Anda di halaman 1dari 80

LAPORAN KERJA PRAKTIK

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PENENTUAN


STRATEGI PENGELOLAAN EKOSISTEM
MANGROVE DI SM KUALA LUPAK KABUPATEN
BARITO KUALA

Dibuat Oleh:
Tri Wardani (H1E113002)

Pembimbing :
Dr. Nopi Stiyati Prihatini, S.Si., MT
NIP. 19841118 200812 2 003

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN
BANJARBARU

2016

1
HALAMAN PENGESAHAN
KERJA PRAKTIK

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PENENTUAN STRATEGI


PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI SM KUALA LUPAK
KABUPATEN BARITO KUALA

Disusun oleh :
Tri Wardani H1E113002

Banjarbaru, Desember 2016

Telah diperiksa dan disetujui oleh Tim Penguji Kerja Praktik


Pembimbing
Dr. Nopi Stiyati Prihatini, S.Si., MT (.)
NIP. 19841118 200812 2 003

Penguji
M. Firmansyah, ST.,MT (.)
NIP. 19890911 201504 1 002

Mengetahui,
Ketua Program Studi Koordinator Kerja Praktik
Teknik Lingkungan

Dr.Rony Riduan, ST., MT M. Firmansyah, ST.,MT


NIP. 19761017 199903 1 003 NIP. 19890911 201504 1 002

ii
LEMBAR KONSULTASI

iii
RINGKASAN KEGIATAN
Kegiatan Kerja Praktik ini laksanakan selama 23 hari terhitung
sejak tanggal 26 Juli 2016 hingga tanggal 26 Agustus 2016. Kegiatan
Kerja Praktik ini dilakukan di Seksi Konservasi Wilayah II Banjarbaru,
Balai Konservasi Sumberdaya Alam Kalimantan Selatan. Waktu
pelaksanaan kerja praktik ini menyesuaikan waktu kerja pegawai yaitu
Senin-Kamis pukul 07.30-16.00 WITA dan Jumat pukul 07.30-16.30
WITA. Kegiatan yang dilakukan antara lain yaitu pengenalan kawasan
Suaka Margasatwa Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala dan obesvasi
lapangan untuk mengidentifikasi permasalahan konservasi ekosistem
mangrove di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan
dan menentukan stategi pengelolaan ekosistem mangrove dengan
analisis SWOT.

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas taufik dan hidayah-Nya maka usahausaha dalam menyelesaikan
Laporan Kerja Praktik dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Nopi Stiyati Prihatini, S.Si., MT sebagai Dosen Pembimbing,


yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
2. Bapak M. Firmansyah, ST. MT sebagai Dosen Penguji.
3. Bapak M. Ridwan Effendi, S.Hut sebagai Pembimbing Lapangan Kerja
Praktik.
4. Bapak Cecep Budiarto, S. Hut sebagai Pembimbing Kerja Praktik.
5. Ibu Lisnaini, S. Hut sebagai Pembimbing Kerja Praktik.
6. Seluruh Staf Seksi Konservasi Wilayah II Banjarbaru, Balai Konservasi
Sumber Daya Alam Kal-sel.
Saran dan kritik yang konstruktif tetap diharapkan serta akan dijadikan
sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan laporan kerja praktik
Identifikasi Permasalahan dan Penentuan Strategi Pengelolaan
Ekosistem Mangrove Di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala penulis
mohon maaf apabila ada kekurangan dalam penyusunannya. Semoga
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banjarbaru, Desember 2016

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii


LEMBAR KONSULTASI ............................................................................ iii
RINGKASAN KEGIATAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2Tujuan................................................................................................ 2
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan ......................................................... 2
1.4 Waktu Dan Tempat Pelaksanaan .................................................... 3
BAB II TINJAUAN UMUM INSTANSI......................................................... 4
2.1 Sejarah dan Perkembangan BKSDA Kalimantan Selatan ................ 4
2.2 Struktur Organisasi ........................................................................... 4
2.3 Gambaran Umum BKSDA Kal-Sel................................................... 6
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN ....................................................... 10
3.1 Jadwal Praktik ................................................................................ 10
3.2 Hasil Uraian Kegiatan Selama Kerja Praktik ................................... 10
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................... 12
4.1 Dasar Teori .................................................................................. 12
4.1.1 Ekosistem Mangrove ................................................................ 12
4.1.2 Prinsip Dasar Restorasi ........................................................... 22
4.1.3 Pengelolaan Ekosistem Mangrove..........................................28
4.1.4 Analisis SWOT ......................................................................... 29
4.2 Permasalahan ................................................................................ 30
4.3 Pembahasan Topik Kerja ............................................................... 30
4.3.1 Permasalahan Konservasi Ekosistem Mangrove.....................30
4.3.2 Upaya Restorasi Ekosistem Mangrove Di SM Kuala Lupak .... 36
4.3.3 Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove SM Kuala Lupak..44

vi
4.3.3.1 Analisis SWOT ...................................................................... 47
BAB V PENUTUP .................................................................................... 55
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 55
5.2 Saran .............................................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 57
KESAN DAN PESAN ............................................................................... 60
LAMPIRAN ...............................................................................................61

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Resort KSDA Lingkup Balai KSDA Kalimantan Selatan............. 5

Tabel 2.2 Kawasan Konservasi di Provinsi Kalimantan Selatan ............... 9

Tabel 3.1 Uraian Kegiatan Selama Kerja Praktik .................................... 10

Tabel 4.1 Potensi Serapan Karbon Dioksida Restorasi Mangrove..........22

Tabel 4.2 Jarak tanam dari laut ke lokasi ................................................. 24

Tabel 4.3 Kelas Mangrove ..................................................................... 25

Tabel 4.4 Presentase Pertumbuhan Mangrove ...................................... 37

Tabel 4.5 Kondisi Internal dan Eksternal SM Kuala Lupak .................... 46

Tabel 4.6 Matrik SWOT Pengelolaan Ekosistem Mangrove .................. 46

viii
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang sangat
potensial dan mendukung bagi kelangsungan hidup manusia, baik dari
segi ekonomi, sosial maupun lingkungan (ekologi). Luas ekosistem
mangrove di kalimantan selatan mencapai sekitar 135,00 ha
membentang pada 1.600 kilometer (km) garis pantai yaitu Barito Kuala,
Banjar, Tanah Laut, Tanah Bumbu dan Kotabaru (Prasetyandi, 2011)
Berdasarkan Keputusan Menteri Keekosisteman RI Nomor :
SK.435/Menhut-II/2009 tanggal 23 Juli 2009 tentang Penunjukan
Kawasan Ekosistem Provinsi Kalimantan Selatan, kawasan konservasi
Suaka Margasatwa (SM) Kuala Lupak memiliki luas 3.307,96 Ha.
Kawasan konservasi tersebut merupakan habitat flora dan fauna yang
sebagian besar mewakili ekosistem mangrove. Saat ini, luas penyebaran
mangrove terus mengalami penurunan akibat tingkat kerusakan ekosistem
mangrove (Anonim2, 2010).
Berdasarkan data BKSDA Kalimantan Selatan tahun 2015, kerusakan
ekosistem mangrove di SM Kuala Lupak mencapai 1.993,5 Ha.
Kerusakan yang terjadi tersebut akibat pembukaan kawasan untuk
tambak, pertanian dan sarana prasarana penunjang lainnya, sehingga
merusak fungsi dan peranan SM Kuala Lupak sebagai catchment area
(daerah tangkapan air) bagi lingkungan di sekitar. Ekosistem mangrove
berfungsi sebagai penahan abrasi pantai, penahan intrusi air laut,
menurunkan kandungan karbondioksida diudara, dan sebagai tempat
hidup biota laut, sehingga perlu dijaga kelestariannya (Anonim2, 2010).
Untuk meminimalisasi kerusakan ekosistem mangrove perlu dilakukan
perbaikan kawasan ekosistem mangrove. Salah satu cara untuk
memperbaiki kualitas lingkungan hidup yang baik pada Kawasan

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 1


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Konservasi Suaka Margasatwa Kuala Lupak yang telah rusak yaitu


dengan restorasi.
Restorasi mangrove mendapat perhatian luas mengingat tingginya nilai
sosial-ekonomi dan ekologi ekosistem ini. Restorasi dapat menaikkan nilai
sumber daya hayati mangrove, memberi mata pencaharian penduduk,
mencegah kerusakan pantai, menjaga biodiversitas, produksi perikanan,
dan menjadi salah suatu upaya pengelolaan kualitas lingkungan daerah
pesisir pantai (Setyawan, 2006). Selain itu diperlukan penetuan strategi
pengelolaan ekosistem mangrove yang sesuai dengan kondisi kawasan
ekosistem mangrove di SM Kuala Lupak agar dapat terjaga
kelestariannya.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
a. Mengidentifikasi pemasalahan yang terjadi saat ini di Suaka
Margasatwa Kuala Lupak.
b. Mengetahui tingkat keberhasilan restorasi Suaka Margasatwa Kuala
Lupak.
c. Menentukan strategi pengelolaan ekosistem mangrove di Suaka Marga
Kuala Lupak.

1.3 Ruang Lingkup Permasalahan


Ruang lingkup permasalahan dari kerja praktik pada laporan ini
adalah :
a. Identifikasi permasalahan konservasi mangrove di SM Kuala Lupak
dengan obervasi dan data sekunder.
b. Mengumpulkan data kondisi eksisting untuk menentukan pengelolaan
ekosistem mangrove yang sesuai dengan kondisi kawasan saat ini.
c. Strategi pengelolaan Ekosistem Mangrove di SM Kuala Lupak
Kabupaten Barito Kuala ditentukan dengan menggunakan analisis
SWOT.

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 2


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

1.4 Waktu Dan Tempat Pelaksanaan


Waktu dan tempat pelaksanaan kerja praktik ini pada :
Waktu : 26 Juli 2016 26 Agustus 2016
Tempat : Seksi Konservasi Wilayah II Banjarbaru, BKSDA Kalsel
Hari kerja : Senin Kamis pukul 07.30 -16.00 WITA
Jumat pukul 07.30 16.30 WITA

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 3


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

BAB II
TINJAUAN UMUM INSTANSI

2.1 Sejarah dan Perkembangan BKSDA Kalimantan Selatan


Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Selatan merupakan
Unit Pelaksana Teknis di Bidang Perlindungan Ekosistem dan Konservasi
Alam yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur
Jendral Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), seiring
dengan penggabungan Kementerian Keekosisteman dan Kementerian
Lingkungan Hidup menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan
Keekosisteman yang diatur melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Keekosisteman Nomor: P.18/MenLHK-II/2015. Sedangkan Struktur
Organisasi Balai KSDA Kalsel sendiri saat ini masih berdasarkan
Peraturan Menteri Keekosisteman Nomor: P.51/Menhut-II/2009 tanggal 27
Juli 2009 tentang Perubahan kesatu atas Peraturan Menteri
Keekosisteman Nomor: P.02/Menhut-II/2007 tanggal 1 Pebruari 2007
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi
Sumber Daya Alam.
Dengan perubahan organisasi pada Direkotarat Jenderal
Perlindungan Ekosistem dan Konservasi Alam (PHKA) menjadi Direktorat
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) dan 2(dua)
Ditjen yang baru yaitu; Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan
Keekosisteman (PHLHK) serta Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim
(PPI), maka pada tahun 2015 ini sebagian tugas dan tanggung jawab di
daerah dari kedua Ditjen yang baru tersebut masih diemban oleh Balai
Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

2.2 Struktur Organisasi


Struktur Organisasi BKSDA Kalimantan Selatan mengacu pada
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Keekosisteman Nomor :
P.8/Menlhk/Sekjen/ OTL.0/1/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 4


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam dapat dilhat pada


Gambar 2.1
Kepala Balai
Sub Bagian Tata
Usaha

Seksi Seksi Seksi


Konservasi Konservasi Konservasi
Wilayah I Wilayah II Wilayah III
di Pelaihari di Banjarbaru di Batulicin

Kelompok Jabatan
Fungsional

Gambar 2.1. Struktur Organisasi Balai KSDA Kalimantan Selatan


Untuk membantu pelaksanaan tugas Seksi Konservasi Wilayah, di
setiap kawasan konservasi dibentuk Resort KSDA sesuai dengan
Keputusan Kepala BKSDA Kalimantan Selatan Nomor : SK. 1739/IV-
K.23/Peg/2015 tanggal 30 April 2015. Adapun Resort KSDA lingkup
BKSDA Kalimantan Selatan berjumlah 8 (delapan), tertera pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Resort KSDA Lingkup Balai KSDA Kalimantan Selatan
No. SEKSI KONSERVASI RESORT KSDA
1. Seksi Konservasi 1. Resort KSDA TWA Pelaihari Tanah Laut
Wilayah I 2. Resort KSDA SM Pelaihari Tanah Laut
3. Resort KSDA Wilayah Banua VI
2. Seksi Konservasi 1. Resort KSDA Banjar, Banjarbaru, Banjarmasin
Wilayah II 2. Resort KSDA TWA P. Kembang, TWA. P. Bakut dan Kab.
Barito Kuala
3. Resort KSDA SM. Pulau Kaget/Kuala Lupak

3. Seksi Konservasi 1. Resort KSDA CA Teluk Pamukan dan CA Teluk Kelumpang


Wilayah III 2. Resort KSDA Wilayah P. Laut dan P. Sebuku

Balai KSDA Kalimantan Selatan juga mempunyai Brigade


Pengendalian Kebakaran Ekosistem yang meliputi Brigdalkarhut
Daops Tanah Laut, Brigdalkarhut Daops Tanah Bumbu, dan
Brigdalkarhut Daops Banjar. Oleh karena itu, dalam menjalankan
tugas dan fungsinya BKSDA Kalimantan Selatan membagi dan

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 5


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

menempatkan pegawai sebagai sumber daya manusia (SDM) di


masing-masing wilayah kerja Seksi Konservasi Wilayah maupun di
BKSDA Kalimantan Selatan sebagai induknya.

2.3 Gambaran Umum BKSDA Kal-Sel


BKSDA Kalimantan Selatan sebagai UPT Ditjen KSDAE ikut berperan
dalam mewujudkan 2 (dua) sasaran strategis Kementerian LHK yaitu :
a. Memanfaatkan potensi umber daya ekosistem (SDH) dan lingkungan
hidup (LH) secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan.
b. Melestarikan keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati
serta keberadaan umber daya alam (SDA) sebagai sistem penyangga
kehidupan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.
Sasaran strategis ini selanjutnya dituangkan ke dalam sasaran
pembangunan KSDAE pada Program Kegiatan Konservasi Sumber Daya
Alam dan Ekosistem di wilayah kerja Balai KSDA Kalimantan Selatan
Tahun 2015-2019 dengan sasaran kegiatan yaitu terjaminnya efektivitas
pengelolaan kawasan konservasi non taman nasional di tingkat tapak
serta pengelolaan keanekaragaman hayati di dalam dan di luar kawasan
ekosistem.
Dalam rangka memenuhi program kegiatan KSDAE yan selanjutnya
dijabarkan melalui Kegiatan Konservasi Sumber Alam Hayati maka
BKSDA Kalimantan Selatan melaksanakan kegiatan :
a. Penyusunan dokumen perencanaan dan penataan kawasan
konservasi;
b. Melakukan Evaluasi kesesuaian fungsi kawasan konservasi;
c. Penyediaan paket data dan informasi yang valid reliable;
d. Pembentukan KPHK pada kawasan konservasi non taman nasional
di Kalimantan Selatan;
e. Kerjasama pembangunan strategis dan kerjasama penguatan fungsi
pada kawasan konservasi;

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 6


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

f. Peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi hingga


memperoleh nilai indeks METT minimal 70 poin;
g. Penyusunan dokumen perencanaan pengelolaan kawasan
konservasi;
h. Pembinaan desa di daerah penyangga konservasi;
i. Beroperasinya KPHK non taman nasional di Kalimantan Selatan;
j. Pelaksnaan kegiatan pengamanan dan penindakan terhadap
gangguan dan ancaman bidang keekosisteman;
k. Peningkatan persentase populasi jenis satwa terancam punah;
l. Penambahan jenis satwa liar dan tumbuhan alam yang
dikembangbiakan pada lembaga konservasi;
m. Meningkatkan PNBP dari hasil pemanfaatan satwa liar dan
tumbuhan alam;
n. Penyediaan data dan informasi sebaran keanekaragaman spesies
dan genetik yang valid dan reliable di wilayah Kalimantan Selatan;
o. Pembangunan pusat pengembangbiakan dan suaka satwa
(sanctuary) spesies terancam punah;
p. Peningkatan jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi;
q. Unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi;
r. Pembinaan Kader Konservasi, Kelompok Pencinta Alam, Kelompok
Swadaya Masyarakat/Kelompok Profesi;
s. Pencapaian nilai SAKIP BKSDA Kalsel mimimal 78,00.

2.3.1 Tugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam


Dalam rangka memenuhi tujuan pembangunan lingkungan hidup
dan keekosisteman BKSDA Kalimantan Selatan mempunyai tugas
sebagai berikut :
a. Kegiatan intentarisasi potensi
b. Penataan kawasan
c. Pengelolaan cagar alam,suaka margasatwa,taman wisata alam, dan
taman buru.

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 7


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

d. Perlindungan
e. Pengamanan
f. Pengendaliaan kebakaran ekosistem di cagar alam, suaka
margasatwa, taman wisata alam dan taman buru.
g. Evaluasi kesesuaian fungsi
h. Pemulihan ekosistem
i. Penutupan kawasan
j. Pengendalian dan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar
k. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan
l. Penyuluhan
m. Bina cinta alam dan pemberdayaan masyarakat didalam dan sekitar
kawasan.

2.3.2 Fungsi Balai Konservasi Sumber Daya Alam


Dalam melaksankan tugas BKSDA Kalimantan Selatan
menyelenggarakan fungsi diwilayah kerjanya :
a. Inventarisasi potensi, penataan kawasan dan penyusunan rencana
pengelolaan cagar alam, suaka marga satwa, taman wisata alam dan
taman buru;
b. Pelaksanaan perlindungan dan pengamanan cagar alam, suaka
margasatwa, taman wisata alam, taman buru;
c. Pengendalian dampak kerusakan sumber daya alam hayati;
d. Pengendalian kebakaran ekosistem di cagar alam, suaka margasatwa,
taman wisata alam, taman buru;
e. Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa liar beserta habitatnya serta
sumberdaya genetik dan pengetahuan tradisional;
f. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan;
g. Evaluasi kesesuaian fungsi, pemulihan ekosistem dan penutupan
kawasan;
h. Penyiapan pembentukan dan operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan
Ekosistem Konservasi (KPHK)

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 8


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

i. Penyediaan data dan informasi, promosi dan pemasaran konservasi


sumber daya alam dan ekosistemnya;
j. Pengembangan kerjasama dan kemitraan bidang konservasi sumber
daya alam dan ekosistemnya;
k. Pengawasan dan pengendalian peredaran tumbuhan dan satwa liar;
l. Koordinasi teknis penetapan koridor hidupan liar;
m. Koordinasi teknis pengelolaan taman ekosistem raya dan kawasan
ekosistem esensial;
n. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi
sumberdaya alam dan ekosistemnya;
o. Pemberdayaan masyarakat didalam dan sekitar kawasan konservasi;
p. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga serta kehumasan.
Kawasan Konservasi yang secara definitif berada di bawah
pengelolaan Balai KSDA Kalimantan Selatan sebanyak 10 (sepuluh) unit
kawasan, yang terdiri dari 4 unit berfungsi Cagar Alam (CA), 3 unit
berfungsi Taman Wisata Alam (TWA) dan 3 unit berfungsi Suaka
Margasatwa (SM). Total luas kawasan konservasi mencapai
95.344,863 Ha sebagaimana pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Kawasan Konservasi di Provinsi Kalimantan Selatan
No. NAMA KAWASAN Luas Kawasan (Ha) Berdasarkan SK. Menhut

453/Kpts-II/1999 No.435/Menhut-
II/2009
1. CA Gunung Kentawan 257,900 240,434 240,43
2. CA T Kelumpang, Selat Laut dan 66.238,110 59.235,426
Selat Sebuku
3. CA Teluk Pamukan 20.618,838 21.084,503
4. CA Sungai Bulan dan Sungai Lulan 1.857,630 3.026,086

5. SM Kuala Lupak 2.975,000 3.307,960


6. SM Pelaihari Tanah Laut 6.000,000 6.651,390
7. SM Pulau Kaget 63,600 292,437
8. TWA Pelaihari Tanah Laut 1.500,000 1.407,119
9. TWA Pulau Kembang 60,000 83,926
10. TWA Pulau Bakut 18,700 15,582
TOTAL 99.589,778 95.344,863

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 9


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Jadwal Praktik


Peserta KP menjalani kerja praktik di Seksi Konservasi Wilayah II
Banjarbaru, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Selatan
selama kurang lebih 1 bulan terhitung sejak 26 Juli 2015 - 26 Agustus
2015. Jadwal kerja praktik yang dilaksanakan peserta KP mengikuti jam
kerja normal yaitu 5 (lima) hari kerja @ 7 (tujuh) jam kerja dan 35 (Tiga
puluh lima) jam kerja seminggu. Dengan pengaturan jam sebagai berikut :
Hari : Senin Kamis
Waktu Senin - Kamis : Pagi (07.30 WITA - 12.00 WITA)
Sore (13.30 WITA - 16.00 WITA)
Waktu Jumat : Pagi (07.30 WITA - 11.30 WITA)
Sore (13.30 WITA - 16.30 WITA)

3.2 Hasil Uraian Kegiatan Selama Kerja Praktik


Uraian kegiatan selama kerja praktik di Balai Konservasi Sumber
Daya Alam Kal-Sel dapat di lihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Uraian Kegiatan Selama Kerja Praktik
Minggu
Tanggal Kegitan
ke
Pengenalan Balai Konservasi Sumber Daya
26 Juli 2016
Alam
Minggu ke Pengenalan Kawasan Konservasi Sumber Daya
27 Juli 2016
1 Alam
28 Juli 2016 Pengenalan Seksi Konservasi Wilayah II
29 Juli 2016 Pengenalan Seksi Konservasi Wilayah II
01 Agustus 2016 Tinjauan SM Kuala Lupak
02 Agustus 2016 Tinjauan SM Kuala Lupak
Minggu ke
03 Agustus 2016 Tinjauan SM Kuala Lupak
2
04 Agustus 2016 Tinjauan SM Kuala Lupak

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 10


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Minggu
Tanggal Kegitan
ke
05 Agustus 2016 Tinjauan SM Kuala Lupak

06 Agustus 2016 Observasi Lapangan SM Kuala Lupak

08 Agustus 2016 Konsultasi Judul Kerja Praktik


Minggu ke 09 Agustus 2016 Identifikasi Permasalahan konservasi mangrove
3
11 Agustus 2016 Identifikasi permasalahan konservasi mangrove
Rencana Pengelolaan Kawasan SM Kuala
12 Agusuts 2016
Lupak
15 Agustus 2016 Pembuatan Laporan Kerja Praktik

Minggu ke 16 Agustus 2016 Pembuatan Laporan Kerja Praktik


4 18 Agusutus 2016 Pembuatan Laporan Kerja Praktik

19 Agustus 2016 Pembuatan Laporan Kerja Praktik

22 Agusutus 2016 Pembuatan Laporan Kerja Praktik

23 Agustus 2016 Pembuatan Laporan Kerja Praktik


Minggu ke
24 Agustus 2016 Presentasi
5
25 Agustus 2016 Perbaikan Laporan

26 Agustus 2016 Perbaikan Laporan

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 11


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Dasar Teori

4.1.1 Ekosistem Mangrove


Ekosistem mangrove menurut Bengen (2002) adalah sekumpulan
komunitas vegetasi di pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi
beberapa jenis pohon mangrove yang mampu hidup dan beradaptasi
pada pantai berlumpur serta mendapat pengaruh pasang surut. Mangrove
merupakan salah satu dari sedikit tumbuh-tumbuhan di tanah timbul yang
tahan terhadap salinitas laut terbuka (Odum, 1993). Ekosistem mangrove
juga menjadi tempat di mana air pasang dan arus pantai membawa
perbedaan terhadap ekosistem dan di mana tumbuhan beradaptasi
terhadap perubahan kimiawi, fisika, dan karakteristik biologis
lingkungannya. Batasan-batasan dari ekosistem daerah pesisir ini dapat
disesuaikan definisinya terhadap yang berhubungan dengan bumi dan
ekosistem lautan yang membatasinya. Dalam tahun terbaru, terdapat studi
khusus mengenai fauna, flora, ekologi, hidrologi fisiologi dan produktivitas
dari banyak perbedaan ekosistem mangrove, kebanyakan adalah kondisi
dalam keadaan asli (Field, 1996).
Menurut Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2012 tentang Strategi
Nasional Pengelolaan Mangrove, ekosistem mangrove adalah kesatuan
antara komunitas vegetasi mangrove berasosiasi dengan fauna dan
mikroorganisme sehingga dapat tumbuh dan berkembang pada daerah
sepanjang pantai terutama di daerah pasang surut, laguna, muara sungai
yang terlindung dengan substrat lumpur atau lumpur berpasir dalam
membentuk keseimbangan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya lahan basah wilayah
berpasir dan sistem penyangga kehidupan dan kekayaan alam yang
nilainya sangat tinggi. Vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 12


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

intertidal dan supratidal yang cukup mendapatkan aliran air, dan arus
pasang surut yang cukup kuat. Oleh karena itu, ekosistem mangrove
biasanya banyak ditemukan di pantai pantai teluk yang dangkal, estuaria,
delta, dan daerah pantai yang terlindung (Anonim1, 2011).

4.1.1.1 Zonasi Mangrove


Ekosistem mangrove sangat rumit, karena banyak terdapat faktor
yang saling mempengaruhi, baik di dalam maupun diluar pertumbuhan
dan perkembangannya. Berdasarkan tempat tumbuhnya, kawasan
mangrove dibedakan menjadi beberapa zonasi, yang disebut dengan
jenis-jenis vegetasi yang mendominasi (Arief, 2003). Vegetasi mangrove
secara khas memperlihatkan adanya pola zonasi. Zonasi pada ekosistem
mangrove dapat dilihat sebagai suatu proses suksesi dan merupakan
hasil reaksi ekosistem terhadap kekuatan yang datang dari luar. Kondisi
ini terjadi karena adanya peran dan kemampuan jenis tumbuhan
mangrove dalam beradaptasi dengan lingkungan yang berada di kawasan
pesisir. Zonasi tumbuhan yang membentuk komponen mangrove,
menghasilkan pola bervariasi yang menunjukkan kondisi lingkungan yang
berbeda di setiap lokasi penelitian (Bengen, 2002).
Zonasi yang terjadi di ekosistem mangrove adalah dipengaruhui
oleh beberapa faktor, antara lain adalah frekuensi genangan, salinitas,
dominasi jenis tumbuhan, gerakan air pasang-surut dan keterbukaan
lokasi ekosistem mangrove terhadap angin dan hempasan ombak, serta
jarak tumbuhan dari garis pantai (Arief, 2003).
Menurut Odum, (1972) struktur ekosistem mangrove, secara garis
besar dapat dibedakan menjadi tiga tipe formasi, yaitu :
a. Mangrove Pantai
Pada tipe ini dipengaruhi air laut dominan dari air sungai. Struktur
horizontal formasi ini dari arah laut ke arah darat adalah mulai dari
tumbuhan pionir (Sonneratia alba), diikuti oleh komunitas campuran
Soneratia alba, Avicennia sp, Rhizophora apiculata, selanjutnya

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 13


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

komunitas murni Rhizophora sp dan akhirnya komunitas campuran


RhizophoraBruguiera. Bila genangan berlanjut, akan ditemui komunitas
murni Nypa fructicans di belakang komunitas campuran yang terakhir.
(Munisa, 2003)
b. Mangrove Muara
Pada tipe ini pengaruh air laut sama kuat dengan pengaruh air sungai.
Mangrove muara dicirikan oleh mintakat tipis Rhizophora sp. Di tepian
alur, di ikuti komunitas campuran Rhizophora Bruguiera dan diakhiri
komunitas murni Nypa sp.
c. Mangrove Sungai
Pada tipe ini pengaruh air sungai lebih dominan daripada air laut, dan
berkembang pada tepian sungai yang relalif jauh dari muara. Mangrove
banyak berasosiasi dengan komunitas daratan.
Bengen (2001) mengemukakan bahwa jenis-jenis pohon penyusun
ekosistem mangrove, di Indonesia jika dirunut dari arah laut ke arah
daratan dapat dibedakan menjadi 4 zonasi dapat di lihat pada gambar 4.1
berikut ini :

Sumber : Setiawan (2014)


Gambar 4.1 Zonasi Mangrove

1) Zona Api-api Prepat (Avicennia Sonneratia)


Terletak paling luar/jauh atau terdekat dengan laut, keadaan tanah
berlumpur agak lembek (dangkal),dengan substrat agak berpasir,
sedikit bahan organik dan kadar garam agak tinggi. Zona ini biasanya

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 14


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

didominasi oleh jenis api-api (Avicennia sp) dan prepat (Sonneratia


sp), dan biasanya berasosiasi dengan jenis bakau (Rhizophora sp).
2) Zona Bakau (Rhizophora)
Biasanya terletak di belakang api-api dan prepat, keadaan tanah
berlumpur lembek (dalam). Pada umumnya didominasi bakau
(Rhizophora sp.) dan di beberapa tempat dijumpai berasosiasi dengan
jenis lain seperti tanjang (Bruguiera sp.).
3) Zona Tanjang (Bruguiera)
Terletak di belakang zona bakau, agak jauh dari laut dekat dengan
daratan. Keadaan berlumpur agak keras, agak jauh dari garis pantai.
Pada umumnya ditumbuhi jenis tanjang (Bruguiera sp.) dan di
beberapa tempat berasosiasi dengan jenis lain.
4) Zona Nipah (Nypa fructicant)
Zona ini terletak paling jauh dari laut atau paling dekat ke arah
darat. Zona ini mengandung air dengan salinitas sangat rendah
dibandingkan zona lainnya, tanahnya keras, kurang dipengaruhi
pasang surut dan kebanyakan berada di tepi-tepi sungai dekat laut.
Pada umumnya ditumbuhi jenis nipah (Nypa fructicant) dan beberapa
spesies palem lainnya.
Menurut Bengen (2001) bahwa penyebaran dan zonasi ekosistem
mangrove dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Zonasi mangrove juga
dapat terbentuk oleh adanya kisaran ekologi yang tersendiri dan niche
(relung) yang khusus dari masing-masing jenis.
Pembagian zonasi ekosistem mangrove dapat disebabkan oleh
adanya hasil kompetisi diantara spesies mangrove, dimana semakin
banyak jumlah spesies mangrove maka semakin rumit pula bentuk
kompetisinya, yang selanjutnya dipengaruhi oleh faktor lokasi.
Perkembangan mangrove dalam komunitas zonasi, seringkali
diinterpretasikan sebagai tingkat perbedaan dalam suksesi (perubahan
secara progresif dalam komposisi jenis selama perkembangan vegetasi).

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 15


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Tumbuhan yang tumbuh mulai dari garis pantai menuju daratan


membentuk perbedaan yang gradual.
Kondisi lingkungan dalam suatu komunitas sangat penting karena
dapat mempengaruhi kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Faktor
lingkungan tersebut dapat berupa ketersediaan hara, intensitas cahaya
dan kandungan air. Adanya faktor-faktor lingkungan tersebut,
menyebabkan organisme dalam suatu komunitas dapat saling
berinteraksi. Faktor-faktor lingkungan pada ekosistem mangrove cukup
kompleks, beberapa diantaranya antara lain; temperatur, kelembaban
udara, salinitas, pasang surut (tidal), kandungan hara tanah atau substrat,
dan oksigen tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian zonasi terkait dengan
respon jenis tanaman terhadap keadaan tanah, terpaan ombak, pasang-
surut dan salinitas. Kondisi tanah mempunyai konstribusi besar dalam
membentuk zonasi penyebaran tanaman dan hewan seperti perbedaan
spesies kepiting pada kondisi tanah yang berbeda (Irwanto, 2006).
Pembentukan zonasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik, faktor
faktor tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Terpaan ombak
Terpaan ombak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
zonasi ini. Irwanto (2006) menyatakan bahwa Bagian luar atau bagian
depan ekosistem bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering
mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak
seperti bagian dalam dan bagian ekosistem yang berhadapan langsung
dengan aliran air sungai yang terletak di tepi sungai.
b. Faktor genangan air pasang.
Bagian luar mengalami genangan air pasang yang paling lama
dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan terkadang terus menerus
terendam. Sementara pada bagian-bagian di pedalaman ekosistem tidak
selalu terendam air, hanya terendam manakala terjadi pasang tertinggi
sebanyak satu atau dua kali dalam sebulan (Irwanto, 2006).

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 16


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

c. Salinitas
Salinitas merupakan faktor terakhir yang mempengaruhi zonasi.
Irwanto (2006) menyatakan Pada bagian dalam terutama di bagian-
bagian yang agak jauh dari muara sungai memiliki salinitas yang tidak
begitu tinggi dibandingkan dengan bagian luar ekosistem mangrove yang
berhadapan dengan laut terbuka.
Pembentukan zonasi, selain dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni keadaan morfologi tanaman, daya
apung dan cara penyebaran bibitnya serta persaingan antar spesies.
Formasi ekosistem mangrove yang terbentuk di kawasan mangrove
biasanya didahului oleh jenis pohon pedada dan api-api sebagai pionir
yang memagari daratan dari kondisi laut dan angin. Jenis-jenis ini mampu
hidup di tempat yang biasa terendam air waktu pasang karena
mempunyai akar pasak. Pada daerah berikutnya yang lebih mengarah ke
daratan banyak ditumbuhi jenis bakau (Rhizophora spp). Pohon tancang
tumbuh di daerah berikutnya makin menjauhi laut, ke arah daratan.
Daerah ini tanahnya agak keras karena hanya sesekali terendam air yaitu
pada saat pasang yang besar dan permukaan laut lebih tinggi dari
biasanya (Irwanto, 2006).

4.1.1.2 Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove


a. Fungsi ekosistem mangrove secara ekologi, meliputi :
1) Penentu sumber produktifitas perairan
Guguran daun bakau ke dalam air pada formasi mangrove yang
baik, mencapai 7-8 ton/ha /th merupakan sumber bahan organik yang
penting dalam rantai makanan pada ekosistem ekosistem mangrove.
Hasil dekomposisi daun bakau yang baru membusuk mengandung
3,1% protein dan setelah setahun meningkat menjadi 21 %. Keadaan
ini menjadi sumber makanan utama bagi jenis moluska, kepiting dan
cacing sebagai konsumen tingkat pertama yang akan disusul dengan
konsumen pada mata rantai berikutnya.

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 17


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

2) Kantong-kantong habitat satwa


Umumnya fauna darat hanya menggunakan ekosistem mangrove
sebagai tempat mencari makan dan atau perlindungan. Di Indonesia
dikenal hanya satu jenis fauna darat yang seluruh siklus hidupnya
bergantung pada habitat mangrove, yaitu bekantan (Nasalis larvatus)
yang penyebarannya terbatas di Kalimantan, beberapa jenis burung
yang berasosiasi dengan mangrove adalah Phalacrocorax carbo, P.
melanogaster, P. niger, Anhinga anhinga, Egretta spp., Halcyon chloris,
Amphibi dan Reptilia dan lain-lain.
Berbagai jenis burung air, primata, reptil dan insekta serta
mikroorganisme pembentuk ekosistem mangrove, membutuhkan
ekosistem mangrove sebagai habitatnya. Tingginya tingkat kesuburan
habitat mangrove, menjadikan ekosistem peralihan antara daratan dan
perairan ini penentu tingkat produktifitas perairan laut disekitarnya.
3) Pengatur fungsi hidrologis
Peranan ekosistem mangrove sebagai tempat penampungan air
yang dapat mempertahankan keberadaan lapisan air tawar untuk
mencegah masuknya air laut kedaratan (intrusi air laut), merupakan
fungsi hidroorologis dari ekosistem mangrove yang sangat penting
Fungsi ini terjadi melalui mekanisme sebagai berikut:
a. Pencegahan pengendapan CaCO3 oleh bahan hasil eksudat akar.
b. Pengurangan kadar garam oleh bahan organik hasil dekomposisi
serasah.
c. Peranan fisik susunan akar mangrove yang dapat mengurangi daya
jangkauan air pasang ke daratan.
d. Perbaikan sifat fisik dan kimia tanah melalui dekomposisi serasah.
e. Menjaga kualitas air
Peranan ekosistem mangrove yang dapat memperlambat aliran air,
dapat berfungsi sebagai daerah percepatan proses sedimentasi dan
penjernihan air yang akan masuk ke laut, Snedaker (1978)
mengemukakan bahwa mangrove menyediakan sumber detritus yang

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 18


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

penting bagi ekosistem pantai dan estuaria yang mendukung berbagai


organisme akuatik. Perakaran mangrove berperan mengurangi materi
tersuspensi dalam badan kolom air, bahkan mendeposisikannya,
sehingga konsentrasi oksigen terlarut meningkat. Selain itu, mangrove
dapat menyerap dan mengurangi bahan pencemar (polutan) dari badan
air baik melalui penyerapan polutan tersebut oleh jaringan anatomi
tumbuhan mangrove maupun menyerap bahan polutan yang
bersangkutan dalam sedimen lumpur (IUCN & E/P Forum, 1993 dalam
Kusmana, 2009). Sehingga kualitas air laut dapat terpelihara dari
kemungkinan terjadinya pencemaran.
4) Pencegah bencana alam
Ekosistem bakau merupakan sarana yang dapat melindungi daratan
pantai dari berbagai pengaruh negatif akibat gelombang/arus dan angin
laut (abrasi) serta dapat pula menjadi pengendali kemungkinan
terjadinya banjir dibagian hulu khususnya pada musim hujan.
5) Penjaga sistem dan proses alami
Sebagai daerah proses percepatan sedimentasi, maka ekosistem
bakau dapat berfungsi sebagai penjaga sistem dan proses
pembentukan lahan/daratan baru di pesisir pantai. Melihat fungsi
mangrove yang sangat strategis dan kompleks, maka para pakar
ekologi memberi predikat pada ekosistem ekosistem mangrove sebagai
penunjang system penyangga kehidupan.

b. Manfaat ekosistem mangrove secara ekonomi


1) Sumber perikanan
Ekosistem mangrove merupakan daerah potensial bagi tempat
asuhan, tempat bertelur, tempat memijah dan tempat mencari makan
berbagai jenis ikan dan udang. Beberapa pakar bahkan menyebutkan
bahwa tidak kurang dari 80 % berbagai jenis ikan laut yang dikonsumsi
manusia, memerlukan ekosistem mangrove sebagai tempat memijah
atau tempat mengasuh anaknya.

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 19


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

2) Penghasil kayu
Kayu yang dapat dihasilkan dari ekosistem mangrove, bervariasi
mulai dari kayu pertukangan, kayu bakar, dan bahan baku arang.
Berbagai jenis tumbuhan dari ekosistem mangrove, kayunya dapat pula
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kertas (pulp) seperti
Rhizophora, Avicennia dan Bruguiera serta bahan penyamak kulit
seperti ekstrak kulit kayu bakau (Rhizophora).
3) Sumber plasma nutfah
Jenis-jenis flora dan fauna dari ekosistem mangrove yang sampai
saat ini belum teridentifikasi manfaatnya bagi manusia, akan menjadi
sumber plasma bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan penelitian
dimasa yang akan datang. Dengan kemajuan teknologi, tidak tertutup
kemungkinan jenis-jenis tersebut kelak berpotensi meningkatkan
kualitas tanaman dan hewan melalui budidaya.

c. Kepentingan ekosistem mangrove ditinjau dari aspek sosial


budaya
1) Sumber mata pencaharian masyarakat
Masyarakat pesisir, secara tradisional telah cukup lama
memanfaatkan areal ekosistem mangrove dan perairan disekitarnya
untuk memperoleh kayu, ikan, udang, kepiting dan kerang. Jenis-jenis
tersebut sering dijadikan sebagai sumber mata pencaharian untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau sebagai sumber
pendapatan. Pemanfaatan ekosistem mangrove khususnya untuk
keperluan budidaya tambak di Indonesia, sudah berlangsung cukup
lama yaitu sejak lima abad yang lalu khususnya untuk tambak bandeng
dan udang.
2) Sumber pangan
Ekosistem mangrove bagi sebagian besar masyarakat pesisir,
merupakan sumber pangan karena diperairan sekitar ekosistem
mangrove yang tumbuh baik, ditemukan berbagai sumber protein yang

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 20


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

dapat dijadikan sumber pangan diantaranya ikan, udang, kepiting dan


kerang. Pada formasi mangrove yang vegetasi utamanya nipah, juga
dapat menjadi sumber papan dan pangan karena nira dari sadapan
buah nipah mengandung kadar gula antara 14% - 17%. Demikian pula
dengan daunnya, masyarakat sekitar umumnya memanfaatkan sebagai
atap, dinding, tikar, keranjang, topi sementara daun mudanya
dimanfaatkan untuk pengganti kertas rokok.
3) Sumber bahan obat-obatan
Tumbuhan dari ekosistem mangrove, bermanfaat pula bagi sumber
bahan obat-obatan antara lain daun Bruguiera sexangula (Bakau
Tampusing) dapat dijadikan sebagai obat penghambat tumor.
Sementara Ceriops tagal (Songa Tingi) dan Xylocarpus mollucensis
(Nyiri Batu) untuk obat sakit gigi.
4) Tempat kegiatan wisata alam
Kondisi ekosistem mangrove yang cukup khas dan unik, berpotensi
untuk dikembangkan sebagai tempat melakukan kegiatan wisata alam
seperti memancing, bersampan, fotografi, pengamatan satwa
khususnya Bekantan (Nasalis larvatus) dan penelitian.
5) Sarana penelitian dan pendidikan
Setiap formasi pada mangrove, memiliki kekhasan masing-masing
baik dari aspek flora, fauna, komunitas, habitat dan proses ekologis.
Oleh karena itu, ekosistem mangrove sangat penting untuk penyediaan
sarana penelitian dan pendidikan baik untuk bidang ilmu biologi,
ekologi, limnologi, oceanologi, geologi, dan geomorphologi, sehingga
menarik bagi dunia pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
6) Atribut sosial budaya
Ekosistem mangrove dan lahan basah umumnya, dapat menjadi
atribut sosial budaya masyarakat yang hidup disekitarnya. Contoh
tersebut dapat dilihat dari tradisi rumah panggung dan lanting yang
disesuaikan dengan tinggi rendahnya pasang surut untuk budaya
rumah di Kalimantan.

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 21


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

4.1.1.3 Jasa Lingkungan Ekosistem Mangrove


Mangrove memproduksi nutrien yang dapat menyuburkan perairan
laut, mangrove membantu dalam perputaran karbon, nitrogen dan sulfur,
serta perairan mengrove kaya akan nutrien, baik nutrien organik maupun
anorganik. Rata-rata produksi primer mangrove yang tinggi dapat menjaga
keberlangsungan populasi fauna perairan; ikan, kerang dan satwa liar.
Mangrove menyediakan tempat perkembangbiakan dan pembesaran bagi
beberapa spesies hewan khususnya udang, sehingga biasa disebut tidak
ada mangrove tidak ada udang (Macnae,1968).
Diantara jasa lingkungan ekosistem ekosistem yang menjadi isu penting
adalah fungsinya dalam menyerap karbon. Karbon dioksida (CO 2)
merupakan salah satu gas rumah kaca dan karena berfungsi sebagai
perangkap panas di atmosfer, menyebabkan terjadinya perubahan iklim.
Fungsi dan nilai ekonomi serapan karbon tersebut dapat dilihat dari
pertumbuhan mangrove restorasi (Tabel 4.1).
Hilman (2007), mengungkapkan bahwa nilai kompensasi rata-rata
karbon tidak sama pada setiap daerah tetapi tergantung kepada jenis
tanaman, luas lahan, dan lokasi lahan.
Tabel 4.1 Potensi Serapan Karbon Dioksida Restorasi Ekosistem
Mangrove
Total karbon Perkiraan serapan
Kelas Umur (ton/ha) (ton CO2/ha/thn)
I ( 5 tahun) 702,04 18,65
II (10 tahun) 926,02 19,97
III ( 15 tahun) 1220,45 25,57
IV ( 20 tahun) 1674,47 29,66
Sumber : Halidah dan Saprudin (2010)

4.1.2 Prinsip Dasar Restorasi


Adapun prinsip dasar yang dapat menunjang keberhasilan
restorasi adalah sebgai berikut :
a. Terlebih dulu lakukan perbaikan hidrologi.

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 22


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

b. Jangan menanam mangrove di tempat yang memang bukan tempat


tumbuhnya. Pasti ada alasannya mengapa mangrove tidak tumbuh
ditempat itu. Misalnya kondisi tanah ditempat tersebut memang tidak
cocok untuk pertumbuhan mangrove.
c. Setelah ditemukan alasannya, lihat apakah persoalannya bisa
diperbaiki, jika tidak pilih lokasi lain.
d. Gunakan lokasi mangrove yang berdekatan sebagai referensi untuk
mengkaji hidrologi normal mangrove di areal restorasi anda. Gunakan
peralatan untuk mengukur hidrologi, tingkat elevasi dan data lain yang
diperlukan. Jika memungkinkan manfaatkan foto udara untuk
mengetahui kondisi lahan sebelum kerusakan terjadi.
e. Memahami topografi normal ekosistem mangrove yang berdekatan
sebelum melakukan usaha restorasi dengan mengatur kedalaman
genagan, durasi dan frekuensi genangan air.

4.1.2 Teknik Restorasi


Restorasi mangrove adalah hal yang sangat penting saat ini. Fakta
akan pentingnya ekosistem mangrove dan ancaman yang dihadapi
ekosistem mangrove saat ini, membuat kebutuhan akan restorasi dan
restorasi menjadi suatu keharusan. Sebenarnya restorasi mangrove tidak
selalu harus dengan penanaman, sebab setiap tahun mangrove
menghasilkan ratusan ribu benih berupa buah atau biji per pohonnya.
Dengan kondisi hidrologi yang layak biji atau buah mangove ini dapat
tumbuh sendiri, seperti halnya di tempat dulu mereka pernah tumbuh
sehingga kembali membentuk hidrologi normal, dalam waktu yang
cepat.Prosedur teknik untuk perencanaan dan pelaksanaan restorasi
mangrove. Ada lima langkah penting dalam prosedur teknis yang
menunjang kesuksesan restorasi mangrove yaitu :
a. Autokenelogi
1) Memahami sifat dan jenis mangrove
2) Memahami penyebaran mangrove

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 23


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

3) Jarak tanam dari laut ke lokasi

Tabel 4. 2 Jarak tanam dari laut ke lokasi


Spesies Jarak dari Lokasi Rehabilitasi

Rhizophora Mucronata (Bakau Hitam) 1 km

Avicennia marina (Api-api Putih) 1 - 5 km

Ceriops tagal (Songa Tingi) 1 5 km

Rhizophora apiculata (Bakau Minyak) 1- 5 km

Brugeira gymnorrhiza (Putut) > 5 km

Sonneratia alba (Perapat) > 5km

Sumber : Brown (2006)


b. Hidrologi
Memahami pola hidrologi normal yang mengatur distribusi dan
pertumbuhan spesies mangrove. Faktor tunggal yang paling penting
dalam merencanakan suatu proyek restorasi mangrove adalah
menentukan hidrologi normal (kedalaman, durasi dan frekwensi genangan
air) dari tanaman mangrove alami (lokasi pembanding) di areal yang akan
di restorasi.
1) Kedalaman
a) Masing-masing spesies mangrove tumbuh pada ketinggian substrat
yang berbeda dan pada bagian tertentu tergantung pada besarnya
paparan mangrove terhadap genangan air pasang.
b) Mempelajari tabel air pasang di daerah masing-masing dan mulai
melakukan pengukuran di areal mangrove yang masih bagus dalam
kaitan antara ketinggian substrat dengan berbagai spesies
mangrove yang tumbuh pada setiap kedalaman.
c) Tingkat kemiringan dan topografi substrat dari mangrove terdekat
yang masih bagus kondisinya.
2) Frekwensi genangan

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 24


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Genangan dan kekeringan yang mempengaruhi kesehatan


ekosistem mangrove adalah salah satu faktor yang juga penting dalam
perencanaan restorasi mangrove.
3) Zonasi mangrove
Zonasi terjadi karena masing-masing spesies membutuhkan kondisi
yang khusus untuk tumbuh. Beberapa spesies mangrove membutuhkan
lebih banyak air dibanding yang lainnya. Berikut ini adalah tabel zonasi
mangrove menurut ketinggian :
Tabel 4.3 Kelas Mangrove
Kelas Digenangi oleh Ketinggian (meter)
Mangrove
1 Seluruh Level air 2,44
2 Ketinggian sedang 3,35
3 Ketinggian normal 3,96
4 Ketinggian besar 4,57
5 Abnormal (equinoctialtides) > 4,57
Sumber : Brown (2006)
a. Kelas 1 : Mangrove dalam kelas ini tergenang oleh semua ketinggian
air. Spesies dominan yang tumbuh disini adalah Rhizophora
mucronata (Bakau hitam), R. Stylosa (bakau merah), dan R. Apiculata
(Bakau minyak). R. Mucronata (Bakau hitam) lebih banyak tumbuh
pada areal yang lebih banyak pasokan air tawar. Di Indonesia Timur,
Avicennia spp (Api-api) dan Sonneratia spp (Pidada) mendominasi
zona ini.
b. Kelas 2 : Mangrove pada kelas ini digenangi oleh tingkat air dengan
ketinggian sedang. Spesies utama yang tumbuh adalah Avicennia
alba (Api-api hitam), A. Marina (Api-api putih). Sonneratia alba
(Perapat) dan R. Mucronata (Bakau Hitam)
c. Kelas 3 : Digenangi oleh ketinggian air normal. Kebanyakan spesies
bisa tumbuh dalam ketinggian ini. Sebagian besar spesies mangrove
tumbuh di sini sehingga tingkat keragaman hayati tinggi. Spesies yang
paling umum adalah Rhizophora spp (Bakau), (seringkali dominan),

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 25


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Ceriops tagal (Songa Tingi), Xylocarpus granatum (Nyiri), Lumnitzera


littorea (Teruntum) dan Exoecaria agallocha (Buta-buta).
d. Kelas 4 : Genangan hanya terjadi pada saat air tinggi. Spesies yang
umumnya dapat tumbuh di sini adalah Brugueira spp (Kendeka),
Xylocarpus spp (Nirih), Lumnitzera littorea (Teruntum), dan Exoecaria
agallocha(Buta-buta).
e. Kelas 5: Genangan hanya terjadi pada saat air pasang besar. Spesies
utama adalah Brugeira gymnorrhiza (Putut), Instia bijuga (Merbau
pantai), Nypa fruticans (Nipah), Herritera littoralis (Dungun kecil),
Exoecaria agallocha (Buta-buta), dan Aegiceras spp (Kaboa).
c. Gangguan
Meneliti perubahan pada lingkungan mangrove yang diperkirakan
menghambat terjadinya regenerasi alami. Dalam perencanaan restorasi
harus dilihat pula faktor-faktor tekanan yang dihadapi oleh mangrove,
seperti hambatan masuknya air. mengenali hambatan tersebut
sejanjutnya menyusun rencana untuk menghilangkan hambatan.
Sangat penting untuk menentukan apakah areal yang akan direstorasi
ini cocok untuk pertumbuhan mangrove. Kenalilah apa saja tekanan yang
menghalangi pertumbuhan mangrove. Adapun gangguan restorasi dapat
disebabkan oleh ;
1) Kurangnya air tanah
2) Terhambatnya pertukaran air pasang/surut.
3) Tingginya kadar garam atau asam sulfat tanah (seringkali terjadi
pada bekas tambak udang)
4) Abrasi garis pantai dan penurunan ketinggian substrat.
5) Adanya tanggul, baik yang utuh maupun tidak, dan juga parit
buatan.Tanggul mengganggu keluar masuknya air laut, sedangkan
parit buatan mengalihkan dan mengurangi genangan air terutama
pada saat musim air pasang rendah.
Adapun langkah untuk mengurangi ganguan restorasi dengan
metode berikut :

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 26


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

1) Memperbaiki aliran air yang masuk ke tambak dengan membuat


pintu air sederhana.
2) Meratakan lahan untuk menciptakan kemiringan alami lahan yang
mengacu pada lahan mangrove.
d. Desain restorasi hidrologi
1) Menciptakan kembali kemiringan dan ketinggian substrat alami
yang akan mendukung aliran air secara normal, serta pembentukan
dan pertumbuhan alami bibit mangrove.
2) Tanggul tambak udang perlu diratakan dan paritnya harus ditimbun.
Jika pekerjaan meratakan keseluruhan tanggul tidak
memungkinkan maka dapat dilakukan dengan membuat beberapa
pintu air untuk memastikan air keluar masuk dengan lancar dan
sekaligus dapat membantu merubuhkan tanggul tersebut secara
perlahan-lahan.
3) Restorasi bekas tambak dapat dilakukan hanya dengan membuat
pintu-pintu air strategis pada tanggul air. Beberapa pintu air yang
semakin ke hilir semakin besar, meniru sungai alami yang melewati
mangrove
4) Memastikan agar pintu-pintu yang dibuat tetap terbuka dan tidak
tersumbat.
5) Menghubungkan tambak dengan laut melalui saluran air yang
didisain dengan bentuk alami.
e. Penanaman Mangrove
1) Pengumpulan dan penyebaran buah dan biji mangrove secara
langsung ke permukaan air dapat merangsang pertumbuhan alami
mangrove. Buah atau biji yang cocok biasanya dapat ditemui di
sepanjang garis pasang tertinggi pantai. Jika arealnya kekurangan
sumber bibit alami, biji bisa di kumpulkan dari tempat lain yang
memiliki banyak persedian bibit. Ketika air pasang memenuhi areal
lahan restorasi segera taburkan bibit tersebut. Biarkan biji atau bibit
tersebut menemukan tempatnya sendiri yang cocok untuk

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 27


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

pertumbuhan mereka. Dianjurkan untuk melakukan cara ini pada


berbagai tingkat ketinggian air pasang.
2) Penanaman bibit tanpa menggunakan pupuk kecuali sonnetaria
spp, Penambahan pupuk terlalu memanjakan akar bibit mangrove
sehingga akarnya tidak aktif tumbuh dan mencari nutrient dengan
sendiri di substrat.
3) Penanaman acak dengan jarak 2 meter, Mangrove alami tidak
tumbuh berjajar. Jadi tidak perlu ditanam sejajar. Penanaman
berjajar dapat menciptakan saluran air di antara baris yang dapat
mengganggu pasokan air ke mangrove.
4) Pelepasan polibag dengan akar tanaman berbentuk J, Ketika
menempatkan anakan dari polybag ke dalam lobang tanam, lebih
baik jika ada seorang yang memegang benih dan yang lainnya
menimbunnya dengan tanah. Hal ini dilakukan untuk Memastikan
agar permukaan tanah dari anakan yang di polybag sejajar dengan
permukaan tanah di sekeliling lobang tanamn dan akar anakan
mangrove bebas dan leluasa masuk di dalam lobang tanam. Akar
yang terganggu oleh lobang yang kurang dalam akan membentuk
huruf J dan dapat menghambat pertumbuhan atau bahkan
membuat anakan mati. Dan jangan lupa melepas polibag dari
anakannya.
5) Ukuran lubang setengah kali lebih besar dari polibag
6) Tidak memadatkan tanah setelah penanaman Seringkali setelah
penanaman,tanah dipadatkan dengan cara diinjak. Hal ini dapat
mengurangi kantong-kantong air tanah yang diperlukan oleh akar.
Biarkan tanah di sekitar akar agak gembur dan jangan dipadatkan.

4.1.3 Pengelolaan Ekosistem Mangrove


Mengacu pada kondisi ekologi, sosial ekonomi, budaya dan
kelembagaan pengelolaan ekosistem mangrove yang tumbuh-

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 28


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

berkembang di Indonesia, maka terdapat beberapa hal penting yang


menjadi acuan dalam pengelolaan ekosistem mangrove Indonesia, yaitu:
1. Pemanfaatan ekosistem mangrove harus diimbangi dengan kegiatan
restorasi dan konversi ekosistem mangrove harus dikendalikan
sehingga tercapai prinsip no net loss.
2. Peran ekosistem mangrove dalam perlindungan keanekaragaman
hayati, garis pantai dan sumberdaya pesisir sangat penting.
3. Pengelolaan ekosistem mangrove dilaksanakan sebagai bagian integral
dari pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan pengelolaan DAS secara
keseluruhan.
4. Pengelolaan ekosistem mangrove membutuhkan komitmen politik dan
dukungan kuat pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan para pihak
terkait.
5. Koordinasi dan kerjasama antar instansi baik vertikal maupun
horizontal, sangat penting untuk menjamin terlaksananya kebijakan
strategi nasional pengelolaan ekosistem mangrove.
6. Pengelolaan ekosistem mangrove berbasis masyarakat dilaksanakan
untuk melestarikan nilai penting ekologi, ekonomi dan sosial budaya,
guna meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendukung
pembangunan yang berkelanjutan.
7. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan dan kewajiban mengelola
ekosistem mangrove sesuai dengan kondisi dan aspirasi local, dan
strategi nasional pengelolaan ekosistem mangrove.
8. Pengembangan riset, Iptek dan sistem informasi diperlukan untuk
memperkuat pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan.
9. Pengelolaan ekosistem mangrove dilaksanakan melalui pola kemitraan
dengan dukungan para pihak dan masyarakat (KKMTN, 2013).

4.1.4 Analisis SWOT


Untuk merumuskan strategi pengelolaan mangrove di Kawasan
Suaka Margasatwa Kuala Lupak digunakan analisis SWOT (Strength,

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 29


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Opportunities, Weakness, Threats). Analisis SWOT didasarkan pada


logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang
(Opportunities), namun secara bersama dapat meminimalkan kelemahan
(Weakness) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan
strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan dan strategi,
dan kebijakan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planner)
harus menganalisis faktor-faktor strategis (kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini, hal ini disebut dengan
Analisis Situasi. Model paling populer untuk analisis situasi adalah analisis
SWOT (Rangkuti, 2006).
Analisis SWOT yang dilakukan dengan analisis faktor internal dan
eskternal yang berpengaruh terhadap kondisi mangrove. Kegiatan analisis
ini dilakukan dengan menggunakan metode SWOT yaitu analisis alternatif
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara
sistematis (Patang, 2012).

4.2 Permasalahan
Permasalahan yang ada yaitu tingginya tingkat kerusakan ekosistem
mangrove di Suaka Margasatwa Kuala Lupak dan belum ditentukannya
stategi pengelolaan yang sesuai dengan kondisi Kawasan Suaka
Margasatwa Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala.

4.3 Pembahasan Topik Kerja Praktik


Pembahasan yang ada pada kerja praktik ini adalah menidentifikasi
permasalahan konservasi ekosistem mangrove serta menentukan
pengelolaan ekosistem mangrove dengan analisi SWOT di SM Kuala
Lupak Kabupaten Barito Kuala.
4.3.1 Permasalahan Konservasi Ekosistem Mangrove di SM Kuala
Lupak
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor :
SK.435/Menhut-II/2009 tanggal 23 Juli 2009 tentang Penunjukan

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 30


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan, kawasan konservasi Suaka


Margasatwa (SM) Kuala Lupak memiliki luas 3.307,96 Ha. Kondisi
Ekosistem mangrove di Suaka Margasatwa Kuala Lupak Gambar 4.2
tampak kerusakan ekosistem mangrove SM Kuala Lupak. Mangrove yang
tersisa adalah yang berbatasan langsung dengan laut jawa dan sekitar
alur-alur sungai.

Sumber : Google Earth (2016)

Gambar 4.2 Kondisi ekosistem mangrove

Berdasarkan data tahun 2015 tingkat kerusakan ekosistem


mangrove di SM Kuala Lupak mencapai 1.993,5 Ha (terlampir dalam
Lampiran A) Kerusakan ekosistem manggrove disebabkan oleh beberapa
faktor :

1. Penebangan Vegetasi Mangrove


Penebangan vegetasi secara tidak lestari merupakan penyebab utama
kerusakan mangrove. Penebangan vegetasi mangrove biasanya
dilakukan untuk perluasan lahan pertambakan dan lahan pertanian.
Berdasarkan hasil observasi lapangan lokasi di Sungai Handil Bahagia
ditemukan tunggak-tunggak pohon yang baru ditebang untuk perluasan
areal persawahan seperti pada Gambar 4.3 Meningkatnya penebangan
ekosistem dapat meningkatkan sedimentasi pada wilayah estuari, dalam
skala kecil sedimentasi dapat mendorong terbentuknya ekosistem

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 31


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

mangrove, akan tetapi dalam skala besar sedimentasi dapat merusak


ekoistem mangrove karena tertutupnya akar nafas dan berubahnya rawa
menjadi daratan.

Sumber: BKSDA (2016)

Gambar 4.3 Penebangan vegetasi mangrove untuk perluasan area


persawahan
2. Pertambakan Liar
Konversi ekosistem mangrove menjadi tambak merupakan faktor
berkurangnya kawasan ekosistem mangrove, di kawasan ini tambak
merupakan pemandangan umum. Hingga saat ini, Luas areal tambak saat
ini diperkirakan mencapai 1.551 Ha (Gambar 4.4)

Sumber : BKSDA (2016)


Gambar 4.4 Areal tambak di SM Kuala Lupak.
Tambak yang terdapat di SM Kuala Lupak merupakan tambak aktif dan
sudah berlangsung sekitar 7 tahun. Bedasarkan data lapangan menurut
idris tanah yang digunakan untuk lahan tambak dibeli dari seseorang
seluas 3,5 ha. Jenis budidaya ikan yang dikelola adalah ikan bandeng.

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 32


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

3. Penggarapan lahan untuk persawahan.


Berdasarkan data lapangan kawasan konservasi SM kuala lupak
menjadi telah menjadi areal persawahan dapat di lihat pada Gambar 4.5
Masyarakat yang menggarap areal persawahan adalah masyarakat dari
Kecamatan Tabunganen Kab. Barito Kuala dan Kecamatan Aluh-Aluh
Kab. Banjar.

Sumber : BKSDA (2016)


Gambar 4.5 Areal persawahan yang berada di dalam kawasan SM Kuala
Lupak.

Luas areal persawahan diperkirakan mencapai 442,45 Ha yang


terletak di sekitar sungai Handil Bahagia, arah Sungai Pagatan. Di setiap
petak sawah terdapat gubuk-gubuk sederhana terbuat dari kayu dan atap
dari daun nipah sebagai tempat untuk beristirahat (tidak digunakan
sebagai tempat tinggal) menurut hendra (petani) terdapat sekitar 25 kk.

4. Penguasaan Lahan Secara Ilegal


Adanya adanya rumah/ gubuk kerja (Gambar 4.6 )sebagai tempat
tinggal sementara untuk menggarap sawah atau tambak. Kepemilikan
tanah masyarakat lahan tersebut tidak ada bukti secara hukum karena
tidak memiliki surat tanah resmi dari negara. Penggarap lahan tambak
lama telah mengetahui kawasan yang mereka gunakan adalah kawasan
konservasi, namun ada masyarakat yang pura-pura tidak mengetahui
kawasan tersebut adalah kawasan konservasi dan tetap melakukan

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 33


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

aktivitas tambak dan penanaman padi dikawasan konservasi suaka


margasatwa.

Sumber : BKSDA (2016)


Gambar 4.6 Kepemilikan lahan Secara Ilegal

Kerusakan ekosistem ekosistem mangrove akibat ulah manusia dapat


disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Karena pertimbangan ekonomi lebih dominan daripada lingkungan.
2. Tekanan ekonomi masyarakat miskin yang bertempat tinggal dekat
atau sebagai bagian dari ekosistem mangrove.
3. Kurang dipahaminya kegunaan ekosistem ekosistem mangrove
4. Rendahnya tingkat pengelolaan sehingga menimbulkan open acces.
Penguasaan lahan dan penggarapan tambak illegal yang telah
berlangsung lama, telah menimbulkan dampak negatif penting yang
cukup signifikan diantaranya :
1. Secara kuantitas dan kualitas, ekosistem mangrove di SM Kuala Lupak
telah mengalami penurunan yang drastis. Dalam hal ini, jumlah jenis
dan populasi mangrove telah mengalami penurunan atau berkurang.
Hingga saat ini tegakan mangrove yang tersisa hanya kurang dari 32 %
dari luas total kawasan. Jenis vegetasi yang tersisa tersebut, umumnya
terdiri dari Soneratia sp. dan Bruguiera sp.
2. Penurunan kuantitas satwa liar (jumlah jenis dan populasi) yang
menggantungkan hidupnya pada ekosistem mangrove. Jenis burung
yang mampu bertahan hidup diantaranya adalah burung Raja udang
(Halcyon sp.) dan elang bondol (Haliastur indus). Para penggarap
tambak illegal menganggap adanya satwa tersebut sebagai musuh

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 34


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

yang harus dibasmi karena menjadi hama yang dapat mengurangi hasil
panen mereka. Sedangkan Bekantan (Nasalis larvatus),
keberadaannya telah bergeser ke areal di luar kawasan SM Kuala
Lupak.
3. Pembuatan tanggul-tanggul di sekeliling tambak dan jalan setapak
berakibat pada terhalangnya sirkulasi air laut yang mendukung
kehidupan habitat mangrove. Sehingga berdampak pada kematian
masal terhadap vegetasi mangrove.
4. Pendirian gubuk-gubuk kerja atau rumah (permanen atau semi
permanen) sebagai tempat beristirahat dan/atau tempat tinggal para
penggarap tambak illegal mengakibatkan aktifitas satwa liar terganggu.
Jumlah gubuk kerja/rumah di dalam kawasan SM Kuala Lupak
mencapai 50 buah yang tersebar di 9 (sembilan) alur sungai.
5. Berkurangnya populasi mangrove berakibat pada meningkatnya laju
abrasi daerah pantai, meningkatnya laju intrusi air laut serta
berkurangnya masukan unsur hara bagi biota perairan.
6. Terjadi pencemaran tanah dan air sungai akibat sampah-sampah
rumah tangga, sarana transportasi air dan penggunaan pestisida, dan
pakan bandeng dan nila sehingga berdampak pada penurunan biota-
biota air yang hidup di habitat mangrove.
Mencermati uraian di atas, serta rendahnya pengetahuan masyarakat
terhadap makna konservasi sumberdaya mangrove, maka kondisi dan
keberadaan kawasan mangrove secara alamiah di Suaka Margasatwa
kuala lupak kabupaten Barito kuala dihadapkan pada tiga tantangan
strategis yaitu;
1. Pengelolaan secara profesional untuk tujuan pelestarian, penyelamatan
(pengamanan), dan pemanfaatan secara terbatas berdasarkan peranan
fungsinya.
2. Meningkatkan kualitas baik terhadap habitat dan jenis, untuk
mempertahankan keberadaan sebagai akibat terdegradasinya
kawasan, baik karena ulah aktivitas manusia yang tidak bertanggung-

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 35


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

jawab, maupun secara alami (abrasi), sedimentasi dan pencemaran


limbah padat (sampah).
3. Pengembangan kawasan-kawasan berhabitat mangrove, untuk
dijadikan kawasan hijau ekosistem kota berbasis mangrove.

4.3.2 Upaya Restorasi Ekosistem Mangrove Di SM Kuala Lupak


Ekosistem mangrove di SM kuala lupak barito kuala, Kalimantan
Selatan telah mengalami penurunan sangat drastis, akibat tingginya
tekanan pertambahan penduduk yang berimplikasi terhadap besarnya
kegiatan penebangan vegetasi, pertambakan dan lahan pertanian.
Sehingga perlu dilakukan restorasi untuk menggembalikan karakteristik
dan fungsi kawasan ekosistem konsesrvasi mangrove. Ekosistem
mangrove yang rusak dapat melakukan penyembuhan sendiri dalam
kurun waktu yang lumayan panjang sekitar 15-30 tahun, dengan syarat
sistem pasang surut yang tidak berubah, dan tersedia biji atau bibit.
Tujuan utama dari restorasi lahan mengrove adalah untuk mengelola
struktur fungsi, dan proses-proses ekologi pada ekosistem serta
mencegahnya dari kepunahan menjaga garis pantai dari abrasi, tempat
tumbuh dan berkembangannya ekositem serta fungsi sosial.
Tindakan sengaja dengan restorasi buatan seringkali diperlukan
untuk memastikan berhasilnya proses penyembuhan alami tersebut.
Salah satu upaya yang telah dilakukan Balai Konservasi Sumber Daya
Alam Kalimantan Selatan adalah dengan dengan penanaman bakau
secara bertahap. Berdasarkan data BKSDA pada tahun 2013-2015
dilakukan restorasi kawasan konservasi suaka margasatwa dengan
luasan 300 Ha pada 2013 dan 500 Ha pada tahun 2015 dapat dilihat
pada (terlampir dalamLampiran B), sedangkan presentase pertumbuhan
dapat dilihat sebagai berikut :

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 36


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Tabel 4.4 Presentase Pertumbuhan Manggrove


Kawasan Presentase (%) Kawasan Presentase (%)
300 Ha Tahun 2013 500 Ha Tahun 2015

Petak 1 50,47 Petak 1 57,27


Petak 2 83,68 Petak 2 59,09
Petak 3 82,38 Petak 3 58,18
Petak 4 50,03 Petak 4 59,09
Petak 5 83,79 Petak 5 61,81

Petak 6 80,34 Petak 6 60,00


Petak 7 77,99 Petak 7 60,90
Petak 8 48,31 Petak 8 62,72
Petak 9 39,48 Petak 9 61,81
Petak 10 50,33 Petak 10 61,81
Petak 11 48,19 Petak 11 59,09
Petak 12 25,96 Petak 12 59,09
Petak 13 - Petak 13 59,09
Petak 14 - Petak 14 60,90
Petak 15 - Petak 15 60,00
Petak 16 - Petak 16 57,27
Petak 17 - Petak 17 54,54
Petak 18 - Petak 18 58,18
Petak 19 - Petak 19 59,09
Petak 20 - Petak 20 58,18

Sumber : BKSDA (2015)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia nomor :


P.9/Menhut-II/2013 tentang tata cara pelaksanaan, kegiatan pendukung
dan pemberian insentif kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan bahwa hasil
kegiatan penanaman Rehabilitasi Hutan dan Lahan dapat diterima dengan
ketentuan persen tumbuh pada tahun pertama paling sedikit 60 %
(terlampir dalam Lampiran C) Berdasarkan data BKSDA kalimantan
selatan tahun 2015 penanaman sekitar 1100 pohon/ha bakau, presentase
pertumbuhan pada akhir tahun 2015 sekitar 59 %. Hal ini menunjukkan
bahwa restorasi ekosistem mangrove dapat dikatakan belum memenuhi
syarat keberhasilan restorasi menurut Peraturan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia nomor : P.9/Menhut-II/2013. Berdasarkan hasil

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 37


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

observasi pada agustus 2016 terjadi penurunan pertumbuhan jumlah


manggrove yang hidup dapat dilihat pada Gambar 4.7

(a) (b)
Gambar 4.7 (a) Penanaman Bakau tahun 2015, (b) Kondisi pertumbuhan
Mangrove 2016

Penurunan jumlah mangrove yang tumbuh disebabkan oleh beberapa


faktor sebagai berikut :
1) Pola hidrologi yang tidak baik karena adanya tambak-tambak ikan,
tanggul atau parit sehingga bakau yang tidak dapat aliran air tidak
tumbuh dengan baik atau mati (Setiyawan,2006)
2) Terjadi pencemaran tanah dan air akibat penggunaan pestisida dan
urea yang dapat meningkatkan kemasaman pada tanah dan
mengancam kelangsungan hidup mikroorganisme dalam tanah dan
menjadikan tanaman sukulen, hingga mudah terserang hama
maupun penyakit (Chandra, 2014)
3) Adanya hama seperti ulat yang memakan daun bakau sehingga
mengambat petumbuhan bakau (Idris,2016)
4) Serta partisipasi masyarakat dalam upaya menjaga konservasi
eksistem mangrove yang rendah (Setiyawan, 2006)

4.3.2.1 Upaya yang sudah dilakukan Balai KSDA kalsel


Sehubungan dengan permaslahan yang terjadi di SM Kuala Lupak
sudah sangat komplek, adapun upaya yang sudah dilakukan BKSDA

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 38


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Kalsel pada perambah ekosistem dalam 2 (dua) kategori, yaitu : (Anonim2,


2010).
1. Perambah lama
Perambah lama adalah perambah/petambak yang sudah melakukan
aktifitas pengelolaan tambak lebih dari 2 tahun. Beberapa upaya yang
dapat dilakukan untuk meminimalisir gangguan bagi perambah lama
adalah :
a) Pre-emtif
- Penggalangan dukungan dari Pemerintah Daerah
- Mobilisasi Polisi Ekosistem dan Penggendali Ekosistem
- Identifikasi Permasalahan
- Peningkatan sarana prasarana pengelolaan
- Sumber daya manusia perlu ditingkatkan
b) Preventif
- Patroli Rutin
- Penjagaan
- Penyuluhan
- Ekspose Kawasan
c) Refresif
Upaya refresif dilakukan jika kondisi permasalahan sudah tidak dapat
dilakukan secara preventif. Maka upaya untuk menangani permasalahan
yang sudah komplek dapat ditempuh melalui Operasi Khusus
Penanganan Perambah Ekosistem Tingkat Polda Kalimantan Selatan.
Operasi Khusus tersebut merupakan gabungan antara Polisi
Keekosisteman dan Kepolisian.
d) Pemulihan
- Restorasi kawasan konservasi suaka margasatwa.
- Pembinaan masyarakat, dll.
2. Perambah baru
Perambah baru adalah perambah/petambak yang sedang membuka
ekosistem mangrove untuk dijadikan tambak atau yang melakukan

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 39


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

aktifitas tambak kurang dari 2 tahun. Upaya yang dilakukan adalah


menghentikan aktifitas pembuatan tambak dan proses hukum.
Upaya yang sudah dilakukan BKSDA Kalsel pada perambah ekosistem
menuai respon positif dari perambah dilihat dari jumlah perambah pada
tahun 2010 sebesar 200 KK dan pada tahun 2015 jumlahnya menurun
menjadi 135 KK (terlampir dalam lampiran A).
Mengingat pentingnya fungsi ekosistem mangrove bagi sistem
penyangga kehidupan, maka terhadap penggarapan tambak illegal di SM
Kuala Lupak telah dilakukan upaya-upaya penyelesaian dapat dilihat pada
(Gambar 4.8). Upaya penyelesaian yang telah dilakukan oleh BKSDA
Kalsel, Pemerintah Daerah Barito Kuala dan Kepolisian diantaranya
adalah :
1. Sosialisasi dan penyuluhan terkait kawasan dan peraturan dan
perundangan.
2. Patroli rutin.
3. Operasi gabungan terhadap penggarap tambak.
4. Memberikan Surat Edaran tentang Peringatan Gangguan Keamanan di
Kawasan Konservasi No. SE.1260/IV-K.23.PPH/2013 tanggal 4 Juni
2013
5. Restorasi lahan tambak dengan penanaman bakau.
6. Rapat koordinasi dengan instansi pemkab. Barito Kuala tanggal 12
Agustus 2015
7. Pendataan pemilik sawah.
8. Koordinasi dengan pihak Distrik Navigasi II Banjarmasin.

(a) (b)
Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 40
di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

(c)

Gambar 4.8 (a) Penanaman Bakau (b) Operasi Gabungan (c) Pendataan
Pemilik Sawah

4.3.2.2 Rekomendasi Pengelolaan ekosistem magrove di SM Kuala


Lupak
Melihat berbagai karakteristik ekosistem mangrove dan kondisi
sosial ekonomi masyarakat, maka perlu adanya bentuk pengelolaan
ekosistem mangrove yang berkelanjutan. Pengelolaan ekosistem
mangrove perlu dilakukan agar ekosistem mangrove dapat terjaga
keberadaannya. Bentuk pengelolaan ekosistem mangrove ini perlu
memperhatikan aspirasi masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Pengelolaan ekosistem mangrove tidak dapat terlepas dari peran serta
masyarakat sehingga dalam perencanaan dan pengelolaan harus
berkoordinasi dengan masyarakat setempat. Adapun langkah yang dapat
dikembangkan dalam upaya pelestarian kawasan konservasi ekosistem
mangrove di SM kuala Lupak kabupaten barito kuala sebagai berikut :

a. Pendekatan Non Teknis


Usaha pemulihan ekosistem mangrove yang dilaksanakan kementrian
keekosisteman atau pemerintah dibeberapa daerah diperoleh hasil yang
relatif tidak sesuai padahal telah tersedia biaya, tenaga ahli, bibit dan
sarana penunjang lainnya. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya
peran serta masyarakat dalam upaya pengembangan wilayah, khususnya

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 41


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

restorasi ekosistem mangrove, masyarakat cenderung mementingkan


kebutuhan ekonomi dari pada lingkungan. Sehingga menyebabkan
kerusakan ekositem manggrove yang sangat komplek. Padahal peran
serta masyarakat menjadi kunci keberhasilan restorasi kawasan
konservasi. Adapun langkah untuk mengurangi kegagalan restorasi yang
dapat dilakukan sebagai berikut :

1) Melakukan sosialisasi dengan didampingi LSM terkait tentang wilayah


konservasi dimana pada kawasan konservasi suaka margasatwa
tidak boleh ada aktivitas yang dapat merusak atau merubah bentang
alam.
2) Memberikan pengertian kepada masyarakat pesisir bahwa ekosistem
mangrove yang mereka rusak dapat menyebabkan dampak buruk
masyarakat itu sendiri seperti intrusi air laut, abrasi, pencemaran air,
berkurangnya flora dan fauna akibat rusaknya kawasan.
3) Mengikutsertakan masyarakat dalam perencanaan, penanaman dan
pemeliharaan ekosistem mangrove sehingga masyarakat enggan
untuk merusak ekosistem mangrove yang telah mereka tanam,
sekalipun tidak ada yang mengawasinya.
4) Memberikan modal dan pengarahan secara umum dalam
pemanfaatan ekosistem mangrove secara berkelanjutan, sebab tanpa
arahan yang jelas nantinya akan terjadi konflik kepentingan dalam
pengelolaan jangka panjang.

b. Pendekatan Teknis
Apabila peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
menuai hasil positif untuk menunjang kesuksesan restosi dapat dilakukan
strategi pengelolaan teknis restorasi sesuai prosedur teknik untuk
perencanaan dan pelaksanaan restorasi mangrove. Ada lima langkah
penting yang dapat dilakukan untuk menunjang kesuksesan restorasi
mangrove yaitu :

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 42


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

a. Autokenelogi yaitu dengan memahami jenis manggrove dan


penyebarannya sehingga dapat dilakukan penanaman mangrove
sesuai dengan zonasi mangrove.

b. Memahami gangguan dengan memperhatikan perubahan pada


lingkungan mangrove yang diperkirakan menghambat terjadinya
regenerasi alami.
c. Hidrologi
1) Menciptakan kembali kemiringan dan ketinggian substrat alami
yang akan mendukung aliran air secara normal, serta pembentukan
dan pertumbuhan alami bibit mangrove.
2) Meratakan tanggul tambak dan Parit
3) Membuat pintu air strategis
4) Memastikan agar pintu-pintu yang dibuat tetap terbuka dan tidak
tersumbat.
5) Menghubungkan tambak dengan laut melalui saluran air yang
didisain dengan bentuk alami.
d. Penanaman Mangrove
1) Mengumpulkaan dan menyebaran buah dan biji mangrove secara
langsung ke permukaan air dapat merangsang pertumbuhan alami
mangrove.
2) Menanaman bibit tanpa menggunakan pupuk kecuali sonnetaria
spp.
3) Menanaman acak dengan jarak 2 meter, Mangrove alami tidak
tumbuh berjajar. Jadi tidak perlu ditanam sejajar. Penanaman
berjajar dapat menciptakan saluran air di antara baris yang dapat
mengganggu pasokan air ke mangrove.
4) Melepas polibag dengan akar tanaman berbentuk J. Hal ini
dilakukan untuk Memastikan agar permukaan tanah dari anakan
yang di polybag sejajar dengan permukaan tanah di sekeliling

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 43


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

lobang tanamn dan akar anakan mangrove bebas dan leluasa


masuk di dalam lobang tana.
5) Membuat lubang setengah kali lebih besar dari polibag.
6) Tidak memadatkan tanah setelah penanaman Seringkali setelah
penanaman,tanah dipadatkan dengan cara diinjak. Hal ini dapat
mengurangi kantong-kantong air tanah yang diperlukan oleh akar.
Peran serta masyarakat menjadi kunci keberhasilan restorasi
manggrove, akan tetapi tidak semua langkah tersebut dapat berjalan
cepat dan sesuai dengan semestinya akibat banyaknya tanggul dan parit
buatan yang ada dilapangan sangat luas, sehingga memerlukan waktu
yang panjang untuk memulihkan kawasan ekosistem manggrove. Adanya
tanggul dan parit dapat mengganggu keluar masuknya air laut dan
mengurangi genangan air terutama pada saat musim air pasang rendah.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi kegagalan
restorasi dengan metode berikut :
1) Memperbaiki aliran air yang masuk ke tambak dengan membuat
pintu air sederhana.
2) Memastikan agar pintu-pintu yang dibuat tetap terbuka dan tidak
tersumbat.
3) Menghubungkan tambak dengan laut melalui saluran air yang
didesain dengan bentuk alami.

4.3.3 Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di SM Kuala Lupak


Beberapa hal penting yang menjadi acuan dalam pengelolaan
ekosistem mangrove berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 73 Tahun 2012 tentang stategi pengelolaan ekosistem mangrove
adapun pengelolaan ekosistem mangrove berkelajutan meliputi :

a. Perlindungan
Merupakan suatu sistem yang terdiri dari proses yang berkait satu
dengan lainnya dan saling mempengaruhi, yang apabila terputus akan
mempengaruhi kehidupan. Agar manusia tidak dihadapkan pada

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 44


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

perubahan yang tidak diduga yang akan mempengaruhi kemampuan


pemanfaatan sumber daya alam hayati, maka proses ekologis yang
mengandung kehidupan itu perlu dijaga dan dilindungi. Perlindungan ini
meliputi usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan
pencegahan, penanggulangan, dan pembatasan kerusakan yang
disebabkan oleh manusia, ternak, alam, spesies invasif, hama, dan
penyakit. Adapun upaya perlindungan kawasan konservasi suaka
margasatwa kuala lupak yang dapat dilakukan adalah :
1) Perlindungan sistem penyangga kehidupan (Gambar 4.9)
2) Perlindungan tepian sungai.
3) Pemeliharaan fungsi hidrologi ekosistem.
4) Perlindungan pantai.
5) Perlindungan terhadap flora dan fauna.
6) Patroli rutin
7) Penjagaan kawasan secara efektif.
8) Penanggulangan kerusakan.
9) Pencegahan kerusakan
10) Inventarisasi kawasan

Gambar 4.9 Perlindungan Sistem Penyangga

b. Pengawetan
Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya terdiri dari unsur-unsur
hayati dan nonhayati (baik fisik maupun nonfisik). Semua unsur ini sangat
berkait dan pengaruh mempengaruhi. Punahnya salah satu unsur tidak

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 45


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

dapat diganti dengan unsur yang lain. Usaha dan tindakan konservasi
untuk menjamin keanekaragaman jenis meliputi :
1) Penetapan dan penggolongan tumbuhan dan satwa yang dilindungi
dan tidak dilindungi.
2) Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa serta habitatnya.
3) Pemeliharaan satwa untuk mencegah kepunahan.
4) Pengembangbiakan tumbuhan dan satwa.
c. Pemanfaatan
Pemanfataan secara lestari suaka margasatwa merupakan usaha
pengendalian/pembatasan dalam pemanfaatan sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya sehingga pemanfaatan tersebut dapat dilaksanakan
secara terus menerus pada masa mendatang. Kawasan Suaka
margasatwa kuala lupak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan:

1) Pemanfaatan wisata alam terbatas ( Gambar 4.11)


2) Pemanfataan sebagai kawasan penelitian atas keunikan ekosistem
mangrove dengan pihak-pihak terkait.
3) Pengembangan ilmu pengetahuan.
4) Pemanfataan kawasan sebagai sarana pendidikan dan peningkatan
kesadartahuan konservasi alam. Pemanfaatan kawasan sebagai
tempat penyimpanan dan/atau penyerapan karbon.
5) Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya.

Gambar 4.11 Pemanfaatan Wisata Alam Terbatas

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 46


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

4.3.3.1 Analisis SWOT


Untuk merumuskan strategi pengelolaan mangrove di Kawasan
Suaka Margasatwa Kuala Lupak digunakan analisis SWOT (Strength,
Opportunities, Weakness, Threats). Analisis SWOT yang dilakukan
dengan analisis faktor internal dan eskternal yang berpengaruh terhadap
kondisi mangrove. Kegiatan analisis ini dilakukan dengan menggunakan
metode SWOT yaitu analisis alternatif yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis.
Adapun kondisi internal yang terdiri dari faktor kekuatan dan
kelemahan serta kondisi eksternal yang terdiri dari faktor peluang dan
ancaman yang akan dianalisis disajikan dalam bentuk Tabel 4.5 sehingga
dibuat matriks SWOT untuk merumuskan startegi pengelolaan mangrove
di Kawasan Suaka Margasatwa Kuala Lupak Tabel 4.6.

Tabel 4.5 Kondisi Internal dan Eksternal di Kawasan Suaka Margasatwa


Kuala Lupak.

Kondisi Internal Kondisi Eksternal


Faktor Kekuatan (Strenght) Faktor Peluang (Oppoturnities)
1. Fungsi ekosistem manggrove 1. Masyakat bersedia dalam upaya
sebagai penahan abrasi pengelolaan ekosistem mangrove.
2. Status kawasan sebagai Kawasan 2. Pelestarian manggrove tidak
Suaka Margasatwa bertentangan dengan kearifan lokal.
3. Penegakan hukum terhadap 3. Adanya kerjasama antar masyarakat,
pelanggar dan pemerintah tentang pengelolaan
4. Terdapat aturan dan larangan mangrove.
penebangan vegetasi mangrove

Faktor Kelemahan (Weakness) Faktor Ancaman (Threaths)


1. Rendahnya pengetahuan masyarakat 1. Faktor ekonomi lebih penting dari
tentang fungsi ekosistem mangrove. lingkungan.
2. Kurangnya keterlibatan masyarakat 2. Letak geografis yang jarang
dalam upaya pengelolaan dan dijangkau memberi peluang kepada
pelestarian ekosistem mangrove. masyarakat untuk memanfaatkan
3. Kurangnya pemberdayaan masyakat mangrove secara tidak bijaksana.
sekitar kawasan. 3. Pemanfaatan kawasan suaka
4. Sedikitnya manggrove yang tumbuh. margasatwa sebagai kawasan
tambak dan pertanian.
4. Penebangan mangrove sebagai kayu
bakar.

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 47


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Tabel 4.6 Matriks SWOT Pengelolaan Mangrove di Kawasan Suaka


Margasatwa Kuala Lupak.
Kekuatan (Strenght, S) Kelemahan (Weakness,
1. Fungsi ekosistem W)
Faktor Eksternal manggrove sebagai 1. Rendahnya
penahan abrasi pengetahuan
2. Status kawasan masyarakat tentang
sebagai Kawasan fungsi ekosistem
Suaka Margasatwa mangrove.
3. Penegakan hukum 2. Kurangnya keterlibatan
terhadap pelanggar masyarakat dalam
4. Terdapat aturan dan upaya pengelolaan dan
larangan pelestarian ekosistem
penebangan mangrove.
vegetasi mangrove. 3. Kurangnya
Faktor Internal pemberdayaan
masyakat sekitar
kawasan.
4. Rendahnya Vegetasi
manggrove yang
tersisa.
Peluang (Oppoturnities, O) Strategi SO Strategi WO
1. Masyakat bersedia dalam 1. Memaksimalkan 2. Meningkatkan
upaya pengelolaan fungsi utama keterlibatan
ekosistem mangrove. ekosistem mangrove masyarakat dalam
2. Pelestarian manggrove (S1,S2,S4,O1,O2) pengelolaan mangrove
tidak bertentangan 2. Kaidah-kaidah Kawasan Suaka
dengan kearifan lokal. Pengelolaan Margasatwa Kuala
3. Adanya kerjasama antar disesuaikan dengan Lupak (W1,W2,
masyarakat, dan status kawasan W3,O1,O2, O3)
pemerintah tentang (S3,O3) 3. Meningkatkan kajian
pengelolaan mangrove. dan penelitian
ekosistem mangrove
(W4, O4)
AAncaman (Threats, T)
1. Faktor ekonomi lebih
penting dari lingkungan.
2. Letak geografis yang
jarang dijangkau Strategi ST Strategi WT
memberi peluang kepada 1. Meningkatkan 1. Penyusunan rencana
masyarakat untuk pengetahuan Pengelolaan bersama
memanfaatkan mangrove masyarakat tentang melibatkan masyarakat
secara tidak bijaksana. pengelolaan dan pemerintah
3. Pemanfaatan kawasan lingkungan (S1, (W1,W2,W3,T1,T2,)
suaka margasatwa S3,T1) 2. Meningkatkan
sebagai kawasan tambak 2. Meningkatkan pengawasan dan
dan pertanian. perekonomian monitoring (W4, T3,T4 )
4. Penebangan mangrove masyarakat
sebagai kayu bakar. (S2,T2,T3,T4 )

1.

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 48


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Berdasarkan matriks SWOT (Tabel 4.6), maka dapat


dirumuskan strategi pengelolaan mangrove di Kawasan Suaka
Margasatwa Kuala Lupak sebagai berikut :

A. Strategi SO adalah memanfaatkan kekuatan (Stenght/S) secara


maksimal untuk meraih peluang (Opportunies/O), yaitu :
1) Memaksimalkan fungsi utama mangrove
Peluang pengelolaan mangrove di Kawasan Suaka Margasatwa
Kuala Lupak antara lain : Pelestarian mangrove tidak bertentangan
dengan kebijakan pemerintah. Peluang pengelolaan mangrove ini akan
dapat dicapai dengan memaksimalkan fungsi mangrove sebagai
penahan abrasi terutama di sekitar kawasan. Beberapa program yang
dapat dilakukan dalam upaya memaksimalkan fungsi utama mangrove
di Kawasan Suaka Margasatwa Kuala Lupak yaitu :
a. Memasukkan aturan pengelolaan mangrove ke dalam kearifan lokal.
b. Meningkatkan semangat swadaya masyarakat dalam penanaman
dan pengelolaan mangrove.

2) Kaidah-kaidah pengelolaan disesuaikan dengan status kawasan


Pengelolaan Kawasan Suaka Margasatwa Kuala Lupak selama ini
belum mendapat perhatian yang serius dari seluruh stakeholder yang
ada. Keberadaan kawasan yang jauh dari pusat kegiatan membuat
pengelolaan kawasan tidak dapat berjalan dengan semestinya. Peluang
pengelolaan mangrove di Kawasan Suaka Margasatwa Kuala Lupak
antara lain : terdapat aturan larangan penebangan mangrove oleh
pemerintah dan pemanfatan ekosistem mangrove yang dapat merusak
fungsinya. Peluang tersebut akan dapat dicapai dengan
memaksimalkan kekuatan antara lain : Penegak hukum terhadap
pelanggar dan status kawasan sebagai Kawasan Suaka Margasatwa.
Strategi pengelolaan untuk mencapai tujuan pengelolaan yang optimal

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 49


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

yaitu kaidah-kaidah pengelolaan harus disesuaikan dengan status


kawasan, yang dapat dilakukan beberapa program, yaitu :
a. Melakukan identifikasi dan inventarisasi ulang faktor pendukung
keberadaan kawasan konservasi.
b. Membentuk Unit Pengelola Teknis Daerah (UPTD) kawasan
mangrove yang dilengkapi dengan fasilitas yang dibutuhkan dalam
kegiatan pengelolaan.

B. Strategi ST adalah memanfaatkan kekuatan S (Strenght) secara


maksimal untuk mengantisipasi dan mengatasi ancaman T (Threats),
antara lain :
1) Meningkatkan pengetahuan masyarakat masyarakat tentang
pengelolaan lingkungan.
Faktor ekonomi yang lebih dominan dari pada faktor lingkungan
menjadi kendala dalam pengelolaan ekosistem mangrove Kuala
Lupak. Penegakan hukum yang dijalankan harus disertai dengan
pemberian sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga
menimbulkan efek jera bagi masyarakat yang melanggar aturan yang
ada. Letak geografis Suaka Magrasatwa Kuala Lupak yang jarang di
jangkau dapat memberikan peluang untuk kepada masyarakat sekitar
memanfaatkan kawasan mangrove sebagai kawasan tambak dan
pertanian.
Dalam upaya mengatasi ancaman tersebut, maka pengetahuan
dan pemahaman masyarakat tentang tujuan dan manfaat pengelolaan
lingkungan terutama mangrove dan status Kawasan Suaka
Margasatwa Kuala Lupak dengan berbagai peraturan yang berlaku di
dalamnya perlu ditingkatkan. Beberapa program yang dapat dijadikan
landasan untuk mencapai tujuan tersebut yaitu :
a. Mengadakan kegiatan pelatihan tentang pengelolaan dan
pemanfaatan kawasan mangrove yang berbasis lingkungan.
b. Sosialisasi aturan larangan dan bahaya penebangan mangrove.

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 50


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

2) Meningkatkan perekonomian masyarakat.


Kondisi Kawasan Suaka Margasatwa Kuala Lupak yang jauh dari
pusat kegiatan masyarakat dan pemerintahan membuat Kawasan
Suaka Margasatwa Kuala Lupak rentan terhadap kerusakan.
Masyarakat sekitar kawasan menjadi sangat mudah untuk melakukan
kegiatan pertambakan dan pertanian, tingkat perekonomian yang sulit
membuat masyarakat sekitar mengandalkan usaha tambak ikan dan
padi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Lokasi kawasan yang jauh dan
faktor ekonomi masyarakat menjadi pemicu terjadinya eksploitasi
sumberdaya ekosistem mangrove menjadi tidak terkendali seperti
pemanfaatan mangrove kawasan mangrove sebagai lahan tambak dan
pertanian. Dalam upaya meningkatkan perekonomian masyarakat,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
melalui Balai Konservasi Sumberdaya Alam dapat melaksanakan
program Pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan perkonomian masyarakat sekitar Kuala Lupak.
Ancaman dapat diminimalisir dengan memaksimalkan
pengelolaan ekosistem mangrove yang selaras dengan upaya
peningkatan perekonomian masyarakat, dapat dilakukan dengan
beberapa program, yaitu :
a. Memberikan bantuan modal kepada masyarakat sesuai dengan
profesinya.
b. Memperkenalkan berbagai pemanfaatan kawasan mangrove yang
berbasis lingkungan, seperti pemanfaatan ekosistem mangrove
sebagai kawasan ekowisata dan pemanfaatan mangrove sebagai
penyerap/penyimpan karbon.
C. Strategi WO adalah meminimalkan kelemahan W (Weaknesses) untuk
meraih peluang O (Opportunies) antara lain :
1) Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan mangrove
di Kawasan Suaka Margasatwa Kuala Lupak.

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 51


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Peran masyarakat sekitar Kawasan Suaka Kuala Lupak dapat


mempunyai pengaruh positif dan negatif. Rendahnya tingkat
keterlibatan masyarakat akan memberi pengaruh negatif yaitu tingginya
intensitas kerusakan mangrove disebabkan masyarakat tidak merasa
bertanggung jawab terhadap keberlanjutan mangrove. Sebaliknya,
dengan melibatkan masyarakat sekitar secara optimal sesuai porsinya
akan menimbulkan rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap
keberlangsungan mangrove, oleh karena itu sangat penting untuk
melibatkan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan. Selain itu,
kurangnya kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar menjadi
kelemahan dalam pengelolaan mangrove di Kawasan Suaka
Margasatwa Kuala Lupak. Kelemahan tersebut, akan dapat
diminimalisir dengan memaksimalkan kesediaan masyarakat dalam
membantu upaya pengelolaan mangrove walaupun sekedar tenaga,
menyesusaikan pengelolaan ekosistem mangrove sesuai dengan
masyarakat setempat. Beberapa program yang dapat dilaksanakan
sebagai bentuk pelibatan masyarakat dalam pengelolaan mangrove di
Kawasan Suaka Margasatwa Kuala Lupak yaitu :
a. Meningkatkan peran organisasi kemasyarakatan dalam pengelolaan
dan pengawasan mangrove.
b. Membentuk organisasi kemasyarakatan yang khusus mengelola
mangrove.

2) Meningkatkan kajian dan penelitian mangrove.


Pengelolaan Kawasan Suaka Margasatwa Kuala Lupak sejak
ditetapkannya menjadi Kawasan Konservasi Suaka Margasatwa pada
tahun 2009 belum dapat berjalan dengan semestinya. Keberadaan
kawasan yang jauh dari pusat kegiatan masyarakat dan pemerintah
menjadi kawasan ini jarang melakukan berbagai kajian dan penelitian
untuk memperoleh berbagai data dan informasi pendukung yang
berhubungan dengan penyempurnaan sistem pengelolaan kawasan ini,

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 52


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

hal inilah yang menjadi penyebab kurangnya berbagai informasi yang


menunjang keberhasilan pengelolaan mangrove di Kawasan Suaka
Margasatwa Kuala Lupak. Untuk mencapai tujuan pengelolaan yang
optimal, dapat dilakukan dengan meningkatkan kerjasama dengan
berbagai investor atau lembaga donor yang relevan dengan tujuan
rencana pengelolaan. Beberapa program yang dapat dilaksanakan
untuk mencapai tujuan pengelolaan yang optimal, yaitu :
a. Meningkatkan kerjasama dengan lembaga peneliti dan lembaga
donor baik daerah maupun nasional.
b. Penganggaran biaya penelitian melalui APBD.

D. Strategi WT adalah meminimalkan kelemahan W (Weaknesses) untuk


menghindari ancaman (T (Threats), antara lain :
1) Penyusunan rencana pengelolaan bersama yang melibatkan seluruh
stakeholder .
Upaya pengelolaan mangrove di Kawasan Suaka Margasatwa
Kuala Lupak masih belum optimal. Kerjasama masyarakat dan
Instansi/Lembaga terkait belum dapat berjalan dengan baik karena
lokasi kawasan yang jauh dari pusat pemerintahan, sehingga
masyarakat merasa tidak ada yang mengawasi, hal ini menyebabkan
terjadinya pemanfaatan kawasan ekosistem mangrove Kuala Lupak
oleh masyarakat sekitar secara tidak lestari. Berbagai ancaman yang
ada akan dapat diminimalisir dengan meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang pengelolaan lingkungan terutama mangrove,
meningkatkan swadaya masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam
pengelolaan dan pelestarian mangrove serta melaksanakan sosialisasi
peraturan perundangan tentang perlindungan dan pelestarian
mangrove dengan intensif. Beberapa program yang dapat dilaksanakan
untuk mewujudkan keselarasan dalam upaya pengelolaan mangrove di
Kawasan Suaka Margasatwa Kuala Lupak, yaitu :

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 53


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

a. Melakukan pembagian tugas, fungsi dan wewenang masing-masing


stakeholder sesuai dengan bidang keahliannya.
b. Melakukan diskusi dan koordinasi yang intensif antara masyarakat,
dengan Instansi terkait sehingga tidak ada pemanfaatan ekosistem
yang dapat merusak.

2) Meningkatkan pengawasan dan monitoring.


Vegetasi ekosistem mangrove tergolong rusak berat akibat dari
pemanfaatan ekosistem mangrove sebagai kawasan tambak dan
pertanian. Kondisi ini dapat diminimalisir dengan penyuluhan dan
sosialisai pengetahuan fungsi ekosistem mangrove karena pelanggaran
yang terjadi selama ini disebabkan oleh ketidaksadaran masyarakat
tentang fungsi ekosistem mangrove. Selain itu juga, ketersediaan data
dan informasi yang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan sangat
menunjang efektivitas pengelolaan mangrove. Beberapa program yang
dapat dilaksanakan untuk memperlancar kegiatan pengawasan dan
monitoring, yaitu :
a. Meningkatkan intensitas sosialisasi aturan larangan penebangan
mangrove dan kesadartahuan.
b. Meningkatkan keaktifan pemerintah/swasta dalam kegiatan
pengawasan dan monitoring.
c. Menyusun rencana pengelolaan berdasarkan data dan informasi

yang akurat.

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 54


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari laporan ini adalah :
1. Permasalahan konservasi mangrove di SM kuala Lupak kabupaten
barito kula disebabkan oleh penebangan vegetasi, aktivitas
pertambakan, aktivitas pertanian dan pengusaan lahan secara ilegal.
2. Presentase keberhasilan restorasi yang dilakukan balai konservasi
sumber daya alam sebesar 59 %.
3. Strategi pengeloaan ekosistem mangrove berdasarkan analisis SWOT
yang dapat dilakukan dalam upaya konservasi kawasan ekosistem
mangrove dengan : a. memaksimalkan fungsi utama ekosistem
mangrove; b. kaidah-kaidah Pengelolaan disesuaikan dengan status
kawasan; c. meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan
mangrove Kawasan Suaka Margasatwa Kuala Lupak; d. meningkatkan
kajian dan penelitian ekosistem mangrove; e. meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan lingkungan; f.
meningkatkan perekonomian masyarakat; g. penyusunan rencana
pengelolaan bersama melibatkan masyarakat dan pemerintah; h.
meningkatkan pengawasan dan monitoring.

5.2 Saran
Saran yang dapat di berikan adalah :
1. Mengajak dan mengikutsertakan masyarakat, mahasiswa, LSM, dan
perusahan untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian lingkungan
2. Membuat pintu air pada tambak dan memastikan pintu air tidak
tertutup.
3. Melakukan monitoring terhadap kualitas air, tanah baik fisik maupun
kimia yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove.

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 55


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

4. Mengembangkan kawasan konservasi suaka margasatwa sebagai


kawasan penelitian, pendidikan dan ekowisata terbatas.

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 56


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
DAFTAR PUSTAKA

Arief, 2003. Ekosistem mangrove, fungsi dan manfaatnya. Yogyakarta:


Kanisius.

Anonim1, 2002. Buku Informasi TWA Angke Kapuk. Jakarta : Direktorat


Jenderal PHKA Departemen Keekosisteman.

Anonim2, 2010. Laporan identifikasi permasalahan ekosistem manggrove


di SM Kuala Lupak. Banjarbaru: BKSDA Kalsel

Bengen, 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta
Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan. Bogor : IPB.

Brown B, 2006. 5 Tahap Restorasi Manggrove.Yogyakarta: Mangrove


Action Project dan Yayasan Akar Rumput Laut

Chandra W, 2014. Kebijakan Pemerintah Picu Degradasi Hutan


Mangrove. Mongabay.

Field, C.D 1996. Word manggrove atlas. Internasional Society for


manggrove Ecosytem. Okinawa. Japan

Fitzgerald, W.J, 1997. Silvofisheries an environmentaly sensitive


integrated mangrove forest and aquaculture system. Aquaculture
Asia.

Halidah dan Saprudin. 2010. Potensi dan Nilai Jasa tidak langsung
ekosistem mangrove di Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Info
Ekosistem Vol. VII, No.1 : 21-30. Bogor: Badan Litbang
Keekosisteman.

Hilman, M. 2007. Indonesia Berharap Dapat Dana Kompensasi Emisi


Karbon. Antara News, 19 Januari 2007.

Irwanto, 2006. Peranan Ekosistem Mangrove. Yogyakarta.

Kelompok Kerja Manggrove Tinggat Nasional, 2013. Strategi Nasional


Pengelolaan Ekosistem Mangrove Indonesia. Kementrian
Keekosisteman: Jakarta.

Kusmana C, 2009. Pengelolaan Sistem Manggrove Secara Terpadu.


Bandung.

57
Macnae, 1968. A general Account of the fauna and flora or mangrove
swamps and forest in the indo pasific region. Adv.Mor.Biol. 6: 73-
270

Munisa A, Olii A.H, Palaloang A.K, Erniwati, Golar, Dirawan G.D,


Hamidun M.S, Panjaitan R.G.H. 2003. Pembangunan Ekosistem
Mangrove Berbasis Masyarat Dan Tantangannnya Study Kasusus
Desa Tongke-Tongke Kapupaten Sinjai. Bogor : Program Pasca
Sarjana Insitut Pertanian Bogor.

Patang. 2012. Analisis Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove(Kasus di


Desa Tongke-Tongke Village, Sinjai Regency). Jurnal Agrisistem. 2
(1) : 4 8.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2011 Pengelolaan Kawasan


Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73, 2012. Stategi


pengelolaan ekosistem mangrove.

Prasetyandi D, 2001. 20.000 Mangrove ditanam di Pulau Burung. Fokus


Batulicin.

Odum, 1972. Implications of Energy Use on Environmental Conservation


and Future Ways of Life. Marine Science Institute, Port Aransas, TX
78373. 20 pp.

Rahmawaty, 2006. Upaya Pelestarian Mangrove Berdasarkan


Pendekatan Masyarakat. Medan: Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.

Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.


Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Savitri, L.A dan M. Khazali. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dalam


Pengelolaan Wilayah Pesisir. Bogor: Wetlands International
Indonesia Programme.

Setiawan A, 2014. Profile Ekosistem Mangrove. Bandung. Universitas


Siliwangi Tasikmalaya.

Setiyawan A.D, Winarno K. 2006. Permasalahan Konservasi Ekosistem


Mangrove di Pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Surakarta. Universitas Sebelas Maret.

58
Snedaker, S.C. 1978. Mangroves: their values and perpetuation. Nature
and Resources.

59
KESAN DAN PESAN

A. KESAN
Selama kerja praktik di Seksi Konservasi Wilayah II banjarbaru, Balai
Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Selatan, banyak hal-hal baru
yang dapat dipelajari yang tidak dapat kita pelajari hanya dari kampus.
Kita dapat melihat permasalahan langsung dilapangan. Pembelajaran
yang diberikan pada kerja praktik sangat membantu karena dilakukan
secara nyata, terlebih lagi dalam mencari solusi sebuah permasalahan
yang harus disesuaikan dengan banyak hal tidak hanya teori tetapi juga
fakta dilpangan. Kesempatan untuk mengunjungi kawasan ekosistem
Suaka Margasatwa Kuala Lupak kabupaten Barito Kuala sangat lah
berarti, dimana dapat melihat kondisi eksisting kawasan ekosistem
mangrove, ekosistem mangrove memiliki peranan yang sangat penting
untuk kehidupan baik manusia maupun alam sekitar sehingga perlu dijaga
keutuhannya.

B. PESAN
Selama memiliki kesempatan kerja praktik dimanapun tempatnya.
Perbanyaklah ilmu dengan lebih banyak bertanya. Lebih banyak
bersosialisasi dengan berbagai macam orang.

60
Lampiran

LAMPIRAN A

61
Matriks Permasalahan dan Upaya Penanganan Perambahan
Di SM Kuala Lupak Periode 2010 s/d 2015
Jenis dan Jumlah Luasan yang
No. Luasan
Perambahan masih tersisa
Upaya yang telah dilakukan Hasil yang telah dicapai Upaya tindak lanjut

1. Luas = 2.975 Ha Tambak ikan dan udang = 1.314,51 Ha Sosialisasi dan penyuluhan Para petambak mulai mengerti Pemantapan kawasan melalui
Berdasarkan SK 1.551 Ha terkait kawasan dan peraturan arti penting kawasan mangrove. legalitas tapal batas
Menteri Kehutanan Luasan yang terdata = dan perundangan. Para petambak mendukung Penanganan perambahan melalui
dan Perkebunan 1.000 Ha Operasi gabungan terhadap rehabilitasi mangrove upaya pre-entif, preventif dan
No.453/Kpts-II/1999 Pondok buruh tambak 135 penggarap tambak. Telah terbentuknya kelompok represif
tanggal 17 Juni 1999 pondok Memberikan Surat Edaran masyarakat peduli mangrove pada Melaksanakan kegiatan
Luas = 3.307,96 Ha Jumlah penggarap 135 KK tentang Peringatan Gangguan tanggal 26 Nopember 2015 pengelolaan kawasan sesuai yang
2. Berdasarkan SK terdiri atas Keamanan di Kawasan Notulensi rapat penyelesaian tertuang di Rencana Pengelolaan
Menteri Kehutanan - Sungai Pagatan 14 KK Konservasi No. SE.1260/IV- permasalahan SM Kuala Lupak Kawasan
No. 435/Menhut- - Sungai Bahaur 16 KK K.23.PPH/2013 tanggal 4 Juni tanggal 3 September 2013 Pembinaan dan pemberdayaan
II/2009 tanggal 23 Juli - Sungai Ladung 23 KK 2013 masyarakat melalui kelompok
2009 - Sungai Bakau 22 KK Rehabilitasi lahan tambak yang telah dibentuk
- Sungai Pampan 12 kk dengan penanaman bakau. Koordinasi yang lebih intensif ke
- Sungai Tongkang 10 kk Rapat koordinasi dengan instansi pihak muspika, muspida dan
- Sungai Rintisan 11 KK pemkab. Barito Kuala tanggal 12 Kepala Daerah terkait
- Sungai Rangit 12 KK Agustus 2015 penanganan perambahan SM
- Sungai Handil Bahagia 15 Kuala Lupak
KK Akan mengusulkan peninjauan
(data terbaru tahun 2015) kembali terkait tata batas
Persawahan = 442,45 Ha kawasan.
Perkebunanan kelapa = 2 Pendataan pemilik sawah.
Ha Terwujudnya kerjasama tentang
Bangunan Menara Suar = pemanfaatan dan pengelolaan
0,5 Ha Koordinasi dengan pihak Distrik kawasan
Navigasi II Banjarmasin
LAMPIRAN B
LAMPIRAN D
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : P.9/Menhut-II/2013

TENTANG

TATA CARA PELAKSANAAN, KEGIATAN PENDUKUNG DAN PEMBERIAN


INSENTIF KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : Bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan Pasal 33, Pasal 34 dan Pasal 40
Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan
Reklamasi Hutan perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan
tentang Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung, dan Pemberian
Insentif Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

2. Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


(Lembarann Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah dengan undang-undang Nomor 8 tahun 2005 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, tambahan
Lembaran Negara republik Indonesia Nomor 4548);
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 67,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4207)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4776);
5. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 22,
tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4814);

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007


Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4737);
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2007 tentang
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan;
9. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/MenhutII/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 405); sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.33/MenhutII/2012 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 779);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG TATA


CARA PELAKSANAAN, KEGIATAN PENDUKUNG DAN
PEMBERIAN INSENTIF KEGIATAN REHABILITASI
HUTAN DAN LAHAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang selanjutnya disingkat RHL adalah upaya
untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan
lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam
mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
LAMPIRAN D
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Identifikasi Permasalahan Dan Penentuan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 2


di SM Kuala Lupak Kabupaten Barito Kuala
Lampiran Dokumentasi

Observasi ke SM Kuala Lupak

Penenbangan Vegetasi mangrove untuk perluasan persawahan


Lampiran Dokumentasi

Tambak yang ada di SM Kuala Lupak

Pertumbuhan mangrove yang terhambat

Anda mungkin juga menyukai