Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi Saluran Kemih (lSK) adalah keadaan adanya infeksi (ada perkembang
biakan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai
infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna.1
Infeksi akut saluran kemih digolongkan menjadi dua kategori anatomik umum,
yaitu infeksi saluran bawah seperti uretritis dan sistitis, dan infeksi saluran atas seperti
pielonefritis akut, prostatitis, abses intrarenal dan perinefrik. Infeksi di berbagai
tempat dapat terjadi bersama-sama atau secara independen dan mungkin asimtomatik
atau menyebabkan salah satu sindrom klinis. Infeksi uretra dan kandung kemih sering
dianggap infeksi superfisial (atau mukosa), sedangkan prostatitis, pielonefritis, dan
supurasi ginjal menandakan telah adanya invasi ke dalam jaringan.2
Pielonefritis tanpa komplikasi adalah suatu proses inflamasi dari parenkim
ginjal yang disebabkan oleh infeksi bakteri.3 Insiden pielonefritis tanpa komplikasi
lebih sering ditemukan pada pada wanita dibandingkan dengan pria, meskipun
perbedaan ini akan menyempit seiring dengan perkembangan usia, terutama pada
pasien usia 65 tahun ke atas.4
Pada wanita, pielonefritis menunjukkan distribusi trimodal, dengan
peningkatan insiden pada perempuan usia 0-4 tahun, memuncak pada usia 15-35
tahun, dan secara bertahap meningkat lagi setelah usia 50 tahun hingga memuncak
kembali pada usia 80 tahun. Sementara pada pria, distribusi umur dari pielonefritis
merupakan distribusi bimodal. Insidensi pielonefritis pada pria terjadi peningkatan
yang pesat pada usia 0-4 tahun dan secara bertahap meningkat setelah usia 35 tahun
dan memuncak pada usia 85 tahun. Studi berbasis populasi terhadap pielonefritis akut
yang dilakukan di Amerika Serikat menemukan fakta bahwa rata-rata kasus
pielonefritis setiap tahunnya adalah 15-17 kasus dari 10.000 wanita dan 3-4 kasus dari
10.000 pria.4
Etiologi sebagian besar kasus pielonefritis tanpa komplikasi tanpa tanda-tanda
klinis batu atau kelainan urologik sering disebabkan oleh bakteri E. coli.2 Selain itu,
beberapa faktor risiko juga dapat meningkatkan insiden terjadinya pielonefritis seperti
uretra pada wanita yang lebih pendek daripada pria, batu pada ginjal atau kandung

1
kemih, massa intraabdomen atau pelvis, dan bisa juga karena pembesaran prostat
jinak pada pria.5
Referat ini membahas pielonefritis dalam hal anatomi, definisi, epidemologi,
etiologi, faktor pejamu, patogenesis, gambaran klinis, pemeriksaan penunjang,
tatalaksana, prognosis, komplikasi dan pencegahan sehingga penyakit pielonefritis
akut tanpa komplikasi dapat didiagnosis secara tepat dan ditatalaksana dengan baik.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI GINJAL


Ginjal terletak di ruang retroperitoneal antara vetebra torakal dua belas atau
lumbal satu dan lumbal empat. Panjang dan beratnya bervariasi 6 cm dan 24 gram
pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram pada orang
dewasa. Pada bayi baru lahir ginjal sering dapat diraba. Pada janin permukaan ginjal
tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya
umur. Tiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus berbentuk piramid. Ginjal memiliki lapisan
luar, yaitu korteks yang mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang
berkelok-kelok dan duktus koligens, serta lapisan dalam yaitu medula, yang
mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta dan duktus koligens
terminal.3

Puncak piramid medula menonjol ke dalam disebut papil ginjal yang merupakan
ujung kaliks minor. Beberapa duktus koligens bermuara pada duktus pipalaris Bellini
yang ujungnya bermuara di papil ginjal dan mengalirkan urin ke dalam kaliks minor.
Bellini pada ujung papil memiliki 18-24 lubang muara duktus maka daerah tersebut
terlihat sebagai tapisan beras dan disebut area kribrosa.7

Antara dua piramid terdapat jaringan korteks tempat masuknya cabang-cabang


arteri renalis disebut kolumna Bertini. Beberapa kaliks minor membentuk kaliks
mayor yang bersatu menjadi piala (pelvis) ginjal dan kemudian bermuara ke dalam
ureter. Ureter kanan dan kiri bermuara di vesika urinaria. Urin dikeluarkan dari vesika
urinaria melalui uretra.

3
Gambar 1. Anatomi ginjal9

Tiap tubulus ginjal dan glomerulusnya membentuk satu kesatuan (nefron). Nefron
adalah unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar satu juta nefron.
Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang
mengosongkan diri ke duktus pengumpul.9

Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra


lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kava inferior yang terletak
disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut
bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya
membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun
paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen
pada glomerulus. Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian
bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut
kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan
kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena
interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Sifat
khusus aliran darah ginjal adalah autoregulasi aliran darah melalui ginjal arteriol
afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai
respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan
aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan.3

2.2. DEFINISI

4
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal dimana terjadi
reaksi inflamasi pada pielum dan parenkim ginjal yang sifatnya akut maupun kronis.
Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila
pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala
lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis. Pielonefritis merupakan suatu infeksi
dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran ureterik. 5

2.3. EPIDEMIOLOGI
Meskipun prevalensi ISK telah dipelajari di berbagai populasi pasien, lebih
sedikit data mengenai prevalensi pielonefritis yang sebenarnya karena terdapat
kesulitan dalam membedakannya dari ISK bagian atas atau bagian bawah. Prevalensi
ISK dipengaruhi oleh faktor seperti usia, jenis kelamin, sampel populasi, metode
pengumpulan urin, pengujian metodologi, kriteria diagnostik, dan budaya. Usia dan
jenis kelamin merupakan faktor yang paling penting. Insiden pielonefritis tanpa
komplikasi lebih sering ditemukan pada pada wanita dibandingkan dengan pria,
meskipun perbedaan ini akan menyempit seiring dengan perkembangan usia, terutama
pada pasien usia 65 tahun ke atas.4

Pada wanita, pielonefritis menunjukkan distribusi trimodal, dengan peningkatan


insiden pada perempuan usia 0-4 tahun, memuncak pada usia 15-35 tahun, dan secara
bertahap meningkat lagi setelah usia 50 tahun hingga memuncak kembali pada usia 80
tahun. Sementara pada pria, distribusi umur dari pielonefritis merupakan distribusi
bimodal. Insidensi pielonefritis pada pria terjadi peningkatan yang pesat pada usia 0-4
tahun dan secara bertahap meningkat setelah usia 35 tahun dan memuncak pada usia
85 tahun. Studi berbasis populasi terhadap pielonefritis akut yang dilakukan di
Amerika Serikat menemukan fakta bahwa rata-rata kasus pielonefritis setiap tahunnya
adalah 15-17 kasus dari 10.000 wanita dan 3-4 kasus dari 10.000 pria.4

Walaupun faktor risiko untuk terjadinya pielonefritis belum dapat dijelaskan


dengan baik, faktor risiko untuk terjadinya ISK termasuk riwayat ISK, saudara
kandung yang memiliki riwayat ISK. jenis kelamin perempuan (mungkin karena
uretra perempuan pendek), pemasangan urin kateter, preputium utuh pada anak laki-
laki, dan kelainan struktural ginjal dan saluran kemih bawah. Sampai dengan 50%
bayi mungkin memiliki dasar struktural atau kelainan fisiologis saluran kemih

5
terdeteksi pada saat mereka ISK pertama. Refluks vesicoureteral adalah faktor risiko
yang paling umum dan penting untuk terjadinya pielonefritis.4

Meskipun banyak Enterobacteriaceae dan organisme lainnya dapat menyebabkan


ISK pada anak-anak, Escherichia coli adalah patogen yang paling umum. E. coli
dapat diisolasi kira-kira 90% dari pasien pada saat awal mereka mengalami ISK dan
lebih dari dua pertiga dari pasien yang telah ISK berulang. Organisme lain yang biasa
ditemukan pada pasien komunita ISK yang didapat yaitu Enterobacter, Proteus, dan
Klebsiella sp. Streptococcus agalactiae dapat menyebabkan pielonefritis pada
neonatus. Enterococcus sp dapat menyebabkan ISK sampai 5% dan sering dikaitkan
dengan kelainan saluran genitourinaria yang lebih kompleks. Coagulase-negative
staphylococcus dan Lactobacillus sp penyebab langka cystitis atau pielonefritis. 4

2.4. ETIOLOGI
Penyebab terbanyak ISK, baik pada yang simtomatik maupun yang
asimtomatik,termasuk pada neonatus adalah Escherichia coli (70-80%). Penyebab
yang lainnya seperti: Klebsiella, Proteus, Staphylococcus saphrophyticus, coagulase-
negative staphylococcus, Pseudomonas aeroginosa, Streptococcus fecalis dan
Streptococcus agalactiiae, jarang ditemukan.2
Pada uropati obstruktif dan pada kelainan struktur saluran kemih pada anak laki-
laki, sering ditemukan Proteus species. Pada perempuan remaja dan pada perempuan
seksual aktif, sering ditemukan Staphylococcus saprophyticus.2

Pada beberapa anak, predisposisi terjadinya ISK adalah karena adanya kelainan
anatomi kongenital atau yang didapat, sedangkan pada orang dewasa diduga yang
menjadi faktor predisposisi adalah virulensi bakteri atau karena kelainan fungsional
saluran kemih.

Tabel 1. Faktor pejamu dan predisposisi

6
Faktor anatomi:

Refluks vesiko ureter dan refluks intarenal

Obstruksi saluran kemih

Benda asing dalam saluran kemih (kateter urin)

Duplikasi collecting system

Ureterokel

Divertikulum kandung kemih

Meningkatnya perlekatan ke sel uroepitel

Nonsecretors with P blood group antigen

Nonsecretors with Lewis blood group phenotype

Pada orang normal, perlekatan dan proliferasi bakteri pada mukosa kandung
kemih dapat dicegah oleh adanya aliran urin yang deras dan adanya mekanisme
pertahanan lokal mukosa kandung kemih.

Tabel 2. Faktor pejamu yang berhubungan dengan pencegahan perlekatan bakteri ke uroepitel.

Mekanisme pencucian karena aliran urin

Tamn-Horsfall protein

Interferensi bakteri oleh endogenous periurethal flora

Urinary oligosaccharides

Eksfoliasi spontan dari sel uroepitel

Urinary immunoglobulins

Mukopolosakarida yang melapisi dinding kandung kemih

Mekanisme pertahanan lokal ini dapat terganggu bila ada kelainan anatomi
kongenital atau yang didapat, dan dapat meninggikan risiko terjadinya ISK. Secara
keseluruhan kelainan radiologik yang dapat ditemukan pada ISK hanya berkisar 40-

7
50%. Refluks vesiko ureter merupakan kelainan saluran kemih yang paling sering
ditemukan pada ISK, itupun hanya bisa ditemukan sekitar 30%. Adanya refluks
mengakibatkan seseorag mudah terkena ISK, dan dari urin yang terinfeksi tersebut,
infeksi dapat naik ke parenkim ginjal. Pada tempat refluks tersebut bakteri dapat
bertahan lama, dan merupakan sumber infeksi dalam saluran kemih.2

Statis urin karena adanya obstruksi saluran kemih dan adanya residu urin,
merupakan faktor lainnya yang mempermudah bakteri untuk tinggal lebih lama dan
berproliferasi. Adanya divertikulum kandung kemih, ureterokel, lambatnya aliran urin
pada collecting system yang duplikasi, mengakibatkan timbulnya nidus sehingga
bakteri dapat lebih lama tinggal dan berproliferasi dalam saluran kemih. Adanya
benda asing dalam saluran kemih seperti kateter juga memmudahkan terjadinya ISK.
Lebih dari 90% ISK nosokomial pada pasien yang dirawat disebabkan oleh
pemasangan kateter urin.2

Bila tidak ditemukan adanya defek anatomi saluran kemih, dianggap penyebab
resiko ISK adalah faktor pejamu. Melekatnya bakteri ke sel uroepitel merupakan
prasyarat untuk timbulnya kolonisasi bakteri. Sel uroepitel sangat rentan terhadap
infeksi, karena memiliki kapasitas untuk mengikat bakteri, disebabkan oleh adanya
reseptor pada sel tersebut sehingga kerentanan terhadap infeksi karena sel
uroepitelnya mempunyai kapasitas pengikat bakteri yang masuk ke saluran kemih
cukup tinggi. Namun, mekanisme molekuler mengenai perlekatan bakteri ini ke sel
uroepitel tersebut masih belum diketahui dengan pasti.2

2.5. PATOGENESIS

Bakteri mencapai saluran kemih melalui aliran darah atau uretra, yang
selanjutnya bakteri akan naik ke saluran kemih dari bawah. Perbedaan individu dalam
kerentanannya terhadap infeksi saluran kemih dapat diterangkan oleh adanya faktor
hospes seperti produksi antibodi uretra dan servikal (Ig A), P blood group antigen,
dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi perlekatan bakteri pada epitel introitus dan
uretra. Beberapa di antara faktorfaktor ini, seperti fenotip golongan darah, ditentukan
secara genetik. Imunosupresi, diabetes, obstruksi saluran kemih, dan penyakit
granulomatosa kronik adalah faktor lain yang dapat meningkatkan kerentanan

8
terhadap infeksi. Bila organisme dapat masuk ke dalam kandung kemih, beratnya
infeksi dapat menggambarkan virulensi bakteri dan faktor anatomik seperti refluks
vesikouretra, obstruksi, stasis urin, dan adanya kalkuli. Dengan adanya stasis urin,
kesempatan untuk berkembang biak bakteri meningkat, karena urin merupakan
medium biakan yang sangat baik. Lebih-lebih lagi, pembesaran kandung kemih dan
dapat menurunkan resistensi alami kandung kemih terhadap infeksi. 10 Infeksi akut
atau infeksi kronik vesika urinaria akibat infeksi yang berulang mengakibatkan
perubahan pada dinding vesika dan dapat mengakibatkan inkompetensi dari katup
vesikoureter. Akibat rusaknya katup ini, urin dapat naik kembali ke ureter terutama
pada waktu berkemih (waktu kontraksi kandung kemih). Akibat refluks ini ureter
dapat melebar atau urin sampai ke ginjal dan mengakibatkan kerusakan pielum dan
perenkim ginjal (pielonefritis). Infeksi parenkim ginjal dapat juga terjadi secara
hematogen atau limfogen.12

Flora usus

Munculnya tipe uropatogenik

Kolonisasi di perineal dan uretra anterior

Barier pertahanan mukosa normal

Sistitis

9
VIRULENSI BAKTERI Faktor pejamu (host)

1. Memperkuat perlekatan ke sel uroepitel

2. Refluks vesiko ureter

3. Refluks intrarenal

4. Tersumbatnya saluran kemih

5. Benda asing (kateter urin)

Pielonefritis akut

Parut ginjal Urosepsis

Gambar 2. Patogenesis dari ISK asending 12

Penderita dengan golongan darah P1 dapat menderita pielonefritis asendens


berulang tanpa adanya refluks vesikoureter, karena E.coli terikat spesifik dengan
antigen P1 pada sel epitel.9 Pielonefritis akut bisa ditemukan fokus infeksi dalam
parenkim ginjal, ginjal membengkak, edematous, dan banyak ditemukan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear dalam jaringan interstisial, akibatnya fungsi ginjal dapat
terganggu. Bila tidak diobati, perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan
pembentukan miroabses pada ginjal, yang dapat menyatu. Pielonefritis akut biasanya
lebih hebat bila terdapat obstruksi. Perubahan ini dapat mengakibatkan terbentuknya
jaringan parut ginjal, dengan penemuan histologis yang biasanya dikenal sebagai
pielonefritis kronik; Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk dari
bakteri, atau adanya zat mediator toksik yang dihasilkan sel yang telah rusak, akan
mengakibatkan parut ginjal (renal scarring).5 Namun, pengobatan yang cepat dan
tepat dapat menimbulkan penyembuhan sempurna.

Sebagai tambahan dari perubahan peradangan yang telah disebutkan diatas,


infeksi oleh mikroorganisme pemecah urea seperti Proteus dapat mengakibatkan
pembentukan batu ginjal. Amonia yang berasal dari urea menyebabkan urin sangat
alkalis dan mengakibatkan endapan kalsium fosfat dan tripel kalsium, magnesium,
dan amonium fosfat. Kalkuli bekerja sebagai benda asing dan mendukung terjadinya

10
infeksi. Dengan adanya obstruksi ureter, infeksi ginjal dapat dengan cepat
menyebabkan septikemia, pionefrosis, dan pembentukan abses ginjal dan perirenal.2

2.6. DIAGNOSIS
Gejala infeksi saluran kemih bagian atas terutama pielonefritis akut (PNA)
biasanya panas tinggi (39,5-40,5oC), gejala gejala sistemik seperti menggigil, dan
nyeri di daerah pinggang belakang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului dengan
gejala infeksi saluran kemih (ISK) bawah seperti sistitis.1,4

Pada pielonefritis akut, biasanya terjadi demam yang timbul mendadak,


menggigil, malaise, muntah, sakit panggul atau perut, nyeri tekan di daerah
kostovertebral, leukositosis, piuria dan bakteriuria. Biasanya disertai dengan adanya
toksik sistemik. Ginjal dapat membesar.12

Anamnesis

Dalam praktek sehari-hari gejala kardinal seperti disuria, polakisuria, dam


urgensi (terdesak kencing) sering ditemukan hampir 90% pasien rawat jalan dengan
ISK akut. Disuria adalah gejala nyeri atau tidak enak saat mengeluarkan urin dan
penyebab tersering hal tersebut sejauh ini adalah ISK. Harus dilakukan anamnesis
yang akurat dan teliti untuk memperoleh gambaran keluhan yang terjadi.13

Berikut ini beberapa pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat kesehatan dari
proses penyakit: 13,14

Perhatikan kondisi pasien apakah pasien tampak sakit ringan atau berat ?
Kapan pasien terakhir kali berkemih ? Berapa frekuensi berkemih dalam
sehari ?
Adakah rasa nyeri atau tidak enak ? Tanyakan pada pasien dimana rasa nyeri
atau tidak nyaman ? pada saat atau selama mencoba buang air kecil ?
Tanyakan bagaimana warna urin dari pasien ? adakah hematuria, sekret penis
atau vagina, urin berbau busuk, urin keruh, atau mengeluarkan pasir halus atau
batu ?
Adakah nyeri pinggang atau suprapubis ? apakah kandung kemih membesar ?
Adakah gejala sistemik seperti demam, menggigil, berkeringat, dan penurunan
berat badan ?

11
Riwayat penyakit terdahulu:

Adakah riwayat disuria, ISK, batu urin, penyakit ginjal, atau diabetes melitus?

Riwayat penyakit keluarga:

Adakah riwayat ISK berulang dalam keluarga ?

Obat-obatan:

Apakah pasien sedang menjalani terapi antibiotik ? apakah pasien memiliki


alergi terhadap antibiotik ?

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ginjal

a. Palpasi
Pada keadaan normal ginjal tidak teraba pada pemeriksaan palpasi. Adanya
pembesaran ginjal ini merupakan hal yang penting dalam menentukan diagnosis.
Pemeriksaan dilakukan pada kedua ginjal, yaitu ginjal kiri dan ginjal kanan.
Pada pemeriksaan ginjal kiri, pemeriksa harus berdiri di sebelah kiri pasien.
Pemeriksa meletakkan tangan kanan pada bagian bawah tubuh pasien sejajar dengan
iga ke-12, dengan ujung jari menyentuh sudut kostovertebra, dan angkat telapak
tangan tadi ke atas untuk menggeser ginjal kiri ke arah anterior. Pemeriksa
meletakkan telapak tangan kirinya pada kuadran kiri atas, lateral dan paralel dengan
rektus abdominis, dan mintalah pasien untuk menarik nafas dalam. Pada saat puncak
respirasi, pemeriksa menekan dalam dan kuat dengan tangan kiri ke arah kuadran kiri
atas, tepat di bawah tepi kosta, dan usahakan untuk menangkap ginjal kiri diantara
kedua tangannya. Kemudian minta pasien untuk mengeluarkan nafas dan perlahan-
lahan lepaskan tekanan tangan kiri, rasakan pergerakan ginjal kiri ke tempatnya
semula, Bila ginjal tersebut teraba, uraikan bagaimana ukuran, bentuk, dan adakah
rasa nyeri. 13
Pada pemeriksaan ginjal kanan, pemeriksa harus pindah ke sebelah kanan pasien.
Dan prosedur pemeriksaan berjalan seperti di atas, ginjal kanan normal mungkin
teraba pada pasien yang kurus dan pada wanita yang sangat relaks. Kadang-kadang
ginjal kanan terletak lebih anterior, dan harus dibedakan dari liver, dimana tepi liver
teraba lebih runcing, sedangkan tepi bawah ginjal teraba lebih bulat.12

12
Sebab-sebab pembesaran ginjal misalnya hidronefrosis, kista, dan tumor ginjal.
Sedangkan pembesaran ginjal bilateral mungkin disebabkan oleh penyakit ginjal
polikistik (polycystic kidney diseases). Adanya masa pada sisi kiri, mungkin
disebabkan karena splenomegali hebat atau pembesaran ginjal kiri.13
b. Perkusi
Untuk menemukan rasa nyeri pada ginjal dapat dilakukan pemeriksaan perkusi
dengan kepalan tangan, selain dengan cara palpasi diatas. Pemeriksa meletakkan
tangan kirinya pada daerah kostovertebral belakang, lalu pukul dengan permukaan
ulnar tinju dengan tangan kanannya. Gunakan tenaga yang cukup untuk menimbulkan
persepsi tapi tanpa menimbulkan rasa nyeri pada pasien normal. 13
Rasa nyeri yang ditimbulkan dengan pemeriksa ini dapat disebabkan oleh
pielonefritis, tapi juda dapat disebabkan hanya karena nyeri otot. 13,12

Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan ultrasonografi ginjal untuk mengetahui kelainan struktur ginjal


dan kandung kemih.
- Pemeriksaan Miksio Sisto Uretrografi/MSU untuk mengetahui adanya refluks.
- Pemeriksaan pielografi intra vena (PIV) untuk mencari latar belakang infeksi
saluran kemih dan mengetahui struktur ginjal serta saluran kemih.6

Diagnosis kerusakan ginjal dapat diketahui dengan pielogram intravena (PIV).


Dengan pemeriksaan PIV dapat diketahui besar ginjal, adanya parut ginjal (renal scar)
dan keadaan dari sistem pelviokalises (pyelocalyceal system). PIV dulu merupakan
baku emas (gold satandar) untuk mengevalusi penderita ISK. Sedangkan untuk
menegakkan diagnosis refluks, metode definitif adalah dengan miksio sisto uretrografi
(MSU). Untuk mengetahui lokalisasi infeksi pada ginjal dipakai radioisotop sintigrafi
dengan menggunakan DMSA (dimercaptosuccinic acid). Pemeriksaan DMSA saat ini
lebih banyak dipakai untuk diagnostik parut ginjal daripa PIV karena radiasinya lebih
rendah.12

Penegakan diagnosis pielonefritis akut dilihat dari gejala dan tanda yang biasanya
didahului oleh disuria, urgensi dan sering berkemih yang menunjukkan bahwa infeksi
dimulai pada bagian bawah traktus urinarius. Adanya silinder leukosit membuktikan
infeksi terjadi di dalam ginjal. Gambaran ginjal secara makroskopik dan mikroskopik
pada pielonefritis akut adalah Ginjal membengkak dan tampak adanya abses kecil

13
dalam jumlah banyak dipermukaan ginjal tersebut. Pada potongan melintang, abses
tampak sebagai goresan-goresan abu-abu kekuningan di bagian piramid dan korteks.
Secara mikroskopik tampak PMN dalam jumlah banyak di daerah tubulus dan dalam
intertisium disekitar tubulus. Segmen-segmen tubulus hancur dan leukosit dikeluarkan
ke dalam urine dalam bentuk silinder leukosit.4

Gambar 3. Makroskopik ginjal pada pielonefritis7

Pemeriksaan PIV memperlihatkan pembengkakan tabuh (clubbing) pada kaliks,


korteks menipis dan ginjal kecil, bentuknya tidak teratur dan biasanya tidak simetris.
Pada pielonefritis kronik perubahan patologi yang terjadi adalah permukaan ginjal
tampak bergranul kasar dengan lekukan-lekukan berbentuk huruf U, jaringan parut
subkapsular, dan pelvis yang fibrosis dan berdilatasi serta kaliks terlihat pada
penampang melintang. Pemeriksaan mikroskopik potongan jaringan memperlihatkan
perubahan-perubahan parenkim yang khas; banyak sel radang kronik terdiri dari sel-
sel plasma dan limfosit (berupa titik-titik berwarna gelap), tersebar diseluruh
interstisium. Glomerulus tetap utuh dan dikelilingi oleh banyak tubulus kecil dan telah
mengalami atrofi dan dilatasi. Tampak pula fibrosis interstisial di dekat glomerulus.
Tampak pula daerah-daerah luas yang mengalami tiroidisasi (tampak seperti jaringan
kelenjar tiroid), terdiri dari tubulus-tubulus yang mengalami dilatasi dibatasi oleh sel-
sel epitel gepeng dan terisi silinder seperti kaca.10

14
Gambar 4. Mikroskopik pada pielonefritis kronik7

Refluks vesiko ureter (RVU) dan Nefropati Refluks (NR)

Menurut International study gradasi refluks vesikoureter dabagi dalam derajat I-V

Derajat I Zat kontras sampai ureter saja, ureter tidak dilatasi

Derajat II Kontras sampai pielum dan kaliks, juga tidak ada dilatasi, dan kaliks
masih normal

Derajat III Ureter dan pelvis dilatasi dan berkelok-kelok, (bisa ringan atau sedang)

Derajat IV Ureter dilatasi sedang, dan berkelok-kelok, pielum dan kaliks dilatasi
sedang. Sudut forniks menjadi tumpul.

Derajat V Ureter berdilatasi hebat dan berkelok-kelok, pielum dan kalikses

15
berdilatasi dan pada beberapa kalises terlihat papilary inpressions

Derajat IV dan V. Jelas ada refluks intrarenal.7

2.7. PENATALAKSANAAN
Pada pengobatan pielonefritis ada 3 prinsip penatalaksanaan, yaitu:
- Memberantas infeksi
- Menghilangkan faktor predisposisi
- Memberantas penyulit
Pengobatan pielonefritis akut disertai gejala sistemik infeksi, setelah sampel urin
diambil untuk dibiakkan, diberi antibiotik parenteral (tanpa menunggu hasil biakan
urin) untuk mencegah terjadinya parut ginjal. Pada umumnya pasien dengan PNA
memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika
parenteral paling sedikit 48 jam. 1

Pemberian antibiotik parenteral diteruskan sampai 3-5 hari atau sampai 48 jam
penderita bebas demam, kemudian dilanjutkan dengan pemberian oral selama 10-14
hari, disesuaikan dengan hasil biakan urin dan uji sensitivitasnya. Biakan urin ulang
dilakukan setelah 48 jam tidak makan obat untuk melihat hasil pengobatan, apakah
bakteriuria masih ada. Antibiotik profilaksis diberikan sampai dilakukan MSU, dan
bila ditemukan refluks antibiotik profilaksis diteruskan.1,2

The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga alternatif
terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum diketahui
mikroorganisme penyebabnya, yakni:

a) Fluorokuinolon
b) Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin
c) Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.

Bedah

Koreksi bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan untuk
menghilangkan faktor predisposisi.

16
Suportif

Selain pemberian antibiotik, penderita perlu mendapat asupan cairan cukup,


perawatan higiene daerah perineum dan periuretra, pencegahan konstipasi.4

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)

Rujukan ke Bedah Urologi sesuai dengan kelainan yang ditemukan. Rujukan ke


Unit Rehabilitasi Medik untuk buli-buli neurogenik.6

2.8. PROGNOSIS

Prognosis pielonefritis baik ( penyembuhan 100% ) bila memperlihatkan


penyembuhan klinik maupun bakteriologi terhadap antibiotika. Bila faktor-faktor
predisposisi tidak diketahui atau berat dan sulit dikoreksi, kira-kira 40% dari pasien
menjadi kronik, pielonefritis kronik.12

BAB III

KESIMPULAN

1. Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal dimana terjadi


reaksi inflamasi pada pielum dan parenkim ginjal yang sifatnya akut maupun
kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu.
2. Refluks vesicoureteral ini merupakan faktor risiko yang paling penting dalam
terjadinya pielonefritis pada anak-anak. Refluks vesicoureteral terdeteksi pada
sekitar 10% sampai 45% dari anak-anak yang memiliki gejala ISK.
3. Penyebab pielonefritis akut terbanyak adalah Escherichia coli (70-80%).
Penyebab yang lainnya seperti: Klebsiella, Proteus, Staphylococcus
saphrophyticus, coagulase-negative staphylococcus, Pseudomonas aeroginosa,
Streptococcus fecalis dan Streptococcus agalactiiae, Proteus species jarang
ditemukan.

17
4. Infeksi akut/kronik vesika urinaria akibat infeksi yang berulang
mengakibatkan perubahan pada dinding vesika dan dapat mengakibatkan
inkompetensi dari katup vesikoureter. Akibat rusaknya katup ini, urin dapat naik
kembali ke ureter terutama pada waktu berkemih (waktu kontraksi kandung
kemih). Akibat refluks ini ureter dapat melebar atau urin sampai ke ginjal dan
mengakibatkan kerusakan pielum dan perenkim ginjal (pielonefritis).
5. Pada pielonefritis akut terjadi demam yang timbul mendadak, menggigil,
malaise, muntah, sakit panggul atau perut, nyeri tekan di daerah kostovertebral,
leukositosis, piuria dan bakteriuria. Biasanya disertai dengan adanya toksik
sistemik. Demam dan iritabel adalah gejala paling umum yang ditunjukkan pada
bayi yang memiliki pielonefritis. Temuan lain termasuk nafsu makan yang
buruk, letargi dan nyeri perut.
6. Penegakan diagnosis pielonefritis akut dilihat dari gejala dan tanda yang
biasanya diadahului oleh disuria, urgensi dan sering berkemih yang
menunjukkan bahwa infeksi dimulai pada bagian bawah traktus urinarius.
Adanya silinder leukosit membuktikan infeksi terjadi di dalam ginjal.
7. Pengobatan pielonefritis akut, disertai gejala sistemik infeksi, setelah sampel
urin diambil untuk dibiakkan, diberi antibiotik parenteral (tanpa menunggu hasil
biakan urin) untuk mencegah terjadinya parut ginjal. Pasien dirawat di rumah
sakit untuk memelihara status hidrasi.
8. Pemberian antibiotik parenteral diteruskan sampai 3-5 hari atau sampai 48 jam
penderita bebas demam, kemudian dilanjutkan dengan pemberian oral selama
10-14 hari, disesuaikan dengan hasil biakan urin dan uji sensitivitasnya. Biakan
urin ulang dilakukan setelah 48 jam tidak makan obat untuk melihat hasil
pengobatan, apakah bakteriuria masih ada. Antibiotik profilaksis diberikan
sampai dilakukan MSU, dan bila ditemukan refluks antibiotik profilaksis
diteruskan.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Sukandar, E. 2011. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Dalam:


Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi V. EGC.
Jakarta. p.1008-14.
2. Stamm WE. 2013. Infeksi Saluran Kemih, Pielonefritis, dan Prostatitis.
Dalam: Jameson JL, dan Loscalzo J, editor. Harrison: Nefrologi dan
Gangguan Asam Basa. EGC. Jakarta. p.218-27.
3. Drake R, Vogl A, Mitchell A. 2015. Grays Anatomy for Students. Third Edition.
Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier. p. 373-378.
4. National Kidney & Urologic Diseases Information Clearinghouse
(NKUDIC). Kidney and Urologic Diseases Statistics for the United States.
Available
at http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/kustats/#urologic.
Diakses 17 Januari 2017.

19
5. Kidney Infections: Symptoms and Treatments. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/245559-overview, diakses
tanggal 17 Januari 2017.
6. National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse.
Pyelonephritis. NIH Publication No. 124628. April 2012. (Online),
diakses dari:
http://kidney.niddk.nih.gov/KUDiseases/pubs/pyelonephritis/index.aspx,
diakses tanggal 17 Januari 2017.
7. Tanto C, Hustrini NM. 2014. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi IV. Media Aesculapius: Jakarta. p.640-41.
8. Price AS, Lorraine WM. 2014. Anatami dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Kemih. Konsep
Klinis Proses Penyakit. Vol 2, Ed.6. EGC. Jakarta. p.867-79.
9. Purnomo B. 2014. Dasar-dasar Urologi. Edisi Ketiga. Sagung Seto. Jakarta.
10.Guyton dan Hall. 2012.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. EGC. Jakarta.
11.Schaeffer AJ, Schaeffer EM. 2012. Infections and Inflammations. Dalam: Wein,
Kavoussi, Novick, Partin, Peters. Campbell-Walsh Urology. Tenth Edition. Philadelphia.
p. 294-98.
12.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. 2009. Ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-5. Volume 1. Interna Publishing Jakarta. p.1025-31.
13.Sukandar E. 2006. Nefrologi klinik. Edisi 3. Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK UNPAD: Bandung. p. 26-93
14.Corwin EJ. 2009.Buku saku patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. p.
718

20

Anda mungkin juga menyukai