Anda di halaman 1dari 15

TUGAS

KORALOGI

Oleh :
YUSUF PELU
2012-64-016

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan


Manajemen Sumberdaya Perikanan
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi terumbu karang terbesar di dunia.
Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 60.000 km 2. Hal tersebut
membuat Indonesia menjadi negara pengekspor terumbu karang pertama di dunia. Dewasa ini,
kerusakan terumbu karang, terutama di Indonesia meningkat secara pesat. Terumbu karang yang
masih berkondisi baik hanya sekitar 6,2%. Kerusakan ini menyebabkan meluasnya tekanan pada
ekosistem terumbu karang alami. Meskipun faktanya kuantitas perdagangan terumbu karang
telah dibatasi oleh Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora (CITES), laju eksploitasi terumbu karang masih tinggi karena buruknya sistem
penanganannya.

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis
tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria
kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu
Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul,
Morfologi dan Fisiologi.

Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk
sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung
dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh Tentakel. Namun pada kebanyakan
Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut
koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan
CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut,
dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui.

Terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut,
disamping hutan bakau atau hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang dan segala
kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki
bangsaIndonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di
perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat
Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia. Contohnya adalah ekosistem terumbu karang di
perairan Maluku dan Nusa Tenggara.

Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik beserta ekosistem yang
menyertainya yang secara aktif membentuk sedimenkalsium karbonat akibat aktivitas biologi
(biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut. Bagi ahli geologi, terumbu karang
merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat) di dalam laut, atau disebut
singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang
dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral. Dalam peristilahan 'terumbu karang', "karang"
yang dimaksud adalah koral, sekelompok hewan dari ordoScleractinia yang menghasilkan kapur
sebagai pembentuk utama terumbu. Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga
meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut. kapur di
terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah terumbu
yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang. Di Indonesia semua terumbu berasal dari
kapur yang sebagian besar dihasilkan koral. Kerangka karang mengalami erosi dan terakumulasi
menempel di dasar terumbu.

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT


a. Tujuan
Adapun praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Mengetahui jenis-jenis karang yang ada di perairan Desa Eri.
2. Mengetahui nilai-nilai persen penutupan dari jenis-jenis karang tersebut

b. Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah :
1. Mahasiswa dapat membedakan bentuk-bentuk terumbu koral.
2. Dapat memberikan informasi tentang kondisi karang yang ada di perairan
tersebut.

BAB II
METODE PRAKTIKUM
2.1. Waktu dan lkasi praktikum
lokasi pelaksanaan praktikum adalah pada ekosistem terumbu karang yang
menempati suatu perairan pesisir dan pulau-pulau kecil

2.2. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


Dalam praktikum ini digunakan sejumlah alat dan bahan sebagai berikut :
Fin dan masker sebagai alat untuk dalam pengumpulan data..
Papan pencatat bawah air (underwater plastic slade) untuk mencatat semua data
dan informasi pada tiap areal terumbu karang yang diteliti.
Meteran plastik (rol) berukuran panjang 50 m sebagai garis transek.
Data Sheet untuk mencatat data hasil pengamatan
GPS untuk mengambil data posisi

2.3. METODE PENGUMPULAN DATA


Untuk mendapatkan berbagai data dan informasi tentang karang batu pada
terumbu karang pada lokasi praktikum digunakan Metode Transek Pepotongan Garis
(Line Intercept Transect Method) yang diusulkan English et.al. (1994). Pada areal
terumbu koral lokasi praktikum diletakan meteran transek dengan ukuran panjang 25 m
(Gambar 2).

Gambar 2. Meteran transek memotong koloni karang batu (Metode LIT)


Pada garis transek yang telah diletakan di lokasi praktikum itu, diamati dan diambil data
sebagai berikut :
Tiap bentuk tumbuh koral, serta komponen biotik lain seperti algae, alga koralin,
ekinodermata, moluska, spons dan lainnya yang dipotong oleh garis transek itu
diamati, diukur dengan ketelitian hingga mm dicatat pada papan pencatat bawah
air atau data sheet.
Data perpotongan komponen abiotik antara lain batu (rock) karang mati (dead
coral), patahan karang mati (rubbles), pasir (sand), juga diukur dan dicatat pada
papan pencatat bawah air. Penentuan bentuk-bentuk tumbuh koloni karang batu,
serta komponen biotik dan abiotik yang terpotong garis transek mengikuti
petunjuk English et.al (1996) seperti disajikan pada Gambar 3.
Data kondisi lingkungan biofisik lokasi praktikum diamati secara visual.
Bentuk-bentuk tumbuh koral, biota bentik lain, serta komponen abiotik diambil
gambar atau fotonya sepanjnag lokasi pengamatan dalam praktikum ini.
data yang didapat selanjutnya diolah dengan menggunakan Software Microsoft
Excel.

2.4. METODE ANALISA DATA


Untuk menghitung nilai persen penutupan (PP) substrat dasar terumbu oleh
karang batu, juga komponen abiotik dan komponen biotik lainnya digunakan formula
yang dikemukakan oleh English et.al. (1994) dalam Sahetapy (2006) yaitu :
Pjc
x 100
Pt = Pjt

Dimana :
Pt = persen penutupan komponen penyusun
Pjc = Panjang kategori
Pjt = Panjang tansek.
Kondisi terumbu karang pada areal praktikum ditentukan memakai kriteria yang
diusulkan oleh Wilkinson et.al. (1992), dimana nilai persen tutupan karang batu sebagai
parameter penentu. Kategori kondisi terumbu karang dimaksud adalah sebagai berikut :
Sangat baik (excellent) dengan nilai persen tutupan karang batu 75,0100%;
Baik (good) dengan nilai persen tutupan karang batu 50,0 4,9%;
Kurang baik (fair) dengan nilai persen tutupan karang batu 25,049,9% dan
Buruk (poor) dengan nilai persen tutupan karang batu sebesar 0,024,9%.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. DESKRIPSI KOMPONEN PENYUSUN TERUMBU KARANG ZONA


RATAAN TERUMBU

3.1.1. Life Form Karang


Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks. Berkaitan
dengan pembentukan terumbu, karang terbagi atas dua kelompok yaitu karang yang membentuk
terumbu (karang hermatipik) dan karang yang tidak dapat membentuk terumbu (karang
ahermatipik). Kelompok pertama dalam prosesnya bersimbiosis dengan zooxanthellae dan
membutuhkan sinar matahari untuk membentuk bangunan dari kapur yang kemudian dikenal
reef building corals, sedangkan kelompok kedua tidak dapat membentuk bangunan kapur
sehingga dikenal dengan nonreef building corals yang secara normal hidupnya tidak tergantung
pada sinar matahari (Veron, 1986).
Pembentukan terumbu karang hermatipik dimulai adanya individu karang (polip) yang dapat
hidup berkelompok (koloni) ataupun menyendiri (soliter). Karang yang hidup berkoloni
membangun rangka kapur dengan berbagai bentuk, sedangkan karang yang hidup sendiri hanya
membangun satu bentuk rangka kapur. Gabungan beberapa bentuk rangka kapur tersebut disebut
terumbu. Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi
lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas
cahaya matahari, hydrodinamis (gelombang dan arus), ketersediaan bahan makanan, sedimen,
subareal exposure dan faktor genetik (Suharsono, 1996)
Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu terbagi atas karang Acropora dan non-
Acropora (English et.al., 1994). Perbedaan Acropora dengan non- Acropora terletak pada
struktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang disebut axial koralit dan radial koralit,
sedangkan non-Acropora hanya memiliki radial koralit.

Skeleton Acropora Skeleton non-Acropora

A. Bentuk Pertumbuhan Karang non-Acropora


1. Bentuk Bercabang (branching), memiliki cabang lebih panjang daripada diameter yang
dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas lereng terutama yang
terlindungi atau setengah terbuka. Bersifat banyak memberikan tempat perlindungan bagi ikan
dan invertebrata tertentu.
Contohnya pada genus Pocillopora dan Seriatopora
2. Bentuk Padat (massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa bentuk seperti bongkahan
batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu
karang dan bagian atas lereng terumbu.

Contohnya pada genus Porites dan Goniastrea


3. Bentuk Kerak (encrusting), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan yang kasar
dan keras serta berlubang-lubang kecil, banyak terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-
batu, terutama mendominasi sepanjang tepi lereng terumbu. Bersifat memberikan tempat
berlindung untuk hewan-hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang.

Contohnya pada genus Montipora


4. Bentuk lembaran (foliose), merupakan lembaranlembaran yang menonjol pada dasar terumbu,
berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar, terutama pada lereng terumbu dan
daerah-daerah yang terlindung. Bersifat memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain.
Contohnya pada genus Montipora
5. Bentuk Jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak
tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.

Contohnya pada genus Fungia


6. Bentuk submasif (submassive), bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau kolom-kolom
kecil

Contohnya pada genus Goniatsrea dan Echinopora


7. Karang api (Millepora), semua jenis karang api yang dapat dikenali dengan adanya warna
kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti terbakar bila disentuh
8. Karang biru (Heliopora), dapat dikenali dengan adanya warna biru pada rangkanya

(Nybakken, J.W, 1988)

B. Bentuk pertumbuhan Acropora sebagai berikut :


Acropora bentuk cabang (Branching Acropora), bentuk bercabang seperti ranting pohon.
1. Acropora meja (Tabulate Acropora), bentuk bercaban dengan arah mendatar dan rata seperti
meja. Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi
membentuk sudut atau datar.

2. Acropora merayap (Encursting Acropora), bentuk merayap, biasanya terjadi pada Acropora
yang belum sempurna.
3. Acropora Submasif (Submassive Acropora), percabangan bentuk gada/lempeng dan kokoh.

4. Acropora berjari (Digitate Acropora), bentuk percabangan rapat dengan cabang seperti jari-
jari tangan

(Supriharyono, 2000)

3.2. KONDISI DAN EKSISTENSI TERUMBU KARANG ZONA RATAAN TERUMBU


70
58.40
60

50

40
29.92
30

20
11.68
10

0
HARD CORAL Dead Scleractinia Abiotic
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa kelimpahan hard coral ( karang keras )
mencapai 58.4% dikarenakan faktor-faktor yang mempengaruhi terumbu karang
seperti dead scleractinia hanya mencapai 11.68% dan faktor abiotic hanya mencapai
29.92% dan memiliki persentasi yang rendah di bandingkan dengan karang keras
(hard coral) yang memiliki presentasi yang lebih tinggi dan mendominasi ekosistem.
Terumbu karang mendominasi ekosistem di karenakan mendapatkan suplai matahri
yang cukup disebakan karena faktor dead scleractinia dan faktor abiotic ( pasir,
sampah dll ) memiliki presentasi yang rendah.

Chart Title
140
120
100
80
60
40
20
0

3.3. Kesehatan Terumbu Koral

Nilai Indeks Mortalitas ( MI ) di perairan desa Eri adalah 0.285047. yang mana bila dilihat
nilai indeksnya mendekati nilai 0, berarti kondisi terumbu karang dikatakan memiliki rasio
kematian karang yang kecil atau tingkat kesehatan karang tinggi.
terumbu koral lokasi praktek di lokasi berada dalam lokasi kondisi sehat di karenakan selain
mempunyai dampak negatif dari sedimen dan pembuangan sampah , bila sedimen dengan
sampah yang mengalir dari daratan berada dalam volume yang kecil ( tetapi merusak bila
dalam volume yang besar ).

BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Dari praktikum yang sudah dilakukan kita dapat menyimpulkan beberapa hal, yaitu :

Dalam praktikum kali ini karang keras (Scleractinia) yang di temukan di Pulau Panjang
antara lain adalah jenis karang massive, karang branching, karang digitate dan karang
submassive. Karang keras yang paling banyak adalah jenis karang massive, karena
karang massive memiliki bentuk seperti bongkahan batu yang kokoh dan tahan akan
kondisi ekstrim.

Untuk identifikasi karang bisa dilihat dari bentuknya, seperti karang massive yang
memiliki bentuk seperti bongkahan batu. Karang branching memiliki cabang yang
panjang dan karang submassive yang memiliki tonjolan tonjolan atau kolom kolom
kecil. Beberapa karang massive memiliki coralite ceroid, meandroid dan phaceloid.

4.2. SARAN
Cintailah lingkungan dimana anda berada karena dengan mencintai maka ada kita juga
merasa memiliki.
DAFTAR PUSTAKA

Castro P & Huber ME. 2005. Marine Biology Ed ke-5. New York: Mc Graw Hill
International.Page 119-125.

Nybakken JW. 1986. Readings in marine ecology. Ed.2. Page.289-291

Anda mungkin juga menyukai