PENDAHULUAN
1
Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah,
status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan
sarana dan prasarana, jenis histopatologi dan derajat pendidikan ikut serta
dalam menentukan prognosis dari penderita.
Di Indonesia, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013, prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 1,4
per 1000 penduduk. Prevalensi kanker tertinggi terdapat di DI Yogyakarta
(4,1), diikuti Jawa Tengah (2,1), Bali (2), Bengkulu, dan DKI Jakarta
masing-masing 1,9 per mil.
Kanker tertinggi di Indonesia pada perempuan adalah kanker payudara
dan kanker leher rahim. Sedangkanpada laki-laki adalah kanker paru dan
kanker kolorektal. Berdasarkan estimasi Globocan, International Agency for
Research on Cancer (IARC) tahun 2012, insidens kanker di Indonesia 134
per 100.000 penduduk dengan insidens tertinggi pada perempuan adalah
kanker payudara sebesar 40 per 100.000 diikuti dengan kanker leher rahim 17
per 100.000 dan kanker kolorektal 10 per100.000 perempuan. Sedangkan
pada laki-laki insidens tertinggi adalah kanker paru 26 per 100.000, kanker
kolorektal 16 per 100.000 dan kanker prostat 15 per 100.00 laki-laki.
Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit 2010, kasus rawat inap
kanker payudara 12.014 kasus (28,7%), kanker leher rahim 5.349 kasus
(12,8%).
Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) adalah pemeriksaan leher
rahim secara visual menggunakan asam cuka dengan mata telanjang untuk
mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam cuka 3-5% (Depkes RI,
2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sankaranarayanan, et.
al tentang perbandingan pasien kanker leher rahim yang meninggal dunia
pada kelompok yang dilakukan deteksi dini dengan IVA dan pada kelompok
yang tidak dilakukan deteksi dini pada negara berkembang (India) didapatkan
hasil bahwa mereka yang melakukan skrining IVA, 35% lebih sedikit yang
meninggal dunia dibanding mereka ya ng tidak mendapat skrining IVA.
2
Data tahun 2007 menunjukkan bahwa pemeriksaan visual leher
rahim dengan menggunakan asam asetat (IVA) paling tidak sama
efektifitasnya dengan tes pap smear dalam mendeteksi penyakit dan bisa
dilak ukan oleh bidan terlatih serta dengan lebih sedikit logistik dan hambatan
teknis, berbiaya rendah dan dapat dilakukan untuk mengendalikan kanker
leher rahim dengan fasilitas serta sumber daya terbatas. Pada negara
berkembang seperti Indonesia di mana sumber daya terbatas, maka metode
IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) paling cocok untuk diterapka n
sebagai metode skrining kanker leher rahim. (Depkes RI, 2009).
Semua wanita berisiko untuk terserang kanker serviks. Namun
beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan peluang terjadinya kanker
serviks antara lain umur, wanita yang berumur 35 50 tahun dan masih
aktif berhubungan seksual rawan terserang kanker serviks. U mur pertama kali
berhubungan seks ual juga merupakan faktor risiko terjadinya kanker
serviks, sekitar 20% kanker serviks dijumpai pada wanita yang aktif
berhubungan seks ual sebelum umur 16 tahun. Jumlah pasangan seksual
turut berkontribusi dalam penyebaran kanker serviks, semakin banyak jumlah
pasangan seks ual maka semakin meningkat pula risiko terjadinya kanker
serviks pada wanita tersebut. Frekuensi kehamilan juga meningkatkan risiko
terjadinya kanker serviks karena memiliki riwayat infeksi di daerah kelamin.
Wanita yang merokok atau perokok pasif juga meningkatkan risiko kanker
serviks. Selain itu penggunaan pil kontrasepsi dalam jangka waktu yang lama
juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks.
3
1.2 Identifikasi masalah
1.3 Tujuan
3. Konseling
Konseling diberikan agar klien mau melakukan pemeriksaan deteksi dini
kanker leher rahim dan payudara. Konseling tentang deteksi dini kanker
leher rahim dan kanker payudara, diberikan oleh kader kesehatan atau
tenaga kesehatan.
1
0