serta hipertensi pulmonal yang menyebabkan timbulnya tanda cephalization. Lalu
juga dilakukan pemeriksaan kerleys B line (+). Selain tekanan hidrostatik meningkat, tekanan
arteri pulmonal meningkat berujung pada peningkatan tekanan ventrikel kanan. Kompensasi
keadaan ini berakibat pembesaran ventrikel kanan juga. Pembesaran ventrikel kanan ini ditandai
dengan terbentuknya bentuk shoe-shape ketika X-ray chest serta adanya atrial fibrilasi pada
pemeriksaan EKG.
Tekanan ventrikel kanan berakibat peningkatan tekanan atrium kanan dan berujung pada
peningkatan tekanan vena cava superior dan vena cava inferior. Peningkatan tekanan vena cava
superior mengakibatkan peningkatan JVP. Sedangkan peningkatan tekanan vena cava inferior
serta volume sistemik yang meningkat berakibat timbulnya edema pada bagian ekstrimitas dan
pembesaran pada bagian hati. Hati terasa membesar dan teraba mengakibatkan hasil pemeriksaan
SGOT dan SGPT tinggi, serta menyebabkan hepar akan mengganggu lambung. Volume lambung
mengecil dan timbul nausea dan tidak enak makan (selain akibat peningkatan saraf simpatis).
Dalam kasus ini, secara keseluruhan sudah membuktikan bahwa ada gangguan serius di
jantung yang telah berujung pada keadaan gagal jantung kronis karena terjadi secara bertahap.
Gagal jantung yang dialami terjadi akibat dari awal gejala tidak dilakukan penanganan
secepatnya. Pengobatan yang bisa dilakukan dengan pemberian oksigen, vasodilator, dan obat

46
anti nyeri. Selain itu, juga perlu dilakukan pemberian anti diuretik tetapi dengan kadar tertentu
karena memiliki resiko hypokalemia jika berlebihan.

IX. Kesimpulan

Mr. Widodo, 57 tahun, menderita gagal jantung dikarenakan riwayat hipertensi dan
lifestyle yang buruk.

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. Warning Signs of Heart Failure.


http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/WarningSignsforHeartFailu
re/Warning-Signs-of-Heart-Failure_UCM_002045_Article.jsp#.WIdcz5KcG01 Diakses
pada 24 Januari 2017
American Heart Association. What is Heart Failure. 2015
Anonim. Heart Failure Sign and Symptoms.
https://www.ucsfhealth.org/conditions/heart_failure/signs_and_symptoms.html Diakses
pada 24 Januari 2017

Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2012. Farmakologi dan Terapi ed.5. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Dumitru, Ioana. Differential Diagnosis of Heart Failure. 2016
http://emedicine.medscape.com/article/163062-differential?
pa=W2zOdO2uQwPqcnSnbcu7k1bvXPDj
%2BD9HS452HXgdMLIbvwGONmsrF1PxMmnVXm2bd%2FsGPYa
%2BToEoLjuhFnUEHw%3D%3D Diakses pada 24 Januari 2017
Ganong,W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Guyton, A.C., & Hall, J.E.. 2010. Fisiologi Kedokteran, edisi ke 12. Penerjemah:
Widjajakusuma MH dan Tanzil A. Jakarta: Saunders Elsevier.
Hampton, John R. 2006. Dasar-dasar EKG. Jakarta : EGC
Harrison. 2015. Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit dalam Vol 3 Edisi 13. Penerbit Buku Kedokteran
EGC; Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI. Info Datin Situasi Kesehatan Jantung. 2014

47
Kulick, Daniel Lee dkk. Congestive Heart Failure.
http://www.medicinenet.com/congestive_heart_failure_chf_overview/page14.htm
Diakses pada 24 Januari 2017

Lumley JSP, Bouloux PMG. Clinical Examination Of The Pasient. Edisi pertama. London :
Butte, worsh, 199.h.28-55
Lilly, Leonardo S. 2012. Physiology of heart Disease. Jakarta : EGC
Moore, K. L., Dalley, A. F, and Agur, A. M. R.. 2010. Clinically Oriented Anatomy. 6thed.
Ponikowski, Piotr dkk. Heart Failure Preventing Disease and Death Wordwide.2014. European
Society of Cardiology
Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta : EGC
Silverthorn, D.U., Johnson, B.R., Ober, W.C., Garrison, C.W., Silverthron, A.C. 2013. Fisiologi
Manusia. Edisi 6. Alih bahasa: Ilyas Ell, dkk. Jakarta: EG
Siswanto, Bambang dkk. Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung. 2015. PERKI
Snell, R. 2011. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
Supartondo, Sulaiman A, Abdurrahcman N, Hadiarto, Hendarwanto. Pemeriksaan Jasmani.
Dalam : Sukaton U, editor. Petunjuk tentang riwayat penyakit dan pemeriksaan jasmani.
Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1986.h 9-24
Thaler, Malcolm S. 2016. Satu-Satunya Buku EKG yang Anda Perlukan Ed. 8. Jakarta: EGC
Watson, RDS. Clinical Features and Complications. 2000. NCBI
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1117436/ Diakses pada 24 Januari
2017

48

Anda mungkin juga menyukai