Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sumberdaya alam yang terbatas menurut waktu dan tempat.
Pengolahan dan pelesta-riannya merupakan hal yang mutlak perlu dilakukan. Saat ini, di
hampir sebagian besar negara-negara di dunia menghadapi permasalahan sumber air. Di
samping sulitnya mendapatkan air dengan kualitas yang memenuhi persyaratan, jumlahnya
juga sangat terbatas.

Di Indonesia, permasalahan sumberdaya air dapat dibagi menjadi tiga hal pokok yaitu
masalah kuantitas, masalah kualitas dan masalah distribusi air. Berdasarkan perbandingan
ketersediaan dan kebutuhannya, ketersediaan air di Pulau Jawa, Bali Nusa Tenggara dan
Sulawesi Selatan telah mengalami tingkat kritis. Pada tahun 2000, kebutuhan air di pulau
jawa telah mencapai 153% dari ketersediaannya. Dipulau bali mencapai 73%, sedangkan di
Nusa Tenggara mencapai 58%. Irosnisnya justru pulau-pulau dengan potensi air tinggi seperti
papua dan Kalimantan, kebutuhan airnya sangat rendah.

Dari segi kualitas, saat ini telah terjadi penurunan kualitas air yang cukup signifikan
di beberapa kota besar. Di daerah perkotaan, limbah domestik dan industri telah
menyebabkan penurunan kualitas air sungai di bagian hilir seperti sungai Ciliwung di Jakarta,
Sungai Garang di Semarang, Sungai Brantas, Sungai Surabaya dan Porong di sekitar
Surabaya serta Sungai Musi di Palembang (Saeni, 1989). Pencemaran akibat limbah domestik
dan industri bukan saja terjadi pada air sungai, tetapi juga terjadi pada air tanah. Selain oleh
limbah domestik dan industri, pencemaran air juga dapat disebabkan oleh air tanah asin yang
berada di daratan. Keberadaan airtanah asin ini telah menjadi permasalahn serius di kota-kota
yang terletak di daerah pantai. Adanya airtanah asin menyebabkan peningkatan kadar
salinitas pada air sumur, sehingga air sumur berasa asin.

Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang terdiri dari banyak
pulau-pulau yang memiliki masalah mendapatkan air bersih untuk air minum. Khusunya di
daerah pantai, tiap kali membuat sumur gali, yang didapatkan adalah airtanah yang rasanya
asin. Upaya pembuatan sumur bor, seringkali juga tidak mendapatkan hasil yang sesuai
diharapkan.

Berdasarkan latar belakang diatas maka saya tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul PEMANFAATAN TEKNIK GEOLISTRIK UNTUK MENDETEKSI
PERSEBRAN AIR TANAH ASIN PADA AKUIFER BEBAS DI WINI KECEMATAN
INSANA UTARA

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain:
1. Bagaimana mengetahui persebaran air tanah asin di daerah WINI KECEMATAN
INSANA UTARA;
2. Bagaimana cara menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terdapatnya
airtanah asin di daerah WINI KECEMATAN INSANA UTARA;
3. Mencari kemungkinan ditemukannya airtanah tawar pada akuifer tertekan.

.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui persebaran air tanah asin di daerah WINI KECEMATAN
INSANA UTARA;
2. Untuk cara menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terdapatnya airtanah
asin di daerah WINI KECEMATAN INSANA UTARA;
3. Untuk mencari kemungkinan ditemukannya airtanah tawar pada akuifer tertekan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun
1912. Geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika untuk mengetahui perubahan
tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik
DC (Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik
ini menggunakan 2 buah Elektroda Arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan
jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa
menembus lapisan batuan lebih dalam.

Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik di
dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur dengan penggunakan
multimeter yang terhubung melalui 2 buah Elektroda Tegangan M dan N yang jaraknya
lebih pendek dari pada jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi
lebih besar maka tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan
informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar.

Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik
ini sama dengan separuh dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila digunakan arus listrik
DC murni), maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran arus listrik ini berbentuk setengah
bola dengan jari-jari AB/2.

Cara Kerja Metode Geolistrik


Umumnya metoda geolistrik yang sering digunakan adalah yang menggunakan 4 buah
elektroda yang terletak dalamsatu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu 2 buah
elektroda arus (AB) di bagian luar dan 2 buah elektroda ntegangan (MN) di bagian dalam.

Kombinasi dari jarak AB/2, jarak MN/2, besarnya arus listrik yang dialirkan serta
tegangan listrik yang terjadi akan didapat suatu harga tahanan jenis semu (Apparent
Resistivity). Disebut tahanan jenis semu karena tahanan jenis yang terhitung tersebut
merupakan gabungan dari banyak lapisan batuan di bawah permukaan yang dilalui arus
listrik.

Bila satu set hasil pengukuran tahanan jenis semu dari jarak AB terpendek sampai
yang terpanjang tersebut digambarkan pada grafik logaritma ganda dengan jarak AB/2
sebagai sumbu-X dan tahanan jenis semu sebagai sumbu Y, maka akan didapat suatu bentuk
kurva data geolistrik. Dari kurva data tersebut bisa dihitung dan diduga sifat lapisan batuan di
bawah permukaan.

Kegunaan Geolistrik

Mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai kedalaman sekitar


300 m sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akifer yaitu lapisan
batuan yang merupakan lapisan pembawa air. Umumnya yang dicari adalah confined
aquifer yaitu lapisan akifer yang diapit oleh lapisan batuan kedap air (misalnya lapisan
lempung) pada bagian bawah dan bagian atas. Confined akifer ini mempunyai recharge
yang relatif jauh, sehingga ketersediaan air tanah di bawah titik bor tidak terpengaruh oleh
perubahan cuaca setempat.

Geolistrik ini bisa untuk mendeteksi adanya lapisan tambang yang mempunyai
kontras resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan bawahnya. Bisa juga untuk
mengetahui perkiraan kedalaman bedrock untuk fondasi bangunan.

Metoda geolistrik juga bisa untuk menduga adanya panas bumi (geotermal) di bawah
permukaan. Hanya saja metoda ini merupakan salah satu metoda bantu dari metoda geofisika
yang lain untuk mengetahui secara pasti keberadaan sumber panas bumi di bawah
permukaan.

Geolistrik juga merupakan metode penyelidikan airtanah dari permukaan bumi yang
paling populer dalam bidang hidrogeologi (Todd, 1980). Kepopuleran ini disebabkan perlatan
geolistrik mudah dibawa, mudah dioperasikan, waktu pengukuran cepat dengan biaya murah
serta akurasi data yang dapat diandalkan. Pada dasarnya geolistrik merupakan alat untuk
mendeteksi perlapisan batuan di bawah permukaan bumi. Prinsip utamanya adalah bahwa
tiap perlapisan batuan mempunyai tahanan yang berbeda-beda bila dialiri listrik yang disebut
tahanan jenis (resistivity). Hasil pendugaan pada berbgai jenis batuan menunjukkan adanya
kisaran nnilai tahanan jenis yang bervariasi.

Pada kebanyakan batuan nilai tahanan jenis lebih banyak ditentukan oleh porositas,
kandungan air serta kualitas airnya. Pada akuifer yang tersusun oleh bahan lepas, nilai
tahanan jenis akan semakin menurun sesuai dengan tingkat kejenuhan dan keasinan
airtanahnya. Adanya lapisan lempung juga akan semakin menurunkan (hingga mencapai
sekitar 2 m) nilai tahanan jenis, karena sifatnya yang sangat menghantarkan listrik. Menurut
Zohdy et al. (1980), tahanan jenis pada batuan sedimen seperti misalnya pada lempung atau
pasir yang jenuh air asin nilainya kurang dari 1 m. Pada batuan basal serta pasir dan kerikil
yang kering, nilai tahanan jenisnya dapat mencapai ribuan m, sedangkan untuk pasir dan
kerikil yang jenih air tawar tahanan jenisnya antara 15 dan 600 m. Diantara berbagai
penyebab keasinan airtanah di daratan, intrusi air laut dan air fosil merupakan penyebab yang
paling dominan.

Mintakat pertemuan air asin dari air laut dan air tawar disebut interface. Daerah di
bawah interface merupakan air asin, sedangkan di atasnya airtanah tawar (Gambar 1). Makin
kuat desakan airtanah tawar dari daratan terhadap air laur, maka Interface akan makin ke
arah laut atau sangat dalam, sebaliknya bila desakan air berkurang, air laut akan mendesak ke
darat dan interface akan makin dangkal. Menurut Polo dan Ramis (1983), pergerakan kedua
jenis zat cair ini pada interface dapat diketahu dengan simulasi menggunakan model
matematika. Disamping terjadi pergerakan antar zat cair, pada mintakat ini juga terjadi
beberapa proses kimi . Sering terjadi pertukaran ion antara Ca2 + dan Mg2+ serta antara Ca2+
dan Na+, demikian pula dengan terjadinya reduksi sulfat (Goldenberg et al, 1983).
Kedalaman interface dapat diperkirakan dengan persamaan Ghyben-Herzberg dapat ditulis
sebagai berikut (Bouwer, 1978, Todd, 1980, Fetter, 1988)
Gambar 2. Keadaan air asin dan air tawar pada interface ( FAO, 1997)

dengan h adalah elevasi muka airtanah di atas muka air laut, z adalah kedalaman interface
dari muka air laut, s adalah densitas air asin (1,025 g/cm3) dan f adalah densitas air tawar
(1,000 g/cm3). Berdasarkan persamaan tersebut, kedalaman interface disuatu akuifer pantai
dapat diperkirakan sebesar 40 h (Beukeboom 1978; Wanielista et al, 1997).

Kedalaman interface juga dapat ditentukan dengan pendugaan geolistik. Dengan teknik ini
dapat ditentukan stratigrafi batuan dan nilai tahanan jenis airtanah yang terdapat di dalamnya.
Air tawar mempunyai nilai tahanan jenis yang berbeda dibandingkan dengan air asin.
Interface atau batas air tawar dan air asin yang terjadi akibat perbedaan berat jenis dari kedua
air tersebut yakni melalui proses difusi. Bentuk dan pergerakan batas tersebut diatur oleh
keseimbangan hidrodinamika air tawar dan air asin (Ashriyati, 2011). Jika terdapat keadaan
dimana air asin telah berada di bawah akuifer maka air asin akan segera menerobos ke dalam
sumur. Demikian pula jika akuifer ini tidak tebal, maka penerobosan air asin akan
berlangsung perlahan- lahan melalui pantai. Keadaan tersebut dikenal dengan Hukum
Herzberg (Ashriyati, 2011).
Menurut konsep Ghyben-Herzberg dalam Ashiyati (2011) air asin dijumpai pada
kedalaman 40 kali tinggi muka air tanah di atas muka air laut. Fenomena ini disebabkan
akibat perbedaan berat jenis antara air laut (1.025 g/cm3 dan berat jenis air tawar (1.000
g/cm3 ). Air laut memiliki berat jenis yang lebih besar dari air tawar, akibatnya air laut akan
mudah mendesak air tanah semakin masuk. Secara alamiah air laut tidak dapat masuk jauh ke
daratan sebab air tanah memiliki piezometric yang menekan lebih kuat dari pada air laut,
sehingga terbentuk interface sebagai batas antara air tanah dengan air laut. Keadaan tersebut
merupakan keadaan keseimbangan hidrostatik antara air laut dan air tanah (Herlambang, A.
2005).
Hubungan antara air tanah tawar dengan air asin pada akuifer pantai dapatdilihat pada
Gambar2.2.

Gambar 2.2. Kondisi interface yang alami (gambar kiri) dan sudah mengalami
intrusi (gambar kanan)
(Sumber : Lenntech.http:/lenntech.com/groundwater/seawater-intrusions)

Pada Gambar 2.2 di atas (kiri) dapat dijelaskan bahwa pada kondisiinterface yang
alami, air tanah akan mengalir secara terus menerus ke laut. Hal ini terjadi karena tekanan
piezometric air tanah yang lebih tinggi dari pada muka air laut sehingga desakan air laut
dapat dinetralisir dan aliran air yang terjadi adalah dari daratan ke lautan serta terjadi
keseimbangan antara air laut dan air tanah. Normalnya kedalaman interface dibawah muka
air laut (z) adalah 40 kali elevasi muka air tanah di atas muka air laut (hf). Pada Gambar 2.2.
(kanan) di atas, dapat dijelaskan bahwa adanya eksploitasi akuifer pantai/ pengambilan air
tanah dalam jumlah yang cukup besar makin lama mengakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan aliran air tawar yang masuk ke laut. Aliran air laut mendesak air tawar
dan mendorong interface menuju ke arah sumber eksploitasi air tanah membentuk kerucut
dan berdampak intrusi air laut ke dalam akuifer. Sosrodarsono dan Takeda (2003),
menyatakan empat metode untuk mengendalikan intrusi air laut, yaitu: mengurangi
pemompaan air tanah di daerah pantai, membuat pengimbuhan air tanah buatan (artificial
recharge) pada akuifer pantai, memompa air laut yang terletak di akuifer pantai dan membuat
penghalang di bawah tanah di daerah pantai.
Penelitian airtanah asin telah dilakukan beberapa peneliti di beberapa daerah dan
negara. FAO (1997), menyatakan bahwa adanya airtanah asin di daratan merupakan
fenomena umum yang terjadi pada daerah-daerah yang terletak di pada banyak kota di dunia
seperti daerah Damsarkho dan Akkar di Suriah, Siwa di Mesir, Beirut di Libanon serta di
Siprus, Tunisia, dan Turki. Untuk wilayah Asia Tenggara, Bangkok dan Jakarta merupakan
dua kota yang wilayahnya banyak didapatkan airtanah asin, akibat intrusi air laut (Soenarto
1988). Di Bangkok intrusi terjadi dengan kecepatan 50 meter/tahun, sedangkan di Jakarta 3
hingga 50 meter/tahun. Menurut Kodoatie (1996), pada tahun 1988 intruisi air laut di Jakarta
telah terdeteksi sejauh hingga 3 kilometer di garis pantai.
Intrusi air asin adalah pergerakan air asin ke akuifer air tawar yang dapat mengkontaminasi
sumber air minum. Intrusi air asin dapat terjadi secara alami hingga derajat tertentu pada
sebagian besar akuifer pantai, dikarenakan adanya hubungan hidrolik antara air tanah dan air
laut. Karena air asin memiliki kadar mineral yang lebih tinggi dari air tawar, maka air laut
memiliki masa jenis yang lebih tinggi dan tekanan air yang lebih besar. Sehingga air asin
bergerak menuju air tawar. Berbagai aktivitas manusia terutama pemompaan air tanah dari
akuifer pantai, dapat meningkatkan intrusi air laut karena tekanan air tanah berkurang dan
menjadi relatif lebih kecil dibandingkan tekanan dari air laut. Penyebab intruisi air asin
lainnya yaitu kanal navigasi dan drainase yang menciptakan celah bagi air laut bergerak ke
daratan melewati permukaan dan melalui pasang surut air. Intrusi air laut juga dapat terjadi
pada kondisi cuaca ekstrim seperti badai dan ombak besar.
Intrusi atau penyusupan air asin ke dalam akuifer di daratan pada dasarnya adalah
proses masuknya air laut di bawah permukaan tanah melalui akuifer di daratan atau daerah
pantai. Dengan pengertian lain, yaitu proses terdesaknya air bawah tanah tawar oleh air
asin/air laut di dalam akuifer pada daerah pantai.
Apabila keseimbangan hidrostatik antara air bawah tanah tawar dan air bawah tanah asin di
daerah pantai terganggu, maka akan terjadi pergerakan air bawah tanah asin/air laut ke arah
darat dan terjadilah intrusi air laut. Terminologi intrusi pada hakekatnya digunakan hanya
setelah ada aksi, yaitu pengambilan air bawah tanah yang mengganggu keseimbangan
hidrostatik. Adanya intrusi air laut ini merupakan permasalahan pada pemanfaatan air bawah
tanah di daerah pantai, karena berakibat langsung pada mutu air bawah tanah. Air bawah
tanah yang sebelumnya layak digunakan untuk air minum, karena adanya intrusi air laut,
maka terjadi degradasi mutu, sehingga tidak layak lagi digunakan
untuk air minum. Penyusupan air asin ini dapat terjadi antara lain akibat :
1. Penurunan muka air bawah tanah atau bidang pisometrik di daerah pantai.
2. Pemompaan air bawah tanah yang berlebihan di daerah pantai.
3. Masuknya air laut ke daratan melalui sungai, kanal, saluran, rawa, atau pun
cekungan lainnya.

Intrusi air laut bukanlah satu-satunya penyebab keasinan airtanah. Adanya airtanah
asin dapat pula disebabkan oleh adanya air fosil, evaporasi dari laguna dan daerah tertutup
lainnya, air dari kubah garam, apncaran air laut oleh angin, pasangan surut dan badai, air dari
pelarutan bautna evaporit, aliran balik air dari daerah irigasi serta pencemaran dari limbah
domestik dan pertanian.

Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan,cekungan air tanah adalah
suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis
seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.Kedudukan
tentang tipe akuifer disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1.
Kedudukan Tipe Akuifer (Sumber : Kodoatie, 2012)

Tipe akuifer digolongkan menjadi tiga (Kodoatie, 2012), yaitu :


1. Akuifer bebas (unconfined aquifer), merupakan akuifer jenuh air dimana lapisan
pembatasnya hanya pada bagian bawahnya dan tidak ada pembatas di lapisan atasnya
(batas di lapisan atas berupa muka air tanah).
2. Akuifer tertekan (confined aquifer), adalah akuifer yang batas lapisan atas dan
lapisan bawah adalah formasi tidak tembus air, muka air akan muncul diatas formasi
tertekan bawah. Akuifer ini terisi penuh oleh air tanah sehingga pengeboran yang
menembus akuifer ini akan menyebabkan naiknya muka air tanah di dalam sumur bor
yang melebihi kedudukan semula.
3. Akuifer semi tertekan (leaky aquifer), merupakan akuifer jenuh air yang dibatasi oleh
lapisan atas berupa akuitard dan lapisan bawahnya merupakan akuiklud. Akuifer
semi-tertekan atau aquifer bocor adalah akuifer jenuh yang sempurna, pada bagian
atas dibatasi oleh lapisan semi-lulus air dan bagian bawah merupakan lapisan lulus
air ataupun semi-lulus air.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Teknik Penelitian

Teknik geolistrik yang digunakan adalah rangkaian elektroda menurut


Schulumberger yaitu suatu rangkaian yang digunakan untuk mengetahu kedalaman
dan ketebalan lapisan ke arah dalam atau vertikal.

Prinsip dari susunan elektrode Schlumberger ini adalah dengan mengalirkan


arus listrik searh ke dalam tanah melalui dua buah elektroda arus yang ditancapkan ke
dalam tanah. Besarnya kuat arus yang mengalir kedalam tanah diukur dengan
amperemeter. Perubahan potensial tanah (V) akibat arus listrik tersebut diukur
melalui dua buah elektrode potensial yang ditancapkan diantara kedua elektrode arus.
Susunan eletktrode arus dan elektrode arus pendek berarti tahanan jenis yang terukur
hanya pada permukaan tanah saja (sedalam jarak elektrode arus). Semakin jauh
jarak elektrode arus berarti tahanan jenis lapisan tanah yang terukur juga akan
semakin dalam.

3.2.Analisis Data
Hasil pendugaan geolistrik adalah data kuat arus dan perubahan potensial. Untuk
menentukan harga tahanan jenisnya, dihitung dengan rumus (Zohdy 1980) :
V
R=K
I

dengan R adalah tahanan jenis (resistivity). I adalah kuat arus searaah yang dialirkan
ke dalam tanah, V adalah perubahan potensial yang tejadi dan K adalah konstanta
yang tergantung pada jarak elektrode.

Selanjutnya untuk melakukan interpretasi hasil oengukuran, data hasil


oengukuran lapangan yang berupa jarak elektrode arus L (dalam meter) dan harga
tahana jenis (dalam m) dimasukan dalam program Schlumber ONeil.
DAFTAR PUSTAKA

Beukeboom, T.J., 1978. Some Theories on Fresh-Salt Groundwater Relationship in Coastal


Awuifers, The Indonesian Journal of Geography, 8(35), hal 1-9

FAO, 1997. Seawater Intrusion in Coastal Aquifers. Guidelines for Study, Monitoring and
Control, FAO, Rome.

Goldenberg, L.C., Magaritz, M. Dan Mandel, S., 1983. Experimental Investigation on


Irreversible Change of Hydraulic Conductivity on the Seawater-Fresh Water Interface
in Coastal Aquifers, Water Reources Research 19(1). Hal 225-242.

Kodoatie, R.J., 1996. Pengantar Hidrogeologi. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Polo, J.F dan Ramis, J.R., 1983. Simulation of Salt Water-Fresh Water Interface Motion,
Water Resources Research, 19(1). Hal 61-68.

Soenarto, B., 1988. Penyusupan Air Asin dalam Airtanah Jakarta, Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pengairan, 2(8). Hal. 157-165.

Bisri, Mohammad, 1991. Aliran Air Tanah. Malang, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.

Anda mungkin juga menyukai