1
II LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Tn H
Umur : 46 th
Alamat : Jl H Hasan
Pendidikan : D3 Perhotelan
Agama : Islam
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan istri pasien pada
tanggal 6 Desember 2016
1. Keluhan Utama :
Perut terasa begah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
2. Keluhan tambahan :
Sesak nafas
2
diajak bicara. Buang air kecil dalam batas normal. Buang air besar dalam batas
normal, tidak ada BAB cair maupun hitam. Oleh karena itu pasien dibawa ke IGD
RSUD Pasar Rebo untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
6. Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah mengkonsumsi Lansoprazole, Vit.K, Propanolol dan Spironolakton
100mg.
Pasien menyangkal minum obat herbal
Tidak ada alergi obat/makanan
7. Riwayat Kebiasaan :
Pasien pernah bekerja sebagai Bartender di salah satu hotel di Jakarta. Namun
sekarang pasien sudah pensiun.
Pasien merokok, dalam sehari 1-2 batang, namun sudah berhenti sejak
terdiagnosis hepatitis B.
Pasien tidak memiliki tatto
Pasien minum alkohol saat bekerja 1 gelas untuk mencicipi namun tidak setiap
hari
3
Riwayat hubungan seks sulit ditanyakan karena istri pasien yang mendampingi
dan kurangnya privasi saat anamnesis.
C. STATUS GENERALIS
Tanggal 06 Desember 2016
1) Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Tekanan Darah : 120/80 mmHg
4) Nadi : 86 kali/menit
5) Suhu : 36,2o C
6) Pernafasan : 21 kali/menit
7) Gizi
a. BB : 54 kg
b. TB : 166 cm
c. c. IMT : 19,6 kg/m2 (normal resiko underweight)
D. ASPEK KEJIWAAN
1) Tingkah Laku : Dalam batas normal
2) Pola Pikir : Dalam batas normal
3) Kecerdasan : Dalam batas normal
E. PEMERIKSAAN FISIK
Kulit
Kepala : Normocephal
4
Mata : Konjungtiva anemis (-) Sklera ikterik (+)
Telinga : Normotia, tidak ada sekret
Leher
1) JVP : Tidak dilakukan
2) Trakea : Tidak deviasi
3) Kelenjar tiroid : Tidak membesar
4) Kelenjar Limfe : Tidak membesar
Paru-paru
1) Inspeksi : Dada simetris kanan-kiri, pergerakan nafas simetris
2) Palpasi : Simetris kanan dan kiri pada fremitus taktil dan vokal
3) Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
4) Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronchi basah kasar (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
1) Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
2) Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, tidak ada vibrasi
3) Perkusi : Tidak dilakukan
4) Auskultasi : BJ I/II normal regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
1) Inspeksi : Sikatrik (-), masa (-), spider nevus (+) dikuadran 3 Cembung, simetris.
2) Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrik (+), hati dan lien teraba, Undulasi (+). s
3) Perkusi : Redup di kuadran kanan atas dan kiri atas, timpani di Kuadran kanan bawah
dan kiri bawah. Shifting dulness (+)
4) Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstrimitas
1. Motorik : 5555 | 5555
2. Sensorik : Tidak ada defisit sensoris
3. Refleks Fisiologis : Tidak ada kelainan pada refleks fisiologis
4. Refleks Patologis : Babinski (-) Hoffman tromner (-)
5
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap dan serologi (20/11/2016)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin L 11.4 g/dl 13.2 17.3
Hematokrit L 31 % 40 52
Eritrosit L 3.3 Juta/dl 4.4 5.9
Leukosit 7.57 10^3/L 3.80 10.60
Trombosit L 144 Ribu/ L 150 440
Hitung jenis
Basofil 0 % 01
Eosinofil 2 % 13
Neutrofil batang L0 % 35
Neutrofil Segmen H 75 % 50 70
Limfosit L 10 % 25 40
Monosit 8 % 28
LUO H5 % <4
Kimia Klinik
SGOT (AST) 42 U/L 0-50
SGPT (ALT) 49 U/L 0-50
Ureum Darah H 65 mg/dl 20-40
Kreatinin darah 1.20 mg/dl 0.17-1.50
eGFR 69.3 mL/min/1.73 m^2
Glukosa Darah H 288 mg/dl < 200
Sewaktu
Gas darah + Elektrolit
Natrium (Na) L 126 mmol/L 135-147
Kalium (K) 3.7 mmol/L 3.5-5.0
Klorida (Cl) L 95 mmol/L 98-108
Hemostasis (21/11/2016)
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Masa protrombin
PT pasien 10.4 detik 10.1-11.9
PT kontrol 10.9 detik
INR (CS-1600) 0.95
APTT
APTT Pasien (CS- 38.6 detik 27.7-40.2
1600)
APTT Kontrol (CS- 38.8 detik
1600)
6
Pemeriksaan Nilai Rujukan
Albumin L 2.24 3.4-4.8 g/dL
Gas darah + Elektrolit
Natrium (Na) L 134 mmol/L 135-147
Kalium (K) 3.8 mmol/L 3.5-5.0
Klorida (Cl) H 95 mmol/L 98-108
Hematologi/Serologi 1 (02/01/2013)
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
HbsAg Reaktif > 1000 Non reaktif 0.99, retest zone 1.00-
50.00. reactive > 51
ANTI HCV TOTAL Non reaktif Non reactive < 0.80, Equivocal
0.80-1.00 reactive > 1.10
7
Neutrofil Segmen 66 % 50 70
Limfosit L 21 % 25 40
Monosit H9 % 28
Kimia Klinik
Bilirubin total H 5.80 mg/dl 0.1-1.0
Bilirubin direk H 2.46 mg/dl 0.0-0.2
Bilirubin indirek 3.34 mg/dl
SGOT (AST) H 52 /L 0-50
SGPT (ALT) 45 /L 0-50
Ureum Darah 29 mg/dl 20-40
Glukosa Darah H 288 mg/dl < 200
Sewaktu
Kimia klinik (13/09/2016)
Albumin L 2.43 g/dl 3.40-4.80
Gas darah + Elektrolit
Natrium (Na) 140 mmol/L 135-147
Kalium (K) 3.6 mmol/L 3.5-5.0
Klorida (Cl) 104 mmol/L 98-108
8
Neutrofil Segmen H 74 % 50 70
Limfosit L 16 % 25 40
Monosit H9 % 28
Kimia Klinik
SGOT (AST) H 57 /L 0-50
SGPT (ALT) 39 /L 0-50
Ureum Darah H 47 mg/dl 20-40
Kreatinin darah 1.15 mg/dl 0.17-1.50
eGFR 72.8 mL/min/1.73 m^2
Glukosa Darah 178 mg/dl < 200
Sewaktu
Gas darah + Elektrolit
pH 7.378 7.370-7.400
PCO2 L 12.4 mmHg 33.0-44.0
PO2 83.3 mmol/L 71.0-104.0
HCO3- L 7.1 mmol/L 22.0-29.0
HCO3 standart 10.2 mmol/L
TCB2 LL 7 mmol/L 19-24
BE ECF L -17.6 mmol/L
BE (B) L -18.00 mmol/L -2 - +3
Saturasi O2 97.90 % 94.00-98.00
Natrium (Na) 139 mmol/L 135-147
Kalium (K) 3.6 mmol/L 3.5-5.0
Klorida (Cl) 104 mmol/L 98-108
9
USG Abdomen
o 17 September 2016
Gastroskopi
10
Pasien memiliki riwayat Hepatitis B dengan hematemesis dan melena yang didiagnosa
sejak tahun 2012. Menurut hasil USG pada tahun 2012, pasien mengalami chirrosis
hepatis dan telah dilakukan ligasi varises esofagus di RSUPN DR. Ciptomangunkusumo
sebanyak 12 kali. Pasien rutin kontrol di RSCM namun sejak tahun 2015 pasien berhenti
kontrol ke RS. Pasien juga memiliki riwayat ensefalopati hepatikum pada tanggal 2
november 2016. Riwayat merokok (+) tatto (-) konsumsi alkohol (+)
Pemeriksaan fisik sklera ikterik (+), kulit ikterik (+), spider nevus (+) di perut kuadran
kanan bawah, perut membesar, NTE (+), undulasi (+).
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan gangguan hemodinamik pada
pasien dengan hasil penurunan Hb dengan hasil 11.4 g/dL dari nilai normalnya (13.2
17.3) penurunan hematokrit dengan hasil 31% dari nilai normalnya (40 52) penurunan
jumlah eritrosit dengan hasil 3.3 juta/dL dengan nilai normlanya (4.4 5.9 juta/dL)
Penurunan kadar trombosit dengan hasil 144 ribu/ L dengan nilai normalnya (150 440
Ribu/ L)
Ditemukan gangguan fungsi hati yang ditandai dengan peningkatan enzim hati
(SGPT) diatas nilai normal yaitu 58, selain itu terdapat penurunan kadar albumin darah
sebesar 2.24 mg/dL dari kadar normalnya. Terdapat peningkatan kadar bilirubin total 3x
lipat (3.71 mg/dL) dari kadar normalnya yaitu (0.1-1.0 mg/dL) dan peningkatan kadar
bilirubin direk (1.58 mg/dL) dari kadar normlanya (0-0.2 mg/dL)
Terdapat ketidakseimbangan kadar elektrolit pada pasien yang ditandai dengan
adanya hiponatremi (126) dan hiperkloremia (95). Pada tahun 2013 dilakukan tes HbsAg
dan anti HCV dan hasilnya darah pasien reaktif terhadap Hepatitis B namun non reaktif
terhadap anti hepatitis C. Menurut pemeriksaan USG abdomen pasien menunjukan
gambaran Asites massif intraabdominal, gambaran kronis hepar, spenomegali
dibandingkan dengan gambaran USG abdomen pada tahun 2013 yang menunjukan hasil
Cirrhosis Hepatis, ascites, hidronephrosis & glomerulonefritis dextra. Hasil dari
pemeriksaan gastroskopi didapatkan varises esofagus grade II dengan bile refluks
H. PERMASALAHAN
a. Perut terasa semakin membesar 4 hari SMRS, dan begah sejak 1 hari
SMRS, sesak nafas (+) Undulasi (+) shifitng dulness (+) kadar albumin
Asites
b. Riwayat Hepatitis B (+) kronik sejak tahun 2012, Sklera ikterik, kulit ikterik
lab : kadar bilirubin total dan direk, SGPT Hepatitis B
11
c. Penurunan eritrosit, trombosit, dan hematokrit. Pemeriksaan fisik :
Organomegali, Pemeriksaan USG abdomen terdapat gambaran asites, kronis
hepar, splenomegali sirosis hepatis
d. Pemeriksaan endoskopi Varises Esofagus grade II dengan bile refluks dan
duodenitis
I. DIAGNOSIS
Ascites et causa Sirosis hepatis + Hepatitis B kronik dan varises esofagus
DIAGNOSA BANDING :
Gagal hati akut, Hepatitis alkoholik, adenoma hepatoselular
J. PEMERIKSAAN ANJURAN
Ro Thorax Sesak
Cek Hematologi lengkap dan elektrolit berkala
K. TATA LAKSANA
IGD :
- O2 2 ppn dengan nasal canul
- IUFD Nacl 3% /24 jam
- Inj Lasix 2x1 Amp
- Inj Ozid 1x40 mg IV
Ruangan perawatan :
- Pasang Kateter folley (memonitor output cairan)
- Pasang NGT ( Tekanan intra abdomen)
- Tirah Baring
- Diet NT DL II DH II RG III 1800 kal (bertahap)
- Spironolactone 2x1
- Urdahex 3x1
- Biocurlive 3x1
- VIP Ambumin 3x1
- Lasix 1x1
- Omeprazole 1x1
- Cefoperazone 2x2gr
- PCT Drip 3x1
L. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Functionam : Dubia ad malam
12
Ad sanationam : Dubia ad malam
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Sirosis adalah pembentukan jaringan parut pada hati yang disebabkan oleh kerusakan hati
jangka panjang. Jaringan parut yang terbentuk menggantikan jaringan hati yang sehat dan
menghambat hati untuk melakukan fungsi fisiologisnya. Jaringan parut menghambat
aliran darah menuju ke hati dan memperlambat hati untuk memproses nutrien, hormon,
obat dan toxin alami. Hal ini juga memperlambat produksi protein dan zat lainnya yang
dibentuk di hati. Kerusakan yang disebabkan oleh sirosis tidak dapat dikembalikan dan
dapat meluas sehingga hati berhenti berfungsi, keadaan ini disebut juga gagal hati. Sirosis
dapat menjadi fatal bila terjadi kegagalan hati, namun biasanya dibutuhkan waktu hingga
hitungan tahun untuk mencapai kondisi ini1,2
13
2.2 EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di
amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Sirosis adalah penyebab kematian
tertinggi ke 12 di Amerika terdapat 29.165 kematian pada tahun 2007, dengan rasio
mortalitas 9.7 per 100.000 penduduk. Belum ada data prevalensi sirosis hati di Indonesia,
dari data yang dihimpun dari pusat pendidikan di Indonesia di RRS Sardjito Yogyakarta
misalnya, jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat dalam waktu
1 tahun (2004). Di medan, dalam kurun waktu 4 tahun terdapat 819 (4%) pasien dari
seluruh pasien di bagian penyakit dalam3,4
2.3 ETIOLOGI
Di negara barat penyebab tersering dari sirosis hati adalah alkoholik sedangkan di
Indonesia penyebab terserignnya adalah infeksi virus hepatitis B maupun C. Infeksi virus
hepatitis B menyebabkan sirosis hepatis sebesar 40-50% dan 30-40% oleh infeksi virus
hepatitis C, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok
bukan B dan C. Penyebab lainnya tersaji dalam tabel berikut3 :
Penyakit infeksi Penyakit keturunan Obat dan toksin Penyebab lain atau
dan metabolik tidak terbukti
14
Defisiensi -1
antitripsin
2.4 PATOGENESIS
Fibrosis digambarkan sebagai enkapsulasi atau pergantian jaringan yang rusak oleh
jaringan parut kolagen. Fibrosis hati dihasilkan dari respon proses penyembuhan luka yang
normal yang menghasilkan keberlajutan fibrogenesis abnormal (produksi dan penyimpanan
jaringan penyambung). Fibrosis berkembang di tingkat yang bervariasi tertantung dari
penyebab dari Penyakit hati, lingkungan dan faktor host. Sirosis adalah tingkat akhir dari
fibrosis yang diikuti oleh distorsi dari vaskularisasi hepar. Hal ini menyebabkan shunting dari
pembulu darah portal dan suplai pembulu darah arteri yang mengarah langsung ke pembulu
darah sentral (vena) di hepar. Menghambat pertukaran antara sinusoid hepar dan struktur
parenkim hati yang berdekatan (hepatosit). Sinusoid hepar dibatasi oleh lapisan tipis
endothelia yang terletak pada lapisan tipis jaringan ikat permeable (celah disse) yang berisi
sel-sel hepatik stelata dan beberapa sel mononuklear. Sisi lain dari celah disse dibatasi oleh
hepatosit yang melaksanakan sebgaian besar fungsi hati. Pada sirosis, celah disse diisi oleh
jaringan parut dan lapisan tipis permeable yang aada hilang, proses ini disebut kapilarisasi
sinusoidal.
Secara histologis, sirosis ditandai dengan oleh munculnya septa fibrosik tervaskularisasi
yang menghubungkan jalur porta dengan satu sama lain dengan vena setralis Menuju pulau-
pulau hepatosit yang dikelilingi oleh septa fibrotik dan tanpa vena sentralis, seperti yang
terlihat pada gambar dibawah ini
15
(Gambar 2.1)
Konsekuensi klinis utama dari sirosis adalah gangguan fungsi hepatosit hepar,
peningkatan resistensi intrahepatik (Hipertensi portal) dan perkembangan menjadi kanker
hepatoselular. (HCC). Gangguan sirkulasi umum pada sirosis (vasodilatasi sphlankikus,
vasokonstriksi dan hipoperfusi ginjal, retensi air dan garam, peningkatan cardiac output erat
hubungannya dengan perubahan vaskular hepar dan hipertensi porta.sirosis dan gangguan
lain yang berhubungan dengan distorsi vaskular diduga merupakan fenomena yang
irreversible namun data terbaru menunjukan bahwa regresi sirosis atau perubahan reversible
mungkin terjadi.
2.5 KLASIFIKASI
A. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
16
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular besar nodulnya
sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi
makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular
sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,
mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada
daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini
ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini
Biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.6
17
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan,
gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi.
Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi,
epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,
hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi,
bingung, agitasi, sampai koma.
Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu kegagalan
fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis ini pada
penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut.4
Gejala dan tanda dari kelainan fundamental ini dapat dilihat di tabel berikut
Gejala Kegagalan Fungsi Hati Gejala Hipertensi Porta
Ikterus Varises esophagus/cardia
Spider naevi Splenomegali
Ginekomastisia Pelebaran vena kolateral
Hipoalbumin Ascites
Kerontokan bulu ketiak Hemoroid
Ascites Caput medusa
Eritema palmaris
White nail
Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada jaringan
parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati sehingga
mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil
peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem
porta.
Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik.
Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara
dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif
vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos.
Tonus vaskular intra hepatik diatur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II,
18
leukotrin dan trombioksan A) dan diperparah oleh penurunan produksi vasodilator
(seperti nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik
disebabkan juga oleh ketidakseimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang
merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri
splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi porta ditandai dengan peningkatan cardiac
output dan penurunan resistensi vaskular sistemik.
19
feniminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase
menopause.
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada
alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati
teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali sering ditemukan terutama pada
sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien
karena hipertensi porta.
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau
napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat
pintasan porto sistemik yang berat.
Ikterus-pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin
kurang dari 2-3mg/dl tidak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh.
Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari telapak
tangan3.
Tanda Penyebab
Spider angioma atau spider nevi Estradiol meningkat
Palmar erytema Gangguan metabolism hormone seks
Perubahan kuku: Hipoalbuminemia
Muehrches lines Hipoalbuminemia
Terrys nails Hipertensi portopulmonal
Clubbing
Osteoarthropati hipertrofi Chronic prolierative periostitis
Kontraktur Dupuytren Perlukaan gonad primer atau supresi fungsi
hipofise atau hipotalamus
Ginekomastia Estradiol meningkat
Hipogonadisme Perlukaan gonad primer atau supresi fungsi
hipofise atau hipotalamus
Hepatomegaly Hipertensi portal
Splenomegaly Hipertensi portal
Asites Hipertensi portal
Caput medusa Hipertensi portal
Murmur cruveilhier baungarten (bising Hipertensi portal
daerah epigastrium)
Fetor hepaticus Diamethyl sulfide meningkat
20
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Fungsi liver.
Serum albumin dan prothrombin time adalah indicator terbaik untuk menentukan
fungsi hepar: buruk apabila level albumin dibawah 28g/L. PT yang memanjang
menunjukkan tingkat keparahan dari kondisi penyakit hepar.
Biokimia liver
Dapat normal , tergantung pada keparahan sirosis. Pada kebanyakan kasus terdapat
peningkatan pada serum ALP dan serum aminotransferase. Pada dekompensasi SH
semua hasil pemeriksaan biokimia dapat meningkat.
Serum elektrolit
Kadar Natrium rendah mengindikasikan kerusakan hepar yang parah karena
kemampuan hepar dalam free water clearance sudah berkurang atau karena terapi
diuretic yang berlebihan.
Serum kreatinin
21
Kreatinin akan meningkat >130mol/L menandakan prognosis yang buruk. Sebagai
tambahan, serum -fetoprotein >200 ng/ml menandakan adanya karsinoma
hepatoselular. Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium
pada waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin atau waktu skrining untuk
evaluasi keluhan spesifik. Test fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase,
gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin dan waktu prothrombin.
2.8 KOMPLIKASI
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati, akibat
kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:
1. Ensepalopati Hepatikum
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang bersifat
reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati setelah mengeksklusi
kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan dari kelainan ini terdiri dari
derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4
dimana pasien sudah jatuh ke keadaan koma. Patogenesis terjadinya ensefalopati
hepatik diduga oleh karena adanya gangguan metabolisme energi pada otak dan
peningkatan permeabelitas sawar darah otak. Peningkayan permeabelitas sawar darah
otak ini akan memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut
diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu (tyramine,
octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma-aminobutyric acid
(GABA). Kelainan laboratoris pada pasien dengan ensefalopati hepatik adalah berupa
peningkatan kadar amonia serum.5,6
2. Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi porta yang
biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis sirosis dibuat.
Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5-15%
dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-20% untuk setiap
episodenya.
22
3. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi sekunder
intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan
nyeri abdomen.1 PBS sering timbul pada pasien dengan cairan asites yang
kandungan proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang juga memiliki kandungan
komplemen yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya aktivitas
opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya translokasi bakteri menembus
dinding usus dan juga oleh karena penyebaran bakteri secara hematogen. Bakteri
penyebabnya antara lain escherechia coli, streptococcus pneumoniae, spesies
klebsiella, dan organisme enterik gram negatif lainnya. Diagnose SBP
berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites, dimana ditemukan sel
polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan kultur cairan asites yang
positif.5
4. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat diamati
pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites. Sindrom ini
diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil sehingga
menyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus. Diagnose sindrom hepatorenal ditegakkan
ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat serum
creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/d, dan sodium
urin kurang dari 10 mEq/L.5
2.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis.
Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit.
Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis.1
23
2.10 PROGNOSIS
Prognosis sirosis bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya
kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Chlid-Pugh
juga digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis.yang akan menjalani operasi,
variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati
juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A,B dan C. Klasifikasi Child-Pugh
berkaitan dengan kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien Child A, B, dan C
berturut-turut 100,80 dan 45%. Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End
Stage Liver Disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang dilakukan transplantasi
hati.
Skor/parameter 1 2 3
Bilirubin(mu.mol/dl < 35 35-50 > 50
)
Albumin(mg %) > 35 30 < 35 < 36
Asites 0 Mudah dikontrol sukar
Hepatic Tidak ada Minimal Berat/koma
24
Encephalopathy
Nutrisi Sempurna Baik Kurang/kurus
25