Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling

berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan sendiri. Demikian pula

pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi

kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari segi-segi yang ada pengaruhnya

dengan masalah sehat sakit atau kesehatan tersebut. Menurut Hendrik L.Blum

(1974) dalam Mubarak (2009) ada 4 faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik

kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, yaitu keturunan, lingkungan,

perilaku, dan pelayanan kesehatan. Status kesehatan akan tercapai secara optimal,

bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang

optimal pula. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu, maka

status kesehatan bergeser di bawah optimal (Mubarak, 2009).

Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada jamban

keluarga merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas.

Fasilitas jamban keluarga di masyarakat terutama dalam pelaksanaannya tidaklah

mudah, karena menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya sangat erat

kaitannya dengan perilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.

1
2

Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama

kematian di Indonesia. Bahkan pada kelompok bayi dan balita, penyakit-penyakit

berbasis lingkungan menyumbangkan lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh

bayi dan balita. Keadaan tersebut mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan

kualitas intervensi kesehatan lingkungan (Depkes RI, 2004).

Penanganan masalah pembuangan kotoran manusia (tinja) merupakan salah

satu upaya penyehatan lingkungan, karena jika dilihat dari segi kesehatan

masyarakat masalah pembuangan kotoran manusia (tinja) merupakan hal yang

sangat pokok untuk sedini mungkin diatasi, karena kotoran manusia (tinja)

adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks.

Kajian global terhadap sarana sanitasi/jamban pada tahun 2000, ditemukan

2,4 milyar penduduk belum terakses sarana sanitasi/jamban yang memenuhi

syarat. Sebagian besar penduduk tersebut berada di benua Asia-Afrika dan lebih

dari 100 juta masyarakat Indonesia belum memiliki kemudahan akses terhadap

jamban (Depkes RI, 2002).

Keberadaan jamban di Indonesia menurut data Bank Dunia tahun 2010

sekitar 22% penduduk Indonesia belum mempunyai jamban. Adapun cakupan

jaga secara nasional untuk daerah perkotaan yaitu 79 % dan untuk daerah

pedesaan 49%. Sebagian besar pembuangan tinja masih dilakukan ke sungai atau
3

mempergunakan sumur galian yang tidak memenuhi persyaratan sehingga

mencemari air tanah (Depkes RI, 2010).

Cakupan jamban keluarga Propinsi Sumatera Selatan tahun 2009 sebesar

41,40% dan tahun 2010 sebesar 45,32% (BPS Provinsi Sumsel, 2010). Data yang

diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS)

Tahun 2011 jumlah kepala keluarga 58.136 yang telah memiliki jamban keluarga

19.579 (33,68%) dan yang tidak memiliki jamban 38.557 (66,33%). Data yang

diperoleh dari UPTD Puskesmas Muaradua tahun 2011 cakupan jamban keluarga

pada tahun 2009 sebesar 56,4 %, pada tahun 2010 58,2% dan pada tahun 2011

sebesar 60,3 % (Laporan UPTD Puskesmas Muaradua, 2011).

Di Desa Majar yang merupakan salah satu desa yang berada di Wilayah

Kerja UPTD Puskesmas Muaradua Kabupaten OKU Selatan, dari jumlah kepala

keluarga 217 yang memiliki jamban keluarga hanya 96 (44,23%) dan yang tidak

memiliki jamban keluarga 121 (55,77%) (Laporan UPTD Puskesmas Muaradua,

2011).

Data tersebut menunjukan bahwa cakupan ketersediaan jamban keluarga

masih jauh dari target standar pelayanan minimal (SPM) Puskesmas Muaradua

yaitu sebesar 80% pada tahun 2011.

Berdasarkan data di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada

faktor-faktor yang berhubungan dengan ketersediaan jamban keluarga di Desa

Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua Kabupaten OKU Selatan

tahun 2012.
4

B. Rumusan Masalah

Belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketersediaan

jamban keluarga di Desa Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua

Kabupaten OKU Selatan tahun 2012.

C. Pernyataan Penelitian
1. Apakah ada hubungan pendidikan dengan ketersediaan jamban keluarga di

Desa Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua Kabupaten OKU

Selatan tahun 2012 ?


2. Apakah ada hubungan pengetahuan dengan ketersediaan jamban keluarga di

Desa Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua Kabupaten OKU

Selatan tahun 2012 ?


3. Apakah ada hubungan kebiasaan dengan ketersediaan jamban keluarga di

Desa Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua Kabupaten OKU

Selatan tahun 2012 ?


4. Apakah ada hubungan penghasilan dengan ketersediaan jamban keluarga di

Desa Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua Kabupaten OKU

Selatan tahun 2012 ?

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan ketersediaan

jamban keluarga di Desa Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua

Kabupaten OKU Selatan tahun 2012.


2. Tujuan Khusus
5

a. Diketahuinya hubungan pendidikan dengan ketersediaan jamban keluarga

di Desa Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua Kabupaten

OKU Selatan tahun 2012.


b. Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan ketersediaan jamban

keluarga di Desa Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua

Kabupaten OKU Selatan tahun 2012.


c. Diketahuinya hubungan kebiasaan dengan ketersediaan jamban keluarga

di Desa Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua Kabupaten

OKU Selatan tahun 2012.

d. Diketahuinya hubungan penghasilan dengan ketersediaan jamban keluarga

di Desa Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua Kabupaten

OKU Selatan tahun 2012.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi yang akurat

sehingga dapat mensukseskan program pencegahan dan pemberantasan

penyakit yang diakibatkan oleh perilaku hidup yang tidak sehat dan

kemungkinan ditemuinya faktor-faktor penghambat lain.

2. Bagi Institut Pendidikan


6

Hasil penelitian dapat memberi masukan bagi pihak pendidikan tentang

penerapan teori dengan kenyataan dilapangan sehingga dapat dijadikan sarana

guna meningkatkan mutu pembelajaran, serta dapat dijadikan bahan referensi

bagi pembaca.

3. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan

wawasan serta pengalaman yang nyata bagi peneliti mengenai faktor - faktor

yang berhubungan dengan penyediaan jamban keluarga. Hasil penelitian ini

juga diharapkan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk melakukan

penelitian lebih lanjut sehingga bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan

penyediaan jamban keluarga. Variabel yang diteliti adalah pendidikan,

pengetahuan, kebiasaan dan penghasilan, dalam hubungannya dengan

ketersediaan jamban keluarga di Desa Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Muaradua Kabupaten OKU Selatan tahun 2012.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Jamban

1. Definisi Jamban
8

Adalah upaya pengelolahan kotoran manusia melalui penampungan

dan pembuangan yang memenuhi syarat teknis kesehatan guna melindungi,

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Depkses RI,

2006).

Jamban adalah sarana pembuangan kotoran manusia yang sangat perlu

digunakan oleh manusia melaui penampungan dan pembuangan yang

memenuhi syarat, karena apabila tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan

pencemaran lingkungan dan menjadi mata rantai penularan penyakit

(Soemirat, 2004).

2. Syarat Jamban Sehat

a. Lubang penampungan kotoran sekurang-kurangnya 10 meter dari sumber

air.

b. Tidak merupakan tempat bersarang lalat, nyamuk dan kecoa.

c. Cukup terang dan ada lubang angin.

d. Selalu dibersihkan agar tidak menimbulkan bau yang tidak sedap (Depkes

RI, 2006).

3. Syarat Pembangunan Jamban

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka

pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya

pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban sehat. Suatu
9

jamban disebut jamban sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut :

a. Tidak mengotori permukaan tanah dan sekeliling jamban tersebut


b. Tidak mengotori air pemukiman disekitarnya
c. Tidak mengotori air tanah disekitarnya
d. Tidak dapat terjangkau serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-

binatang lainya
e. Tidak menimbulkan bau
f. Mudah digunakan dan dipelihara
g. Sederhana disainya
h. Murah
i. Dapat diterima oleh pemakainya (Notoatmodjo, 2007).
Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu

diperhatikan antara lain :


a. Sebaiknya jamban tersebut tertutup.
b. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat.
c. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak

mengganggu panangan, tudak menimbulkan bau, dan sebagainya.


d. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas

pembersih (Notoatmodjo, 2007).

4. Menentukan Letak Jamban

Di dalam menentukan letak jamban ada beberapa hal yang harus

diperhatikan, yaitu :

a. Jarak antara sumber air dan kakus

b. Keadaan permukaan air tanah dangkal atau dalam

c. Bila daerahnya berlereng, jamban harus di buat sebelah bawah dari letak

sumber air.
10

d. Bila daerahnya datar, kakus sedapat mungkin harus di luar lokasi yang

sering digenangi banjir, andai kata tidak mungkin maka hendaknya lantai

jamban dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah.

e. Mudah mandapatkan air (Notoatmodjo, 2007).

5. Jenis Jamban

Untuk memilih jamban yang sesuai dengan kesehatan tergantung dari

jamban yang didirikan, tempat penampungan, cara pemusnahan serta

penyaluran air maka dengan ini jamban sehat dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Jamban Leher Angsa.

Sistem ini sesuai untuk daerah yang mudah mendapatkan air bersih.

Pada jamban leher angsa tinja tidak langsung jatuh ke lubang

penampungan kotoran. Lubang pembuangan kotoran dilengkapi dengan

mangkokan seprti leher angsa. Bila pada mangkokan tersebut dituangi air,

pada bagian leher angsa akan tertinggal air yang menggenang yang

berfungsi sebagai penutup lubang.

Jamban jenis ini dibuat di daerah yang cukup air. Air yang terdapat di

jamban leher angsa adalah untuk menghindari bau dan mencegah lalat dan

kecoa.

b. Jamban Cemplung
11

Jamban jenis ini dibuat didaerah yang kurang air, jamban jenis ini

masih menimbulkan bau dan dapat menimbulkan daya tarik lalat untuk

hinggap maka cara mengantisipasi kemungkinan adanya serangga yang

hinggap maka cara mengatasinya menggunakan alat penutup pada lubang

atau dengan memperbesar lubang pipa udaranya dan menutup lubang pipa

dengan kawat kasa.

c. Jamban Pelengsengan.

Jamban jenis pelengsengan dibuat pada daerah yang ketersediaan

airnya cukup, akan tetapi pada lubang jamban ini perlu ditutup karna

jamban ini masih menimbulkan bau.

d. Jamban Di atas Empang

Jamban jenis ini dibangun diatas empang atau rawa,jamban jenis

ini merupakan cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan akan tetapi

sulit untuk menghilangkan terutama didaerah terdapat empang, sehingga

penduduk sudah terbiasa melakukannya, untuk mengurangi atau

mengalihkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang kita harapkan.


12

Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan:

1) Air empang tidak boleh untuk digunakan keperluan sehari-hari seperti(

mencuci, mandi,dan minum)

2) Empang harus selalu penuh dengan air.

3) Tidak terdapat sumber air minum didekat empang.

4) Tidak terdapat tanaman atau pepohonan yang berada diatas empang.

5) Empang harus luas dan selalu mendapat sinar matahari.

e. Jamban Septik Tank.

Pada jamban jenis ini marupakan cara yang epektif dan dengan

cara ini lebih dianjurkan, septik tank terdiri dari tangki sideminsi yang

kedap air dimana kotoran (Tinja) dan air mengalami dikomposisi didalam

tanki ,tinja akan berada beberapa hari, selama kurun waktu tersebut tinja

akan mengalami beberapa proses yakni:

1) Proses Kimia.

Pada proses kimia penghancuran tinja akan reduksi dan sebagian besar

zat-zat padat akan mengendap didalam tanki,zat- zat yang tidak dapat

hancur akan membentuk lapisan yang permukaan air da dalam tanki,

lapisan ini disebut scum yang berfungsi mempertahankan anaerob

dari cairan dibawahnya.

2) Proses Biologis.
13

Dalam proses ini terjadi dekomposisi melalui bakteri anaerob dan

fakultatif anaerob yang memakan zat-zat organik sehingga

memungkinkan septik tank tidak dapat penuh (Notoatmodjo, 2007).

B. Cara Penularan Penyakit Yang Penyebaranya Melalui Kotoran Manusia.

1. Melalui tangan atau jari tangan yang mengandung kuman yang berasal dari

kotoran orang dewasa atau bayi yang menderita penyakit diare, typus, kolera

atau cacingan.kuman penyakit ini dapat masuk melalui tangan yang kotor.

2. Melalui binatang pembawa kuman seperti : lalat atau kecoa. yang membawa

kuman dari kotoran atau muntahan penderita penyakit kholera yang kemudian

hinggap dimakanan yang dimakan orang lain.

3. Melaui makanan yang kurang masak, lalap atau sayuran yang tidak dicuci

dengan air bersih yang mungkin masih terdapat telur cacing karna banyak

petani memberi pupuk dengan memanfaatkan kotoran baik kotoran binatang

atau manusia.

4. Minum air yang tidak dimasak kuman penyakit diare masih terdapat pada air

yang belum dimasak, berarti secara tidak langsung sumbar air tersebut telah

tercemar oleh kotoran manusia yang tidak pada tempat sebagaimana

semestinya (Depkes RI, 2004 ).

Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area

pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat, dilihat dari

segi kesehatan masyarakat masalah kotoran manusia adalah sumber


14

penyebaran penyakit yang multikompleks, cara penularan penyakit ini

menggunakan media seperti : air, tangan, serangga, makanan dan

minuman.hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

air
mati

tangan
Makanan minuman sayur-sayuran dsb
tinja Penjamu
(host)

lalat

sakit
tanah

Gambar 2.1 Sumber penyebaran penyakit yang multikompleks

Dari skema diatas tampak jelas bahwa peranan tinja (kotoran)

dalam penyebaran penyakit sangat besar, disamping dapat langsung


15

mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, serangga (lalat, kecoa

dll) dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja

tersebut. Benda-benda yang telah terkontaminasi oleh tinja dari

seseorang yang menderita suatu penyakit, sudah barang tentu akan

merupakan penyebab penyakit bagi orang lain. Akibat kurangnya

perhatian dalam pengelolan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan

penduduk (Notoatmodjo, 2007).

C. Perilaku

1. Konsep Perilaku.

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan

atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada

hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

bereaksi, berpakaian dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal seperti

berfikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Dari uraian ini

apat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua

kegiatan atau aktifitas, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak

dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2006).


16

2. Bentuk Perilaku

Secara operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme

atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dibedakan

menjadi dua :

a. Perilaku Tertutup (cover behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup (covert). Respons ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus

tersebut, dan belum dapat diamati denga jelas oleh orang lain.

b. Perilaku Terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tinakan nyata

atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam

bentuk tindakan, yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain

(Notoatmodjo, 2006).

3. Determinan Perilaku

a. Teori Lawrence Green

Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat

kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua

faktor, yakni faktor perilaku (behaviore causes) dan faktor di luar perilaku
17

(non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau

terbentuk dari 3 faktor, yaitu :

1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, tingkat

pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

2) Faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianyan fasilitas-fasilitas

atau sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat

kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

3) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam

sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang

kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan

sebagainya dari orang atau masyarakatyang bersangkutan. Di samping

itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan

terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya

perilaku.

b. Teori Snehandu B. Kar

Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik-

tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari :


18

1) Niat dari seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan

atau perawatan kesehatan nya (behavior intention).

2) Dukungan sosial dari masyarakat sekitar (social-support).

3) Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas

kesehatan(accessbility of information).

4) Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil

tindakan atau keputusan (personal autonomy).

5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak

(action situation).

c. Teori WHO

Tim kerja WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang

berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok.

Pemikiran dan perasaan (toughts and feeling), yakni dalam bentuk

pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-

penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan)

(Notoatmodjo, 2006)

4. Perilaku Kesehatan

Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan

yang memepengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Blum,

1974), (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme)

terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
19

pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo,

2006).

Perilaku kesehatan mencakup :

a. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintanance)

Adalah perilaku atau usaha seseorang untuk memelihara atau

menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan

bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri

dari tiga aspek :

1) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit,

serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari sakit.

2) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan

sehat.

3) Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat

memlihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya

makanan dan minumandapat menjadi penyebab menurunnya

kesehatan seseorang.

b. Perilaku Pencarian Pengobatan (health seeking behavior)


20

Perilaku ini menyangkut upaya seseorang pada saat menderita

penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilau ini dimulai dari

pengobatan sendiri sampai mencari pengobatan ke luar negeri.

c. Perilaku Kesehatan Lingkungan

Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik

lingkungan fisik,maupun sosial budaya sehingga lingkungan tersebut

tidak mempengaruhi kesehatan (Notoatmodjo, 2006).

D. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyediaan Jamban Keluarga.

1. Pendidikan

Arti pendidikan secara etimologi yaitu Paedagogie berasal dari bahasa

Yunani, terdiri dari kata Pais artinya anak, dan Again diterjemahkan

membimbing. Jadi Paedagogie adalah bimbingan yang diberikan kepada anak

(Ahmadi dan Uhbiyati, 2001).

Secara defintif pendidikan diartikan oleh para tokoh pendidikan

sebagai berikut :

a. John Dewey, pendidikan adalah proses pembemtukan kecakapan

fondamental secara intlektual dan emosional ke arah alam dan sesama

manusia.
21

b. Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat

yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota

masyarakat dapat mencapai keselamatan yang setinggi-tingginya.

c. GBHN, pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian

dan kemapuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup

(Ahmadi dan Uhbiyati, 2001).

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan

untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat

sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.

Dari batasan ini terisirat unsur-unsur pendidikan yakni : a) input adalah

sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat), dan pendidik (pelaku

pendidikan), b) proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang

lain), c) output (melakukan apa yang diharapkan atau perilaku). Sedangkan

pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan di dalam bidang

kesehatan (Notoatmodjo, 2006).

Kegiatan pendidikan kesehatan ditujukan kepada 3 faktor berikut yaitu :

a. Pendidikan Kesehatan Dalam Faktor Presdisposisi

Dalam hal ini pendidikan kesehatan ditujukan untuk menggugah

kesadaran, memperbaiki atau meningkatkan pengetahuan masyarakat

tentang pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik bagi dirinya sendiri,

keluarganya, maupun masyarakat. Disamping itu dalam konteks ini


22

pendidikan kesehatan juga memeberikan pengertian-pengertian tentang

tradisi, kepercayaan masyarakat, dan sebagainya, baik yang merugikan

maupun yang menguntungkan masyarakat.

b. Pendidikan Kesehatan Dalam Faktor enabling

Karena faktor-faktor pemungkin ini ( enabling) berupa fasilitas atau

sarana dan prasarana kesehatan, maka bentuk pendidikan kesehatannya

adalah memberdayakan masyarakat agar mereka mampu mengadakan

sarana dan prasarana kesehatan bagi mereka.

c. Pendidikan Kesehatan Dalam Faktor reenforcing

Karena faktor ini menyangkut sikap dan perilaku tokoh masyarakat

dan tokoh agama, serta petugas termasuk petugas kesehatan, maka

pendidikan kesehatan yang paling tepat adalah dalam bentuk pelatihan-

pelatihan bagi tokoh masyarakat, tokoh agama, dan petugas kesehatan

sendiri. Tujuan utama dari pelatihan ini adalah agar sikap dan perilaku

petugas dapat menjadi teladan (Notoatmodjo, 2006).

Yance Warman (2006) menyatakan bahwa taraf pendidikan yang rendah

mengakibatkan kemampuan pengembangan diri mereka terbatas, rendahnya

kemampuan dan ketidakberdayaan sehingga menyebabkan sempitnya

lapangan kerja yang dapat dimasuki. Akibatnya pekerjaan yang


23

mendominasipun adalah pekerjaan kasar seperti buruh, tukang bangunan,

tukang jahit, tukang becak. ini akan berpengaruh pada penghasilan mereka

sehingga mereka tidak mampu untuk menyediakan jamban sehat.

2. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang

melakukan pengindaraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan yang

tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan yaitu :

1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini dalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah diterima. Oleh sebab itu tahu ini

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari anatara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.


2) Memahami (comprerhension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan utuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprentasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
24

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari


3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah di pelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini

dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

prinsip dan sebagai konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek

kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi

dan masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat

dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.


5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungakan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formasi baru dari formasi-formasi yang ada miaslnya dapat menyusun,

dapat merancang dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya

terhadap suatu teori rumusan-rumusan yang telah ada


6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kempuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaan ini

didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri, atau mengunakan

criteria-kriteria yang ada (Notoatmodjo, 2006).


25

Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat

pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan dapat dikelompokkan

menjadi :

1. Pengetahuan Tentang Sakit dan Penyakit yang meliputi :

Penyebab penyakit

Gejala atau tanda-tanda penyakit

Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan

Bagaimana cara penularannya

Bagaimana cara pencegahannya

2. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat,

meliputi :

Jenis-jenis makanan yang begizi

Manfaat makanan yang bergizi

Pentingnya olahraga bagi kesehatan

Penyakit-penyaktit atau bahaya-bahaya merokok, minum minuman

keras, narkoba, dsb

Pentingnya istirahat cukup

3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan :

Manfaat air bersih

Cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk cara pembuangan

kotoran yang sehat, dan sampah

Manfaaat penerangan dan pencahayaan rumah yang sehat


26

Akibat polusi (air, udara,dan tanah) bagi kesehatan (Notoatmodjo,

2006).

Hal ini sesuai hasil penelitian Yance Warman (2006), rendahnya

pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan jamban keluarga menyebabkan

masyarakat enggan untuk buang air besar (BAB) di jamban. Pengetahuan

akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Masyarakat yang memiliki

pengetahuan tentang bahaya penyakit yang disebabkan oleh kotoran tentu

saja akan selalu melakukan upaya-upaya untuk mencegah timbulnya

penyakit tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan membuat

jamban sehat.

3. Kebiasaan

Kebiasaan merupakan praktik (sifat, sikap, tindakan) yang sudah

mapan sehingga seakan-akan ia merupakan bagian yang menyatu dalam diri

seseorang yang dianggap sebagai kenyataan yang sulit untuk diputuskan.

Timbulnya suatu kebiasan sering diawali dengan gejolak pada diri seseorang.

Wujud kebiasaan pada diri seseorang terbagi 2 yakni : kebiasaan yang baik

dan kebiasaan yang tidak baik, terhadap dua kebiasaan tersebut maka

seseorang harus berupaya mengubah kebiasaan yang salah dan membiasakan

diri untuk meraih kebiasaan yang baik.

Jika kita membandingkan antara kebiasaan yang baik dan benar

dengan kebiasaan yang buruk dan salah lebih banyak karna adanya
27

kecendrungan umum dalam masyarakat bahwa lebih menarik, biasanya

kebiasaan yang buruk dan salah ini terasa lebih nikmat, lebih menyenangkan,

lebih indah, lebih mudah dicapai walau pada tingkat tertentu lebih

membahayakan, proses kebiasaan buruk mereka wujud dari faktor

pembiasaan.

Kebiasaan yang buruk dan salah terbentang dalam segala segi

kehidupan dalam hal ekonomi, budaya, politik, sosial juga budaya dan

semuanya makin melibas hal-hal yang bersifat baik dan benar, sehingga

mewujudkan dalam bentuk gaya hidup modernitas, semakin buruk dan salah

yang menjadi kebiasaan seseorang maka dikatakan semakin modern. Imbas

dari adanya kebiasan yang buruk dan salah adalah sejarah dimasa depan, jika

kemudian nilai- nilai yang dianggap baik dan benar justru menjadi nilai-nilai

yang dianggap buruk dan salah atau menjadi tabu bagi kehidupan dimasa

yang akan datang.

Untuk mengetahui berbagai kebiasaan yang buruk dan salah ini

kecuali diri kita sendiri yang mengetahuinya, menggeser kebiasaan yang

buruk dan salah, dengan meletakkan kebiasaan yang baik dan benar

merupakan pilihan dari sedikit orang agar tujuan dari hidup dan kehidupan

lebih bisa dicapai. (Muhidin, 2003).

4. Penghasilan
28

Pendapatan keluarga menentukan ketersediaan fasilitas kesehatan yang

baik. Semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin baik fasilitas dan cara

hidup mereka yang terjaga akan semakin baik. Pendapatan merupakan faktor

yang menentukan kualitas dan kuantitas fasilitas kesehatan di suatu keluarga.

Tingkat pendapatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup, di

mana status ekonomi yang baik akan berpengaruh pada fasilitasnya yang

diberikan. Apabila tingkat pendapatan baik, maka fasilitas kesehatan mereka

khususnya di dalam rumahnya akan terjamin, masalahnya dalam penyediaan

air bersih, penyediaan jamban keluarga atau penyediaan saluran pembuangan

limbah. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyediakan

orang tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan

(Notoatmodjo, 2006).

Berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Tentang Upah

Minimum Provinsi Sumatera Selatan tahun 2011 ditetapkan untuk

penghasilan tinggi apabila berpenghasilan Rp. 1.048.000,-/bulan, dan

penghasilan rendah apabila berpenghasilan < Rp. 1.048.000,-/bulan

(Keputusan Gubernur Sum-Sel Tentang Upah Minimum Provinsi Sumatera

Selatan tahun 2011).


29

E. Kerangka Teori

Paradigma hidup sehat (health and well being paradigma) dari Hendrik L.

Blum menjelaskan empat faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat

kesehatan individu atau masyarakat. Keempat faktor tersebut merupakan faktor

determinan atau penentu timbulnya masalah kesehatan pada seorang individu atau

kelompok masyarakat. Keempat faktor tersebut terdiri atas faktor lingkungan,

faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor genetik (keturunan).

Keempat faktor tersebut saling berinteraksi secara dinamis dam

mempengaruhi kesehatan perorarangan dan derajat kesehatan kelompok

masyarakat. Diantara keempat faktor tersebut faktor perilaku manusia merupakan

faktor determinan yang paling besar dan paling sulit ditanggulangi, disusul

dengan faktor lingkungan. Alasan mengapa faktor perilaku lebih dominan

dibandingkan faktor lingkungan karena lingkungan hidup manusia sangat

dipengaruhi oleh perilaku manusia (Mubarak, 2009).


KETURUNAN

Status
Kesehatan PELAYANAN
LINGKUNGAN
KESEHATAN

PERILAKU
30

Bagan 2.1 Kerangka Teori HL. Blum dalam Mubarak (2009)

BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL,
DAN HIPOTESA

A. Kerangka Konsep

Pada bagian ini penulis menyusun sebuah kerangka konsep penelitian.

Kerangka konsep yang dimaksud mengacu pada teori H.L Blum, dari keempat

faktor yang ada pada kerangka teori, penelitian hanya dilakukan pada faktor

perilaku, yaitu pendidikan, pengetahuan, kebiasaan dan penghasilan.

Berdasarkan kerangka teori yang telah disusun maka kerangka konsep

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Pendidikan
Pengetahuan
Kebiasaan Ketersediaan Jamban Keluarga
Penghasilan
31

B. Definisi Operasional

1. Variabel Dependen

Nama variabel : Ketersediaan jamban keluarga

Definisi operasional : Upaya kepala keluarga untuk menyediakan

jamban sehat dan menggunakannya untuk

keperluan buang air besar.

Cara ukur : Checklist

Alat ukur : Observasi

Hasil ukur : 1. Tersedia

2. Tidak Tersedia

Skala ukur : Nominal

2. Variabel Independen

Nama Variabel : Pendidikan

Definisi operasional : Jenjang pendidikan formal yang diperoleh

responden (kepala keluarga).

Cara ukur : Wawancara


32

Alat ukur : Kuesioner

Hasil ukur : 1. Tinggi (bila Tamat SMA ke atas).

2. Rendah (bila tidak tamat SMA).

Skala ukur : Ordinal

Nama variabel : Pengetahuan

Definisi operasional : Segala sesuatu yang diketahui responden

mengenai syarat-syarat jamban sehat.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Hasil ukur : 1. Pengetahuan baik jika jawaban benar

mean.

2. Pengetahuan kurang jika jawaban benar

< mean

Skala ukur : Nominal

Nama variabel : Kebiasaan

Definisi operasional : Kebiasaan kepala keluarga saat buang air

besar (BAB).

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Koesioner


33

Hasil ukur :1.Baik (jika setiap kali BAB di jamban

keluarga).

2. Tidak baik (jika BAB di dilakukan di sungai

atau selain jamban.

Skala ukur : Nominal

Nama vaariabel : Penghasilan

Definisi opeasional : Uang kas yang masuk kepada kepala keluarga

setiap bulannya. Wujudnya bisa berupa gaji,

hasil jualan rutin di warung, jual keahlian dan

dapat honor.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Koesioner

Hasil ukur : 1. Tinggi 1.048.000,-/bulan

2. Rendah < 1.048.000,-/bulan

( UMP Sum-Sel 2011)

Skala ukur : Ordinal

C. Hipotesis

1. Ada hubungan pendidikan dengan ketersediaan jamban keluarga.

2. Ada hubungan pengetahuan dengan ketersediaan jamban keluarga.

3. Ada hubungan kebiasaan dengan ketersediaan jamban keluarga.


34

4. Ada hubungan penghasilan dengan ketersediaan jamban keluarga.

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, desain yang digunakan

adalah rancangan cross sectional. Tujuan desain ini adalah untuk melihat

dinamika korelasi hubungan antara variabel dependen dengan variabel

independen yang dilakukan secara bersamaan. Pemilihan rancangan ini

didasarkan karena mudah dan sederhana serta ekonomis dari segi biaya dan waktu

dan hasilnya dapat diukur secara cepat (Notoatmodjo, 2005).

Dalam penelitian ini yang dimaksud variabel independen adalah

pendidikan, pengetahuan, kebiasaan, dan penghasilan, sedang variabel dependen

adalah ketersediaan jamban keluarga.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi.
35

Populasi dalam penelitian adalah seluruh kepala keluarga di Desa

Majar yang berjumlah 217 kepala keluarga (KK).

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil secara acak

sederhana (simple random sampling). Besar sampel menurut rumus

Notoatmodjo (2005) dengan perhitungan sebagai berikut :

N
n = 1 N d
2

Keterangan :

n : Besar sampel

N : Besarnya Populasi

d : Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (0,05)

Perhitungan :

= 217

1 + 217 (0,05)2

= 217

1 + 0,5425
36

= 217

1,5425

= 140,68

Dari hasil perhitungan di atas didapat sampel sebanyak 141 sampel.

C. Pengumpulan Data

1. Sumber Data

a. Data primer

Data primer diperoleh dari hasil survey dengan wawancara terstruktur

dengan menggunakan daftar pertanyaan. Untuk pernyataan tertentu di

dukung dengan observasi.

b. Data sekunder

1). Dari Dinas Kesehatan Kabupaten OKU Selatan

2). Dari UPTD Puskesmas Muaradua

3). Kantor Kepala Desa Majar yang meliputi data demografi dan data

geografis Desa Majar

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi.

3. Alat/ Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang diperlukan untuk pengumpulan data dalam penelitian

diantaranya yaitu lembar isian (kuisioner dan chek list).


37

D. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Tempat penelitian dilakukan Desa Majar Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Muaradua Kabupaten OKU Selatan tahun 2012.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret - Mei 2012.

E. Pengolahan Data

a. Coding adalah mengklasifikasikan jawaban atau hasil dari observasi kebentuk

yang lebih ringkas dengan menggunakan kode-kode.

b. Editing adalah meneliti kembali hasil observasi apakah telah diisi dengan baik.

Hal ini dilakukan dilapangan agar data yang masih meragukan atau salah dapat

segera ditelusuri kembali pad catatan rekam medik.

c. Entry adalah memasukkan data kedalam tabel.

d. Cleaning adalah membersihkan data, sehingga data benar-benar bebas dari

kesalahan dan tidak ada data yang hilang.

F. Analisa Data

Data yang terkumpul akan dianalisa dengan menggunakan program olah

data dengan bantuan komputer.

1. Analisa Univariat

Analisa dilakukan untuk memperoleh gambaran ditribusi frekunsi yang

diteliti yaitu dengan menampilkan hasil dalam bentuk persentase.


38

2. Analisa Bivariat

Untuk menilai hubungan antara variabel dependen dengan variabel

independen menggunakan Uji Statistik Chi-square = 0,05 dan hubungan

dikatakan bermakna apabila nilai p 0,05 dan tidak ada hubungan yang

bermakna jika nilai p > 0,05 (Hastono, 2001)

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Puskesmas Muaradua

1. Sejarah

UPTD Puskesmas Muaradua Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan

didirikan pada tahun 1970, kemudian berdasarkan Perda No.35 tahun 2008

statusnya dikembangkan menjadi UPTD. Sejak tahun 2011 sampai dengan

saat ini Puskesmas Muaradua dipimpin oleh Hj. Rina anita, SST.

2. Visi, Misi dan Motto

Visi

Mendukung OKU Selatan sehat 2015

Misi
39

- Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan

- Mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga dan

masyarakat

- Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan

pelayanan kesehatan standard an memuaskan masyarakat

- Memelihara dan meingkatkan kesehatan perseorangan, keluarga dan

masyarakat beserta lingkungan

Motto

Mencegah lebih baik dari pada mengobati

3. Keadaan Geografi

Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua terletak dikaki

pegunungan bukit barisan berjarak 75 Km dari Kabupaten Ogan Komering

Ulu dengan luas daerah 47 Km2. Sebagian besar berupa dataran tinggi dan

perbukitan (40%), sisanya adalah dataran rendah (45%) dan area persawahan

(15%). Terdiri dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Muaradua dan Kecamatan

Buay Rawan.

Batas wilayah kerja Puskesmas Muaradua adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Buana Pemaca

b. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Buay Sandang Aji


40

c. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Buay Runjung

d. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan BPR Ranau Tengah

Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua meliputi 5 kelurahan dan

20 desa Desa yaitu :

a. Kelurahan Pasar Muaradua

b. Kelurahan Pancur Pungah

c. Keluarahan Kisau

d. Kelurahan Bumi agung

e. Kelurahan Batu Belang Jaya

f. Desa Pendagan

g. Desa Mehanggin

h. Desa Datari

i. Desa Gunung Tiga

j. Desa Gedung Lepihan

k. Desa Suka Banjar

l. Desa Pelangki

m. Desa Batu belang 2

n. Desa Rantau Panjang

o. Desa Suka Jaya

p. Desa Banjar Agung


41

q. Desa Bumi Agung jaya

r. Desa Ruos

s. Desa Bumi Jaya

t. Desa Gunung Cahya

u. Desa Majar

v. Desa Bendi

w. Desa Pekuolan

x. Desa Pelawi

4. Demografi

Jumlah penduduk wilayah kerja UPTD Puskesmas Muaradua sebanyak

51.928 jiwa dengan jumlah KK 15.521 KK. Sekitar 60% matapencaharian

penduduknya adalah petani dan sisanya adalah pedagang, PNS, TNI dan

buruh. Sebagian besar penduduk memeluk Agama Islam yaitu sebesar 90%,

dan 10% memeluk agama lainnya (Kristen dan Budha).

5. Kegiatan Pelayanan dan Pengobatan

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, UPTD Muaradua

memberikan pelayanan melalui 6 program pokok puskesmas, yaitu:

a. Promosi Kesehatan

b. Sanitasi Lingkungan

c. KIA/KB

d. Gizi
42

e. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P)

f. Pengobatan

6. Struktur Organisasi Puskesmas

2 3

4 5 6

Keterangan :
7 8 9 10
1. Kepala Puskesmas 8. PKM/PSM

2. Kelompok Jabatan Funsional 9. Perkesmas


11 12 13
3. Ka. Subag TU 10. Usaha Kes. Peorangan

4. Data & Informasi 11. Pustu

5. Perencanaan dan Penilaian 12. Bidan Kelurahan/Desa

6. Umum dan Kepegawaian 13. Pusling

7. Usaha Kesmas

7. Ketenagaan

Tabel 5.1
Data Pegawai dan Ketenagaan UPTD Puskesmas Muaradua
43

Banyaknya
No Jenis ketenagaan Jumlah
PNS PTT/PTHLS TKS
1. Dokter Umum 3 - - 1
2. Dokter Gigi 1 1
3. SKM 7 - 7
4. D.III KEPERAWATAN 29 21 50
5. D.III KEBIDANAN 18 9 6 33
6. D IV Kebidanan - 1 - 1
7. D.I Kebidanan 12 - - 12
8. Apoteker 1 - 1
9. AKL 4 - 1 5
10. AMF 2 - - 2
11. AKZI 1 - - 1
12. AKG 1 - - 1
13. SMAK 2 - 1 3
14. SPPH 4 - - 4
15. ATRO 2 - - 3
16. Perawat Gigi - 1 1
17. Teknik Gigi - 1 1
18. D II Manaj. RS - 1 1
19. SMF 1 - - 1
20. SPK 10 - - 10
21. SPRG 1 - - 1
22. SMU 12 - 4 16
23. SMP 1 - 1
JUMLAH 113 10 38 161

B. Gambaran Umum Desa Majar


44

Desa Majar adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Muara Dua

Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Luas wilayah yaitu 250 ha dengan

jumlah penduduk 847 jiwa, yang terdiri dari perempuan 411 dan laki-laki 436

orang dan 128 KK. Penduduk dalam desa Majar mempunyai pekerjaan sebagai

petani sebanyak 90%. Sedangkan tingkat pendidikan penduduk sebagian besar

masih rendah.

Desa Majar terdiri dari dataran tinggi yang bergelombang dengan suhu

rata-rata 24 - 34 derajat celcius, curah hujan 3120 mm dan jumlah hari hujan

pertahun adalah 120 hari. Keadaan sosial ekonomi merupakan daerah perkebunan

yang sebagian besar warganya bercocok tanam/tani,

Batas wilayah Desa Majar sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan desa Desa Bumi Jaya

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Gunung Cahya

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pekuolan

- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pelawi

Transportasi ke dan dari desa Majar dapat dijangkau kendaraan bermotor

baik roda dua maupun roda empat. Jarak ke ibu kota kecamatan 2 KM, jarak ke

ibu kota Kabupaten 7 KM dan jarak ke ibu kota propinsi 486 KM.

C. Analisa Univariat

1. Ketersediaan Jamban Keluarga


45

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Ketersediaan Jamban Keluarga
di Desa Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua
Kabupaten OKU Selatan Tahun 2012
No Ketersediaan Jumlah %
Jamban Keluarga

1 Tersedia 62 43,7

2 Tidak Tersedia 80 56,3

Jumlah 141 100

Dari tabel 5.2 di atas dapat dilihat bahwa dari 141 responden

sebanyak 62 (43,7%) responden yang tersedia jamban lebih kecil

dibandingkan dengan responden yang tidak tersedia jamban sebanyak 80

(56,3%).

2. Pendidikan

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan
di Desa Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua
Kabupaten OKU Selatan Tahun 2012
No Pendidikan Jumlah %

1 Tinggi 56 39,4

2 Rendah 86 60,6

Jumlah 141 100

Dari tabel 5.3 di atas dapat dilihat dari 141 responden sebanyak 56

(39,4%) responden dengan pendidikan tinggi lebih kecil dibandingkan dengan

responden dengan pendidikan rendah 86 (60,6%).

3. Pengetahuan

Tabel 5.4
46

Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan


di Desa Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua
Kabupaten OKU Selatan Tahun 2012
No Pengetahuan Jumlah %

1 Baik 54 38

2 Kurang 88 62

Jumlah 141 100

Dari tabel 5.4 di atas dapat dilihat bahwa dari 141 responden sebanyak

54 (38%) responden pengetahuan baik lebih kecil dibandingkan dengan

responden dengan pengetahuan kurang yaitu 88 (62%).

4. Kebiasaan

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kebiasaan
di Desa Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua
Kabupaten OKU Selatan Tahun 2012
No Kebiasaan Jumlah %

1 Baik 63 44,4

2 Tidak Baik 79 55,6

Jumlah 141 100

Dari tabel 5.5 di atas dapat dilihat bahwa dari 141 responden sebanyak

63 (44,4%) responden dengan kebiasaan baik lebih kecil dari responden

dengan pengetahuan tidak baik yaitu 79 (55,6%).

5. Penghasilan
47

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Penghasilan
di Desa Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua
Kabupaten OKU Selatan Tahun 2012

No Penghasilan Jumlah %

1 Tinggi 60 42,3

2 Rendah 82 57,7

Jumlah 141 100

Dari tabel 5.6 dapat dilihat bahwa dari 141 responden sebanyak 60

(42,3%) responden dengan penghasilan tinggi lebih kecil dari responden

dengan penghasilan rendah yaitu 82 (57,7%).

D. Analisa Bivariat
48

1. Hubungan Pendidikan dengan Ketersedian Jamban Keluarga

Tabel 5.7

Hubungan Pendidikan Dengan Ketersedian Jamban Keluarga di Desa


Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua Kabupaten Ogan
Komering Ulu Selatan Tahun 2012

Ketersediaan Jamban Keluarga


No Pendidikan N
Tersedia Tidak Tersedia value

35 21 56
1 Tinggi
62,5% 37,5 % 100 %

27 59 86
2 Rendah 0,001
31,4 % 68,6 % 100 %

62 80 141
Total
43,7% 56,3 % 100 %

Berdasarkan tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa proporsi yang

tersedia jamban dengan pendidikan tinggi sebanyak 35 (62,5%) lebih

besar dibandingkan dengan proporsi responden dengan pendidikan rendah

yaitu 27 (31,4%).

Uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan p value 0,001

artinya bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan

ketersedian jamban keluarga.

2. Hubungan Pengetahuan dengan Ketersedian Jamban Keluarga


49

Tabel 5.8

Hubungan Pengetahuan Dengan Ketersedian Jamban Keluarga di Desa


Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua Kabupaten Ogan
Komering Ulu Selatan Tahun 2012

Ketersediaan Jamban Keluarga


No Pengetahuan N value
Tersedia Tidak Tersedia

34 20 54
1 Baik
63 % 37 % 100 %

28 60 88
2 Kurang 0,001
31,8 % 68,2 % 100 %

62 80 141
Total
43,7% 56,3 % 100 %

Berdasarkan tabel 5.8 di atas menunjukkan bahwa proporsi

responden dengan jamban tersedia dan berpengetahuan baik sebanyak 34

(63%) lebih besar dibandingkan dengan proporsi responden dengan

pengetahuan kurang yaitu 28 (31,8%) .

Uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan p value 0,001

artinya bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan

ketersedian jamban keluarga.

3. Hubungan Kebiasaan dengan Ketersedian Jamban Keluarga


50

Tabel 5.9

Hubungan Kebiasaan Dengan Ketersedian Jamban Keluarga di Desa


Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua Kabupaten Ogan
Komering Ulu Selatan Tahun 2012

Ketersediaan Jamban Keluarga


No Kebiasaan N value
Tersedia Tidak Tersedia

57 6 63
1 Baik
90,5 % 9,5 % 100 %

5 74 79
2 Tidak Baik 0,000
6,3 % 93,7 % 100 %

62 80 141
Total
43,7% 56,3 % 100 %

Berdasarkan tabel 5.9 di atas menunjukkan bahwa proporsi

responden dengan jamban yang tersedia dan kebiasaan baik sebanyak 57

(90,5%) lebih besar dibandingkan dengan proporsi responden dengan

kebiasaan tidak baik yaitu 5 (6,3%).

Uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan p value 0,000

artinya bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan dengan

ketersedian jamban keluarga.

4. Hubungan Penghasilan dengan Ketersedian Jamban Keluarga


51

Tabel 5.10

Hubungan Penghasilan Dengan Ketersedian Jamban Keluarga di Desa


Majar Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Muaradua Kabupaten Ogan
Komering Ulu Selatan Tahun 2012

Ketersediaan Jamban Keluarga


No Penghasilan N
Tersedia Tidak Tersedia value

55 5 60
1 Tinggi
91,7 % 8,3% 100 %

7 75 82
2 Rendah 0,000
8,5 % 91,5 % 100 %

62 80 141
Total
43,7% 56,3 % 100 %

Berdasarkan tabel 5.10 di atas menunjukkan bahwa proporsi

responden dengan jamban tersedia dan berpenghasilan tinggi sebanyak 55

(91,7%) lebih besar dibandingkan dengan proporsi responden dengan

penghasilan rendah yaitu 7 (8,5%).

Uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan p value 0,000

artinya bahwa ada hubungan yang bermakna antara penghasilan dengan

ketersedian jamban keluarga.

BAB VI
52

PEMBAHASAN

A. Hubungan Pendidikan dengan Ketersedian Jamban Keluarga

Menurut Notoadmodjo (2006), pendidikan merupakan segala upaya yang

direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu maupun masyarakat,

sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan, dalam hal ini ditunjukan

untuk menggugah kesadaran masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan

masyarakat, tentang pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, disamping itu

dalam konteks ini juga memberikan pengertian-pengertian tentang tradisi

kepercayaan masyarakat baik yang merugikan maupun menguntungkan.

Pendidikan kesehatan ditujukan untuk menggugah kesadaran, memperbaiki atau

meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan baik bagi dirinya sendiri, keluarganya, maupun masyarakat.

Disamping itu dalam konteks ini pendidikan kesehatan juga memberikan

pengertian-pengertian tentang tradisi, kepercayaan masyarakat, dan sebagainya,

baik yang merugikan maupun yang menguntungkan masyarakat.

Hal ini sesuai hasil penelitian Yance Warman (2006), dengan taraf

pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri mereka

terbatas, rendahnya kemampuan dan ketidakberdayaan sehingga menyebabkan

sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Akibatnya pekerjaan yang

mendominasipun adalah pekerjaan kasar seperti tani, buruh, tukang bangunan,


53

tukang jahit, tukang becak. ini akan berpengaruh pada penghasilan mereka

sehingga mereka tidak mampu untuk menyediakan jamban sehat.

Pada penelitian ini sebagian besar responden berpendidikan rendah,

sehingga hal ini berpengaruh pada pekerjaan mereka yaitu sebagian besar adalah

petani. Dengan pekerjaan bertani, penghasilan yang diperoleh tidak mencukupi

untuk menyediakan jamban. Untuk itu diharapkan kepada pemerintah setempat

untuk membangun jamban umum yang dapat dipakai oleh semua warga,

sehingga masyarakat yang belum memiliki jamban pribadi tidak lagi BAB

disungai.

B. Hubungan Pengetahuan dengan Ketersedian Jamban Keluarga

Menurut teori Notoatmodjo (2006), pengetahuan adalah merupakan hasil

dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap

sesuatu objek tertentu, pengindraan terjadi melalui indera manusia yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan bau. Pengetahuan kesehatan

akan berpengaruh pada perilaku kesehatan dan selanjutnya perilaku kesehatan

akan berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat.

Pengetahuan yang rendah sangat berpengaruh terhadap penyediaan jamban jika

dibanding dengan kepala keluarga yang berpengetahuan tinggi.

Hal ini sesuai hasil penelitian Yance Warman (2006), rendahnya

pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan jamban keluarga menyebabkan


54

masyarakat enggan untuk buang air besar (BAB) di jamban. Pengetahuan akan

mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Masyarakat yang memiliki

pengetahuan tentang bahaya penyakit yang disebabkan oleh kotoran tentu saja

akan selalu melakukan upaya-upaya untuk mencegah timbulnya penyakit

tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan membuat jamban sehat.

Rendahnya pengetahuan disebabkan oleh keengganan responden untuk

menerima sesuatu yang baru, dengan kata lain responden di desa ini sudah

terbiasa dengan perilaku yang mereka lihat dari nenek moyang mereka. Untuk

itu diharapkan kepada petugas puskesmas untuk mengadakan bimbingan teknis

tentang cara membuat jamban dan sehat dan mengadakan penyuluhan secara

berkala tentang manfaat penggunaan jamban keluarga bagi kesehatan dan

lingkungan.

C. Hubungan Kebiasaan dengan Ketersedian Jamban Keluarga.

Menurut teori Muhidin (2003), kebiasaan merupakan praktik (sifat, sikap,

tindakan) yang sudah mapan sehingga seakan-akan ia merupakan bagian yang

menyatu dalam diri seseorang yang dianggap sebagai kenyataan yang sulit untuk

diputuskan. Timbulnya suatu kebiasan sering diawali dengan gejolak pada diri

seseorang. Wujud kebiasaan pada diri seseorang terbagi 2 yakni : kebiasaan yang

baik dan kebiasaan yang tidak baik, terhadap dua kebiasaan tersebut maka

seseorang harus berupaya mengubah kebiasaan yang salah dan membiasakan diri
55

untuk meraih kebiasaan yang baik. Jika kita membandingkan antara kebiasaan

yang baik dan benar dengan kebiasaan yang buruk dan salah lebih banyak karna

adanya kecendrungan umum dalam masyarakat bahwa lebih menarik, biasanya

kebiasaan yang buruk dan salah ini terasa lebih nikmat, lebih menyenangkan,

lebih indah, lebih mudah dicapai walau pada tingkat tertentu lebih

membahayakan, proses kebiasaan buruk mereka wujud dari faktor pembiasaan.

Dalam teori Notoatmodjo (2007), Jamban adalah bangunan untuk tempat

buang air besar dan buang air kecil. Buang air besar dan air kecil harus di dalam

jamban, jangan di sungai atau di sembarang tempat karena dapat menimbulkan

penyakit.

Sesuai dengan hasil penelitian Joko Winarno (2003) yang menyatakan

pemanfaatan jamban keluarga oleh masyarakat belum sesuai dengan harapan

karena masih ada yang BAB atau buang hajat di tempat-tempat yang tidak sesuai

dengan kaidah kesehatan, misalnya sungai, kebun atau sawah. Hal ini karena

kebiasaan (pola hidup), atau fasilitas yang tidak/kurang terpenuhi serta

pengetahuan, sikap dan perilaku dari masyarakat itu sendiri maupun kurangnya

informasi yang mendukung terhadap pemanfaatan jamban keluarga.

Kebiasaan sangat dipengaruhi perilaku individu dalam menumbuhkan

motivasi belajar kondisi. Perilaku sangat dipengaruhi oleh kebiasaan dan

kebudayaan, dari hasil analisa yang didapat dilihat bahwa walaupun mereka
56

sudah mempunyai jamban akan tetapi mereka tetap membuang kotorannya di

sungai , hal ini juga sudah cukup membuktikan bahwa untuk merubah kebiasaan

individu bukan merupakan upaya yang mudah. Untuk itu perlunya upaya

peningkatan sikap masyarakat terhadap kepemilikan jamban keluarga di rumah

dengan cara memberikan jamban percontohan yang memenuhi syarat kesehatan.

D. Hubungan Penghasilan uarga dengan Ketersedian Jamban Keluarga.

Notoatmodjo (2006), dalam bukunya menyatakan pendapatan keluarga

menentukan ketersediaan fasilitas kesehatan yang baik. Semakin tinggi

pendapatan keluarga, semakin baik fasilitas dan cara hidup mereka yang terjaga

akan semakin baik. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan

kuantitas fasilitas kesehatan di suatu keluarga. Tingkat pendapatan seseorang

untuk memenuhi kebutuhan hidup, di mana status ekonomi yang baik akan

berpengaruh pada fasilitasnya yang diberikan. Apabila tingkat pendapatan baik,

maka fasilitas kesehatan mereka khususnya di dalam rumahnya akan terjamin,

masalahnya dalam penyediaan air bersih, penyediaan jamban keluarga atau

penyediaan saluran pembuangan limbah. Rendahnya pendapatan merupakan

rintangan yang menyediakan orang tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan

sesuai kebutuhan.

Supraptini (2004) menyatakan, status ekonomi dapat mempengaruhi

penyediaan jamban. Secara umum dapat dikatakan, semakin miskin rumah

tangga semakin kecil persentase untuk menyediakan jamban sehat sebaliknya


57

semakin tinggi status ekonomi semakin besar persentase untuk menyediakan

jamban sehat.

Hal ini sesuai hasil penelitian Joko Winarno (2003), ditemukan bahwa

hanya sebagian kecil rumah tangga yang memiliki jamban sendiri (pribadi) yakni

sekitar 39,5 %. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah rumah

tangga yang tidak memiliki jamban pribadi yakni sebesar 60,5%. Hal ini

disebabkan karena faktor ekonomi responden yang rendah, sehingga tidak

mampu untuk membuat jamban sehat.

Dalam penelitian ini sebagaian besar responden berpenghasilan rendah

sehingga daya beli responden masih diprioritaskan kepada pemenuhan

kebutuhan dasar. Dengan demikian walaupun mereka memahami pentingnya

jamban tetapi belum bisa membangun jamban yang memenuhi syarat kesehatan

karena tidak ada dana. Untuk itu hendaknya masyarakat dapat menggalang dunia

usaha setempat untuk memberikan bantuan penyediaan jamban sehat.


58

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan ketersediaan jamban

keluarga di Desa Majar dengan p value 0,001.


2. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan ketersediaan

jamban keluarga di Desa Majar dengan p value 0,001.


3. Ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan dengan ketersediaan jamban

keluarga di Desa Majar dengan p value 0,000.


4. Ada hubungan yang bermakna antara penghasilan dengan ketersediaan

jamban keluarga di Desa Majar dengan p value 0,000.

B. Saran

1. Kepada UPTD Puskesmas Muaradua diharapkan mampu memberikan

motivasi kepada masyarakat desa Majar untuk menambah pengetahuan

kesehatan pada masyarakat melalui penyuluhan atau promosi kesehatan yang

lebih intensif, baik lisan maupun dengan menyebarkan brosur, melalui media

massa/radio khusunya masalah yang berhubungan dengan pentingnya

penggunaan jamban dan manfaat jamban bagi kesehatan.

2. Diharapkan kepada petugas puskesmas untuk mengadakan bimbingan teknis

tentang cara membuat jamban dan sehat dan mengadakan penyuluhan secara
59

berkala tentang manfaat penggunaan jamban keluarga bagi kesehatan dan

lingkungan

3. Kerjasama lintas sektor dengan dunia usaha setempat dan tokoh masyarakat

untuk memberikan bantuan penyediaan jamban sehat dan melakukan arisan

jamban sehat, membuka usaha simpan pinjam untuk pembuatan jamban sehat.

DAFTAR PUSTAKA
60

Ahmadi Abu, Uhbiyati Nur, 2001. Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta.

Depkes RI, 2002. Pembinaan Kesehatan Masyarakat Wanita dan Air.

_________, 2004. Modul Penelitian dan Pengawasan Kesehatan Lingkungan


Pemukiman, Ditjen PPM / PLP, Jakarta.

_________, 2006. Modul Higiene dan Sanitasi Kesehatan Lingkungan, Ditjen PPM /
PLP, Jakarta.

Dinas Kesehatan Kabupaten OKU Selatan, 2011. Data Dasar Kondisi Kesehatan
Lingkungan Di Kabupaten OKU Selatan, Muaradua.

Hastono Sutanto Priyo, 2001. Modul Analisis Data, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.

Joko Winarno, 2003. Evaluasi Pemanfaatan Jamban dari Berbagai Aspek


Geohidrologi, Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya Masyarakat di Beberapa
Daerah Perdesaan Indonesia Tahun 2002.

Juli Soemirat Slamet, 2004, Kesehatan Lingkungan, Gajah Mada, Uneversity Press.

Muhidin Muhammad, 2003. Kiat-Kiat Mengubah Perilaku, Lentera, Jakarta.

Notoatmodjo. S, 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

__________, 2006. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

__________, 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta.

Wahid Iqbal Mubarak, 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Teori dan Aplikasi.
Salemba Medika. Jakarta

Yance Warman, 2006. Faktor-Faktor Yang Berkaitan dengan Perilaku Masyarakat


Dalam Pemanfaatan Jamban Keluarga Di Kelurahan Gonoharjo Kecamatan
Limbangan Kabupaten Dati II Kendal Propinsi Dati I Jawa Tengah.

KUESIONER PENELITIAN
61

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETERSEDIAAN


JAMBAN KELUARGA DI DESA MAJAR WILAYAH KERJA UPTD
PUSKESMAS MUARADUA KABUPATEN OKU SELATAN
TAHUN 2012

A. DATA UMUM

1. Nama :
2. Alamat :
3. Pendidikan : a. Tidak Bersekolah
b. Sekolah Dasar (SD)

c. SMP

d. SMA

e. Akademi/Perguruan Tinggi/Sederajat.

6. Penghasilan : a. Rp. 1.048.000,-/bulan.

b. < Rp. 1.048.000,-/bulan.

B. KETERSEDIAAN JAMBAN KELUARGA


1. Apakah di rumah saudara mempunyai jamban ?
a. Ya.
b. Tidak.

C. PENGETAHUAN KEPALA KELUARGA


62

1. Upaya pengelolahan kotoran manusia melalui penampungan dan pembuangan


yang memenuhi syarat teknis kesehatan guna melindungi, memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat disebut ?
a. Empang.
b. Parit.
c. Jamban

2. Berikut ini adalah syarat jamban sehat, kecuali :


a. Lubang penampungan kotoran sekurang-kurangnya 5 meter dari sumber
air.
b. Tidak merupakan tempat bersarang lalat, nyamuk dan kecoa.
c. Cukup terang dan ada lubang angin

3. Syarat pembangunan jamban adalah :


a. Limbah harus dialirkan ke sungai
b. Tidak mengotori air tanah disekitarnya
c. Jamban harus dekat dengan sumber air, supaya mudah membersihkannya.

4. Apa akibatnya apabila kotoran manusia selalu di buang ke sungai ?


a. Menimbulkan penyakit, menimbulkan bau busuk, dan mengotori air.
b. Menyuburkan tanah disekitar sungai.
c. Memberi makan ikan.

5. Penyakit apa saja yang ditimbulkan oleh kotoran manusia ?


a. Diare, kolera, typhoid, polio.
b. Rhematik, kencing manis dan darah tinggi.
c. Demam berdarah.

6. Menurut saudara jenis jamban apa yang paling memenuhi syarat kesehatan?
63

a. Septik tank, leher angsa


b. Cemplung

7. Sistem jamban yang sesuai untuk daerah yang mudah mendapatkan air bersi
adalah jamban :
a. Pelengsengan
b. Leher Angsa
c. Cemplung
8. Cara penularan penyakit yang penyebaranya melalui kotoran manusia adalah
sebagai berikut, kecuali :
a. Nyamuk
b. Melalui binatang pembawa kuman seperti : lalat atau kecoa

9. Menurut saudara berapa jarak kakus dengan sumur/sumber air minum ?


a. 10 meter.
b. < 10 meter
10. Jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menyebabkan, kecuali :
a. Pencemaran lingkungan
b. Mata rantai penularan penyakit
c. Banjir

D. KEBIASAAN

1. Di mana biasanya saudara buang air besar (BAB) ?

a. Di sungai.

b. Di kebun/hutan

c. Di jamban

d. Tempat tersembunyi/tempat yang sepi.

Anda mungkin juga menyukai