Anda di halaman 1dari 15

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 TEORITIS MEDIS


2.1.1 DEFENISI

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

(Brunner dan Suddarth, 2002).

Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula

(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif

(Arjatmo, 2002).

2.1.2 KLASIFIKASI

Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :

1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)

2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)

3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya

4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

2.1.3 ETIOLOGI

1. Diabetes tipe I:

a. Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi

mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah

4
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada

individu yang memiliki tipe antigen HLA.

b. Faktor-faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana

antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi

terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai

jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans

dan insulin endogen.

c. Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang

menimbulkan destruksi selbeta.

2. Diabetes Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik

memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

5
2.1.4 PATOFISIOLOGI/PATHWAYS

Defisiensi Insulin

glukagon penurunan pemakaian


glukosa oleh sel

glukoneogenesis hiperglikemia

lemak protein glycosuria

ketogenesis BUN Osmotic Diuresis

Kekurangan
ketonemia Nitrogen urine Dehidrasi volume
cairan

Mual muntah pH Hemokonsentrasi

Resti Ggn Nutrisi


Asidosis Trombosis
Kurang dari
kebutuhan
Koma
Kematian Aterosklerosis

Makrovaskuler Mikrovaskuler

Retina Ginjal
Jantung Serebral Ekstremitas
Retinopati Nefropati
diabetik
Miokard Infark Stroke Luka Insisi

Ggn Integritas Ggn. Penglihatan Gagal


Kulit Ginjal
Nyeri
Resiko Injury

6
2.1.5 TANDA DAN GEJALA

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada

DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah

keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.

Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,

sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus

dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya

gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta

kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh

dengan pengobatan lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering

ditemukan adalah :

1. Katarak

2. Glaukoma

3. Retinopati

4. Gatal seluruh badan

5. Pruritus Vulvae

6. Infeksi bakteri kulit

7. Infeksi jamur di kulit

8. Dermatopati

9. Neuropati perifer

10. Neuropati viseral

11. Amiotropi

7
12. Ulkus Neurotropik

13. Penyakit ginjal

14. Penyakit pembuluh darah perifer

15. Penyakit koroner

16. Penyakit pembuluh darah otak

17. Hipertensi

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal

yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau

bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang

dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena

itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.

Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada

pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami

infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi

absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan

dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia.

Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan

berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak

bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.

Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala

kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral

tampak lebih jelas.

8
2.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Glukosa darah sewaktu

2. Kadar glukosa darah puasa

3. Tes toleransi glukosa

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM

(mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM


Kadar glukosa darah sewaktu

- Plasma vena

- Darah kapiler < 100 100-200 >200

Kadar glukosa darah puasa <80 80-200 >200

- Plasma vena

- Darah kapiler

<110 110-120 >126

<90 90-110 >110


Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali

pemeriksaan :

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200

mg/dl

2.1.7 PENATALAKSANAAN

9
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan

aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi

komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe

diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

1. Diet

2. Latihan

3. Pemantauan

4. Terapi (jika diperlukan)

5. Pendidikan

2.2 TEORITIS KEPERAWATAN

10
2.2.1 PENGKAJIAN DATA DASAR

Pengkajian Meliputi:

a) Biodata klien

b) Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?

c) Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya

Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat

terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur

atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi

penyakitnya.

d) Aktivitas/ Istirahat :

Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

e) Sirkulasi

Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada

ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,

perubahan tekanan darah

f) Integritas Ego

Stress, ansietas

g) Eliminasi

Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare.

h) Makanan / Cairan

Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,

haus, penggunaan diuretik.

11
i) Neurosensori

Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia.

j) Nyeri / Kenyamanan

Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

k) Pernapasan

Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)

l) Keamanan

Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri b/d luka insisi d/d skala nyeri, luas luka, keadaan luka.

2. Gangguan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Anoreksia d/d

masukan tidak adekuat

3. Kekurangan volume cairan b/d diuresis osmotik d/d peningkatan haluaran

urin

4. Gangguan integritas kulit b/d status metabolik d/d adanya luka insisi.

5. Resiko terjadi injury b/d penurunan fungsi penglihatan

2.2.3 INTERVENSI

1. Nyeri b/d adanya luka insisi d/d skala nyeri, luas luka, keadaan luka

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri yang dirasakan

klien berkurang.

12
Kriteria Hasil:

a. Dapat mengontrol rasa nyeri

b. Menyatakan rasa nyaman setelah rasa nyeri berkurang

Intervensi :

a. Kaji skala nyeri

b. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam

c. Ajarkan klien teknik ambulasi

d. Kolaborasi tentang pemberian obat nalgetik

Rasional :

a. Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis

tindakan yang dilakukan.

b. Agar klien dapat mengontrol dan mengurangi rasa nyeri.

c. Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien

dari rasa nyeri.

d. Mengurangi rasa nyeri

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia d/d masukan tidak

adekuat

Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil :

a. Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat

13
b. Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Intervensi :

a. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan

makanan yang dapat dihabiskan.

b. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.

c. Motivasi klien untuk nafsu makan.

d. Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan

indikasi.

e. Beri makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit.

Rasional:

a. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan

utilisalnya)

b. Mengkaji perubahan berat badan klien.

c. Meningkatkan nafsu makan klien.

d. Mobilisasi pasien untuk untuk selera makan.

e. Untuk meningkatkan produktivitas nutrisi yang di butuhkan tubuh.

3. Kekurangan volume cairan b/d diuresis osmotik d/d peningkatan

haluaran urin.

Tujuan : Kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil :

Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital

stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,

14
haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas

normal.

Intervensi :

a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik

b. Berikan cairan paling sedikit 2000 ml/hari dalam batas yang dapat

di toleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral.

c. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran

mukosa

d. Pantau masukan dan pengeluaran.

Rasional:

a. Perkiraan berat ruangnya hivopolemia dapat dibuat ketika TD

sistolik pasien turun 10 mmHg.

b. Jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan

respon pasien secara individual.

c. Menurunkan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi

yang adekuat

d. Untuk mengetahui jumlah input dan output.

4. Gangguan integritas kulit b/d status metabolik d/d adanya luka insisi

Tujuan : Gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan

penyembuhan.

Kriteria Hasil :

Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi

15
Intervensi :

a. Kaji adanya luka epitalisasi, edema dan frekuensi ganti balutan.

b. Observasi tanda-tanda infeksi

c. Berikan perawatan kulit di daerah yang tertekan.

d. Kolaborasi dalam pemberian medikasi atau pengobatan.

Rasional:

a. Sirkulasi perifer terganggu yang menempatkan pasien pada resiko

terjadinya kerusakan pada kulit.

b. Mengkaji adanya edema, kemerahan, dan tanda infeksi lain.

c. Menurunkan resiko terjadinya kerusakan pada kulit.

d. Untuk mempercepat proses penyembuhan.

5. Resiko terjadi injury b/d penurunan fungsi penglihatan.

Tujuan : Pasien tidak mengalami injury

Kriteria Hasil : Pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami

injury

Intervensi :

a. Hindarkan lantai yang licin.

b. Gunakan bed yang rendah.

c. Orientasikan klien dengan ruangan.

Rasional:

a. Agar klien tidak jatuh dan mengalami cidera.

b. Membantu agar pasien tidak mudah jatuh dari tempat tidur karena

mengalami gangguan fungsi penglihatan.

16
c. Agar mengingat semua tempat yang di gunakan oleh pasien.

17
18

Anda mungkin juga menyukai