Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKALAH

BASALIOMA WAJAH

Oleh :

Sachraswaty Rachman Laidding

BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
BASALIOMA WAJAH

I. PENDAHULUAN
Basalioma atau yang dikenal juga sebagai karsinoma sel basal adalah
keganasan pada kulit yang paling sering ditemukan di seluruh dunia, meliputi
lebih dari 75 % kanker kulit di Amerika Serikat. Berasal dari sel-sel epidermis
sepanjang lapisan basal. Insidens basalioma bebanding lurus dengan umur dan
berbanding terbalik dengan jumlah pigmen melanin pada epidermis. Etiologinya
mungkin multifaktorial, tetapi paparan terhadap cahaya matahari memegang
peran penting. Sekitar 80 % dari basalioma terjadi pada daerah terbuka yang
biasanya terpapar sinar matahari, seperti wajah, kepala, dan leher. Basalioma
biasanya lambat berkembang dan jarang bermetastasis, tetapi dapat menyebabkan
destruksi lokal yang signifikan secara klinis jika diabaikan atau diterapi secara
tidak adekuat. Prognosis baik dengan terapi yang sesuai (1,2,3,4)

II. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI


Di Amerika Serikat, insidens tahunan adalah 900.000 kasus (550.000
pada laki-laki dan 350.000 pada perempuan). Insidens per 100.000 individu
berkulit putih adalah 475 kasus pada laki-laki dan 250 kasus pada perempuan.
Resiko terkena basalioma sepanjang hidup pada populasi kulit putih adalah 33-
39 % pada laki-laki dan 23-28 % pada perempuan. Basalioma dapat terjadi pada
umur berapa pun tetapi umumnya terjadi setelah umur 40 tahun. Insidens
tertinggi terjadi pada orang dengan kulit cerah , jarang terjadi pada orang
berkulit gelap. Rasio laki-laki dan perempuan untuk basalioma adalah 3 : 2.(1,2,3)

1
III. ANATOMI KULIT
Kulit terdiri atas dua lapisan dasar yaitu epidermis dan dermis.
Epidermis merupakan bagian terluar yang mengandung empat tipe sel utama:
keratinosit, melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel. Epidermis ini terbagi
menjadi lima lapisan: stratum korneum, stratum lucidum, stratum granulosum,
stratum spinosum, dan stratum basale. Dermis lebih tebal daripada epidermis
dan kaya akan elemen nonseluler jaringan konektif berupa kolagen, elastin, dan
substansi dasar lainnya. Saraf, pembuluh darah, limfatik, serat otot,
pilosebaseus, dan unit apokrin dan ekrin terdapat pada dermis. (1)

Gambar 1. Penampang anatomi kulit. Dikutip dari kepustakaan 6

2
IV. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI (1,2,3,5)
a. Radiasi sinar ultraviolet
Paparan kronik terhadap sinar matahari merupakan penyebab paling penting
dan paling sering dari basalioma. Radiasi sinar UV gelombang pendek (290-
320 nm) dipercaya memainkan peran penting dalam pembentukan
basalioma daripada radiasi sinar UV gelombang pendek (320-400 nm).
b. Radiasi sinar x juga berhubungan dengan terjadinya basalioma.
c. Terpapar arsen, bahan kimia yang bersifat karsinogenik baik dari makanan
maupun dari pekerjaan behubungan dengan prkembangan basalioma.
d. Keadaan imunosupresi, berhubungan dengan peningkatan resiko basalioma.
e. Xeroderma pigementosum. Merupakan penyakit autosomal resesif, berawal
dari perubahan pigmen kemudian berkembang menjadi basalioma,
karsinoma sel squamous, dan melanoma maligna.
f. Sindrom BCC nevoid (sindrom Gorlin). Penyakit autosomal dominan yang
terjadi pada umur muda dengan multipel basalioma. Odontogenik keratocyst,
palmoplantar pitting, kalsifikasi intrakranial, dan anomali tulang iga dapat
ditemui.
g. Sindrom Bazex. Merupakan penyakit genetik kromosom x-linked dominan
yang ditandai dengan atropoderma, multipel basalioma, anhidrosis lokal,
dan kongenital hipotrikosis.
h. Iritasi kronik atau ulserasi
i. Riwayat kanker kulit nonmelanoma sebelumnya meningkatkan resiko
seseorang untuk terkena kanker kulit.

V. PATOGENESIS
Dianggap berasal dari sel-sel pluripotensial (sel yang dapat berubah
menjadi sel-sel lain) yang ada pada stratum basalis epidermis atau lapisan
folikular. Sel ini diproduksi sepanjang hidup kita dan membentuk kelenjar
sebasea dan kelenjar apokrin. Tumor tumbuh dari epidermis dan muncul di bagian

3
luar selubung akar rambut, khususnya dan stem sel folikel rambut, tepat di bawah
duktus glandula sebasea. Sinar UV menginduksi mutasi pada gen supresor tumor
p53, yang terletak pada kromosom 17p. Sebagai tambahan, mutasi gen supresor
tumor pada pita 9q22 yang meyebabkan sindrom nevoid basalioma, suatu
keadaan autosomal dominan ditandai dengan timbulnya basalioma secara dini.(3,5)

VI. GAMBARAN KLINIS


Predileksi basalioma terutama pada wajah (pipi, dahi, hidung, lipat
nasolabial, periorbital) dan leher. Gambaran klasik basalioma memiliki tepi yang
meninggi dan daerah tengah yang mengkilap seperi mutiara dengan telangiektasis.
Dapat nampak bersisik dengan daerah atrofi atau parut akibat inflamasi kronik
Basalioma diklasifikasikan menjadi subtipe yang menggambarkan apakah
basalioma tersebut agresif atau tidak. (1)
1. Nodular
Bentuk ini paling sering dijumpai. Lesi biasanya tampak sebagai lesi tunggal.
Paling sering mengenai wajah, terutama pipi, lipat nasolabial, dahi, dan tepi
kelopak mata. Pada awalnya tampak papul atau nodul kecil, transparan seperti
mutiara, berdiameter kurang dari 2 cm dengan tepi meninggi. Permukaannya
tampak mengkilat, sering dijumpai adanya telangiektasia dan kadang-kadang
dengan skuama yang halus atau krusta yang tipis. Lesi membesar secara
perlahan dan suatu saat bagian tengah lesi menjadi cekung yang dapat
berkembang menjadi ulkus rodens dengan destruksi jaringan di sekitarnya.
Dengan trauma ringan atau bila krusta diangkat, mudah terjadi perdarahan.(3,7)

4
Gambar 2. Basalioma tipe nodular. Dikutip dari kepustakaan 7

2. Berpigmen
Gambaran klinisnya sama dengan yang tipe nodular. Bedanya, pada jenis ini
berwarna coklat atau hitam berbintik-bintik atau homogen, yang secara klinis
dapat menyerupai melanoma.(3,7)

Gambar 3. Basalioma tipe berpigmen. Dikutip dari kepustakaan 7

5
3. Morfea / Fibrosing / sklerosing
Merupakan tipe basalioma agresif dan biasanya terjadi pada kepala dan leher.
Lesi tampak sebagai plak sklerotik yang cekung, berwarna putih kekuningan
dengan batas tidak jelas. (3,7)

Gambar 4. Basalioma tipe morfea. Dikutip dari kepustakaan 5

4. Superfisial
Lesi biasanya multipel, mengenai badan, dan sedikit kemungkinan untuk
invasif. Secara klinis tampak sebagai plak transparan, eritematosa sampai
berpigmen terang, berbentuk oval sampai ireguler dengan tepi berbatas tegas,
sedikit meninggi.(3,7)

Gambar 5. Basalioma tipe superfisial. Dikutip dari kepustakaan 5

6
VII. STADIUM DAN KLASIFIKASI (2)
Klasifikasi TNM digunakan sebagai sistem klasifikasi pada tumor ganas
kulit non melanoma. Klasifikasi TNM Tumor Ganas Kulit ( kecuali Melanoma
Maligna ) :
T : tumor primer
Tx : tumor primer tidak dapat dievaluasi
T0 : tidak ditemukan tumor primer
Tis : karsinoma insitu
T1 : tumor dengan ukuran terbesar tidak melebihi 2 cm.
T2 : tumor dengan ukuran terbesar antara 2-5 cm.
T3 : tumor dengan ukuran lebih dari 5 cm.
T4 : tumor menginvasi struktur ekstradermal dalam misalnya kartilago, otot
skelet atau tulang.
N : kelenjar getah bening
Nx : kelenjar getah bening tidak dapat diperiksa
N0 : tidak ada metastasis ke kelenjar limfe regional
N1 : ada metastasis kelenjar limfe regional
M : metastasis jauh
Mx : tidak dapat diperiksa
M0 : tidak ada metastasis jauh
M1 : ada metastasis jauh

Stadium tumor ganas kulit non melanoma menurut American Joint Committee on
Cancer tahun 2006 :
Stadium T N M
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0

7
T2 N0 M0
II
T3 N0 M0
T4 N0 M0
III
Tiap T N1 M0
IV Tiap T Tiap N M1

Tabel 1. Stadium tumor ganas kulit non melanoma menurut AJCC tahun 2006.

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG (3,4)


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis basalioma yaitu pemeriksaan histopatologis. Biopsi kulit
sering diperlukan untuk memperkuat diagnosis dan menentukan gambaran
histopatologi. Dari pemeriksaan ini dapat ditemukan :
Karsinoma sel basal tipe nodular : nukleus oval besar, hiperkromatik, dan
sitoplasma sedikit. Bentuk sel seragam dan bila ada gambaran mitotik
biasanya sedikit. Bentuk padat biasanya bergabung dengan pola berbentuk
palisade di daerah perifer dan membentuk sarang-sarang. Biasanya ada
peningkatan produksi musin di sekitar stroma dermis. Pembelahan sel, yang
dikenal sebagai artefak retraksi biasanya muncul diantara sarang-sarang
basalioma dan stroma, yang berkurang selama fiksasi dan pewarnaan.
Karsinoma tipe berpigmen : mengandung melanosit yang terdiri dari
sitoplasma granula melanin dan dendrit.
Karsinoma sel basal tipe morfea : pola sarang pertumbuhannya tidak
melingkar tapi membentuk untaian.
Karsinoma sel basal tipe superfisial : penampakannya seperti semak-semak
sel basaloid yang berlekatan dengan epidermis. Sarang-sarang berbagai
ukuran sering terlihat di dermis.2,3,7

8
IX. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis atau setelah
pemeriksaan histopatologis.(1)

X. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan basalioma dapat dengan nonbedah maupun pembedahan.
Penatalaksanaan nonbedah berupa terapi topikal dengan kemoterapi dan bahan
immunomodulasi berguna pada beberapa kasus basalioma. Basalioma kecil dan
superfisial mungkin berespon baik dengan terapi topikal. Sebagai tambahan,
terapi topikal dapat digunakan sebagai profilaksis atau pemeliharaan pada pasien
dengan multipel basalioma seperti sindroma basal sel nevus. (3)
Tujuan penatalaksanaan bedah pada basalioma adalah untuk mengangkat
tumor sehingga tidak ada jaringan tumor yang dapat berkembang lebih lanjut.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih terapi adalah jenis
subtipe basalioma, lokasi dan ukuran tumor, umur pasien, kemampuan pasien
untuk menoleransi pembedahan, serta biaya. Metode bedah yang banyak
digunakan adalah kuretase dan elektrodesikasi, eksisi dengan pemeriksaan tepi
tumor, dan bedah mikrografik Mohs. Krioterapi kadang digunakan. (3)
a. Kuretase dan elektrodesikasi
Merupakan pilihan terapi yang umumnya digunakan pada lesi dengan batas
tidak tegas. Dapat digunakan sebagai penatalaksanaan basalioma nodular
dengan ukuran kurang dari 2 cm dan basalioma superfisial dengan berbagai
ukuran. Walaupun dilaporkan tingkat kesembuhan dengan metode ini lebih
dari 90 %, tetapi rekurensi dilaporkan pada 30 % lesi dengan diameter lebih
dari 3 cm. Karena tingkat rekurensi yang tinggi, luaran kosmetik yang kurang
baik, dan kurangnya kontrol histologis, metode ini tidak diterima sebagai
terapi utama pada basalioma.(1,2,3)

9
b. Bedah eksisi
Metode ini menghasilkan tingkat kesembuhan lebih dari 90 %. Pada metode
ini tumor diangkat seluruhnya hingga jaringan lemak subkutan dengan
dikelilingi oleh jaringan normal. Literatur merekomendasikan batas 3 mm
untuk basalioma kecil (<10 mm) dan 5 mm untuk basalioma yang lebih besar
(10-20 mm) pada wajah. Untuk lesi yang ditemukan pada lokasi lain,
direkomendasikan batas 5 mm. Tepi tumor harus dikonfirmasi negatif
dengan pemeriksaan histologis.(1,2,9)
c. Bedah mikrografik Mohs
Merupakan teknik bedah yang mengkombinasikan ekstirpasi tumor dan
pemeriksaan mikroskopik tepi jaringan oleh ahli bedah yang sama. Eksisi
miring dan pemetaan yang teliti dari tepi perifer dan batas dalam dari
horizontal frozen section memungkinkan pemeriksaan yang komprehensif dari
semua tepi jaringan yang dieksisi dan menjamin tingkat kesembuhan yang
sangat baik melebihi 98% untuk sebagian besar kanker kulit. Indikasi bedah
mikrografik Mohs : basalioma yang terletak pada daerah H (telinga,
periaurikuler, hidung, daerah temporal, periokular, hidung, bibir), basalioma
yang rekuren, basalioma yang besar (>2 cm), basalioma dengan batas yang
tidak jelas, basalioma subtipe agresif, pasien dengan imunosupresi, sindroma
basal sel nevus, dan xeroderma pigmentosum.(1,2)
d. Krioterapi
Merupakan teknik yang dapat digunakan pada lesi primer dengan ukuran < 2
cm dan subtipe nonagresif. Tingkat kesembuhan >95 % tetapi berhubungan
dengan hipopigmentasi dan jaringan parut. Tidak ada kontrol histologis
dengan metode ini, dan jaringan biasanya awalnya menjadi sangat edema.
Tingkat rekurensi dilaporkan 3,7 7,5%.
Penatalaksanaan nonbedah meliputi radioterapi, terapi fotodinamik, dan
immunomodulator topikal.

10
Radioterapi.(1,2,3)
Prosedur ini perlu untuk kasus inoperabel atau post operasi mikro atau
makroskopis, lebih penting lagi pada kasus rekuren dan residif. Teknik radiasi
yang digunakan yaitu pengobatan standar terdiri dari sinar-x. Area radiasi
adalah tumor yang kelihatan dan safety margin dengan range 0,5-1,5 cm,
tergantung dari ukuran tumor. Jaringan di sekitarnya seperti mata termasuk
palpebra dan glandula lakrimalis harus dilindungi. Dosis ditentukan oleh
ukuran, lokasi, jaringan sekitar, dan tingkat radiosensitivitasnya. Dosis
tunggal antara 1,8-5 Gy. Total maksimum dosis 50-74 Gy.
Terapi fotodinamik untuk basalioma telah digunakan lebih dari 20 tahun.
Terapi ini efektif untuk basalioma superfisial. Tehnik ini menggunakan asam
aminolaevulinic yang dibuat dalam emulsi 20 % dan diberikan topikal pada
lesi. Jaringan tumor menyerap metabolit porfirin ini dan menjadi fotosensitif
terhadap konversinya yaitu protoporfirin IX yang menjadi fotodestruktif
ketika dipaparkan pada sinar dengan panjang gelombang 620-670 nm. 85%
basalioma superfisial yang diberikan terapi fotodinamik sembuh dengan hasil
kosmetik yang sangat baik.(3)
Immunomodulator topikal berupa Imiquimod 5% krim. Imiquimod bekerja
dengan menginduksi respon imun seluler sehingga menyebabkan sekresi
interferon gamma (IFN-g), interleukin 12, dan sitokin lainnya. Masuknya IFN
ke dalam tumor akan menyebabkan perlekatan limfosit dengan CD 4+ serta
membunuh sel tumor dengan regresi tumor. Basalioma superfisial yang
diterapi dengan imiquimod sembuh hingga 85%. 5-Fluorourasil, sitostatik,
diberikan secara topikal setiap hari selama 4-6 minggu (1-5% dalam bentuk
krim atau salep). Sitostatik ini bekerja selektif terhadap tumor epidermal yang
hiperproliferasi. Namun juga dapat mengiritasi kulit yang sehat sehingga
harus diawasi penggunaannya.(3)

11
Lesi yang sangat besar mungkin membutuhkan flap atau skin graft untuk
memperbaiki defek pada kulit setelah eksisi.(8)
XI. PROGNOSIS
Basalioma yang diterapi tidak menyeluruh dapat mengalami rekurensi.
Daerah yang telah diterapi harus terus dipantau. Individu dengan basalioma
memiliki resiko 30 % lebih besar untuk mendapatkan basalioma lain yang tidak
berhubungan dengan lesi sebelumnya, jika dibandingkan dengan resiko pada
populasi umum. (3)

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Culliford, A. and Alexes Hazen. Dermatology for plastic surgeons. In: Grabb and
Smiths plastic surgery. 6th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2007. p.111-2
2. Hubert, D.M. and Benjamin Chang. Basal cell and squamous cell carcinoma. In:
Practical plastic surgery. Texas: Landes Bioscience; 2007. p.126-30
3. Ramsey ML. Basal cell carcinoma [Online]. 2008 Jan 8 [cited 2008 juli 16];[12
screens]. Available from:URL:http://www.emedicine.com/derm/topic 47.htm
4. Stawiski MA. Tumor kulit. Dalam: Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4. buku 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1994. hal. 1299-1301
5. Bader RS. Basal cell carcinoma [Online]. 2006 June 20 [cited 2008 juli 16];[4
screens]. Available from: URL:http://www.emedicine.com/derm/topic214.htm
6. Wasiaatmadja SM, Rata IG. Anatomi kulit dan tumor kulit. Dalam: Djuanda A,
Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 3. Jakarta:
FK UI; 1999. hal.6
7. Wong CS, Strange RC, Lear JT. Basal cell carcinoma [Online]. [cited 2008 juli
16];[10 screens]. Available from:
URL:http://bmj.bmjjournals.com/cgi/contaent/full/327/7418/794
8. Anonym. Basal cell carcinoma [Online]. [cited 2008 juli 16];[5 screens].
Available from:URL:http://www. DermNet NZ.com.htm
9. Sjamsuhidajat R, Jong W. Bedah plastik. Dalam: Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2003. hal. 331

13

Anda mungkin juga menyukai