Masyarakat
Mei 20, 2011 - Medan
Medan ( Berita ) : Di era orde baru, Advokasi sering menjadi alat yang cukup ampuh buat para
pegiat/aktivis LSM untuk menekan pemerintah. Bahkan Advokasi sering diartikan juga untuk
mencapai tujuan-tujuan dengan cara yang lebih radikal, atau lebih dikenal dengan istilah
revolusioner.
Namun dalam perkembangannya, istilah Advokasi tidaklah seseram seperti yang dibayangkan.
Advokasi lebih diartikan dengan upaya-upaya untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah agar
selaras dengan tujuan-tujuan dari kelompok masyarakat yang ingin diperjuangkan.
Istilah advokasi di bidang kesehatan mulai digunakan dalam program kesehatan masyarakat
pertama kali oleh WHO pada tahun 1984 sebagai salah satu strategi global pendidikan atau
promosi kesehatan.
WHO merumuskan bahwa dalam mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan secara efektif
menggunakan 3 strategi pokok, yaitu Advokasi, Social support, Empowerment. Advokasi
diartikan sebagai upaya pendekatan terhadap orang lain yang dianggap mempunyai pengaruh
terhadap keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan.
Oleh karena itu yang menjadi sasaran advokasi adalah para pemimpin atau pengambil kebija-kan
(policy makers) atau pem-buat keputusan (decision makers) baik di institusi pemerintah maupun
swasta.
Dalam advokasi, peran komunikasi sangat penting, sehingga komunikasi dalam rangka advokasi
kesehatan memerlukan kiat khusus agar komunikasi efektif. Prinsip dasar Advokasi tidak hanya
sekedar melakukan lobby politik, tetapi mencakup kegiatan persuasif, memberikan semangat dan
bahkan sampai memberikan pressure atau tekanan kepada para pemimpin institusi.
Komitmen para pembuat keputusan atau penentu kebijakan sangat penting untuk mendukung
atau mengeluarkan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat, misalnya
untuk pembahasan kenaikan anggaran kesehatan, contoh konkrit pencanangan Indonesia Sehat
2010 oleh presiden. Untuk meningkatkan komitmen ini sangat dibutuhkan advokasi yang baik.
Sementara itu, Advokasi di bidang kependudukan yang dilakoni oleh Badan Kependudukan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang merupakan hal penting dari program KB.
Keduanya merupakan bagian dari cara untuk memasyarakatkan gagasan-gagasan tentang KB, di
satu sisi serta upaya untuk menjaring partisipasi dan peran serta masyarakat dalam program KB.
Adapun Advokasi dan KIE ini, agar program KB dapat terwujud, diterima dan didukung oleh
semua pihak. Maka advokasi dan KIE KB harus diperkuat dengan menggunakan berbagai cara,
baik Advokasi KIE langsung melalui pertemuan individu atau kelompok maupun advokasi KIE
tidak langsung melalui penggunaan berbagai media seperti media cetak dan elektronik.
Seperti dalam amanah Ren-cana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 bahwa
untuk membangun kualitas SDM yang berkualitas, berkarakter dan mempunyai daya saing
tinggi, salah satu focus prioritas pembangunan bidangnya adalah melalui pengendalian penduduk
yang difokuskan pada revitalisasi program KB, penyerasian data dan informasi kependudukan
dari berbagai sumber seperti sen-sus ataupun data registrasi vital.
Demikian dikatakan Kepala Seksi Advokasi, Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) BKKBN
Sumut, Drs Anthony S.Sos. Dikatakan Toni, tujuan utama dari kegiatan Advokasi dan KIE ini
adalah untuk mendorong terjadinya proses peru-bahan pengetahuan, sikap dan tingkah laku
masyarakat terhadap program KB.
Dari awalnya tidak tahu menjadi tahu, dari sikap menjauhi menjadi dekat, dari tidak mendukung
menjadi mendukung, hingga akhirnya masyarakat secara sadar dan penuh tanggung jawab ikut
berpartisipasi secara aktif mendu-kung KB.
Saat ini program Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional yang telah
diundangkan dalam Undang-Undang No. 52 tahun 2009 ten-tang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Ke-luarga, meghadapi tantangan yang semakin berat dan peru-bahan strategi
yang semakin berkembang, dimana pembangunan Kependudukan di Indonesia telah diletakkan
dalam konteks pembangunan SDM yang mencakup pem-bangunan manusia sebagai Subjek
(human capital) dan mencakup siklus dari manusia itu sendiri (life cycle approach).
Hasil Sensus Penduduk 2010, Indonesia menduduki peringkat ke empat setelah Cina, Indian dan
Amerika dengan kuantitas 237,6 juta jiwa, yang berarti lebih tinggi dari angka proyeksi para ahli
kependudukan yang memberi target 235 juta jiwa. Bila yang menjadi target Advokasi KIE
tersebut dapat dicapai, maka keberhasilan pelaksanaan program KB di masyarakat telah berada
di depan mata.
Apalagi bila masyarakat telah berani berkorban secara mandiri demi terwujudnya keluarga-
keluarga yang berada dalam lingkungannya menjadi keluarga kecil yang bahagia dan sejah-tera,
ujarnya.
Memperhatikan perjalanan panjang pelaksanaan program KB yang dimulai dari tahun 1970
sampai saat ini, Toni menjelaskan, mengalami pasang surut dimana program KB pernah
mencapai puncak kejayaannya di tahun 1990an, kemudian semenjak diberlakukannya otonomi
daerah tahun 2000 hingga 2006 program KB melemah dan semua infrastruktur KB berantakan,
baru setelah tahun 2007 dengan diberlakukannya PP 38 dan 41 tentang kewenangan dan
perumpunan organisasi pemerintah.
Dimana program KB sudah menjadi kewenangan dan tang-gung jawab daerah dan kelem-bagaan
KB telah diatur dalam PP 41 menjadi lembaga utuh atau merger dengan Pemberda-yaan
Perempuan maka program KB mulai menggeliat kembali dan pada tahun 2008 Presiden RI
Susilo Bambang Yudhoyono mengintruksikan untuk Revitalisasi Program KB, secara ber-tahap
program KB mendapat perhatian dari pemerintah ditandai dengan kembali adanya rekruitmen
Penyu-luh KB.
Namun dalam perjalanannya, program KB tidak mung-kin berjalan baik bila hanya ditangani
oleh pemerintah saja tanpa dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh agama, ula-ma, organisasi
profesi, lembaga swadaya masyarakat, bahkan pemuda dan remaja pada umumnya. Tidak dapat
dikesampingkan pula peran kader Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) dan pelaku seni yang
selama ini tidak bosan-bosannya menyuarakan KB di masyarakat. Mereka adalah ujung tombak
KB yang sebenarnya di masyarakat, manakala intensitas Advokasi KIE para Penyuluh KB di
lapangan mengalami penurunan.
Seiring dengan diberlakukannya visi dan misi baru program KB yakni Seluruh Keluarga Ikut
KB dan mewu-judkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera, tuntutan advokasi dan KIE KB yang
makin intensif merupakan tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar. Sasarannya tidak hanya
masyara-kat, tetapi juga lintas sektor dan para pengambil kebijakan di tingkat kabupaten/kota,
kecamatan hingga desa.
Mereka harus dipahamkan betul tentang apa itu KB, man-faat dan hasil-hasil yang ingin dicapai
sekaligus program dan kegiatan riil yang dilakukan untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Dengan Advokasi dan KIE yang intensif, kita dapat berharap semua stakeholder KB akan
memberikan kontribusi peran yang signifikan yang secara langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan KB dimasyarakat.
Kondisi saat ini yang diha-rapkan yaitu, program KKB menjadi bagian penting pembangunan
nasional. dukungan politis dan operasional stake-holder, berjalannya mekanisme KIE program
KKB di lini lapangan, serta dapat dimanfaatkannya media masa dengan baik dan efektif dalam
penyam-paian informasi program KKB, paparnya.
Sebagai Individu yang ber-tugas melakukan advokasi pada dirinya harus punya pemahaman
bahwa bangsa yang besar ini mempunyai cita-cita yang sangat luhur yaitu memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan cita-cita luhur
tersebut dimulai dari pembentukan karakter keluarga, karena keluarga merupakan wahana utama
dan pertama dalam pembentukan karakter bangsa.
Oleh karena itu salah satu focus program KB adalah untuk memberdayakan seluruh keluarga
Indonesia agar menjadi keluarga yang memiliki keta-hanan menyeluruh, kuat dan mampu
bersaing untuk melan-jutkan kelangsungan hidup bangsa. Hal ini seiring dengan cita-cita
program KB mewujud-kan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.
Sebagai langkah awal, para pengelola Advokasi dan KIE perlu membekali dengan penguasaan
pengetahuan dan pemahaman bahwa manusia hidup mengimplementasikan diri sebagai wakil
Tuhan di bumi.
Hal ini mengandung mak-na bahwa manusia sebagai mahluk social harus saling mengasihi
kepada sesamanya, sehingga dalam melakukan kegiatan advokasi dan KIE harus melalui
pendekatan cinta kasih. Setiap pekerjaan mempunyai dinamika sendiri, ada yang menarik dan
menantang, dan ada kalanya terlihat berat dan mungkin membebani. Begitu pula dengan
pengelola Advokasi dan KIE, pekerjaannya menuntut untuk berhubungan dengan banyak orang
dengan latar belakang pendidikan, ekonomi dan social budaya.
Demikian juga dengan sikap, pandangan dan perilaku khalayak yang berbeda-beda terhadap
program KKB menjadi tantangan bagi pengelola Advokasi dan KIE. Beban kerja yang berat akan
terasa ringan apabila pekerjaan itu dimaknai sebagai amanah sehingga dilakukan dengan tulus
iklas yang pada akhirnya dapat mencintai pekerjaan itu sendiri, tukas Toni yang juga merang-
kap Ketua Koni Belawan.
Manajemen advokasi dan KIE menghendaki kinerja yang efektif dan efisien dalam mencapai
khalayak sasaran advokasi dan KIE, sehingga setiap individu yang berkontribusi dalam advokasi
dan KIE harus memiliki kemampuan/karakter yaitu, Sumber Daya Manusia Berkualitas,
berkomunikasi secara informative dan persua-sive, mempunyai integritas, energik atau semangat,
inisiatif yang positif, arif dan bijaksana.
Pada masa Orde Baru, advokasi merupakan kata yang sering di salah artikan
sebagai upaya menentang pemerintah, upaya makar atau anti pemerintah, bahkan
kadang di lihat sebagai upaya merongrong pemerintahan . Akibatnya, sebagian
besar masayarakat mengalami keengganan untuk melakukan upaya advokasi,
bahkan banyak NGO maupun organisasi kemasyarakatan sering menolak program-
program yang mereka lakukan di sebut tindakan advokasi.
Seperti di sebutkan diatas, advokasi sangat terkait dengan kebijakan publik. Oleh
karena itu, sebelum melakukan advokasi kesehatan, sebaiknya kita perlu
memahami apa itu kebijakan publik dan bagaimana melakukan analisa terhadap
masalah kebijakan.
Secara etimologis istilah kebijakan berasal dari bahasa yunani yaitu Polis
(negara/kota), inilah sebabnya dalam bahasa moderen digunakanlah istilah policy.
Menurut Topatimasang (2001) kebijakan publik adalah suatu kebijakan tertentu dari
pemerintah yang menyangkut kepentingan umum. Seperti UUD, UU, Kepres, Perda,
Perdes dll. sehingga analisis kebijakan publik menjadi suatu kebutuhan yang
sangat penting dalam proses advokasi, sebab melalui proses analisis, kita akan
mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk melihat dan menguji
pertimbangan apa yang mendasari para pengambil keputusan untuk membuat
kebijakan tersebut.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses analisis kebijakan,
yaitu :
Isi Hukum (content of Law) yakni uraian atau jabaran yang secara tertulis
dituangkan dalam bentuk kebijakan tersebut, contohnya perundang-
undangan, peraturan pemerintah dari tingkat pusat sampai desa yang
menyangkut aspek kesehatan. Sehingga dalam hal ini yang menjadi titik
perhatian kita adalah isi naskah atau hukum tertulis yang berlaku, dalam
konteks advokasi kesehatan, khususnya yang mengatur kesehatan. Dalam
kata lain, yang menjadi tujuan adokasi adalah isi dari kebijakan, dan sasaran
advokasi adalah pihak-pihak yang beetanggung jawab terhadap permusan isi
kebijaka, contoh kalau berupa perda berarti Gubernur atau Bupati dan DPRD.
Bila perdes berarti kepala desa dan BPD.
Proses advokasi tentang kesehatan dapat dijalankan melalui dua strategi, yaitu :
Strategi Non Litigasi, yakni upaya advokasi yang tidak melalui jalur peradilan,
misalnya melalui melalui mediasi, demonstrasi, loby, negosiasi, kampanye,
dan lain-lain.
Menyusun strategi, dalam hal ini sebaiknya gunakan strategi non litigasi,
misalnya lobby, negosiasi, kampanye di media massa dll
Membangun jaringan atau koalisi. Usahan dalam melakukan advokasi
kita dapat membangun jejaring yang kuat, sehingga gerakan advokasi kita
akan mendapatkan dukungan dengan berbagai pihak. J aringan di sini di
harapkan juga melibatkan pihak-pihak yang menjadi sasaran advokasi kita,
sehingga advokasi dapat berjalan dengan baik dan kemungkinan besar dapat
berhasil.
D. Prinsip Advokasi
Dalam melakukan Advokasi ada beberapa kaidah atau prinsip Advokasi yang harus
di perhatikan (Insist, 2002) :
Tetap pada inti persoalan dan jadikan isu anda tetap menjadi isu
yang menarik. Perubahan-perubahan yang bergitu cepat dalam dunia politik
sehingga mempengaruhi persoalan yang sedang kita perjuangkan, oleh
karena itu kita harus tetap setia terhadap proses perjuangan untuk
memperjuangkan persoalan kita.