BAB REVISI CECEP RISWANDI SIDANG 23 APRIL 2016 Baru
BAB REVISI CECEP RISWANDI SIDANG 23 APRIL 2016 Baru
PENDAHULUAN
1
2
kelamin terdapat peningkatan kadar asam urat serum sebanyak 86,21% pada
laki-laki dan 78,79% pada perempuan yang menderita DM tipe 2. Persentase
peningkatan kadar asam urat serum sebesar 8,00% yang dihitung berdasarkan
batas tertinggi nilai rujukan untuk laki-laki dan pada perempuan sebesar
1,05% yang dihitung berdasarkan batas tertinggi nilai rujukan untuk
perempuan. (6)
Penelitian yang dilakukan Diabetes Care bahwa diabetes
mempengaruhi terjadinya hiperurisemia. Ini dijelaskan dalam penelitian
tersebut bahwa faktor terjadinya hiperurisemia adalah pada penderita DM tipe
2. DM tipe 2 sendiri merupakan keadaan dimana adanya gangguan pelepasan
insulin yang biasanya disebabkan oleh kerusakan reseptor glukosa pada sel
beta pangkreas.DM tipe 2 dapat menyebabkan hiperurisemia karena terjadi
melalui resistensi hormoninsulin. Resistensi insulin akan mempengaruhi
terjadinya gangguan berupa meningkatkan reabsorbsi asam urat di tubulus
ginjal, sehingga menyebabkan penurunan ekskresi asam urat di ginjal. (7)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Tanjung Kabupaten
Brebes terdapat 150 penderita hiperurisemia di tahun 2015. Hiperurisemia
tersebut bisa disebabkan karena berbagai faktor risiko salah satunya usia,
jenis kelamin dan diabetes melitus. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian bagaimana hubungan faktor risiko usia, jenis kelamin
dan diabetes melitus tipe 2 terhadap prevalensi hiperurisemia di Puskesmas
Tanjung Kabupaten Brebes.
.
3 I Nyoman Korelasi positif Observasional Sampel sebanyak 82 orang, periode
Darsana,2014 kadar asam analitik potong April sampai Agustus 2014.
uratserum tinggi lintang. Ditemukan proporsi kadar AUS
tinggi pada NDP sebesar 53,7%
dengan neuropati Pengambilan
(N=44), NDP berkorelasi bermakna
diabetikperifer sampel dengan (p<0,001), sedang (r=0,509) dengan
pada penderita metode sampling arah korelasi positif terhadap kadar
DM tipe 2 di non random jenis AUS tinggi.
rumah sakit consecutive Dapat disimpulkan bahwa semakin
umum pusat tinggi kadar AUS semakin tinggi
langsah kemungkinan menderita NDP.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1 Hiperurisemia
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkataan kadar asam
urat darah di atas normal, batasan pragmatis hiperurisemia yang sering
digunakan adalah jika kadar asam urat darah di atas 7,0 mg/dl pada laki-laki
dan 6,0 mg/dl pada perempuan. Hiperurisemia terjadi akibat peningkatan
produksi asam urat, penurunan ekskresi asam urat. Peningkatan produksi
disebabkan oleh konsumsi purin yang berlebih, pasien kanker dan terapi
kanker. Penderita hiperurisemia lebih dari 90% kasus disebabkan oleh
penurunan ekskresi asam urat melalui ginjal, seperti pada penderita diabetes
melitus, gagal ginjal, dislipidemia, dan konsumsi obat-obatan seperti aspirin .
(8)
2. Riwayat keluarga
Orang-orang dengan riwayat genetik atau keturunan yang
mempunyai hiperurisemia mempunyai sisiko 1-2 kali lipat
dibandingkan pada penderita yang tidak memiliki riwayat
keturunan atau genetik. (13)
3. Obesitas
Indeks massa tubuh (IMT) 25 kg/ m 2 dapat meningkatkan kadar
asam urat dan juga memberikan beban menahan yang berat pada
sendi tubuh. Diet makanan rendah kalori dapat menyebabkan
starvation sehingga menyebabkan hiperurisemia.(14)
9
4. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol menyebabkan serangan gout karena alkohol
meningkatkan produksi asam urat. Kadar laktat darah meningkat
sebagai akibat produk sampingan dari metabolisme normal alkohol.
Asam laktat menghambat ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga
terjadi peningkatan kadarnya dalam serum.(15)
5. Penyakit
Asam urat dapat merangsang sistem renin angiotensi aldosteron
(RAA), sehingga dapat memicu peningkatan tekanan darah atau
hipertensi dan permeabilitas vaskular terganggu terutama di ginjal.
Diabetes melitus terjadi akibat metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein yang disebabkan oleh defisiensi hormon insulin secara
relatif atau absolut menjadi faktor risiko hiperurisemia. Seorang
dengan gagal ginjal akan mengalami hiperurisemia sebesar 47-67%
hal ini karena ekskresi asam urat melalui urin gagal, sehingga
terjadi penumpukan asam urat dalam darah. Dislipidemia
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar kolesterol total, low
density lipoprotein (LDL), trigliserida, dan penurunan high density
lipoprotein (HDL) yang menyebabkan terjadinya risiko
hiperurisemia. (15, 16, 17)
6. Obat-obatan
Beberapa obat-obat yang turut mempengaruhi terjadinya
hiperurisemia antara lain diuretika (furosemid dan
hidroklorotiazid) dapat menurunkan kemampuan ginjal untuk
membuang asam urat, obat kanker, obat anti-hipertensi, vitamin
B12 dapat meningkatkan absorbsi asam urat di ginjal sebaliknya
menurunkan ekskresi asam urat urin.(8)
7. Usia dan Jenis kelamin
Pria memiliki risiko lebih besar yaitu 95% terkena nyeri sendi dan
5% pada wanita kelompok usia yang sama. Dalam Kesehatan dan
Gizi Ujian Nasional Survey III, perbandingan laki-laki dengan
10
Penurunan fungsi
Usia Degeneratif
ginjal
Peningkatan Reabsorbsi
Diabetes Mellitus Resistensi asam urat di
AGEs dan
tipe 2 Insulin
ROS ginjal
Skema 1. Kerangka Teori
17
Usia
2.8 Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara faktor risiko usia dengan prevalensi
hiperurisemia.
2. Terdapat hubungan antara faktor risiko jenis kelamin dengan prevalensi
hiperurisemia.
3. Terdapat hubungan antara faktor risiko diabetes melitus tipe 2 dengan
prevalensi hiperurisemia.
4. Hubungan terbesar terdapat pada faktor resiko diabetes melitus tipe 2
terhadap prevalensi hiperurisemia.
18
BAB III
METODE PENELITIAN
Keterangan :
n = Besar sampel
N = Besar populasi
d = Tingkat kepercayaan (0,1)
150
n= 1+150( 0,12)
150
n= 1+150( 0,01)
150
n= 2,5
n = 60
20
Kuesioner
2 Jenis kelamin Penderita hiperurisemia di Nominal
- 1 : Laki-laki
Puskesmas Tanjung baik laki-laki - 2 : Perempuan
maupun perempuan
Populasi
22
Consecutive sampling
Sampel
Jenis kelamin
P L
Mengisi kuesioner
Menganalisis data
Keterangan :
Persiapan Penelitian
L : Laki
Pengumpulan teori
P : Perempuan
Perumusan masalah
penelitian
Membuat metode dan
3.8 rancangan
Alur penelitian
Penelitian
Membuat hipotesis
penelitian
Membuat perizinan
penelitian
Membuat etika
penelitian
23
Pelaksanaan Penelitian
Etika clearance
Mengurus
perizinan penelitian
Persiapan sampel
penelitian
Sidang Melakukan prosedur
Proposal penelitian
Mencatat hasil
penelitian
Akhir Penelitian
Melakukan analisis
dan pengolahan data
hasil penelitian
Pembuatan hasil
penelitian
Melakukan
pembahasan penelitian
Membuat kesimpulan
dan saran penelitian
2 Coding
Setiap lembar kuesioner yang telah diisi oleh responden diberi kode
yang dilakukan oleh peneliti agar lebih mudah dan sederhana.
3 Processing
24
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Tabel 3. Karakteristik responden (jenis kelamin, usia, diabetes melitus tipe 2, dan
hiperurisemia)
Hasil skrining kadar gula darah dan kadar asam urat menurut usia
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
270
260
250
240
230
kadar GDS (mg/dL) 220
210
200
asam urat 8,3 mg/dL. Responden berusia >60 tahun memiliki rerata
kadar GDS 247 mg/dL dan kadar asam urat 7,1 mg/dL.
Tabel di bawah ini menunjukkan responden yang mengalami
hiperurisemia dan mengalami diabetes melitus.
4.1.2 Hasil Skrining Kadar Gula Darah dan Kadar Asam Uratmenurut
Jenis Kelamin
Hasil skrining kadar gula darah sewaktu dan asam urat
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
260
255
250
240
235
230
Laki-laki Perempuan
8.4
8.3
8.2
8.1
Kadar asam urat (mg/dL)
8
7.9
7.8
7.7
Laki-laki Perempuan
kadar GDS 235 mg/dL dan kadar asam urat 8,9 mg/dL. Responden
berusia 51-60 tahun memiliki rerata kadar GDS 262 mg/dL dan kadar
asam urat 8,3 mg/dL. Responden berusia >60 tahun memiliki rerata
kadar GDS 247 mg/dL dan kadar asam urat 7,1 mg/dL.
Hiperurisemia
Ya Tidak
N % N %
Jenis Laki-laki 18 26,1% 3 4,3%
kelamin Perempuan 36 52,2% 12 17,4%
Total 54 78,3% 15 21,7%
X2 ; p=0,321 PR=0,5095%IC=0,12-1,99 r=0,119
Hiperurisemia
Ya Tidak
n % N %
Diabetes Melitus Ya 45 65,2% 4 5,8%
Tidak 9 13,1% 11 15,9%
Total 54 78,3% 15 21,7%
X2 ; p=0,000 PR=13,75 95%IC=3,56-3,02 r=0,458
Tabel 9. Uji korelasi jenis kelamin, usia, dan diabetes melitus dengan hiperurisemia
Varibel Nilai p PR (IK 95%)
Jenis kelamin 0,720 0,677 (0,080-5,724)
Usia >60 tahun 0,023 Perbandingan
Usia 31-40 tahun 0,710 1,589 (0,139-18,182)
Usia 41-50 tahun 0,004 0,011 (0,000-0,240)
Usia 51-60 tahun 0,080 0,111 (0,010-1,296)
DM tipe 2 0,001 0,018 (0,002-0,174)
Constant 0,027 0,000
Usia>60 tahun 0,019 Perbandingan
Usia 31-40 tahun 0,695 1,624 (0,144-18,349)
Usia 41-50 tahun 0,003 0,010 (0,000-0,219)
Usia 51-60 tahun 0,084 0,119 (0,011-1,335)
DM tipe 2 0,001 0,017 (0,002-0,172)
Constant 0,029 13,950
35
BAB V
PEMBAHASAN PENELITIAN
Hasil penelitian mengenai Hubungan faktor risiko usia, jenis kelamin, dan
diabetes melitus tipe 2 terhadap prevalensi hiperurisemia menunjukan hasil
berupa analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis univariat menyatakan
rerata hasil skrining kadar GDS dan kadar asam urat yang ditinjau berdasarkan
usia dan jenis kelamin. Analisis bivariat menyatakan korelasi tiap variabel pada
faktor risiko usia, jenis kelamin, dan diabetes melitus tipe 2 terhadap
hiperurisemia. Analisis multivariat menyatakan korelasi seluruh variabel pada
faktor risiko usia, jenis kelamin, dan diabetes melitus tipe 2 terhadap
hiperurisemia.
Analisis univariat menunjukan bahwa rerata skrining kadar GDS tertinggi
yaitu pada usia 51-60 tahun dengan rerata 262 mg/dL, sedangkan rerata kadar
GDS terendah yaitu pada usia 31-40 tahun dengan rerata 223 mg/dL. Rerata
skrining kadar asam urat tertinggi yaitu pada usia 41-50 tahun dengan rerata 8,9
mg/dL, sedangkan rerata terendah pada usia 31-40 tahun dengan rerata 6,3 mg/dL.
Analisis rerata skrining kadar GDS dan kadar asam urat berdasarkan jenis kelamin
36
5.5 Hubungan Faktor Risiko Usia, Jenis Kelamin, dan Diabetes Melitus Tipe
2 dengan Hiperurisemia
Berdasarkan analisis multivariat pada tabel 7 menunjukan bahwa faktor
risiko diabetes melitus tipe 2 berpengaruh terhadap prevalensi hiperurisemia.
Penderita DM dimana hiperglikemia kronis dan resistensi insulin memegang
peranan penting dalam meningkatkan aktivitas sitokin proinflamasi.
Peningkatan aktivitas sitokin ini akan meningkatkan apoptosis sel dan
nekrosis jaringan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kadar asam urat di
dalam serum. Aktivitas sitokin proinflamasi akan meningkatkan aktivitas
enzim xanthine oxidase yang merupakan katalisator dalam proses
pembentukan asam urat, yang juga akan lebih meningkatkan kadar asam urat
dan radikal bebas di dalam serum. Setiap 1 mg / dL kenaikan asam urat
dikaitkan dengan 18% peningkatan risiko diabetes yang signifikan setelah
disesuaikan kadar glukosa dan insulin puasa.
Menurut Berry, et al (2003) nukleotida purin disintesis dan mengalami
degradasi di dalam semua jaringan, sedangkan asam urat hanya diproduksi di
dalam jaringan yang mengandung xantin oksidase, terutama hepar dan usus
kecil. Peningkatan kadar asam urat merupakan prediktor independen kejadian
diabetes melitus tipe 2 pada populasi umum. Menurut Clause J.O et al, untuk
beberapa waktu, telah diakui bahwa kadar asam urat dikaitkan secara positif
dengan kadar glukosa pada subjek orang yang sehat. Menurut Khosia UM. et
al (2005) tingkat serum asam urat telah dinyatakan berhubungan dengan
risiko diabetes tipe 2. Penelitian Kuo-Liong Chien et al (2008) melakukan
studi kohort prospektif menunjukkan hubungan positif antara konsentrasi
asam urat dengan DM tipe 2 pada orang China.(54, 55, 56, 57)
41
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian dan analisis pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan:
1. Terdapat hubunganantara faktor risiko usia dengan prevalensi
hiperurisemia terbanyak pada usia 41-50 tahun.
2. Tidak terdapat hubungan antara faktor risiko jenis kelamin dengan
prevalensi hiperurisemia di Puskesmas Tanjung Kabupaten Brebes.
3. Terdapat hubungan antara faktor risiko diabetes melitus tipe 2 dengan
prevalensi hiperurisemia di Puskesmas Tanjung Kabupaten Brebes.
4. Terdapat hubunganantara usia dan diabetes melitus tipe 2 dengan
prevalensi hiperurisemia di Puskesmas Tanjung Kabupaten Brebes.
6.2 Saran
1. Saran untuk responden
Diharapkan responden yang memiliki diabetes melitus tipe 2 dan
hiperiusemia dapat mengkontrol penyakitnya secara baik untuk
menghindari kemungkinan komplikasi yang akan terjadi.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Kim SY, Guevara JP, Choi HK, Heitjan DF, Albert DA. Hyperuricemia and
Risk Factor of Stroke: A Systematic Review and Metaanalysis. NIH Public
Access. 2010; p. 885-892.
2. Misnadiarly. Asam Urat-Hiperurisemia-Arthritis Gout Jakarta: Pustaka Obor
Populer; 2007.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Jakarta; 2013.
4. Luk AJ, Simkin PA. Epidemiology of Hyperuricemia and Gout. The American
Journal of Managed Care. 2005 November; 11 p. 435-442.
5. Brownson RC, Remington PL, Davis JR. Chronic Disease Epidemiology and
Control. American Public Health Association. 1996; p. 149-179.
6. Anggraeni R. Gambaran Asam Urat Serum Pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2. Maranatha Repository System. 2011.
7. Diabetes Care. High Serum Uric Acid as a Novel Risk Factor for Type 2
Diabetes. 2008.
8. Junaidi I. Rematik dan Asam Urat. 4970th ed. Jakarta: PT Buana Ilmu
Populer; 2006.
9. Warner DS, Sheng H, Batinic-Haberle I. Antioxidant and The Ischemic Brain,
Review. The Journal Of Experimental Biology. 2004; 207 p. 3221-3231.
10. Poedjiadi S. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press; 2007.
43
28. ADA. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. 33rd ed. Jakarta;
44
2012.
29. Donna D. Medical Surgical Nursing. 7th ed.: Diabetes Care; 2013.
30. Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabees Melitus Tipe 2 di
Indonesia. In ; 2011; Jakarta.
31. Lioso JP, Sondakh RC, Ratang BT. Hubungan Antara Umur, Jenis Kelamin,
dan Indeks Massa Tubuh Dengan Kadar Asam Urat Darah Pada Masyarakat
Yang Datang Berkunjung Di Puskesmas Paniki Kota Manado. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. 2015 Februari.
32. Kurniasari , Kambayana , Putra TR. Hubungan Hiperurisemia dengan
Fraction 6 Urin Acid Clearance di Desa Tanganan Pengrisingan
Karangasem Bali. Journal Penyakit Dalam. 2011 Mei; 12(2).
33. Manzato E. Uric Acid: An Old Actor For A New Role. Intern Emerg Med.
2003; 2. p: 1-2.
34. Liewelyn JG. The Diabetic Neuropathies Types, Diagnosis and Management.
Journal Neural Neurosurg Psychiatr. 2003; 74. p. 1115-1119.
35. Tesfaye S, Selvarajah D. Advances in The Epidemiology, Pathogenesis and
Management of Diabetic Neuropathy. Diabetes Metab Res. 2012; 28. p. 8-14.
36. Gersch C, Palii SP, Kim KM, Angerhover A, Johnson RJ, Henderson GN.
Inactivation Of Nitic Oxide by Uric Acid. Nucleosides Nucleotides Nucleic
Acid. 2008 August; 27. p. 967-978.
37. Bo S, Cavalo-Perin P, Gentile L, Repetti E, Pagano G. Hypouricemia and
Hyperuricemia in Type 2 Diabetes: Two Different Phenotypes. Journal Clin
Invest. 2001; 31. p. 318-321.
38. Rosolowosky ET, Ficociello LH, Maselli NJ, Niewczaz MA, Binns AL,
Roshan B. High Normal Serum Uric Acid is Associated With Impaired
Glomerular Filtration Rate in nonproteinuric Patients with Ttpe 2 Diabetes.
Clin Journal Am. Soc. Nephrol. 2008; 3. p. 706-713.
39. Zoppini G, Targher G, Negri C, Stoico V, Perrone F, Muggeo M, et al.
Elevated Serum Uric Acid Concentration Independently Predict
Cardiovascular Mortality in Type 2 Diabetic Patients. Diabetes Care. 2009;
32. p. 1716-1720.
40. Qin LV, Meng XF, He F. High Serum Uric Acid and Increased Risk of Type 2
Diabetes: A Systemic Review and Meta-Analysis of Prospective Cohort
Studies. PLOS ONE. 2013 February; 8. p. 1-7.
45
41. Bandaru P, Shanker A. Association Between Serum Uric Acid Levels and
Diabetes Mellitus. Internastional Journal of Endocrinology. 2011; 11. p. 1-6.
42. Fiskha, P. Hubungan Antara Usia dan Jenis Kelamin Terhadap Peningkatan
Kadar Asam Urat Pada Pasien Uisa 20-70 tahun di Rumah Sakit Umum
Bhakti. 2010.
43. Lioso, Jilly P. Sondakks, Ricky P., Ratag, Budi T. Hubungan Antara Umur,
Jenis Kelamin Dan Indeks Massa Tubuh Dengan Kadar Asam Urat Darah
Pada Masyarakat Yang Datang Berkunjung Di Puskesma Paniki Bawah Kota
Manado. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. 2015
44. Purwaningsih, T. Faktor-Faktor Risiko Hiperurisemia. Dipublikasikan di
Universitas Diponegoro Semarang. 2010.
45.Elisabeth H, Hyon K C. Menpouse, Postmenopousal hormone use and serum
uric acid levels ini US women the third national health and nutrition
examination survey. Arthritis Research and Therapy. 2008; 10:R116.
46. Terkeltaub RA. Gout. New England Journal of Medicine; Oct, 2003;
349:1547-55.
47. Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC. 2006. Vol.2.
48. Tjokroprawiro, A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga
University press. 2007.
49. Bridges SL. Gout Epidemiology, pathology and pathogenesis, in: Klippel JH.
Primer on the rheumatic disease. Atlanta: Arthritis Foundation; 2001:323-8.
50. Mawara, M.E, Kepel, B.J, Maramis FR. Perbandingan Kadar Asam Urat
Darah Pada Masyarakat Semi Kota Dan Masyarakat Desa DI Kabupaten
Minahasa Selatan. FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Universitas
Sam Ratulangi. 2014.
51. Zhang W, Sun K, Yang Y, Zhang H, Hu FB, Hui R, Plasma Uric Acid and
Hypertension in a Chinese Community: Prospective Study and Metaanalysis,
in Clinical Chemistry Journal, 2009.vol 55(11), pp 2026-34.
52. Amalia, L. Hubungan Antara Kadar Asam Urat dengan Kadar Glukosa
Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Digiulib Fakultas Kedokterdan UMY. 2012.
46
LAMPIRAN