PENDAHULUAN
Salah satu usaha peningkatkan penampilan dari masing-masing sarana pelayanan seperti
rumah sakit adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan di semua unit pelayanan, baik pada
unit pelayanan medik, pelayanan penunjang medik ataupun pada unit pelayanan administrasi dan
manajemen melalui program jaminan mutu.
Sejalan dengan visi RSU Puri Raharja menjadi rumah sakit pilihan utama, maka
diperlukan peningkatan kualitas dan mutu pelayanan, sehingga rumah sakit mempunyai misi
memberikan pelayanan bermutu yang mengutamakan kenyamanan dan keselamatan pasien.
Mutu pelayanan rumah sakit merupakan derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat/konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar profesi dan standar pelayanan profesi dengan menggunakan potensi sumber daya
yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan
dan kemampuan pemerintah dan masyarakat sebagai konsumen serta mengutamakan
keselamatan pasien.
1
BAB II
LATAR BELAKANG
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dan keselamatan dimulai
oleh ahlli bedah Dr. E.A. Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr E.A. Codman dan beberapa
ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena seringnya terjadi
penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit tersebut terjadi karena kondisi yang tidak
memenuhi syarat di rumah sakit.Untuk itu perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang
segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan.Ini adalah upaya pertama yang berusaha
mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeon (ACS)
menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program standarisasi adalah upaya
pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan dan meningkatkan
keselamatan pasien sehingga banyak rumah sakit tertarik untuk ikut serta.Dengan
berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat
berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas agar dapat mencangkup
disiplin lain secara umum.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menetukan syarat minimal dan essensial
untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di rumah sakit, namun telah memacu rumah
sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai denga sumber daya yang
ada serta meningkatkan keselamatan pasien. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini maka
antara tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi sebanyak 6 (enam) kali, selanjutnya beberapa
tahun sekali diadakan revisi.
2
rumah sakityang tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi kesehatan
pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat menentukan utilisasi rumah
sakit karena hanya 9,3% biaya rumah sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979, JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus akreditasi,
suatu rumah sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu dan keselamatan pasien
yang dilaksanakan dengan baik.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi, namun
masalah itu tetap merupakan hal yang baru dengan konsep ysng masih agak kabur bagi
kebanyakan tenaga profesi kesehatan.Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar diterapkan
karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena itu kantor
regional WHO untuk Eropa pada tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk membantu negara-
negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan
system pelayanan kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya
meningkatkan mutu dan penyelenggaraan symposium di Utrecht, Negeri Belanda tentang
metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu
kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari
peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada
simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya
peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan
akreditasi rumah sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan metodologi
dari Amerika.Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu pelayanan dengan
bantuan konsultan ahli dari Belanda.
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan
Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas rumah sakit
pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum
telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian
berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar
3
baik menyangkut pelayanan, ketenagaan, saran dan prasarana untuk masing-masing kelas rumah
sakit.Disamping standar, departemen kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan dalam
rangka meningkatkan penampilan pelayanan rumah sakit.
Sejak tahun 1984, departemen kesehatan telah mengembangkan berbagai indicator untuk
mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) rumah sakit pemerintah kelas C dan
rumah sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional.Indikator ini setiap dua
tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah
dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiba rumah sakit, dan yang dievaluasi selain
kelas C juga kelas D dan kelas B serta rumah sakit swasta yang setara. Sedangkan evaluasi
penampilan tahun 1992, telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur kemampuan
pelayanan.Evaluasi penampilan rumah sakit ini merupakan langkah awal dari konsep Continuous
Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional dimana dalam monitor dan
evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan pada
penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang.
perbedaaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa rumah sakit telah mengadakan monitoring dan
evaluasi mutu pelayanan rumah sakitnya.Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah melakukan
kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit
Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya
membuat penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan penampilan kerja perawat.Rumah
Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi nosokomial sebagai salah
satu indikator mutu pelayanan.Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan upaya
penggunaan obat secara rasional.Rumah Sakit Islam Jakarta pernah mengguanakan pengendalian
mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle (QCC).Beberapa rumah
sakit lainnya juga telah mencoba menerapkan gugus kendali mutu, walaupun hasilnya belum ada
yang dilaporkan.
Sejalan dengan hal diatas, maka departemen kesehatan telah mengadakan pelatihan
peningkatan mutu pelayanan rumah sakit pada beberapa rumah sakit.Berdasarkan data diatas
dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas meskipun
dalam penerapannya sering ada perbedaan.
4
Sejalan dengan pemaparan diatas, agar upaya peningkatan mutu dan keselamtan pasien di
RSU Puri Raharja dapat berjalan seperti yang diharapkan maka perlu disusun pedoman upaya
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum puri Raharja.Buku pedoman
tersebut disusun sebagai acuan bagi pengelola RSU Puri Raharja dalam melaksanakan upaya
peningkatan mutu dan keselamtan pasien di Rumah Sakit Umum Puri Raharja.
5
BAB III
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Tercapainya peningkatan mutu pelayanan dan terjaminnya keselamatan pasien di RSU Puri
Raharja melalui:
6
BAB IV
Agar upaya penigkatan mutu dan keselamatan pasien dapat dilaksanakan secara efektif
dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang pengertian dan konsep dasar upaya
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSU Puri Raharja.
A. Definisi Mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan dibawah ini ada beberapa pengertian yang secara
sederhana tentang hakekat mutu.
2. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang selalu
dicurahkan pada pekerjaan
4. Mutu bersifat persepsi dan dipahami berbeda oleh orang yang berbeda namun
berimplikasi pada superioritas sesuatu hal
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen RSU Puri Raharja
d. Karyawan RSU Puri Raharja
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan Profesi
7
Setiap kepentingan yang disebut diatas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu.Karena itu mutu adalah multidimensional.
2. Dimensi Mutu
a. Keamanan (safety)
Rasa aman meliputi aman secara fisik dan psikis selama pengkonsumsian suatu
produk atau dalam memberikan pelayanan jasa, yaitu memperhatikan keamanan
pasien, memberikan keyakinan dan kepercayaaan kepada pasien.
b. Efektifitas (Effectivity)
Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas pelayanan kesehatan dan
petunjuk klinis sesuai standar yang ada.
c. Efisiensi (Efficiency)
Pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh efisiensi sumber daya pelayanan
kesehatan. Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal untuk
memaksimalkan pelayanan pasien dan masyarkat.
d. Ekuitas (equity)
Adalah pemerataan kesempatan mendapatkan pelayanan.
8
RSU Puri Raharja adalah suatu institusi pelayanan kesehaan yang kompleks,
padat pakar dan padat modal.Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di RSU Puri
Raharja menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta mencangkup berbagai tingkatan
maupun jenis disiplin.Agar RSU Puri Raharja mampu melaksanakan fungsi yang
demikian kompleks, harus memiliki sumber daya manusia yang professional baik di
bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan
mutu, RSU Puri Raharja harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan
mutu di semua tingkatan.
Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada alat ukur yang lain,
yaitu instrument mutu pelayanan RSU Puri Raharja yang menilai dan memecahkan
masalah pada hasil (output). Tanpa mengukur hasil kinerja RSU Puri Raharja tidak dapat
diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula.
Indikator RSU Puri Raharja yang disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja
mutu RSU Puri Raharja secara nyata.
D. Keselamatan Pasien
Adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi :assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya
dilakukan.
9
E. Peningkatan Mutu dan Keselamatan pasien
F. Clinical Pathway
Clinical Pathway (CP) adalah alat yang bermanfaat dalam upaya untuk
memastikan adanya integrasi dan koordinasi yang efektif dan efisien sesuai dengan
standar pelayanan medis maupun keperawatan dan penunjang lainnya, sesuai sumber
daya yang tersedia dan disusun berdasarkan 5 area prioritas.
Tujuan rumah sakit menetapkan panduan praktik klinis dan alur klinis adalah:
G. Indikator Klinis
Adalah suatu cara untuk menilai/ mengukur penampilan dan kegiatan pelayanan
klinis. Indikator klinis merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat
perubahan dalam pelayanan klinis di rumah sakit, terdiri dari 11 indikator area klinis
sesuai yang tercantum dalam standar PMKP 3.1. Indikator area klinis meliputi:
1 Assesmen pasien
2 Pelayanan laboratorium
3 Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging
10
4 Prosedur bedah
5 Penggunaan antibiotika dan obat lainnya
6 Kesalahan medikasi (medication error) dan kejadian nyaris cedera (KNC)
7 Penggunaan anestesi dan sedasi
8 Penggunaan darah dan produk darah
9 Ketersediaan, isi dan penggunaan rekam medis pasien
10 Pencegahan dan pengendalian infeksi, surveilans dan pelaporan
11 Riset klinis
H. Indikator Manajemen
Adalah suatu cara untuk mengukur penampilan dan kegiatan manajemen.
Indikator manajemen merupakan suatu variable yang digunakan untuk bisa melihat
perubahan dalam pelayanan manajemen di rumah sakit, terdiri dari 9 indikator area
manajemen, meliputi:
3 Manajemen resiko
8 Manajemen keuangan
11
3 Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
4 Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pada pasien
yang benar
Adalah suatu cara untuk menilai/ mengukur penampilan dan kegiatan pelayanan
klinis berdasarkan 10 indikator yang telah ditetapkan oleh JCI (Joint Comission
International) yaitu:
12
Sentinel event pada kasus keselamatan pasien meliputi: pasien meninggal tidak
alami, tidak karena penyakitnya dan hasil perawatan yang berbeda dari yang diharapkan
atau karena salah satu dibawah ini:
1 Tindakan dilakukan pada pasien yang salah atau tindakan pada bagian tubuh
yang salah
2 Bunuh diri
3 Peralatan medis dan non medis yang mencederai pasien
4 Benda tidak sengaja tertelan dan memerlukan tindakan operasi
5 Gas masuk ke pembuluh darah yang menyebabkan kematian atau kerusakan
saraf
6 Tranfusi darah: kesalahan memberikan tranfusi
7 Salah obat: kesalahan pemberian obat
8 Kematian karena melahirkan
9 Penculikan atau kesalahan menyerahkan bayi
Adalah suatu insiden akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission) ke pasien, tetapi pasien tidak cedera
Adalah kondisi/ situasi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi
insiden.
13
P. RCA (Root Cause Analysis) / Analisa Akar Masalah
Adalah suatu proses terstruktur untuk mengidentifikasi factor penyebab atau factor yang
berpengaruhterhadap terjadinya penyimpangan kinerja, termasuk KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan). Analisa Akar Masalah (RCA) dilaksanakan apabila ditemukan KTD yang berulang
yang berdampak terhadap kualitas pelayanan.Akar masalah sangat penting diketahui untuk
melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan secara efektif.
Q. Manajemen Resiko
Adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai dan menyususn prioritas risiko
dengan tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan dampaknya.Dalam hubunganya dengan
operasional rumah sakit, istilah manajemen resiko dikaitkan kepada aktivitas perlindungan diri
yang berarti mencegah acaman yang nyata atau berpotensi nyata terhadap kerugian keuangan
akibat kecelakaan, cedera atau malpraktik medis.
Adalah metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan
sebelum terjadi.hal ini didesain untuk meningkatkan keselamatan pasien. FMEA merupakan
proses proaktif, dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi dan diantisipasi sehingga dapat
meminimalkan dampak buruk dari kesalahan.
14
BAB V
KEBIJAKAN
Kebijakan dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSU Puri Raharja sesuai
dengan yang tertuang dalam Keputusan Direktur Nomor Tahun 2014 tentang kebijakan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, adalah sebagai berikut:
15
9 Analisis, validasi dan pelaporan data mutu dan keselamatan pasien
dilaksanakan secara sistematis, dengan cara;
16
pertemuan-pertemuan kecil di unit pelayanan, pertemuan karyawan,
pertemuan antar departemen pelayanan dan dalam setiap wawancara
dan penilaian kompetensi.
b. Publikasi data hasil kegiatan program peningkatan mutu dan
keselamtan pasien akan disampaikan ke seluruh unit pelayanan atau
melalui media cetak dan media social jika diperlukan.
c. manajemen rumah sakit memberi dukungan sumber daya (sumber
daya manusia dan teknologi informasi) untuk pelaksanaan peningkatan
mutu dan keselamtan pasien secara penuh dan selalu menjaga
kerahasiaan pasien dalam pengumpulan data klinis.
17
BAB VI
PENGORGANISASIAN
1. Struktur Organisasi
18
2. Uraian Tugas
a. Ketua Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien mempunyai tugas sebagai berikut:
19
15. Memfasilitasi kegiatan yang terkait dengan inovasi mutu baik dari internal
maupun eksternal
16. Melaksanakan pengumpulan dan analisis data terkait dengan pencapaian indikator
mutu dan keselamatan pasien;
17. melaksanakan kegiatan konsultasi terhadap seluruh unit kerja terkait dengan
pelaksanaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
b. Sekretaris Tim Mutu dan Keselamatan Pasien mempunyai tugas sebagai berikut;
20
UNIT PENJAMIN MUTU
n. Melakukan koordinasi dengan tim patient safety dan unit terkait dalam
pembuatan RCA dan FMEA;
21
r. Menghadiri rapat, pertemuan, workshop dan atau seminar terkait
pengembangan mutu klinik baik internal maupun eksternal.
l. Membuat rekapan dan laporan evaluasi tindak lanjut rekomendasi dari unit
terkait;
22
p. Menyusun panduan validasi data internal khusus indikator mutu klinik;
s. Melaksanakan analisis komparatif hasil validasi internal dengan data unit terkait;
23
10 Menyusun bahan rekomendasi terhadap pencapaian hasil pemantauan
indikator mutu manajemen;
12 Membuat rekapan dan laporan evaluasi tindak lanjut rekomendasi dari unit
terkait;
25 Membuat laporan kegiatan unit penjamin mutu secara umum, internal maupun
eksternal;
24
UNIT KESELAMATAN PASIEN
B. Koordinator Investigasi:
C. Koordinator Pelaporan:
1 Menerima dan mencatat seluruh data kejadian/ insiden yang dilaporkan oleh
unit;
25
3 Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program
keselamtan pasien terkait dengan investigasi;
D. Koordinator Diklat:
26
informasi lain berdasarkan rancangan praktik klinik, serta sesuai dengan
praktik bisnis yang sehat dan relevan dengan informasi terkini;
6 Melakukan evaluasi terhadap KNC dan proses resiko tinggi lainnya yang
dapat berubah dan berakibat terjadinya sentinel;
B. Koordinator Resiko
B. Tata Hubungan Kerja Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
1. Tata Hubungan Kerja
Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSU Puri Raharja dilaksanakan oleh
beberapa Tim/Komite/Unit yang berada langsung dibawah direktur. Proses pengumpulan
data dilaksanakan oleh penanggung jawab di masing-masing unit/instalasi dan proses
pelaporan dikoordinasikan oleh tim PMKP yang terdiri dari Unit Penjaminan Mutu (TIM
PMKP) dan Unit Keselamatan Pasien Rumah Sakit (UKPRS). Struktur organisasi dan
tata hubungan kerja tim PMKP dengan Tim/Komite/Unit terkait dapat digambarkan
Sebagai berikut.
27
Penanggung Jawab Pengumpul Data (PJ)
28
2. Uraian Hubungan Kerja
a. Direktur
- Diberikan laporan secara berkala terkait program PMKP oleh Tim
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
- Membuat rekomendasi yang dibutuhkan sesuai dengan laporan yang
diberikan
b. Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
- Memformulasikan PMKP untuk seluruh rumah sakit sesuai dengan
referensi dari standar akreditasi dan mengimplementasikannyasetelah
mendapat persetujuan dari direktur
- Melakukan persiapan proses akreditasi serta mempertahankan standar
tersebut apabila telah sukses diraih untuk kepentingan survey berikutnya
- Melakukan koordinasi dengan Tim/Komite/Unit terkait program PMKP
dalam hal pengumpulan data mutu dan keselamtan pasien serta
pelaporannya
- Melakukan follow up terhadap kasus-kasus terkait keselamatan pasien
dan kejadian yang tidak diharapkan, mengumpulkan data untuk
melakukan analisa serta melaporkan kepada direktur dan dewan
pengawas untuk selanjutnya dapat dilakukan diskusi yang mendalam
serta merumuskan rekomendasi untuk perbaikan
- Memantau dan mengevaluasi program PMKP yang dilakukan disetiap
bagian/ unit
c. Unit Keselamatan Pasien Rumah Sakit (UKPRS)
- Melakukan koordinasi dalam pemantauan indikator keselamtan pasien
dan indikator kejadian tidak diharapkan
- Melakukan pencatatan dan pelaporan kejadian nyaris cedera dan kejadian
sentinel serta melakukan RCA
- Bertanggung jawab dalam pengumpulan data, analisa dan evaluasi data
keselamtan pasien erta melaporkan secara berkala ke tim PMKP
d. Unit Penjamin Mutu (Tim PMKP)
- Melakukan koordinasi dalam pemantauan indikator area klinik, indikator
area manajemen
- Bertanggung jawab dalam pengumpulan data, analisa dan evaluasi data
keselamtan pasien serta melaporkan secara berkala ke tim PMKP
e. Tim Manajemen resiko
- Melakukan koordinasi dalam pemantauan resiko di seluruh unit/ bagian
- Menetapkan dan menganalisis semua resiko di seluruh area rumah sakit
- Melaksanakan FMEA
- Bertanggung jawab dalam pengumpulan data, analisa dan evaluasi data
serta melaporkan secara berkala ke tim PMKP
f. Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
- Melakukan koordinasi dalam pemantauan Healthcare Associated
Infection (HAIs)
- Bertanggung jawab dalam pengumpulan data, analisa dan evaluasi data
serta melaporkan secara berkala ke tim PMKP
g. Tim Penilaian Kinerja
- Melakukan penilaian dan evaluasi kinerja rumah sakit, kinerja unit kerja,
kinerja pimpinan rumah sakit, kinerja tenaga professional serta kinerja
staf
29
- Bertanggung jawab dalam proses monitoring dan evaluasi data hasil
penilaian kinerja yang berkoordinasi dengan tim PMKP serta melaporkan
secara berkala ke tim PMKP
h. Tim Pelaksana Kerjasama
- Melakukan identifiksasi dan melaksanakan kerjasama atau perjanjian
lainnya di RSU Puri Raharja
- Bertanggung jawab dalam proses monitoring dan evaluasi data hasil
penilaian kinerja yang berkoordinasi dengan tim PMKP serta melaporkan
secara berkala ke tim PMKP
i. Komite Medik
- Melaksanakan koordinasi dalam kegiatan audit medik dan pelaksanaan
clinical pathway
- Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program mutu komite
medik
- Bertanggung jawab terhadap pengumpulan data, analisa dan evaluasi
hasil audit medik serta melaporkn secara berkala ke tim PMKP
j. Komite keperawatan
- Melaksanakan koordinasi dalam kegiatan audit keperawatan
- Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program mutu komite
keperawatan
- Bertanggung jawab terhadap pengumpulan data analisis dan evaluasi data
serta melaporkan secara berkala ke tim PMKP
k. Komite K3RS
- Melaksanakan koordinasi dalam pelaksanaan program mutu terkait K3RS
- Bertanggung jawab dalam proses monitoring dan evaluasi kegiatan K3RS
serta melaporkan secara berkala ke tim PMKP
l. Komite Etik dan Hukum
- Melaksanakan koordinasi dalam kegiatan audit etik
- Bertanggung jawab terhadap pengumpulan data, analisa dan evaluasi
hasil audit medik serta melaporkn secara berkala ke tim PMKP
m. Penanggung Jawab (PJ) Pengumpul Data
- Mengawasi dan memantau perkembangan pelaksanaan program mutu
dan melaporkannya ke tim PMKP
- Melakukan koordinasi pelaksanaan program PMKP serta tim pelaksana
yang ada di bagian tersebut
- Bertanggung jawab dalam mengumpulkan, mentabulasi, serta
menganalisa data di bagian/unitnya masing-masing serta melaporkan
secara berkala ke tim PMKP
30
BAB VII
KEGIATAN
31
Dokter DPJP bertanggung jawab untuk mempersiapkan dan melengkapi format
clinical pathway sesuai dengan area klinik dan kasus yang telah ditentukan. Format yang telah
terisi didokumentasikan dalam rekam medis. Komite medic bertanggung jawab atas
monitoring, audir dan review penyelenggaraan clinical pathway dan melaporkan kepada
direktur RSU Puri Raharja melalui direktur medis dan keperawatan. Pelaporan dilaksanakan
setiap tahun dan ditembuskan kepada tim PMKP.
D. Manajemen Resiko
Kegiatan manajemen resiko dilaksanakan oleh tim manajemen risiko untuk
mengidentifikasi, menilai dan menyusun prioritas resiko, meliputi:
1. Risiko yang berhubungan dengan pasien (patient care-related risks)
2. Risiko yang berhubungan dengan tenaga kesehatan (Medical staff-related risks)
3. Risiko yang berhubungan dengan karyawan (Employee-related risks)
4. Risiko yang berhubungan dengan sarana dan prasarana (property-related risks)
5. Risiko keuangan (financial risks)
6. Risiko-risiko lain (other risks)
Hasil identifikasi risiko-risiko tersebut kemudian dilakukan analisis oleh tim
manajemen resiko untuk dilakukan evaluasi. Evaluasi risiko dilakukan berdasarkan
kriteriayang telah ditentukan. Tingkat risiko atau kejadian yang ditemukan saat analisis
menjadi acuan untuk menetapkan prioritas resiko dan pelaksanaan kegiatan RCA atau FMEA.
Monitoring dan evaluasi program manajemen resiko dilaksanakan oleh Tim PMKP
berkoordinasi dengan tim PMKP dan KPRS. Laporan program ditujukan kepada direktur
RSU Puri Raharja ditembuskan kepada tim PMKP.
E. Penilaian Kinerja
Tim penilaian kinerja bertanggung jawab dalam menilai kinerja di lingkungan RSU
Puri Raharja mulai jenjang staf, tenaga professional, pimpinan rumah sakit, unit kerja sampai
penilaian kinerja rumah sakit. Monitoring dan evaluasi penilaian kinerja dilaksanakan dengan
berkoordinasi dengan tim PMKP. Pelaporan hasil penilaian kinerja disampaikan kepada
direktur RSU Puri Raharja ditembuskan kepada tim PMKP
F. Evaluasi Kerjasama dan Perjanjian lainnya
Evaluasi kerjasama dan perjanjian lainnya merupakan bagian dari kegiatan tim
pelaksana kerjasama. Kegiatan tersebut meliputi proses identifikasi, pelaksanaan kerjasama
sampai proses monitoring dan evaluasi pelaksanaan kerjasama dengan berkoordinasi dengan
tim PMKP. Pelaporan hasil evaluasi kerjasama ditujukan kepada direktur RSU Puri Raharja
ditembuskan kepada tim PMKP
32
Program PMKP di unit kerja dibuat berdasarkan indikator mutu dan
keselamtan pasien di unit kerja tersebut. Program mencangkup proses identifikasi
indikator, melakukan prioritas indikator, pengumpulan data , analisis data dan
pelaporan hasil, serta metode perbaikan mutu dengan pendekatan PDCA. Program
PMKP di masing-masing unit kerja sebagai dasar menentukan indikator rumah sakit
dalam program PMKP RSU Puri Raharja. Pelaporan program ditujukan kepada
direktur RSU Puri Raharja berkoordinasi dengan tim PMKP dan ditembuskan kepada
tim PMKP.
I. Program Mutu Spesifik Lainnya
Program mutu spesifik adalah program mutu terkait dengan PMKP yang
dibuat dan dilaksanakan oleh unit tersebut. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan oleh
tim PMKP berkoordinasi dengan tim PMKP dan dilaporkan kepada direktur RSU Puri
Raharja berkoordinasi dengan tim PMKP. Program mutu spesifik yang dilakukan
monitoring adalah sebagai berikut:
a. Pemantauan mutu internal dan eksternal di instalasi laboratorium
b. Pengembangan Manajemen klinik (PMK) di bidang keperawatan
c. Model praktek keperawatan professional (MPKP) di bidang keperawatan
d. Pemantauan Healthcare Associated Infections (HAIs) do komite PPI
e. Morning report di komite medik
f. Audir medik di komite medik
g. Audit Keperawatan di komite keperawatan
33
BAB VIII
METODE
A. Konsep PDCA
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan upaya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien di RSU Puri Raharja adalah metode pengendalian dengan siklus PDCA. Pengendalian
adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk menjamin tercapainya
sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang diproduksi.
Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan
proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan yang dilakukan oleh setiap orang dari
setiap bagian di RSU Puri Raharja.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus
pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus Plan-Do-Check-Action (P-D-C-A)=
Relaksasi (rencanakan- laksanakan-periksa-aksi). Pola P-D-C-A ini dikenal sebagai siklus
Shewart, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewart beberapa puluh tahun yang
lalu. Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebut
siklus Deming. Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya
dan memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat yang
bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus (continous improvement) tanpa
berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses
perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus-menerus tanpa berhenti tetapi
meningkat ke keadaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti
tampak pada gambar 1.
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan
pencarian sebab-sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada
fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektifitas dan
pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu,
untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan
perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan
berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship between Control and Improvement under P-D-C-A
Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A
hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat
dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 3.
34
Peningkatan
Pemecahan masalah
dan peningkatan
Standar
Pemecahan
Standar masalah
Action
Plan
Check Do
35
Proses PDCA
1. Langkah 1 : Menentukan tujuan dan sasaran Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh kepala RS atau kepala divisi.
Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula
diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan.
Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan
dan tujuan, semakin rinci informasi.
2. Langkah 2 : Menentukan metode dan mencapai tuuan plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai
tanpa diserta metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus
rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk
menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan
perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti
oleh semua karyawan.
3. Langkah 3 : Menyelenggarakan pendidikan dan latihan Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar
dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan
untuk memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
4. Langkah 4 : Melaksanakan pekerjaan do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi
dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah.
Oleh karena itu, keterampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal
dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena
ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.
5. Langkah 5 : Memeriksa akibat pelaksanaan Check
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan
baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
dan mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang
harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa peeriksaan itu dilakukan.
Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan
penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan
harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk
mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan
pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
6. Mengambil tindakan yang tepat Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya penyimpangan harus
ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi
penyimpangannya. Menyingkirkan factor-faktor penyebab yang telah mengakibatkab
penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas
pelayanan.
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan system yang
efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan
yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua
proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan
diperlukan kesungguhan (sincerity), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang
semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat
36
semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang
dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak
seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualita pelayanan mencangkup
semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung
jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam
pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya
terhadap output, tetapi terhadap hasil semua proses. Proses pelayanan akan
menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika
terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap
tahapan proses dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok
karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan
kualitas hasil kerja dari kelompok sebagai mata rantai dari suatu proses.
37
BAB IX
A. Pencatatan
1. Pencatatan hasil pemantauan indikator mutu di semua unit kerja dipantau oleh
masing-masing penanggung jawab unit dengan menggunakan form pengumpulan
data yang telah disediakan.
2. Setiap awal bulan, apabila target belum tercapai, maka unit terkait akan mengisi form
PDCA untuk dilakukan analisis dan unit penjamin mutumelakukan verifikasi hasil
analisis PDCA tersebut.
3. Untuk target indikator mutu yang sudah tercapai sesuai waktu pantau (6 bulan), maka
tim penjaminan mutu wajib mengusulkan ke unit kerja terkait untuk melakukan
evaluasi target indikator mutunya untuk ditingkatkan, agar sesuai dengan konsep
continuous improvement di manajemen mutu.
B. Pelaporan
1. Data indikator mutu rumah sakit yang dikumpulkan oleh penanggung jawab
pengumpul data di masing-masing unit kemudian disetorkan ke tim PMKP paling
lambat tanggal 10 setiap bulannya. Tim PMKP melakukan analisis data untuk
kemudian dilaporkan kepada direktur rumah sakit dan dilanjutkan kepada pemilik
rumah sakit
2. Data indikator mutu dan feedback analisisnya
Pelaporan data ditujukan ke unit penjaminan mutu untuk dilakukan validasi
dan analisis data, selanjutnya disampaikan kepada direktur RSU Puri Raharja
dilanjukan pelaporan kepada pemilik rumah sakit (pemegang saham).
Hasil rekomendasi dan tindak lanjut laporan tersebut ditembuskan ke masing-
masing unit kerja terkait.
3. Insiden Keselamatan Pasien dan Feedback Hasil Laporannya
Pelaporan data insiden keselamtan pasien dari unit kerja ditujukan ke komite
keselamatan pasien kemudian dilakukan evaluasi dan analisa internal, selanjutnya
disiapkan untuk pembahasan kasus di tingkat manajemen. Hasil tersebut disampaikan
kepada direktur RSU Puri Raharja dilanjutkan pelaporannya kepada KKPRS Pusat.
Hasil rekomendasi dan tindak lanjut insiden report ditembuskan kemasing-
masing unit kerja terkait.
4. Evaluasi kerjasama dan Feedback-nya
Pelaporan hasil evaluasi kerjasama atau perjanjian lainnya dikoordinasikan
oleh tim pelaksana kerjasama dengan tim PMKP, ditujukan kepads direktur RSU Puri
Raharja.
Hasil rekomendasi dan tindak lanjut evaluasi tersebut ditembuskan ke
masing-masing unit kerja terkait.
38
BAB X
Evaluasi dilakukan setiap bulan oleh manajer pelayanan disampaikan kepada direktur RSU
Puri Raharja dan dilaporkan ke unit penjamin mutu, untuk selanjutnya dilaporkan kepada direksi
melalui rapat setiap bulan, triwulan dan tahunan
Evaluasi pemantauan intern dari hasil pemantauan indikator mutu, serta kegiatan untuk
akreditasi yang dilakukan setiap bulan sekali dilakukan oleh direktur RSU Puri Raharja dengan
berkoordinasi dengan unit penjamin mutu.
39
BAB XI
PENUTUP
Pedoman peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) merupakan hal-hal pokok
menjadi dasar pegangan dan petunjuk untuk melaksanakan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien yang merupakan kegiatan yang berjalan secara berkesinambungan dan
berkelanjutan.
Buku pedoman peningkatan mutu dan keselamatan pasien akan di-review secara berkala
paling lambat 3 tahun sekali. Terima kasih
40