FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II
PERCOBAAN V
RESEPTOR SEBAGAI TARGET AKSI OBAT (RESEPTOR HISTAMIN)
Disusun oleh :
Kelompok 2 Golongan AII
Annisa Nilamsari Utami 14/362870/FA/10026
Muhammad Faishal Mahdi 14/362873/FA/10029
Cinantya Talia Paramita 14/362879/FA/10035
Viska Fitrianingsih 14/362882/FA/10038
I. TUJUAN
A. Mengenal dan menjelaskan mengenai reseptor histamin.
B. Mengenal, mempraktekkan, dan melaksanakan percobaan yang melibatkan reseptor
histamin.
C. Menentukan nilai pD2 dari antihistamin.
Pada pH fisiologi, atom nitrogen amino dari rantai samping akan terprotonasi.
Bentuk yang terjadi pada histamin adalah kation monovalen, yang membentuk ikatan
hidrogen intramolekular antara gugus amino rantai samping dan nitrogen cincin
imidazol. Histamin merupakan senyawa amin aktif secara biologis yang dijumpai di
berbagai jaringan, mempunyai efek fisiologis dan patologis yang kompleks dan
biasanya dilepas setempat. Bersama dengan polipeptida endogen serta prostaglandin dan
leukotrin disebut sebagai hormone local sesuai dengan sifat-sifatnya tersebut. Histamin
dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin-protein dalam sel mast,
sebagai reaksi antigen-antibodi, bila terjadi rangsangan senyawa alergen.
Histamin dibentuk dari dekarboksilasi asam amino L-histidin, yang terdapat
pada jaringan dikatalisis oleh enzim histidin dekarboksilase. Piridoksal fosfat
diperlukan sebagai kofaktor. Setelah dibentuk, histamin segera disimpan atau langsung
diinaktifkan. Inaktivasi histamin dapat melalui dua cara, yaitu jalur oksidasi dan N-
metilasi. Tahapan pertama dalam inaktivasi histamin adalah perubahan menjadi
metilhistamin dengan katalisator imidazol-N-metiltransferase, kemudian dioksidasi
menjadi asam metilimidazolasetat dengan katalisator diamin oksidase. Cara kedua
dalam metabolismenya ialah konversi histamin langsung ke asam imidazolasetat oleh
diamin oksidase.
H
N H
N
N + CO2
N H2
CH2
C C NH2
HC COOH H2
H2N
Histidin Histamin
Gambar 2. Reaksi dekarboksilasi dari Histidin menjadi Histamin
Diambil trakea, diletakkan pada cawan petri yang berisi larutan buffer Krebs
Setelah bersih, dipotong trakea dengan arah melintang untuk diambil cincin trakea
(7 cincin dan 4 cincin)
Diberi larutan buffer Krebs hingga terendam sempurna dan dialiri gas karbogen
Diatur kedudukan tuas pencatat sehingga bisa memberikan rekaman terbaik pada
recorder (preload yang diberikan adalah 0,5 cm)
Dicuci organ selama 60 menit dengan penggantian larutan buffer Krebs tiap 15
menit
Diukur kontaksi otot polos trakea terhadap berbagai peringkat dosis agonis
histamin
III. Analisis Data
Data repon yang timbul pada masing-masing dosis terukur dalam satuan mm
Hubungan antra % efek dan kadar dinyatakan dalam kurva dimana nilai presentase
efek menjadi skala ordinat (sumbu Y) dan logaritma kadar obat menjadi skala
absis (sumbu X)
Ditentukan dosis dimana bisa menimbukan respon 50% dri respon maksimal yang
mungkin bisa dihitung dengan menggunakan grafik tersebut di atas (plot dosis vs
respon)
Dihitung nilai negatif logaritma dari dosis (pD2), besaran ini memberikan
gambaran nilai afinitas agonis yang bersangkutan terhadap reseptor spesifiknya
B. Perhitungan
1. Perhitungan %Respon
% = 100%
a. Pemberian ke-1
2
% = 100%
48
= 4,17%
b. Pemberian ke-2
8
% = 100%
48
= 16,67%
c. Pemberian ke-3
16
% = 100%
48
= 33,33%
d. Pemberian ke-4
24
% = 100%
48
= 50%
e. Pemberian ke-5
48
% = 100%
48
= 100%
f. Pemberian ke-6
48
% = 100%
48
= 100%
g. Pemberian ke-7
48
% = 100%
48
= 100%
h. Pemberian ke-8
48
% = 100%
48
= 100%
i. Pemberian ke-9
48
% = 100%
48
= 100%
2. Perhitungan Log Konsentrasi
a. Pemberian ke-1
= 1 107
= 7
b. Pemberian ke-2
= 3 107
= 6,5229
c. Pemberian ke-3
= 1 106
= 6
d. Pemberian ke-4
= 3 106
= 5,5229
e. Pemberian ke-5
= 1 105
= 5
f. Pemberian ke-6
= 3 105
= 4,5229
g. Pemberian ke-7
= 1 104
= 4
h. Pemberian ke-8
= 3 104
= 3,5229
i. Pemberian ke-9
= 1 103
= 3
3. Log Konsentrasi vs %Respon
Pemberian ke Log Konsentrasi %Respon
1 -7 4,17%
2 -6,5229 16,67%
3 -6 33,33%
4 -5,5229 50%
5 -5 100%
6 -4,5229 100%
7 -4 100%
8 -3,5229 100%
9 -3 100%
Grafik Log Konsentrasi vs %Respon
120
100
80
%Respon
60
40
20
0
-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0
Log Konsentrasi
VI. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan agar praktikan dapat mengaplikasikan pengetahuannya
mengenai reseptor histamin dengan melaksanakan percobaan yang melibatkan reseptor
histamin, serta menentukan nilai pD2 dari antihistamin.
Percobaan ini merupakan suatu uji farmakologi dengan organ terisolasi.
Digunakan agonis reseptor histamin agar timbul respon biologis pada organ terisolasi
tersebut. Uji dengan organ terisolasi mampu mengukur nilai intrinsik dari senyawa yang
diuji.
Keuntungan dari penggunaan organ terisolasi untuk uji farmakologi antara lain:
1. Konsentrasi obat/ligan dalam jaringan dapat diketahui secara pasti
2. Kompleksitas pada hubungan stimulus dan efek bisa disederhanakan atau dikurangi
3. Dimungkinkan untuk menghindari respon kompensasi dari efek sampai intensitas
efek maksimal dan juga efek farmakokinetika (ADME) pada pemberian agonis
tersebut bisa diabaikan.
VII. KESIMPULAN
1. Histamin memberikan efek bronkokontriksi pada otot trakea.
2. Nilai pD2 yang menggambarkan afinitas suatu senyawa, berbanding terbalik dengan
ED50nya.
3. Dalam praktikum ini tidak dilaksanakan pengujian dengan antihistamin.
Viska Fitrianingsih