Anda di halaman 1dari 4

Hadirnya Badan Intel Kemhan, Jadi Benteng Ancaman

Nonmiliter
Senin, 1 Agustus 2016

Mantan Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan Letnan Jenderal TNI
(Purn) Syarifudin Tippe menyatakan Badan Intelijen Pertahanan bakal memayungi segala
ancaman yang berasal dari unsur militer maupun nonmiliter.

Tippe mengatakan, dalam sektor intelijen, Badan Intelijen Strategis (BAIS) Tentara Nasional
Indonesia yang sudah ada selama ini hanya bekerja dalam ruang militer. Akibatnya terjadi
kekosongan ruang dalam menghadapi ancaman nonmiliter di bidang pertahanan.

Untuk menutupi kekosongan ruang tersebut, menurut Tippe, dibutuhkan Badan Intelijen
Pertahanan. Badan intel ini nantinya juga akan membantu intelijen militer. Pertahanan itu
luas, dan ada ruang kosong yang tidak terjamah intelijen TNI, yaitu intelijen nonmiliter. Di
situlah tugas Badan Intelijen Pertahanan, kata Tippe, seperti dikutip Halloapakabar.com.

Mantan Rektor Universitas Pertahanan Indonesia itu mengatakan, Badan Intelijen Pertahanan
bertugas memberikan dukungan data-data dalam menyusun konsep dan strategi, serta
memetakan potensi ancaman di sektor pertahanan.

Pertahanan dan militer, ujar Tippe, merupakan dua hal berbeda tapi saling terikat. Pertahanan
tak selalu identik dengan militer, namun salah satu unsur dalam pertahanan adalah militer.

Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,
pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan negara.

Sementara Pasal 1 ayat 20 Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia menjelaskan bahwa militer adalah kekuatan angkatan perang dari suatu negara
yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Ancaman nonmiliter, kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu beberapa waktu lalu,
meliputi terorisme, bencana alam, pelanggaran perbatasan, separatisme, penyebaran penyakit,
serangan siber, narkoba, dan infiltrasi budaya.

Kementerian Pertahanan telah membahas wacana Badan Intelijen Pertahanan sejak tahun
2008. Saat menjadi Dirjen, Tippe melakukan studi ke Badan Intelijen Australia (Defence
Intelligence Organisation) di bawah Kementerian Pertahanan Australia.

Badan Intelijen Australia bertugas menilai data intelijen yang diperoleh dari atau disediakan
oleh agen-agen intelijen yang berada di dalam dan luar Australia. Tujuannya untuk
mendukung proses pengambilan kebijakan oleh pemerintah dan kementerian pertahanan
negara itu, serta merencanakan operasi angkatan bersenjata Australia.
Setelah itu (hasil studi tersebut) kami rumuskan dan gulirkan ke Mabes TNI. Pak Safrie
(Sjamsoeddin, Sekjen Kemhan) mengimbau (diserahkan) ke Mabes, namun ditolak karena
waktunya belum tepat saat itu, kata Tippe.

Belakangan wacana Badan Intelijen Pertahanan kembali menguat. Sekretaris Jenderal


Kemhan Laksamana Madya Widodo mengatakan badan intelijen di bawah kementeriannya
akan bekerja untuk menentukan kebijakan pertahanan negara, termasuk mengurus sumber
daya yang mendukung pertahanan seperti pangan, energi, dan manusia.

Fungsi itu, ujar Widodo, berbeda dengan BAIS di bawah Panglima TNI yang hanya
menangani kekuatan pertahanan yang bersifat konvensional terkait angkatan bersenjata.
Badan Intelijen Pertahanan, kata Widodo, berbeda pula dengan Badan Intelijen Negara (BIN)
di bawah presiden yang cakupannya terkait kebijakan negara secara menyeluruh.

Suara berbeda muncul dari sejumlah anggota Komisi I Bidang Pertahanan dan Intelijen DPR.
Wakil Ketua Komisi I Mayjen (Purn) Tubagus Hasanuddin menyatakan BAIS sesungguhnya
sudah mencakup fungsi intelijen pertahanan sehingga tak perlu lagi lembaga baru. Dalam
UU Intelijen Negara, intelijen pertahanan itu adanya di TNI. Jadi di BAIS, bukan Kemhan,
kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Pasal 9 UU Intelijen Negara menyebut penyelenggara intelijen negara di Indonesia terdiri


atas Badan Intelijen Negara, Intelijen Tentara Nasional Indonesia, Intelijen Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia, dan Intelijen
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian. Sementara Pasal 11 ayat 1 UU tersebut
berbunyi Intelijen Tentara Nasional Indonesia menyelenggarakan fungsi intelijen pertahanan
dan/atau militer.

Merujuk pada pasal itu, Hasanuddin menilai pemerintah sebetulnya tidak membutuhkan
badan intelijen baru, sebab Kemhan dapat menerima segala laporan dan informasi intelijen
dari BAIS.

Anggapan serupa muncul dari anggota Komisi I Mayjen Purnawirawan Supiadin Ari Saputra.
Meski demikian, menurut Supiadin, pemerintah dapat membentuk Badan Intelijen Pertahanan
dengan jaminan tak bakal ada tumpang tindih antara lembaga baru itu dan BAIS.

Senada, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti berpendapat fungsi
intelijen pertahanan telah dilaksanakan oleh BAIS. Itu sebabnya ia mempertanyakan rencana
pembentukan Badan Intelijen Pertahanan. Jika fungsi BAIS dengan badan intelijen yang akan
didirikan Kemhan berbeda, Ikrar menduga telah terjadi ketidakharmonisan terkait koordinasi
di antara Mabes TNI dan Kemhan.

Sebelumnya, Badan Instalasi Strategis Nasional Kementerian Pertahanan, yang disingkat


Bainstranas, bakal bertransformasi menjadi Badan Intelijen Pertahanan. Bagi kementerian
pimpinan Ryamizard Ryacudu itu, rencana perubahan tersebut bukan hal baru, sebab sudah
diwacanakan sejak 2008 di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Bainstranas merupakan salah satu satuan kerja di Kemhan. Badan yang dibentuk pada 2014
itu akan disulap menjadi badan intelijen untuk menyusun strategi pertahanan yang
komprehensif dan aplikatif sesuai kebutuhan di lapangan.
Sekretaris Jenderal Kemhan Laksamana Madya Widodo mengatakan Badan Intelijen
Pertahanan bertugas memberikan informasi intelijen kepada Menteri Pertahanan untuk
kemudian diserahkan kepada Presiden sebagai pertimbangan kebijakan pertahanan. Jadi jika
ada kebutuhan Bapak Menteri untuk membuat suatu keputusan atau kebijakan tentang
pertahanan, paling tidak lengkap (informasinya), kata Widodo.

Bainstranas bermarkas di kawasan Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia yang lebih
dikenal dengan sebutanIndonesia Peace and Security Center(IPSC), di Sentul, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat.

Pembentukan Bainstranas termaktub dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80


Tahun 2014 tentang Perubahan Keenam atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara.

Pasal 140A dalam perpres yang ditandatangani oleh Presiden SBY itu menjelaskan, Badan
Instalasi Strategis Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan kawasan instalasi
strategis nasional. Sedangkan, fungsi Bainstranas tercantum dalam Pasal 140B perpres
tersebut, yakni menyusun kebijakan teknis, rencana, dan program pengelolaan kawasan
instalasi strategis nasional; melaksanakan pengelolaan kawasan instalasi strategis nasional;
memantau, mengevaluasi, dan melaporkan pelaksanaan pengelolaan kawasan instalasi
strategis nasional; dan melaksanakan administrasi Badan Instalasi Strategis Nasional.

Seperti dilansir pusat media Kemhan, Defence Media Center, ada tujuh instalasi strategis
yang berada di bawah naungan Bainstranas. Ketujuh instalasi itu yakniStandby Forces, Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB), Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan), Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian
(PMPP), Pusat Bahasa, dan Pusat Olahraga Militer.

Di kawasan terpadu tersebut, menurut Purnomo Yusgiantoro kala menjabat Menteri


Pertahanan, akan disiapkan prajurit dan sumber daya manusia profesional. Purnomo
mengucapkan hal itu di Sentul saat melantik Kepala Bainstranas Mayjen Paryanto, 16
Oktober 2014 silam.

IPSC yang digagas SBY itu kerap disebut kawasan seven in one karena keberadaan tujuh
instalasi strategis di dalamnya. IPSC diharapkan menjadi international recognized complex.
Di sana terdapat fasilitas pelatihan terbesar di Asia Tenggara bagi pasukan penjaga
perdamaian.

Untuk mengelola IPSC itulah semula Bainstranas dibentuk. Bainstranas juga bertugas
mengkoordinasikan semua instansi terkait dalam menghadapi gangguan keamanan.

Karena ancaman nasional ke depan semakin kompleks dan tidak cukup hanya
mengandalkan instrumen militer, tetapi juga melibatkan hampir seluruh kementerian dan
lembaga, kata Paryanto kepada Ryamizard yang sedang meninjau kawasan IPSC pada April
2015 lalu.

Paryanto saat itu juga mengatakan, ancaman terhadap pertahanan negara akan lebih kompleks
di masa depan, dan lebih bersifat nonmiliter. Sebagian ancaman nonmiliter itu, dalam Buku
Putih Pertahanan Indonesia 2015 yang diluncurkan 31 Mei 2016, masuk kategori ancaman
nyata lima tahun ke depan, yakni terorisme, radikalisme, separatisme, bencana alam,
pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan, pencurian kekayaan alam, wabah penyakit,
serangan siber, spionase, serta peredaran dan penyalahgunaan narkotik.

Bainstranas dibentuk untuk mengambil peran dalam menghadang ancaman-ancaman tersebut,


dan akan meningkatkan perannya seiring transformasi lembaga menjadi Badan Intelijen
Pertahanan. Sumber daya manusia dan fasilitas Bainstranas, menurut Sekjen Kemhan
Laksdya Widodo, akan diserap langsung ke dalam Badan Intelijen Pertahanan.

Kami tidak mengubah, tidak menambah orang, tidak menambah duit. Karena sekarang
sudah ada anggota Bainstranas. Yang baru hanya strukturnya, kata Widodo.

Namun Menteri Ryamizard melontarkan ucapan agak berbeda. Menurut dia, Badan Intelijen
Pertahanan akan merekrut tenaga pendukung dari luar. Perekrutan bahkan disebut Ryamizard
sudah dimulai.

Terlepas dari pro-kontra pembentukan Badan Intelijen Negara, Ryamizard berkukuh hal itu
harus dilakukan. Kementerian Pertahanan di hampir semua negara, kata dia, pasti memiliki
badan intelijen sendiri.

Kabainstranas Paryanto, pada Rapat Koordinasi Teknis Bainstranas Tahun Anggaran 2016 di
Sentul Februari lalu berkata, perubahan organisasi yang ia pimpin menjadi Badan Intelijen
Pertahanan bukan untuk mengambil alih fungsi dan tugas badan intelijen yang sudah ada
seperti Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Badan Intelijen Negara (BIN), dan lain-lain.

Badan Intelijen Pertahanan, ujar Paryanto seperti dilansir situs resmi Kementerian
Pertahanan, merupakan bagian dari komunitas intelijen di bawah koordinasi BIN, dengan
fokus pada persoalan pertahanan negara.

Badan Intelijen Pertahanan dibentuk untuk mempertajam analisis strategis terhadap


perkembangan lingkungan global, regional, dan nasional dalam memprediksi dan
mengidentifikasi bentuk ancaman, guna menyusun strategi pertahanan yang komprehensif
dan aplikatif.

Jika sudah terbentuk, Badan Intelijen Pertahanan disebut Paryanto akan membangun kerja
sama dengan seluruh badan intelijen di seluruh kementerian dan lembaga.

Anda mungkin juga menyukai