Anda di halaman 1dari 24

UAP

(Unstable Angina Pectoris)

Oleh :

Rita Kamelia (011.06.0026)

Dosen Pembimbing :

dr. Kadek Dwi Pramana, M. Biomed, Sp.PD

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK

BAGIAN/SMF INTERNA

RSUD TANJUNG LOMBOK UTARA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena

atas rahmat dan karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis yang berjudul Unstable

Angina Pectoris (UAP) dapat tersusun dan terselesaikan tepat pada waktunya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Kadek, Dwi Pramana, M. Biomed, Sp.PD,

selaku pembimbing penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian tulisan ini.

Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan

selama masa kepaniteraan klinik penulis di bagian penyakit dalam RSUD Tanjung, juga

untuk mendiskusikan kasus Unstable Angina Pectoris (UAP), sehingga diharapkan dapat

meningkatkan pemahaman dan mendukung penerapan klinis yang lebih baik dalam

memberikan kontribusi positif sistem pelayanan kesehatan secara optimal.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih banyak

terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan agar tulisan ini

dapat menjadi lebih baik. Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih banyak

kesalahan maupun kekurangan dalam tulisan ini.

Tanjung, 08 Juli 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1
1.1. Latar Belakang
SindromKoronerAkut(SKA)merupakansuatumasalahkardiovaskularyangutama
karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi.
Banyakkemajuanyangtelahdicapaimelaluipenelitiandanolehkarenanyadiperlukan
pedomantatalaksanasebagairangkumanpenelitianyangada.
Berdasarkananamnesis,pemeriksaan fisik,pemeriksaanelektrokardiogram(EKG),
danpemeriksaanmarkajantung,SindromKoronerAkutdibagimenjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardialinfarction)
2. InfarkmiokarddengannonelevasisegmenST(NSTEMI:nonSTsegment
elevationmyocardialinfarction)
3. AnginaPektoristidakstabil(UAP:unstableanginapectoris)
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator
kejadianoklusitotalpembuluhdaraharterikoroner.Keadaaninimemerlukantindakan
revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya;
secara medikamentosa menggunakan agen brinolitik atau secara mekanis, intervensi
koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina
pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil
peningkatanmarkajantung.
DiagnosisNSTEMIdananginapektoristidakstabilditegakkanjikaterdapatkeluhan
angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan.RekamanEKGsaatpresentasidapatberupadepresisegmenST,inversi
gelombangT,gelombangTyangdatar,gelombangTpseudonormalization,ataubahkan
tanpa perubahan (Gambar 1). Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI
dibedakanberdasarkankejadianinfarkmiokardyangditandaidenganpeningkatanmarka
jantung.MarkajantungyanglazimdigunakanadalahTroponinI/TatauCKMB.Bila
hasilpemeriksaanbiokimiamarkajantungterjadipeningkatanbermakna,makadiagnosis
menjadiInfarkMiokardAkutSegmenSTNonElevasi(NonSTElevationMyocardial
Infarction,NSTEMI).PadaAnginaPektoristidakstabilmarkajantungtidakmeningkat
secarabermakna.Padasindromakoronerakut,nilaiambanguntukpeningkatanCKMB
yangabnormaladalahbeberapaunitmelebihinilainormalatas(upperlimitsofnormal,
ULN).

2
1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

1. Menambah ilmu, wawasan dan pengetahuan mengenai UAP

2. Memenuhi persyaratan bagi mahasiswa untuk mengikuti persyararatan kepaniteraan


klinik Ilmu Bagian Penyakit Dalam di RSUD Tanjung.

1.2.2 Tujuan Khusus

Mendapatkan gambaran, diagnosis, serta penanganan tentang UAP

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

3
Angina Pektoris tidak stabil yaitu apabila ditemukan :

1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan
frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali perhari.
2. Pasien dengan angina yang bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan
angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi
makin ringan.
3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat

Braunwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada keseragaman. Klasifikasi berdasarkan


beratnya serangan angina dan keadaan klinik.

Beratnya angina :

I. Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya nyeri dada
II. Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan, tapi tak ada
serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir
III. Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik sekali atau
lebih, dalam waktu 48 jam terakhir

Keadaan Klinis :

A. Angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris
B. Angina tak stabil primer, tak ada faktor-faktor ekstra kardiak
C. Angina yang timbul setelah serangan infark jantung

2.2. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina
pektoris tidak stabil, dimana 6 8 % kemudian mendapat serangan infark jantung yang tak
fatal atau meninggal dalam 1 tahun stelah diagnosis ditegakkan.

2.3. PATOGENESIS
Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tidak stabil,
sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh darah koroner yang
sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Dua pertiga dari pembuluh darah yang
mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang dari 70%. Plak
aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan
4
fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak
dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan
dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan
timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan
makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak.
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet yang
menyebabkan aktivasi terbentuknta trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100%
akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat
100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.

Trombosis dan Agregasi Trombosit


Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak
stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi
antara lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting
dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa
(foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak
stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa
untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trobin dan fibrin.
Sebagai reaksi terhadap penggunaan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet
melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokontriksi dan
pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan
terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermitten,
pada angina tak stabil.

Vasospasme
Terjadinya vasokontriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Diperkirakan
adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam
perubahan tonus pembuluh darah yang menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir
seperti pada angina Printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme
seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan
trombus.

Erosi pada Plak tanpa Ruptur

5
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliferasi dan migrasi dari
otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel, adanya perubahan bentuk dan lesi
karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat
dan keluhan iskemia.

2.4. GAMBARAN KLINIS ANGINA TAK STABIL


Keluhan pasien berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasanya. Nyeri dada seperti pada angina biasa tetapi lebih berat dan lebih
lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul pada aktivitas yang minimal. Nyeri
dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai
keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.

2.5. DIAGNOSIS
Diagnosis angina pektoris tidak stabil (APTS/UAP) dan infark miokard non ST
elevasi (NSTEMI) ditegakkan atas dasar keluhan angina tipikal yang dapat disertai dengan
perubahan EKG spesifik, dengan atau tanpa peningkatan marka jantung. Jika marka jantung
meningkat, diagnosis mengarah NSTEMI; jika tidak meningkat, diagnosis mengarah UAP.
Sebagian besar pasien NSTEMI akan mengalami evolusi menjadi infark miokard tanpa
gelombang Q. Dibandingkan dengan STEMI, prevalensi NSTEMI dan UAP lebih tinggi, di
mana pasien-pasien biasanya berusia lebih lanjut dan memiliki lebih banyak komorbiditas.
Selain itu, mortalitas awal NSTEMI lebih rendah dibandingkan STEMI namun setelah 6
bulan, mortalitas keduanya berimbang dan secara jangka panjang, mortalitas NSTEMI lebih
tinggi.
Strategi awal dalam penatalaksanaan pasien dengan NSTEMI dan UAP adalah
perawatan dalam Coronary Care Units, mengurangi iskemia yang sedang terjadi beserta
gejala yang dialami, serta mengawasi EKG, troponin dan/atau CKMB.

2.5.1 Presentasi klinik. Presentasi klinik NSTEMI dan UAP pada umumnya berupa:
1. Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh
sebagian besar pasien (80%)

6
2. Angina awitan baru (de novo) kelas III klasi kasi The Canadian
Cardiovascular Society. Terdapat pada 20% pasien.
3. Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau kresendo):
menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat.
4. Angina pascainfark-miokard: angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah
infark miokard

Presentasi klinik lain yang dapat dijumpai adalah angina ekuivalen, terutama pada
wanita dan kaum lanjut usia. Keluhan yang paling sering dijumpai adalah awitan baru atau
perburukan sesak napas saat aktivitas. Beberapa faktor yang menentukan bahwa keluhan
tersebut presentasi dari SKA adalah sifat keluhan, riwayat PJK, jenis kelamin, umur, dan
jumlah faktor risiko tradisional.
Angina atipikal yang berulang pada seorang yang mempunyai riwayat PJK, terutama
infark miokard, berpeluang besar merupakan presentasi dari SKA. Keluhan yang sama pada
seorang pria berumur lanjut (>70 tahun) dan menderita diabetes berpeluang menengah suatu
SKA. Angina equivalen atau yang tidak seutuhnya tipikal pada seseorang tanpa karakteristik
tersebut di atas berpeluang kecil merupakan presentasi dari SKA (Tabel 1).

2.5.2. Pemeriksaan fisik. Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk menegakkan
diagnosis banding dan mengidentifikasi pencetus. Selain itu, pemeriksaan fisik jika
digabungkan dengan keluhan angina (anamnesis), dapat menunjukkan tingkat kemungkinan
keluhan nyeri dada sebagai representasi SKA (Tabel 1).

2.5.3. Elektrokardiogram. Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak
medis pertama. Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil EKG sebelumnya dapat
sangat membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu
dilakukan perekaman EKG serial atau pemantauan terus-menerus. EKG yang mungkin
dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain:
1. Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan elevasi
segmen ST yang tidak persisten (<20 menit)
2. Gelombang Q yang menetap
3. Nondiagnostik
4. Normal

Hasil EKG 12 sadapan yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosis SKA
tanpa elevasi segmen ST, misalnya akibat iskemia tersembunyi di daerah sirkum eks atau

7
keterlibatan ventrikel kanan, oleh karena itu pada hasil EKG normal perlu dipertimbangkan
pemasangan sadapan tambahan.
Depresi segmen ST 0,5 mm di dua atau lebih sadapan berdekatan sugestif untuk
diagnosis UAP atau NSTEMI, tetapi mengingat kesulitan mengukur depresi segmen ST yang
kecil, diagnosis lebih relevan dihubungkan dengan depresi segmen ST 1 mm. Depresi
segmen ST 1 mm dan/atau inversi gelombang T2 mm di beberapa sadapan prekordial
sangat sugestif untuk mendiagnosis UAP atau NSTEMI (tingkat peluang tinggi). Gelombang
Q 0,04 detik tanpa disertai depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T menunjukkan
tingkat persangkaan terhadap SKA tidak tinggi (Tabel 1) sehingga diagnosis yang seharusnya
dibuat adalah Kemungkinan SKA atau De nitif SKA (Gambar 1). Jika pemeriksaan EKG
awal menunjukkan kelainan nondiagnostik, sementara angina masih berlangsung,
pemeriksaan diulang 10 20 menit kemudian (rekam juga V7-V9). Pada keadaan di mana
EKG ulang tetap menunjukkan kelainan yang nondiagnostik dan marka jantung negatif
sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam
untuk dilakukan EKG ulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.
Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya depresi segmen ST
dan/atau inversi gelombang T yang signifikan, maka diagnosis UAP atau NSTEMI dapat
dipastikan. Walaupun demikian, depresi segmen ST yang kecil (0,5 mm) yang terdeteksi saat
nyeri dada dan mengalami normalisasi saat nyeri dada hilang sangat sugestif diagnosis UAP
atau NSTEMI. Stress test dapat dilakukan untuk provokasi iskemia jika dalam masa
pemantauan nyeri dada tidak berulang, EKG tetap nondiagnostik, marka jantung negatif, dan
tidak terdapat tanda gagal jantung. Hasil stress test yang positif meyakinkan diagnosis atau
menunjukkan persangkaan tinggi UAP atau NSTEMI. Hasil stress test negatif menunjukkan
diagnosis SKA diragukan dan dilanjutkan dengan rawat jalan.

2.5.4. Marka jantung. Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam diagnosis
NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut akan terjadi dalam waktu 2
hingga 4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan
kriteria lain yaitu keluhan angina dan perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika
marka jantung meningkat sedikit melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN).
Dalam menentukan kapan marka jantung hendak diulang seyogyanya mempertimbangkan
ketidakpastian dalam menentukan awitan angina. Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan
awal tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard akut.

8
Kadar troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di dalam darah perifer 3
4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu. Peningkatan ringan kadar
troponin biasanya menghilang dalam 2 hingga 3 hari, namun bila terjadi nekrosis luas,
peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu (Gambar 1).
Mengingat troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah orang sehat, nilai ambang
peningkatan marka jantung ini ditetapkan sedikit di atas nilai normal yang ditetapkan oleh
laboratorium setempat.
Perlu diingat bahwa selain akibat STEMI dan NSTEMI, peningkatan kadar troponin juga
dapat terjadi akibat:
1. Takiaritmia atau bradiaritmia berat
2. Miokarditis
3. Dissecting aneurysm
4. Emboli paru
5. Gangguan ginjal akut atau kronik
6. Stroke atau perdarahan subarakhnoid
7. Penyakit kritis, terutama pada sepsis
Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan CKMB dapat digunakan.
CKMB akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai puncaknya saat 12 jam, dan
menetap sampai 2 hari.

Gambar1.Waktutimbulnyaberbagaijenismarkajantung

(DikutipdariBertrandME,etal.EurHeartJ2002;23:18091840)

2.5.5. Pemeriksaan Noninvasif. Pemeriksaan ekokardiogram transtorakal saat istirahat dapat


memberikan gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna untuk menentukan
diagnosis banding. Hipokinesia atau akinesia segmental dari dinding ventrikel kiri dapat
terlihat saat iskemia dan menjadi normal saat iskemia menghilang. Selain itu, diagnosis

9
banding seperti stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik, atau diseksi aorta dapat dideteksi
melalui pemeriksaan ekokardiogram. Jika memungkinkan, pemeriksaan ekokardiogram
transtorakal saat istirahat harus tersedia di ruang gawat darurat dan dilakukan secara rutin dan
sesegera mungkin bagi pasien tersangka SKA.
Stress test seperti exercise EKG yang telah dibahas sebelumnya dapat membantu
menyingkirkan diagnosis banding PJK obstruktif pada pasien-pasien tanpa rasa nyeri, EKG
istirahat normal dan marka jantung yang negatif.
Multislice Cardiac CT (MSCT) dapat digunakan untuk menyingkirkan PJK sebagai
penyebab nyeri pada pasien dengan kemungkinan PJK rendah hingga menengah dan jika
pemeriksaan troponin dan EKG tidak meyakinkan.

2.5.6. Pemeriksaan Invasif (Angiografi Koroner). Angiografi koroner memberikan


informasi mengenai keberadaan dan tingkat keparahan PJK, sehingga dianjurkan segera
dilakukan untuk tujuan diagnostik pada pasien dengan risiko tinggi dan diagnosis banding
yang tidak jelas. Penemuan oklusi trombotik akut, misalnya pada arteri sirkum eksa, sangat
penting pada pasien yang sedang mengalami gejala atau peningkatan troponin namun tidak
ditemukan perubahan EKG diagnostik. Pada pasien dengan penyakit pembuluh multipel dan
mereka dengan stenosis arteri utama kiri yang memiliki risiko tinggi untuk kejadian
kardiovaskular yang serius, angiogra koroner disertai perekaman EKG dan abnormalitas
gerakan dinding regional seringkali memungkinkan identi kasi lesi yang menjadi penyebab.
Penemuan angiogra yang khas antara lain eksentrisitas, batas yang ireguler, ulserasi,
penampakkan yang kabur, dan lling defect yang mengesankan adanya trombus intrakoroner.

2.6. DIAGNOSA BANDING


Pasien dengan kardiomiopati hipertrofik atau penyakit katup jantung (stenosis dan regurgitasi
katup aorta) dapat mengeluh nyeri dada disertai perubahan EKG dan peningkatan marka
jantung menyerupai yang terjadi pada pasien NSTEMI. Miokarditis dan perikarditis dapat
menimbulkan keluhan nyeri dada, perubahan EKG, peningkatan marka jantung, dan
gangguan gerak dinding jantung menyerupai NSTEMI. Stroke dapat disertai dengan
perubahan EKG, peningkatan marka jantung, dan gangguan gerak dinding jantung. Diagnosis
banding non kardiak yang mengancam jiwa dan selalu harus disingkirkan adalah emboli paru
dan diseksi aorta.
Tabel 1. Tingkat Peluang SKA segmen ST non elevasi
(dikutip dari Andrson, JL, et al. 2007;50:e1 157)

10
Kemungkinan Besar Kemungkinan Kemungkinan Kecil
Sedang
Anamnesis Nyeri dada atau Nyeri di dada atau di Nyeri dada tidak
lengan kiri yang lengan kiri khas angina
berulang Pria, usia >70 tahun,
Mempunyai riwayat diabetes mellitus
PJK, termasuk infark
miokard
Pemeriksaan Fisik Regurgitasi mitral, Penyakit vaskular Nyeri dada timbul
hipotensi, ekstra kardiak setiap dilakukan
diaphoresis, edema palpasi palpasi
paru, atau ronkhi
EKG Depresi segmen ST Gelombang Q yang Gelombang T
1 mm atau inversi menetap mendatar atau
gelombang T yang Depresi segmen ST inversi <1 mm di
baru (atau dianggap 0,5-1 mm atau sadapan dengan
baru) di beberapa inversi gelombang T gelombang R yang
sadapan prekordial >1 mm dominan
Marka Jantung Kadar troponin I/T Normal Normal
atau CKMB
meningkat

2.7. STRATIFIKASI RISIKO


Beberapa cara strati kasi risiko telah dikembangkan dan divalidasi untuk SKA. Beberapa
strati kasi risiko yang digunakan adalah TIMI (Thrombolysis In Myocardial Infarction)
(Tabel 2), dan GRACE (Global Registry of Acute Coronary Events), sedangkan CRUSADE
(Can Rapid risk strati cation of Unstable angina patients Suppress ADverse outcomes with
Early implementation of the ACC/AHA guidelines) digunakan untuk menstratifikasi risiko
terjadinya perdarahan. Stratifikasi perdarahan penting untuk menentukan pilihan penggunaan
antitrombotik.
Tujuan stratifikasi risiko adalah untuk menentukan strategi penanganan selanjutnya
(konservatif atau intervensi segera) bagi seorang dengan NSTEMI.
StratifikasirisikoTIMIditentukanolehjumlahskordari7variabelyangmasing
masingsetaradengan1poin.Variabeltersebutantaralainadalahusia65tahun,3faktor
risiko,stenosiskoroner50%,deviasisegmenSTpadaEKG,terdapat2kalikeluhanangina

11
dalam24jamyangtelahlalu,peningkatanmarkajantung,danpenggunaanasipirindalam7
hariterakhir.Darisemuavariabelyangada,stenosiskoroner50%merupakanvariabelyang
sangat mungkin tidak terdeteksi. Jumlah skor 02: risiko rendah (risiko kejadian
kardiovaskular<8,3%);skor34:risikomenengah(risikokejadiankardiovaskular<19,9%);
danskor57:risikotinggi(risikokejadiankardiovaskularhingga41%).StratifikasiTIMI
telahdivalidasiuntukprediksikematian30haridan1tahunpadaberbagaispektrumSKA
termasukUAP/NSTEMI.
Tabel2.SkorTIMIuntukUAPdanNSTEMI

Parameter

Usia>65tahun1

Lebihdari3faktorrisiko*1

Angiogramkoronersebelumnyamenunjukkanstenosis>50%1

Penggunaanaspirindalam7hariterakhir1

Setidaknya2episodenyerisaatistirahatdalam24jamterakhir1

DeviasiST>1mmsaattiba1

Peningkatanmarkajantung(CK,Troponin)1

*Faktorrisiko:hipertensi,DM,merokok,riwayatdalamkeluarga,dislipidemia

Tabel3.StratifikasirisikoberdasarkanskorTIMI

SkorTIMIRisikoRisikoKejadianKedua

02Rendah<8,3%

34Menengah<19,9%

57Tinggi41%

Klasifikasi GRACE mencantumkan beberapa variabel yaitu usia, kelas Killip, tekanan
darah sistolik, deviasi segmen ST, cardiac arrest saat tiba di ruang gawat darurat, kreatinin
serum, marka jantung yang positif dan frekuensi denyut jantung. Klasifikasi ini ditujukan
untuk memprediksi mortalitas saat perawatan di rumah sakit dan dalam 6 bulan setelah keluar
dari rumah sakit. Untuk prediksi kematian di rumah sakit, pasien dengan skor risiko GRACE
108 dianggap mempunyai risiko rendah (risiko kematian <1%). Sementara itu, pasien

12
dengan skor risiko GRACE 109-140 dan >140 berturutan mempunyai risiko kematian
menengah (1-3%) dan tinggi (>3%). Untuk prediksi kematian dalam 6 bulan setelah keluar
dari rumah sakit, pasien dengan skor risiko GRACE 88 dianggap mempunyai risiko rendah
(risiko kematian <3%). Sementara itu, pasien dengan skor risiko GRACE 89-118 dan >118
berturutan mempunyai risiko kematian menengah (3-8%) dan tinggi (>8%).

Pasien yang termasuk risiko rendah adalah pasien yang tidak mempunyai angina
sebelumnya, dan sudah tidak ada serangan angina, sebelumnya tidak memakai obat anti
angina dan ECG normal dan atau tak ada perubahan dari sebelumnya, enzim jantung tidak
meningkat termasuk troponin dan biasanya usianya masih muda. Risiko sedang bila ada
angina yang baru dan makin berat, didapatkan angina pada waktu istirahat, tak ada perubahan
segmen ST, dan enzim jantung tidak meningkat. Risiko tinggi bila pasien mempunyai angina
waktu istirahat, angina berlangsung lama atau angina pasca infark, sebelumnya sudah
mendapat terapi intensif, usia lanjut, didapatkan perubahan segmen ST yang baru, didapatkan
kenaikan troponin dan ada keadaan hemodinamik tidak stabil.
Selain stratifikasi risiko yang telah disebutkan di atas, untuk tujuan revaskularisasi
dan strategi invasif, pasien juga dibagi dalam beberapa kelompok risiko, yaitu risiko sangat
tinggi dan risiko tinggi. Penentuan faktor risiko ini berperan dalam penentuan perlu-tidaknya
dilakukan angiogra dan waktu dari tindakan tersebut. Kriteria faktor risiko untuk strategi
invasif dapat dilihat di tabel 4 dan 5.

Tabel4.Kriteriastratifikasirisikosangattinggiuntukstrategiinvasif

Kelompok Risiko Kriteria


Sangat Tinggi Angina refrakter
Gagal jantung akut
Aritmia ventrikel yang mengancam nyawa
Keadaan hemodinamik tidak stabil

Tabel5.Kriteriastratifikasirisikotinggiuntukstrategiinvasif

Kelompok Risiko Kriteria


Tinggi
Primer Kenaikan atau penurunan troponin yang relevan Perubahan
gelombang T atau segmen ST yang dinamis (simptomatik mauan
tak adapun tanpa gejala)
Sekunder Diabetes mellitus

13
Insu siensi ginjal (eGFR <60 mL/menit/1,73m2)
Penurunan fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi <40%)
Pasca infark baru
Riwayat IKP dalam 1 bulan
Riwayat CABG
Skor GRACE menengah hingga tinggi

2.8. PERTANDA PENINGKATAN RISIKO


2.8.1. Pertanda klinis. Selain dari berbagai pertanda klinis yang umum seperti usia lanjut,
adanya diabetes, gagal ginjal dan penyakit komorbid lain, prognosis pasien dapat
diperkirakan melalui presentasi klinis ketika pasien tiba. Adanya gejala saat istirahat
memberikan prognosis yang buruk. Selain itu, nyeri yang berkelanjutan atau sering serta
adanya takikardia, hipotensi dan gagal jantung juga merupakan pertanda peningkatan risiko
dan memerlukan diagnosis dan penanganan segera.
2.8.2. Pertanda EKG. Hasil EKG awal dapat memperkirakan risiko awal. Pasien dengan
EKG yang normal saat tiba di RS memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan mereka
dengan inversi gelombang T. Selain itu, adanya depresi segmen ST saat tiba, inversi
gelombang T yang dalam di sadapan anterior, depresi segmen ST 0,1 mV atau 0,05 mV di
dua atau lebih sadapan yang bersebelahan, dan elevasi segmen ST 0,1 mV di sadapan aVR
memberikan prognosis yang lebih buruk.

2.9. PENATALAKSANAAN
Tindakan Umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit, sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu
diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen, dan pemantauan EKG.
Untuk menghilangkan sakit dada paling baik adalah preparat nitrogliserin yang
diberikan secara sublingual. Di rumah sakit dapat diberikan nitrogliserin secara intravena.
Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun
sudah mendapatkan nitrogiserin.

Terapi Medikamentosa
OBAT ANTI ISKEMIA
Nitrat

14
Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan efek
mengurangi preload dan afterload sehingga mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen.
Nitrat juga menambah oksigen suplay dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan
memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbit dinitrat
diberikan secara sublingual atau melalui infus intravena; yang ada di Indonesia terutama
isosorbit dinitrat diberikan secara intravena dengan dosis 1-4 mg perjam. Karena adanya
toleransi terhadap nitrat, dosis dapat dinaikkan dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah
terkendali infus dapat diganti isosorbid dinitrat peroral.
Tabel6.JenisdandosisnitratuntukterapiIMA

NitratDosis

Isosorbiddinitrate(ISDN)Sublingual2,515mg(onset5menit)

Oral1580mg/haridibagi23dosis

Intravena1,255mg/jam

Isosorbid5mononitrateOral2x20mg/hari

Oral(slowrelease)120240mg/hari

NitroglicerinSublingualtablet0,30,6mg1,5mg(trinitrin,TNT,glyceryltrinitrate)

Intravena5200mcg/menit

Penyekat Beta
Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan
denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Data-data menunjukkan penyakit beta dapat
memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien dengan infark miokard. Meta analisis dari
4700 pasien dengan angina tak stabil menunjukkan penyekat beta dapat menurunkan risiko
infark sebesar 13% (P<0,04).
Semua pasien dengan angina tak stabil harus diberi penyekat beta kecuali ada
kontraindikasi. Berbagai macam beta-blokker seperti propanorol, metoprolol, atenolol, telah
diteliti pada pasien dengan angina tak stabil menunjukkan efektivitas yang serupa.
Kontraindikasi pemberian penyekat beta antara lain pasien dengan asma bronkial, dan pasien
dengan bradiaritmia.
Tabel7.JenisdandosispenyekatbetauntukterapiIMA

15
PenyekatbetaSelektivitasAktivitasagonisparsialDosisuntukangina

AtenololB150200mg/hari

BisoprololB110mg/hari

Carvediloladanb+2x6,25mg/hari,titrasisampai

maksimum2x25mg/hari

MetoprololB150200mg/hari

PropanololNonselektif2x2080mg/hari

Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar, golongan dihidropiridin seperti nifedipin
dan golongan non dihidropiridin seperti dilitiazem dan verapamil. Kedua golongan ini dapat
menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan darah.
Golongan dihidroperidin mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan
nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit, dan efek inotrofik negatif juga lebih kecil.
Meta analisis studi pada pasien dengan angina tak stabil yang mendapat antagonis
kalsium, menunjukkan tak ada pengurangan angka kematian dan infark. Pada pasien
sebelumnya yang tidak mendapatkan antagonis pemberian nifedipin menaikkan infark dan
rekuren sebesar 16%, sedangkan kombinasi nifedipin dan metoprolol dapat mengurangi
kematian dan infark sebesar 20%, tapi kedua study secara statistik tidak bermakna. Kenaikan
mortalitas mungkin karena pemberian nifedipin menyebabkan takikardia dan kebutuhan
kenaikan oksigen.
Verapamil dan dilitiazem dapat memperbaiki survival dan mengurangi infark pada
pasien dengan sindrom koroner akut atau fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang
berkurang, pengurangan afterload memberikan keuntungan pada golongan nondihidropiridin
pada pasien SKA dengan faal jantung normal. Pemakaian antagonis kalsium biasanya pada
pasien yang kontaindikasi dengan antagonis atau telah diberi penyekat beta tapi keluhan
angina masih refrakter.
Tabel8.JenisdandosispenghambatkanalkalsiumuntukterapiIMA

PenghambatkanalkalsiumDosis

Verapamil180240mg/haridibagi23dosis

16
Diltiazem120360mg/haridibagi34dosis

NifedipineGITS(longacting)3090mg/hari

Amlodipine510mg/hari

OBAT ANTIAGREGASI TROMBOSIT


Obat anti platelet merupakan salah satu dasar dari pengobatan angina tak stabil maupun
infark tanpa elevasi segmen ST. tiga golongan obat anti platelet seperti aspirin, tienopiridin,
dan inhibtor GP IIb/IIIa telah terbukti bermanfaat.
Aspirin
Banyak studi yang telah membuktikan bahwa apirin dapat mengurangi kematian jantung dan
mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai 72% pada pasien dengan angina
tak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur hidup dengan dosis
awal 160mg perhari dan dosis selanjutnya 80 sampai 325mg perhari.

Tiklopidin
Suatu derivat tineopiridin merupakan obat lini kedua dalam pengobatan angina tak stabil bila
pasien tidak tahan aspirin. Studi tentang tiklopidin dibandingkan dengan plasebo pada angina
tak stabil ternyata menunjukkan bahwa kematian dan infark non fatal berkurang 46,3%.
Dalam pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping granulositopenia, dimana
insidennya 2,4%. Dengan adanya klopidogrel yang lebih aman, pemakaian tiklopidin mulai
ditinggalkan.

Klopidogrel
Klopidogrel juga merupakan derivat tienopiridin, yang dapat menghambat agregasi platelet.
Efek samping lebih kecil daripada tlikopidin dan belum ada laporan adanya neutropenia.
Klopidogrel juga terbukti dapat mengurangi stroke, infark, dan kematian kardiovaskular.
Klopidogrel dianjurkandiberikan untuk pasien yang tak tahan aspirin. Tapi dalam pedoman
ACC/AHA klopidogrel juga dianjurkan untuk diberikan bersama aspirin paling sedikit 1
bulan sampai 9 bulan. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg perhari dan selanjutnya 75 mg
perhari.
Tabel9.JenisdandosisantiplateletuntukterapiIMA

17
AntiplateletDosis

AspirinDosisloading150300mg,dosispemeliharaan75100mg

TicagrelorDosisloading180mg,dosispemeliharaan2x90mg/hari

ClopidogrelDosisloading300mg,dosispemeliharaan75mg/hari

Inhibitor Glikoprotein IIb/IIIa


Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir pada proes
agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor tadi, maka ikatan platelet
dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi
Pada saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui untuk pemakaian
dalam klinik yaitu absiksimab, suatu antibody monoklonal; eptifibatid suatu siklik
heptapeptid; dan tirofiban, suatu nonpeptid mimetik. Obat obat ini telah dipakai untuk
pengobatan angina tak stabil maupun untuk obat tambahan dalam tindakan PCI terutama pada
kasus-kasus angina tak stabil. Tirofiban dan eftipibatid harus diberikan bersama aspirin dan
heparin pada pasien dengan iskemia terus menerus atau pasien resiko tinggi dan pasien yang
direncanakan untuk tindakan PCI. Abciximab disetujui untuk pasien dengan angina tak stabil
dan NSTEMI yang direncanakan untuk tindakan invasif dini dimana PCI direncanakan dalam
12 jam.

OBAT ANTITROMBIN
Ufractionated Heparin
Heparin adalah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari berbagai rantai polisakarida yang
berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila
terikat dengan heparin, akan bekerja menghambat trombin dan faktor Xa. Heparin juga
mengikat protein plasma lain, sel darah dan sel endotel, yang akan mempengaruhi
bioavailibilitas. Kelemahan lain heparin adalah efek terhadap trombus yang kaya trombosit
dan heparin dapat dirusak oleh platelet faktor 4.
Karena adanya ikatan protein yang lain dan perubahan bioavailabilitas yang berubah-
ubah maka pemberian selalu perlu pemeriksaan laboratorium untuk memastikan dosis
pemberian cukup efektif. Activated partial thromboplastin time (APTT) harus 1,5 2,5 kali
kontrol dan dilakukan pemantauan tiap 6 jam. Pemeriksaan trombosit juga perlu untuk
mendeteksi adanya kemungkinan heparin incude thrombocytopenia (HIT).

18
Low Molekular Weight Heparin (LMWH)
Low Molekular Weight Heparin (LMWH) dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai
polisakarida heparin. Kebanyakan mengandung sakarida kurang dari 18 dan hanya bekerja
pada faktor Xa, sedangkan heparin menghambat faktor Xa dan trombin. Dibandingkan
dengan unfractionated heparin, LMWH mempunyai ikatan terhadap protein plasma kurang,
bioavailabilitas lebih besar dan tidak ternetralisir oleh faktor 4, lebih besar pelepasan tissue
factor pathway inhibitor (TFPI) dan kejadian trombositopenia lebih sedikit.
Low Molekular Weight Heparin (LMWH) yang ada di Indonesia ialah dalteparin,
nadroparin, enoksaparin, dan fondaparinux. Keuntungan pemberian LMWH karena cara
pemberiannya mudah yaitu dapat disuntikkan secara subkutan dan tidak membutuhkan
pemeriksaan laboratorium.

Direct Thrombin Inhibitors


Mempunyai kelebihan bekerja langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa
dihambat oleh plasma protein maupun platelet faktor 4. Activated partial thromboplastin time
dapat dipakai untuk memonitor aktivitas antikoagulasi, tetapi biasanya tidak perlu.

Berdasarkan stratifikasi risiko, dapat ditentukan kebutuhan untuk dilakukan strategi


invasif dan waktu pelaksanaan revaskularisasi. Strategi invasif melibatkan dilakukannya
angiogra , dan ditujukan pada pasien dengan tingkat risiko tinggi hingga sangat tinggi. Waktu
pelaksanaan angiogra ditentukan berdasarkan beberapa parameter dan dibagi menjadi 4
kategori, yaitu:
1. Strategi invasif segera (<2 jam, urgent) (Kelas I-C).
Dilakukan bila pasien memenuhi salah satu kriteria risiko sangat tinggi (very high risk)
2. Strategi invasif awal (early) dalam 24 jam (Kelas I-A)
Dilakukan bila pasien memiliki skor GRACE >140 atau dengan salah satu kriteria risiko
tinggi (high risk) primer
3. Strategi invasif awal (early) dalam 72 jam (Kelas I-A)
Dilakukan bila pasien memenuhi salah satu kriteria risiko tinggi (high risk) atau dengan
gejala berulang
4. Strategi konservatif (tidak dilakukan angiogra ) atau angiogra elektif (Kelas III-A)
Dalam strategi konservatif, evaluasi invasif awal tidak dilakukan secara rutin.

19
Strategi ini dilakukan pada pasien yang tidak memenuhi kriteria risiko tinggi dan
dianggap memiliki risiko rendah, yaitu memenuhi kriteria berikut ini:
Nyeri dada tidak berulang
Tidak ada tanda-tanda kegagalan jantung
Tidak ada kelainan pada EKG awal atau kedua (dilakukan pada jam ke-6 hingga 9)
Tidak ada peningkatan nilai troponin (saat tiba atau antara jam ke-6 hingga 9)
Tidak ada iskemia yang dapat ditimbulkan (inducible ischemia)
Penentuan risiko rendah berdasarkan risk score seperti GRACE dan TIMI juga dapat
berguna dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan strategi konservatif.
Penatalaksanaan selanjutnya untuk pasien-pasien ini berdasarkan evaluasi PJK. Sebelum
dipulangkan, dapat dilakukan stress test untuk menentukan adanya iskemi yang dapat
ditimbulkan (inducible) untuk perencanaan pengobatan dan sebelum dilakukan angiogra
elektif.
Risk Score >3 menurut TIMI menunjukkan pasien memerlukan revaskularisasi.
Timing revaskularisasi dapat ditentukan berdasarkan penjelasan di atas.

2.10. TINDAKAN REVASKULARISASI PEMBULUH DARAH KORONER


Perlu diprtimbangkan pada pasien dengan iskemia berat, dan refrakter dengan terapi
medikamentosa.
Pada pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3 pembuluh
darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang tindakan operasi bypass (CABG) dapat
memperbaiki harapan hidup, kualitas hidup, dan mengurangi masuknya kembali ke rumah
sakit. Pada tindakan bedah darurat mortalitas dan morbilitas lebih buruk daripada bedah
elektif.
Pada pasien faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu atau dua
pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan
utama.
Pada angina tak stabil apa perlu tindakan invasif dini atau konservatif tergantung dari
stratifikasi risiko pasien; pada risiko tinggi pada angina terus menerus, adanya depresi
segmen ST, kadar troponin yang meningkat, faal ventrikel kiri yang buruk, adanya gangguan
irama jantung yang maligna seperti takikardia ventrikel, perlu tindakan invasif dini.

2.11. MANAJEMEN JANGKA PANJANG DAN PENCEGAHAN SEKUNDER

20
Pencegahan sekunder penting dilakukan karena kejadian iskemik cenderung terjadi dengan
laju yang tinggi setelah fase akut. Beberapa pengobatan jangka panjang yang
direkomendasikan adalah:
1. Aspirin diberikan seumur hidup, apabila dapat ditoleransi pasien.
2. Pemberian penghambat reseptor ADP dilanjutkan selama 12 bulan kecuali bila risiko
perdarahan tinggi
3. Statin dosis tinggi diberikan sejak awal dengan tujuan menurunkan kolesterol LDL
<70 mg/dL (Kelas I-B).
4. Penyekat beta disarankan untuk pasien dengan penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri
(LVEF 40%) (Kelas I-A).
5. ACE-I diberikan dalam 24 jam pada semua pasien dengan LVEF 40% dan yang
menderita gagal jantung, diabetes, hipertensi, atau PGK, kecuali diindikasikontrakan
(Kelas I-B).
6. ACE-I juga disarankan untuk pasien lainnya untuk mencegah berulangnya kejadian
iskemik, dengan memilih agen dan dosis yang telah terbukti e kasinya (Kelas I-B).
7. ARB dapat diberikan pada pasien dengan intoleransi ACE-I, dengan memilih agen
dan dosis yang telah terbukti e kasinya (Kelas I-B).
8. Antagonis aldosteron disarankan pada pasien setelah MI yang sudah mendapatkan
ACE-I dan penyekat beta dengan LVEF 35% dengan diabetes atau gagal jantung,
apabila tidak ada disfungsi ginjal yang bermakna (kreatinin serum >2,5 mg/dL pada
pria dan >2 mg/dL pada wanita) atau hiperkalemia (Kelas I-A).
Selain rekomendasi di atas, pasien juga disarankan menjalani perubahan gaya hidup terutama
yang terkait dengan diet dan berolahraga teratur.

BAB III
KESIMPULAN

21
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama
karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi. Sebagian
besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak
atau pecah.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan sik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG),


dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:

1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation


myocardial infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment
elevation myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

Dengan mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan


fisik, elektrokardiogram, tes marka jantung, dan foto polos dada, diagnosis awal pasien
dengankeluhannyeridadadapatdikelompokkan.

Diagnosis angina pektoris tidak stabil (APTS/UAP) dan infark miokard non ST
elevasi(NSTEMI)ditegakkanatasdasarkeluhananginatipikalyangdapatdisertaidengan
perubahanEKGspesik,denganatautanpapeningkatanmarkajantung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000

22
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana
Sindrom Koroner Akut. Centra Communication : 2015

3. Sudoyo, A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI; 2009

23

Anda mungkin juga menyukai