Anda di halaman 1dari 5

Diagnosis

1. Anamnesis
Penilaian subjektif dari rinosinusitis kronik berdasarkan gejala:
- Hidung tersumbat, kongesti dan stuffiness
- Hidung berair atau postnasaldrip sering mucopurulen
- Nyeri wajah atau nyeri tekan, sakit kepala
- Penurunan fungsi penciuman
Disamping gejala lokal ini, terdapat gejala jauh dan gejala umum. Gejala jauh ini
seperti iritasi faring, laring dan trakea karena nyeri tenggorok, disfoni dan batuk.
Gejala umum seperti drowsiness, lemah dan demam.
rinosinusitis kronik, dengan atau tanpa polip nasal pada dewasa didefinisikan
sebagai:
- Inflamasi hidung dan sinus paranasal dengan karakteristik dua atau lebih
gejala, satu diantaranya harus terdapat hidung
tersumbat/obstruksi/kongesti atau hidung berair ( anterior/ posterior nasal
drip) :
- Nyeri wajah atau tekan
- Penurunan fungsi penciuman
Selama 12 minggu

Harus di tambahkan dengan penyakit xxx


Tanda dari endoskopi seperti :
Nasal polip, dan atau
Sekret mukopurulen dari medatus medial dan atau
Edem/ obstruksi mukosa pada meatus media
dan atau
CT:
Perubahan mukosa dengan KOM dan atau sinus
Tingkat keparahan
Keparahan dari semua gejala dari rinosinusitis dapat diperkirakan menggunakan;
Berdasarkan penelitian menunjukkan
Ringan : skor VAS 0-3
Sedang : skor VAS 3-7
Berat : skor VAS 7
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan lengkap kepala dan leher dengan rinoskopi anterior merupakan
pemeriksaan dasar pada semua pasien dengan kemungkinan memiliki
rinosinusitis, temuan mukopurulen, edema, deflectal septum, dan polip. Meatus
media biasanya terlihat jelas setelah melapangkan hidung.
a. Rinoskopi anterior
Rinoskopi anterior sendiri adalah nilai terbatas, tapi tetap saja merupakan langkah
pertama dalam pemeriksaan pasien dengan penyakit ini.
b. Endoskopi nasal
Endoskopi nasal mungkin penting dalam evaluasi rinosinusitis. Pada
pemeriksaan ini didapatkan hasil pemeriksan tanpa atau dengan sumbatan dan
semi kunatitatif skor dari polip, edem, sekret, jaringan parut (post operatif) dapat
pada dasar dan pada interval reguler mengikuti intervensi terapeutik.
Temuan penting termasuk sekret mukopurulen pada KOM dan
sphenoethmoid, edema, eritem, polip/jaringan polipoid, dan berkerak. Pada
rinosinusitiss akut bakterialis endoskopi berguna untuk memastikan diagnosis dan
untuk kultur pada meatus media.
Karena gejala tidak berkorelasi baik dengan temuan pada rinosinusitis
kronis, endoskopi dan atau pencitraan penting untuk menegakkan diagnosis dan
kultur dari meatus media.
Ketika dilakukan penghindaran kontaminasi dari hidung, kultur meatus
media berkorelasi baik denga aspirasi sinus maksilaris, dimana hal ini merupak
gold standar. Kuman aerob, anaaerob, jamur, dan basil tahan asam didapat dari
hasil kultur.

3. Pencitraan
CT scan akhir-akhir ini merupakan metode pilihan untuk pencitraan sinus/
On the other hand, symptoms of chronic rhinosinusitis do not correlate well with
findings. Gejala dari kronik rinosinusitis tidak berkolerasi dengan temuan
pemeriksaan, sehingga CT dan atau nasal endoskopi penting dalam membuat
diagnosis.
MRI dari sinus tidak umum digunakan dibanding CT scan karena
modalitas ini tidak baik mencitrakan tulang. Akan tetapi, MRI biasannya dapat
membedakan mukus dari massa jaringan lunak berdasarkan karakteristik
intensitas sinyal, yang dapat mengidentifikasi temuan pada ct scan, However,
MRI dapat membantu membedakan sinus berisi tumor total, juga membantu
melihat suspek komplikasi orbital atau intrakranial.

4. Pemeriksaan Laboratorium
Tes laboratorium jarang dapat membantu dalam evaluasi sinusitis. Jika dicuriga
pasien imunokompromais diperiksa HIV dan IgG. Evaluasi dari sarkoidosis juga
diperlukan. Jaringan parut c\kavum nasal dapat terlihat kondisi autoimun, seperti
tes granulomatosis Wegner, cytoplasmic-antineutrophil cytoplasmic antibody (C-
ANCA), erythrocyte sedimentation rate (ESR), dan antinuclear antibody (ANA).

5. Aspirasi Sinus dan Kultur


Meskipun aspirasi sinus dan kultur sebagai gold standar untuk diagnosis
rinosinusitis, jarang diindaksi padaa kasus tanpa komplikasi karena mahal dan
rasa tidak nyaman pada pasien. Meskipun secara umam sinus puncture aman, tapi
dapat terjadi komplikasi serius, termasuk emfisema jaringanm emboli udara,
reaksi vasovagal, dan infeksi jaringan lunak dan tulang.

Tatalaksana
Tujuan terapi medis pada sinusitis kronis adalah untuk mengurangi edema
mukosa, drainase sinus, dan eradikasi infeksi. Sering digunakan kombinasi dari
glukokortikoid oral atau topikal, antibiotik, dan irigasi nasal. Jika gagal, pasien
harus di rujuk ke spesialis THT-KL untuk pertimbangan operasi.
Pola bakteri dalam patogenesis masih diperdebatkan, namun diiagnosis yang awal
dan terapi intensif dengan antibiotik oral, sterois topikal nasal, dekongestan dan
spray saline nasal menghasilkan rasa lega dari gejala yang ada pada pasien. Ketika
terapi medis gagal, pasien di rujuk untuk ooperasi.
Indikasi rawat inap pada pasien dengan komplikasi orbital dan untrakranial,
pasien imunosupresi, anak-anak, tergantung tingkat keparahan penyakit.
Karena sinusitis kronik memiliki banyak faktor risiko dan etiologi potensial,
diperlukan pengontrolan faktor risiko ini.
- Mengurangi ekspos dari infeksi saluran nafas atas oleh virus dengan
meningkatkan personal hygiene. Penggunaan zinc dan vitamin c dalam
pencegahan infeksi saluran nafas atas oleh virus masih kontroversial.
- Faktor lingkungan dan faktor alergi dengan mengurangi ekspos dengan
debu, lumut, rokok, dan bahan iritan kimia lain. Pada pasien dengan alergi
nasal, diberikan terapi anti alergi yaitu antihistamin oral atau topikal,
kromolin, kortikosteroid, dan imunoterapi.

- Pengobatan simptomatis dengan dekongestan, steroid topikal, antibiotik,


nasal saline, cromolyn topikal, atau mukolitik.

- Inhalasi uap dan irigasi nasal dapat membantu melalui melembabkan


sekresi kering, menurunkan mukosa edem dan menurunkan viskositas
mukus.

- Dosis inisial steroid topikal dapat menurunkan ukuran polip dan


meningkatkan fungsi penciuman pasien.

- Antibiotik adekuat untuk rinosinusitis kronis palin tidak selama 3-4


minggu. Pada kasus resisten diberi terapi antibiotik intravena.

- Tujuan dari operasi adalah untuk menetapkan kembali ventilasi sinus dan
untuk mengembalikan sistem klirens mukosiliar. Dilakukan Functional
Endoscopic Sinus Surgery (FESS) sebagai pilihan prosedur surgikal untuk
rinosisnusitis kronis. FESS membebaskan area kunci dari penyakit,
mengembalikan aerasi dan drainase sinus dengan mengembalikan patensi
dari KOM, memperkecil poliposis, dan sedikit menyebabkan kerusakan
pada fungsi normal hidung.

Komplikasi
Komplikasi umum dari rinosinusitis kronis adalah superimpos dari sinusitis akut.
Pada anak-anak, pus pada nasofaring dapat menyebabkan adenoiditis, dan otitis
media purulenta, dacryosistitis dan laringitis.

Pasien harus segera di rujuk ketika memiliki gejala seperti : melihat dua atau
menurun fungsi penglihatan, proptosis, rapidly developing periorbital edema
oftalmoplegia, tamda neurologik fokal, demam tinggi, sakit kepala berat, iritas
meningeal, atau hidung berdarah berulang.

Komplikasi pada orbita seperti:

- preseptal cellulitis,
- subperiosteal abscess,
- orbital cellulitis,
- orbital abscess,
- cavernous sinus thrombosis

komplikasi intrakranial seperti:

- meningitis,
- epidural abscess,
- subdural abscess,
- brain abscess.

Komplikasi lain seperti:

- include osteomyelitis
- mucocele formation.

Anda mungkin juga menyukai