Anda di halaman 1dari 24

FORMULASI GRANUL EFFERVESCENT

ANTIKOLESTEROL DARI HERBA PEGAGAN


(Centella asiatica L.)

PROPOSAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas


Mata Kuliah Bahan Alam Farmasi pada Program Studi S1 Farmasi
STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

Disusun oleh,
Farmasi 4B
Kelompok 5
Dian Yuli Rahmawati 31113063
Fahmi Pardan Hamdani 31113066
Khairul Yudha Pratama 31113077
Resa Restianty 31113094
Seny Stamrotul F.I 31113102

STIKes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
TASIKMALAYA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal yang berjudul Formulasi Granul Effervescent Herba
Pegagan (Centella asiatica). Dalam penyusunan proposal ini,
banyak pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak ternilai
harganya. Untuk itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada :

1. Ibu Tresna Lestari M.Si.,Apt dan Ibu Vera Nurviana M.Farm,


selaku Dosen Bahan Alam Farmasi yang senantiasa
memberi petunjuk, pengarahan hingga selesainya proposal
ini.
2. Asisten Dosen Bahan Alam Farmasi yang telah memberikan
bekal dalam penyusunan proposal ini.
3. Kedua orang tua atas doa dan motivasinya sehingga
penulis dapat menyelesaikan proposal ini.
4. Teman-teman Farmasi 2013 atas motivasinya sehingga
dapat terselesaikannya proposal ini.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
proposal ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.

Akhirnya, penulis berharap mudah-mudahan proposal ini dapat


bermanfaat bagi pembaca.

Tasikmalaya, November 2016

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masyarakat Indonesia sejak dahulu sudah melakukan pengobatan secara

tradisional hingga sekarang. Kekayaan tumbuhan Indonesia yang berkhasiat

sebagai tanaman obat sangat berlimpah dan banyak digunakan sebagai obat

tradisional, maka obat tradisional perlu dikembangkan karena banyak kandungan

zat aktip yang menguntungkan. Seiring berkembangnya prinsip back to nature,

masyarakat sekarang ini semakin menyukai dan menyenangi ramuan bahan alami

dibandingkan obat kimia. Hal ini karena ramuan bahan alami lebih ekonomis,

mudah didapat dan tidak menimbulkan efek samping yang sangat toksik.

Walaupun demikian, perlu pembuktian melalui pengkajian dan penelitian ilmiah

oleh pakar farmakognosi (ahli obat alam) perihal khasiat kandungan dan

keamanan pada manusia.


Pengembangan dibidang kesehatan terutama sangat diperlukan peran aktip

masyarakat untuk mencapai kemampuan hidup sehat. Salah satu cara agar dapat

sehat adalah membudayakan pemamfaatan tanaman berkhasiat obat sebagai obat

alternatif yang sekarang lebih dikenal dengan istilah Obat Asli Indonesia.
Pegagan (Centella asiatica (L) Urban) adalah salah stu dari 10 jenis tanaman

terlaris didunia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman

obat. Jenis pegagan yang banyak dijumpai adalah Pegagan Merah dan Hijau.

Pegagan merah dikenal dengan antanan kebun atau antanan batu karenan banyak
ditemukan didaerah bebatuan, kering dan terbuka. Sedangkan pegagan hijau

sering banyak dijumpai didaerah pesawahan dan disela-sela rumput.


Penggunaan sediaan granul memiliki kelebihan dibandingkan bentuk sediaan

obat lain, yaitu dalam hal kepraktisan dan kemudahan dalam penggunaanya.

Sediaan granul adalah gumpalan-gumpalan partikel yang lebih kecil, umumnya

berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel-partikel tunggal yang lebih

besar, ukuranya berkisar antara ayakan mesh 4-12, namun dari bermacam-macam

ukuran lubang ayakan dapat dibuat sesuai dengan keinginan dan tujuan

pemakaian. Granulasi merupakan proses pengubahan campuran serbuk menjadi

granul yang lebih bebas mengalir dibandingkan dengan serbuk awalnya (Ansel,

1989).
Granulasi adalah pembentukan partikel-partike besar dengan mekanisme

pengikatan tertentu. Granul dapat diproses lebih lanjut menjadi bentuk sedian

granul terbagi, kapsul mupun tablet. Berbagai proses granulasi telah

dikembangkan, dari metode konvensional seperti slugging dan granulasi dengan

bahan pengikat musilago amili hingga pembentukan granul dengan peralatan

terkini seperti spray dry dan freeze dry (Lachman et al., 1994)
Serbuk effervescevent dipilih sebagai salah satu inovasi bru untuk merintis

jalan bagi pengembangan obat-obat tradisional, bentuk sediaan ini diharapkan

dapat disukai karena mudah dalam penyimpanan dan mudah dalam penggunaan.

Bentuk sediaan ini juga diharapkan dapat memberikan takaran dosis zat aktif yang

lebih tepat dan benar.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas maka dapat dirumuskan

masalahnya yaitu bagaimana cara pembuatan granul herba pegagan sebagai

antikolesterol ?
1.3Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk membuat

granul effervescent ekstrak pegagan sebagai antikolesterol.

1.4 Mamfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan masyarakat dalam upaya

pemamfaatan tanaman obat tradisional menjadi produk obat herbal yang aman,

bermamfaat,dan berkhasiat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pegagan

2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan Pegagan

Gambar 2.1 Tumbuhan Pegagan


Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Umbillales

Famili : Umbilliferae (Apiaceae)

Genus : Centella

Spesies : Centella asiatica

2.1.2 Deskripsi Tumbuhan

Centella asiatica merupakan tanaman herba tahunan, tanpa batang tetapi


dengan rimpang pendek dan stolon-stolon yang melata, panjang 10-80 cm. Daun
tunggal, tersusun dalam roset yang terdiri dari 2-10 daun, kadang-kadang agak
berambut, tangkai daun panjang sampai 50 mm, helai daun berbentuk ginjal,
lebar, dan bundar dengan garis tengah 1-7 cm, pinggir daun beringgit sampai
beringgit-bergerigi, terutama ke arah pangkal daun. Perbungaan berupa payung
tunggal atau 3-5 bersama-sama keluar dari ketiak daun kelopak, gagang
perbungaan 5-50 mm, lebih pendek dari tangkai daun. Bunga umumnya 3, yang
ditengah duduk, yang disamping bergagang pendek, daun pelindung 2, panjang 3-
4 mm, bentuk bundar telur, tajuk berwarna merah lembayung, panjang 1-1,5 mm,
lebar sampai 0,75 mm. buah pipih, lebar lebih kurang 7mm dan tinggi lebih
kurang 3 mm, berlekuk dua, jelas berusuk, berwarna kuning kecoklatan,
berdinding agak tebal.

2.1.3 Kandungan Kimia Pegagan

Pegagan yang simplisianya dikenal dengan sebutan Centella Herba memiliki


kandungan asiaticoside, thankuniside, isothankuniside, madecassoside,
brahmoside, brahmic acid, brahminoside, madasiatic acid, meso-inositol,
centelloside, carotenoids, hydrocotylin, vellarine, tanin serta garam mineral
seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi. Diduga
glikosida triterpenoida yang disebutasiaticoside merupakan antilepra dan
penyembuh luka yang sangat luar biasa. Zat vellarine yang ada memberikan rasa
pahit.

Diduga senyawa glikosida triterpenoida yang disebut asiaticosideberperan


dalam berbagai aktifitas penyembuhan penyakit. Asiaticoside dan senyawaan
sejenis juga berkhasiat anti lepra (kusta). Secara umum, pegagan berhasiat sebagai
heparoprotektor yaitu melindungi sel hati dari berbagai kerusakan akibat racun
dan zat berbahaya.

Banyaknya manfaat tanaman ini nampaknya berkaitan dengan banyaknya


komponen minyak atsiri seperti sitronelal, linalool, neral, menthol, dan linalil
asetat. Dengan adanya komponen tersebut dalam minyak atsiri pegagan, tanaman
ini memiliki potensi sebagai sumber bahan pengobatan terhadap anti penyakit
yang disebabkan tujuh jenis bakteri Rhizobacter spharoides, Escherichia coli,
Plasmodium vulgaris, Micrococcus luteus, Baccillus subtilis, Ghlientero
aerogenes dan Staphyllococcus aureus.

2.1.4 Khasiat Pegagan

Pegagan berasa manis, bersifat mendinginkan, memiliki fungsi


membersihkan darah, melancarkan peredaran darah, peluruh kencing (diuretika),
penurun panas (antipiretika), menghentikan pendarahan (haemostatika),
meningkatkan syaraf memori, anti bakteri, tonik, antispasma, antiinflamasi,
hipotensif, insektisida, antialergi dan stimulan. Saponin yang ada menghambat
produksi jaringan bekas luka yang berlebihan (menghambat terjadinya keloid).

Manfaat pegagan lainnya yaitu meningkatkan sirkulasi darah pada lengan


dan kaki; mencegah varises dan salah urat; meningkatkan daya ingat, mental dan
stamina tubuh; serta menurunkan gejala stres dan depresi. pegagan pada penelitian
di Rsu dr.Soetomo Surabaya dapat dipakai untuk menurunkan tekanan
darah,penurunan tidak drastis, jadi cocok untuk penderita usia lanjut.

2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa


aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes
RI, 1995).

Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung etanol
sebagai pelarut atau sebagai pengawet, jika tidak dinyatakan lain pada masing-
masing monografi tiap ml ekstrak mengandung 1g simplisia yang memenuhi
syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan
disaring atau bagian bening di dekantasi.

Ekstrak kental adalah ekstrak yang diperoleh dari ekstrak cair yang diuapkan
larutan penyarinya secara hati-hati. Ekstrak kental merupakan massa kental yang
mengandung berbagai macam bahan aktif yang berkhasiat serta disesuaikan
dengan penambahan bahan lain dan tidak berbentuk cair apabila dalam
temperature kamar (Agoes, 2007).

2.2.1 Maserasi

Proses ini merupakan pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut


yang sesekali dilakukan pengocokan dan pengadukan pada temperature ruangan
(kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetic berarti dilakukan pengadukan
yang kontinyu (terus menerus) (Depkes RI,2005).

2.2.2 Perkolasi

Proses ini merupakan ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu


baru sampai sempurna dan umumnya dilakukan pada temperature ruangan. Proses
ini terdiri dari tahapan pengenbangan bahan, tahap maseerasi antara tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai
diperolek ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-15 kali bahan (Depkes RI,2000).

2.2.3 Refluks

Proses ini merupakan ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang sesuai,


dilakukan pada temperature titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah
pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI,
2000).

2.2.4 Soxhlet

Proses ini merupakan ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu


baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinyu dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendingin balik
(Depkes RI,2000).

2.2.5 Digesti

Proses ini merupakan kinetic pada temperature lebih tinggi dari temperature
ruangan ( sekitar 40-500C) (Depkes RI, 2000).
2.2.6 Infusa

Proses ini merupakan ekstraksi dengan pelarut air pada temperature


penangas air dimana bejana infuse tercelup dalam penangas air mendidih, dengan
temperature 96-980C selama 15-20 menit (Depkes RI, 2000).

2.3 Granul

Granul adalah gumpalan-gumpalan dari partikel-partikel yang lebih kecil,


umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel-partikel tunggal
yang lebih besar. Ukuran biasanya berkisar antara ayakan 4-12 mesh. Umumnya
granul dibuat dengan cara melembabkan serbuk yang diinginkan atau campuran
serbuk yang dikompres. Selain itu, dapat diolah tanpa melembabkan serbuk
dengan cara menyalurkan adonan dari bahan serbuk yang ditekan melalui mesin
pembuat granul (Ansel, 1989).

2.3.1 Bahan Pengisi (Filter/Diluent)

Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan agar diperoleh suatu bentuk,
ukuran dan volume yang sesuai. Bahan ppengisi merupakan komponen penting
terutama untuk zat berkhasiat yang jumlahnya sangat kecil. Bahan pengisi harus
bahan yang netral terhadap bahan berkhasiat, harus inert ssecara farmakologi juga
tidak berbahaya (Lachman et al., 1994).

2.3.2 Bahan Pengikat

Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan untuk mengikat bahan-bahan


yang lainnya agar granul yang dihasilkan bisa bertekstur kompak (Lachman et al.,
1994). Pemakaian bahan pengikat disesuaikan dengan bahan aktif, pada
pembuatan granul effervescent bahan pengikat yang bisa digunakan adalah PVP
(polivenilpirolidone). Contoh lain bahan pengikat yang dapat digunakan adalah
gelatin, pasta amylum, sukros dan lain-lain (Lachman et al., 1994).

2.3.3 Bahan Pemanis

Bahan pemanis yang paling sering digunakan adalah sukrosa. Sukrosa


adalah oligoskarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan makanan
dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan dan kelapa kopyor. Industry-industri
makanan yang menggunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar, bila
dalam jumlah yang banyak dipergunkan dalam bentuk cairan sukrosa atau sirup
(Winarno, 1997).

2.4 Granul Effervescent

Effervescent didefinisikan sebagai bentuk sediaan yang menghasilkan


gelembung sebagai hasil reaksi kimia dalam larutan. Campuran effervescent
sangat popular dalam ilmu kedokteran (Liebermamn et al., 1992). Pelarutan
effervescent akan menghasilkan gas yaitu karbondioksida sehingga dapat
memberikan efek sparkle (rasa seperti soda).

2.4.1 Bahan Baku Granul Effervescent

Senyawa asam yang diperlakukan dalam reaksi effervescent dapat diperoleh


dari tiga sumber utama yaitu asam makanan, asam anhidrat dan garam asam.
Asam makanan merupakan asam yang umum digunakan pada makanan dan secara
alami terdapat pada makanan, contohnya adalah asam sitrat, asam tartrat, asam
malat, asam fumarat, asam adipat dan asam suksinat (Lieberman et al., 1992).

Senyawa karbonat yang paling banyak digunakan dalam formulasi


effervescent adalah garam karbonat kering karena kemampuannya menghasilkan
karbondioksida. Natrium bikarbonat merupakan sumber utama penghasil
karbondioksida dalam system effervescent. Natrium bikarbonat larut dalam air,
nonhigroskopis dan harganya murah (Lieberman et al., 1992).

2.4.2 Pembuatan Granul Effervescent

Suhu dan kelembaban atau relative humidity (RH) merupakan faktor-faktor


yang sangat penting pada pembuatan granul effervescent (Wells et al.,1997). Suhu
dan RH yang rendah sangat penting untuk mencegah proses granulasi,. Ruangan
ber-RH maksimal 25% dan bersuhu maksimal 25 0C, merupakan kondisi yang baik
untuk proses pembuatan granul effervescent (Lieberman et al., 1992).
Proses pembuatan granul disebut granulasi. Granulasi dapat dibedakan
menjadi dua golongan atau dasar digunakan atau tidaknya cairan untuk
melarutkan atau mengembangkan bahan pengikat dan granulasi kering bila
seluruh bahan dicampur dan dibuat granul dalam keadaan kering (Krismayadi,
1996).

Metode granulasi basah adalah metode yang palinng tua dan masih banyak
dipakai. Metode ini digunakan bila bahan aktif tidak dapat dicetak langsung,
misalnya karena sifat kompresibilitas dan sifat aliran yang kurang baik, sementara
dosisnya besar. Metode ini meliputi beberapa tahap, yaitu: penimbangan bahan
baku, pencampuran, penambahan cairan pengikat, pengayakan I, pengeringan dan
pengayakan II.

Penimbangan bahan aktif dan bahan tambahan yang diperlukan dalam


formula granul effervescent ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan
menggunakan timbangan analitik untuk mencapai dosis yang tepat pada saat
dicampur dan diproduksi. Penimbangan bahan-bahan dilakukan diruangan
bersuhu maksimal 250C dan RH maksimal 25% karena akan sangat
mempengaruhi daya effervescing granul yang dihasilkan. Kelembaban yang tinggi
akan menyebabkan bahan-bahan yang ditimbang menjadi lembab dan tidak dapat
digunakan dalam pembuatan granul effervescent.

Pencampuran awal (permixing). Bahan-bahan ( bahan baku, bahan pengisi,


bahan pengikat, sumber asam dan sumber karbonat) yang telah ditimbang
dimasukan kedalam wadah lalu diaduk hingga homogen.

Pembuatan larutan pengikat. Granul dibentuk dengan cara mengikat serbuk


dengan suatu perekat sampai massa kompak. Teknik ini membutuhkan larutan,
suspensi atau bubur yang mengandung pengikat yang ditambahkan ke campuran
serbuk. Cairan digunakan untuk melarutkan sampai massa yang dibutuhkan hanya
lembab bukan basah atau pasta.

Pengayakan (sieving I) . granul yang telah homogen ditekan melalui ayakan


12 mesh agar menghasilkan granul yang lebih besar setelah massanya dibasahi.
Semua bahan yang telah menjadi granul kemudian dikeringkan dalam oven
dengan suhu 400C selama 3 jam.

Pengeringan (Drying) proses pengeringan diperluan dalam proses granulasi


basah untuk menghasilkan pelarut yang dipakai pada pembentukan gumpalan-
gumpalan dan untuk mengurangi kelembapan sampai pada tingkat yang optimum.
Proses pengeringan ini mempemgaruhi daya alir da kompresibilitas yang
dihasilkan. Cairan yang tertinggal dalam granulasi menyebabkan daya alir granul
rendah dan krompresibilitas granul menjadi jelek.

Pengayakan (sieving 2). Granul yang telah dikeringkan diayak kembali


dengan ayakan 20 mesh agar granul yang dihasilkan halus / kecil.

2.5 Monograpi Bahan Tambahan

2.5.1 Asam sitrat

Asam sitrat mengandung tidak kurang adri 99,5% dan tidak lebih dari
101,0% (bm 210,13). Asam sitrat berbentuk hablur tidak berwarna atau serbuk
putih tdak berbau rasa sangat asam agak higroskopik merapuh dalam udara kering
dan panas. Asam sitrat larut dalam kuarang dari 1 bagian air dan dalam 1,5 bagian
etanol 95%, sukar larut dalam eter sisa pemijaran tidak lebih dari 0,1% (Depkes
RI, 1979)

2.5.2 Natrium Bikarbonat

Natrium bikarbonat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih
dari 101,0% bm 84,01. Natrium bikarbonat berbentuk serbuk putih atau hablur
monokln kecil, buram, tidak berbau, rasa asin. Natrium bikarbonat larut dalam 11
bagian air prakstis tidak larut dalam etanol 95% (DEPKES RI, 1979).

2.5.3 Sukrosa

Sukrosa (BM 342,30) adalah gula yang diperoleh dari sacharum


pofficinarum Linne (familia Graminace), beta vulgaris Linne (familia
Chenopodiaceae) dan sumber-sumber lain. Sukrosa berbentuk hablur putih, atau
tidak berwarna, massa hablur atau berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih,
tidak berbau, rasa manis, stabil diudara. Sukrosa sangat mudah larut dalam air
mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter
(Depkes RI, 1995).

2.5.4 PVP (Polyvinylpyrrolidone)

PVP berupa serbuk putih atau putih kekuningan, berbau lemah atau tidak
berbau, serta higroskopis. PVP mudah larut dalam air, etanol 95%, kloroform,
keton, methanol, praktis tidak larut dalam eter. Selain sebagai bahan pengikat
pada pembuatan tablet, PVP juga dapat digunakan sebagai agen pensuspensi,
meningkatkan disolusi, meningkatkan kelarutan dan menambah viskositas baik
sediaan oral maupun topikal. PVP sebagai bahan tambahan tidak bersifat toksis,
tidak menginfeksi kulit dan tidak ada kasus sensitif. Penggunaan PVP formulasi
tablet dalam konsentrasi 3-8% (Siregar dkk, 2010).

2.5.5 Aerosil

Aerosil berukuran 15 nm berwarna putih mengkilat, kebiruan, berbau,


berasa, bubuk, amorf. Aerosil banyak digunakan dalam obat-obatan, kosmetika,
dan produk makanan. Ukuran partikel yang kecil dan area permukaan yang besar,
memberikan karakteristik aliran yang diinginkan dan dimanfaatkan untuk
memperbaiki sifat alir serbuk dalam sejumlah proses seperti pada pembuatan
tablet. Aerosil digunakan sebagai glidan pada konsentrasi 0,1-1% (Rowe dkk,
2009).

2.5.6 Manitol

Manitol mengandung tidak kurang dari 96,0% dan tidak lebih dari 101,5%
C6H14O6 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Zat ini berbentuk serbuk
hablur atau granul mengalir bebas, putih, tidak berbau, rasa manis. Kelarutan
mudah larut dalam air, larut dalam larutan basa, sukar larut dalam piridina, sangat
sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam eter (Depkes RI, 1995).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan untuk membuat granul effervescent adalah timbangan


analitik, wadah untuk proses granulasi, pengayak mesh 14 dan 16, baki untuk
mengeringkan granul, oven 50oC, alat penyemprot dan gelas ukur 100 mL,
sedangkan alat yang digunakan untuk pemeriksaan kualitas granul
effervescentadalah desikator, alat pengukur kecepatan aliran dan sudut istirahat
granula adalah corong, mistar, piknometer 10 mL dan pH meter.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah ekstrak herba pegagan, asam sitrat, natrium
bikarbonat, sukrosa, manitol, polivynilpirolidon (PVP), aerosil, dan alkohol 70%.

3.2Metode Penelitian

3.2.1 Pembuatan Serbuk Simplisia

Herba pegagan dikumpulkan, dicuci dengan air bersih lalu ditiriskan dan
dikeringkan dibawah sinar matahari. Simplisia yang telah kering, kemudian dibuat
serbuk dengan cara diblender dan diayak dengan pengayak no.40.

3.2.2 PemeriksaanKarakteristikSimplisia

3.2.2.1 Parameter Non Spesifik

a Penetapan Kadar Abu


Lebihkurang 2 g sampai 3 g simplisia yang
telahdigerusdanditimbangseksama,
dimasukkankedalamkrusplatinaataukrussilikat yang telahdipijarkandanditara,
ratakan. Pijarkanperlahan-lahanhinggaaranghabis, dinginkan,
timbang.Jikadengancarainiarangtidakdapatdihilangkan, tambahkan air panas,
saringmelaluikertassaringbebasabu. Pijarkansisadankertassaringdalamkrus
yang sama. Masukkanfiltratkedalamkrus, uapkan, pijarkanhinggabobottetap,
timbang. Hitungkadarabuterhadapbahan yang telahdikeringkandiudara
(DepKes RI, 2008).
b Penetapan Kadar Abu yang TidakLarutAsam
Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25
mL asam klorida encer P selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak larut
asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan
dalam krus hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung
terhadap berat simplisia, dinyatakan dalam % b/v (DepKes RI,2008).
c Kadar Abu Larut Air
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total, didihkan dengan 25
mL air selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut, saring dengan
kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas dan pijarkan selama 15 menit
pada suhu tidak lebih dari 450oC hingga bobot tetap kemudian
timbang.Perbedaan bobot sesuai dengan jumlah abu yang larut dalam air.
Hitung kadar abu yang larut dalam air terhadap simplisia (DepKes, 2008).
d PenetapanSusutPengeringan
Timbang seksama 1 sampai 2 g simplisia dalam botol timbang dangkal
bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan dan ditara.
Ratakan bahan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol, hingga
merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 sampai 10 mm, masukkan dalam
ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu penetapanhingga bobot
tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup
mendingin dalam desikator hingga suhu ruang (DepKes RI, 2008).
e Penetapan Kadar Air
Bersihkan tabung penerima dan pendingin dengan asam pencuci, bilas
dengan air. kemudian keringkan dalam lemari pengering. Timbang seksama
sejumlah bahan yang diperkirakan mengandung 1 sampai 4 mL air, masukkan
ke dalam labu kering. Masukan lebih kurang 200 mL toluen jenuh air ke
dalam labu, pasang rangkaian alat. Masukan toluen jenuh air ke dalam tabung
penerima melalui pendingin sampai leher alat penampang. Panaskan labu
hati-hati selama 15 menit sampai mendidih. suling dengan kecepatan lebih
kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian besar air tersuling, kemudian
naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes perdetik. Setelah semua air
tersuling cuci bagian dalam labu pendingin dengan toluen jenuh air, sambil
dibersihkan dengan sikat tabung. Lanjutkan penyulingan selama 5 menit.
Dinginkan tabung penerima hingga suhu ruang. Jika ada tetes air yang
melekat, gosok tabung pendingin dan tabung penerima dengan karet yang
dikaitkan pada sebuah kawat tembaga dan dibasahi dengan toluen hingga
tetesan air turun. Baca volume air dan toluen memisah sempurna. Kadar air
dihitung dalam % v/b (DepKes RI, 2008).
f Penetapan Kadar Sari Larut Air
Timbang seksama lebih kurang 5 g serbuk simplisia yang telah
dikeringkan. Masukan kedalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL air jenuh
kloroform, kocok berkali-kali selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam.
Saring, uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas
datar yang telah dipanaskan 105oC dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105oC
hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam % sari larut air (DepKes RI, 2008).
g Penetapan Kadar Sari LarutEtanol
Timbang seksama lebih kurang 5 g serbuk simplisia yang telah
dikeringkan. Masukan kedalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL etanol
95% P, kocok berkali-kali selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam.
Saring cepat untuk menghindarkan penguapan etanol, uapkan 20 mL filtrat
hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan
105oC dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Hitung
kadar dalam % sari larut etanol (DepKes RI, 2008).

3.2.2.2 Parameter Spesifik

a. PemeriksaanMakroskopik

Pemeriksaanmakroskopikdilakukanterhadapdaunsegardandau yang
telahberbentukserbuk. Pemeriksaandaun yang
berbentukserbuksimplisiameliputibau, rasa danwarnasimplisia yang diuji.

b. PemeriksaanMikroskopik

Pemeriksaanmikroskopikdilakukanterhadapdaun yang
telahberbentukserbukyaituuntukmelihatfragmen-fragmenpenanda yang
dimilikidauntersebut.Pemeriksaanserbuksimplisiadiletakkandiataskacaobjek.S
erbuktersebutditetesidengankloralhidrat LP,
kemudiandipanaskan.Setelahitudiamatidibawahmikroskop.

c. PenapisanFitokimia

Penapisan fitokimia simplisia dan ekstrak dilakukan dengan tujuan untuk


menganalisis golongan metabolit sekunder dari tumbuhan dan mengetahui
kandungan bioaktif yang berguna untuk pengobatan dan dilakukan untuk
mengidentifikasi senyawa alkaloid, flavonoid, kuinon, tannin dan polifenol,
steroid dan triterpenoid, monoterpenoid dan seskuiterpen (mustarichie, 2011).

a) Identifikasi Senyawa Alkaloid


Simplisia dibasakan dengan ammonia encer, digerus dalam mortar
kemudian ditambahkan kloroform sambil digerus terus. Filtrat
ditambahkan asam klorida 2N, lapisan asam dipisahkan, kemudian dibagi
menjadi 3 bagian, bagian pertama digunakan sebagai blangko, bagian
kedua ditambahkan pereaksi Mayer diamati ada tidaknya endapan putih,
dan bagian ketiga ditambahkan pereaksi Dragendorf dan diamati ada
tidaknya endapan jingga coklat. Jika hasilnya menunjukan warna-warna
tersebut maka positif alkaloid (Farnsworth. 1966).
b) Identifikasi Senyawa Flavonoid
Bahan digerus dalam mortar dengan sedikit air, kemudian dimasukkan
kedalam tabung reaksi yang berisi serbuk Mg dan larutan HCI 2 N.
Seluruh campuran dipanaskan dalam penangas air selama 5-10 menit
kemudian saring panas-panas dan filtrat dibiarkan dingin. Kedalam filtrat
ditambahkan amil alkohol dan kocok kuat-kuat. Adanya flavonoid
menyebabkan filtrat berwarna merah, kuning atau jingga yang dapat
ditarik oleh amil alkohol (Fransworth, 1996).

c) Identifikasi Senyawa Saponin


Diatas penangas air dalam tabung reaksi simplisia dicampur dengan air
dan dipanaskan beberapa saat, kemudian saring. Setelah dingin filtrat
dalam tabung reaksi dikocok kuat selama beberapa menit. Terbentuknya
busa kurang lebih 1 cm selama beberapa menit dan tidak hilang dengan
penambahan HCl encer maka simplisia tersebut positif tannin (Fransworth,
1996).
d) Identifikasi Senyawa Tanin dan Polifenol
Simplisia digerus dan dipanaskan diatas penangas air kemudian disaring
panas-panas. Filtrat dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama ditetesi
dengan pereaksi FeCl3 1%, terberntuknya warna biru hitam menunjukan
adanya polifenol dan bagiankeduaditetesidengan gelatin 1%,
terbentuknyaendapanputih. (Fransworth, 1996).
e) Identifikasi Senyawa Monoterpen dan Seskuiterpen
Serbuk simplisia digerus dengan eter kemudian dipipet dan disaring. Filtrat
ditempatkan dalam cawan penguap dan dibiarkan menguap hingga kering.
Pada residu diteteskan pereaksi anisaldehid-asam sulfat atau vanilin-asam
sulfat. penambahan preaksi dilakukan dalam keadaan dingin, terbentuknya
warna ungu menunjukkan adanya senyawa monoterpen dan seskuiterpen
(Fransworth, 1996).
f) Identifikasi Senyawa Quinon
Simplisia digerus dan ditambahkan dengan air kemudian disaring. Filtrat
ditetesi larutan NaOH. Terbentuknya warna kuning hingga merah
menunjukan positif quinon (Fransworth, 1996).
g) Identifikasi Senyawa Steroid dan Triterpenoid
Simplisia disari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan hingga kering.
Pada residu diteteskan pereaksi Liebermann Burchard. Terbentuknya
warna ungu menunjukan bahwa dalam simplisia terkandung senyawa
kelompok triterpenoid, sedangkan bila terbentuk warna hijau-biru
menunjukan adanya senyawa kelompok steroid (Fransworth, 1996).

3.2.3 Pembuatan Ekstrak Secara Maserasi

Serbuk sebanyak 250 gram dimasukan dalam bejana bermulut lebar,


ditambah etanol 70% sebanyak 1 liter, kemudian didiamkan selama 1 hari.
Maserat disaring dan dipekatkan dengan rotary evaporator. Pelarut yang masih
tertinggal diuapkan menggunakan waterbath.

3.2.4 Formulasi

Formula granul effervescent ekstrakpegagan,

Bahan Kadar dalam %


Ekstrak herba pegagan 5
Asam sitrat 34,3
Natrium bikarbonat 41,2
Sukrosa 15
PVP 4,0
Aerosil 0,5

3.2.4 Pembuatan Granul Effervescent

Granul effervescent dibuat dengan metode granulasi basah secara terpisah.


Proses granulasi dilakukan dengan pemisahan antara dua komponen, yaitu
komponen basa (A) dan komponen asam (B). Komponen basa (A) terdiri dari
natrium bikarbonat, ekstrak herba pegagan serta PVP, sedangkan komponen asam
(B) merupakan campuran asam sitrat dan bahan pemanis (manitol, sukrosa).

Ekstrak herba pegagan dengan PVP dicampur kemudian ditambah natrium


bikarbonat, lalu diayak dengan ayakan 14 mesh, selanjutnya dikeringkan dalam
oven pada suhu 40-50oC selama 18 jam, granul kering diayak dengan ayakan 16
mesh, selanjutnya granul disimpan dalam desikator, hasil dari ayakan ini disebut
komponen basa.

Dalam wadah lain, asam sitrat serta bahan pemanis (manitol, sukrosa)
digerus hingga halus dan diayak dengan ayakan 16 mesh, lalu disimpan dalam
desikator. Hasil ayakan ini disebut komponen asam.

Komponen basa, komponen asam dan fasa luar (aerosil) dicampur lalu aduk
hingga homogen. Hasilnya adalah granul effervescentekstrak pegagan. Sebelum
dikemas, untuk menghindari penyerapan kelembaban dari udara, granul
effervescentekstrak pegagan dimasukan dalam desikator yang berisi silika gel.

3.2.5 Pengujian Granul

3.2.5.1 Uji Laju Alir

Lebih kurang 5 gram granul ditimbang lalu dimasukan kedalam corong


dan diratakan. Waktu yang diperlukan seluruh granul yang mengalir melalui
corong dicatat. Waktu alir yang baik < 10 detik. Laju alir dinyatakan dalam
g/detik (Depkes RI, 1995).

3.2.5.2 Kelarutan Granul

Kelarutan diukur dengan menghitung waktu larut yang diperlukan oleh


granul untuk suatu ukuran saji (serving size) menggunakan gelas piala 500 mL.
Sejumlah granul yang akan diukur waktu larutnya dimasukan ke dalam 20 mL air
dalam gelas ukur bersamaan dengan dimulainya perhitungan waktu dengan
menggunakan stopwatch. Granul telah larut sempurna jika reaksi effervescing
telah selesai. Hal ini ditandai dengan telah meleburnya seluruh massa granul
menjadi larutan serta tidak muncul gelembung gas dalam larutan. Kelarutan
granul dinyatakan dalam menit.

3.2.5.3 Kerapatan curah dan kerapatan mampat.

Kerapatan curah didapat dari sejumlah tertentu granul yang ditimbang


kemudian dimasukan ke dalam gelas ukur lalu dicatat volumenya.

Bobot granul(g)
Kerap atancura h=
Volume granul(mL)

Untuk mendapatkan kerapatan mampat, gelas ukur yang berisi granul


tersebut diketukkan setinggi 2,5 cm dalam interval 2 detik. Setiap 10 ketukan
volume dicatat sampai volumenya tidak berubah.

Bobot granul( g)
Kerap atanmam pat=
Volume granul(mL )

3.2.5.4 Pemeriksaan pH

NilaipH sesuai SNI 01-2891-1992 ( Dewan Standarisasi Nasional, 1992).


Alat pH meter yang telah dinyalakan dan distabilkan selama 15-30 menit
distandarisasi dengan larutan buffer pH 4 dan 7. Sebanyak satu gram sampel
dilarutkan dalam 20 mL aquadestila. Ke dalam larutan tersebut ditambahkan
kembali 50 mL aquadestila dan dihomogenkan. Sampel dibiarkan selama satu jam
kemudian diukur untuk menentuan pH.

3.2.5.5 Kadar Air

Kadar air sesuai SNI 01-2891-1992 (Dewan Standarisasi Nasional, 1992).


Pengukuran kadar air ini dilakukan dengan menggunakan metode oven. Sampel
sebanyak 2 gram dimasukan ke dalam sebuah botol timbang tertutup yang sudah
diketahui bototnya. Setelah itu dikeringkan pada oven dengan suhu 105 oC selama
3 jam, lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Pekerjaan ini dilakukan
hingga diperoleh bobot tetap. Perhitungan kadar air dilakukan dengan cara
perhitunagn sebagai berikut,

w
Kadar Air= x 100
w1

Keterangan

w = Berat sampel sebelum dikeringkan (g)

w1 = Kehilangan bobot setelah dikeringkan (g)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Non Spesifik

Jenis Hasil
Kadar Air 3,33%
Kadar Abu Total 17,61%
Kadar Abu Larut Air 0,83%
Kadar Abu Larut Asam 5,37%
Kadar Sari larut air 29,11%
Kadar sari larut etanol 19,28%
Pada penetapan kadar air dengan metode destilasi
azeotrop biasanya digunakan untuk penetapan kadar air pada
simplisia yang mengandung air. Azeotroph merupakan campuran
dua atau lebih komponen pada komposisi tertentu. Ketika
campuran azeotrop dididihkan, fasa uap yang dihasilkan memiliki
komposisi yang sama dengan fasa cairnya. Campuran azeotroph
ini sering disebut juga constant boiling mixture karena
komposisinya yang senantiasa tetap jika dicampuran tersebut
didihkan. Kadar air yang didapatkan dari destilasi azeotroph ini
sebanyak 3,33%, ini menunjukan bahwa simplisia memenuhi
kriteria untuk digunakan pada bahan tanaman obat karena tidak
melebihi batas kadar air yang memiliki batas yang dimiliki pada
suatu simplisia yaitu sebanyak 10%.

Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui


presentase senyawa-senyawa bahan organik yang hilang dalam
pembakaran dengan suhu tinggi. Residu yang tertinggal adalah
mineral dalam bentuk abu putih. Tujuannya adalah untuk
memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya
simplisia. Kadar abu total yang diperoleh dari hasil pemanasan
dengan suhu yang tinggi yaitu 17,61%, dan jika dibandingkan
dengan batas kandungan kadar abu total pada herba pegagan
menurut Farmakope Herbal Indonesia (FHI) menyebutkan bahwa
batas maksimal kadar abu total pada herba pegagan < 18,05%.
Hasil dari kadar abu larut asam sebesar 0,83%, sedangkan batas
maksimal kadar abu larut asam herba pegagan menurut
Farnakope Herbal Indonesia (FHI) < 4,9. Sedangkan kadar abu
larut air herba pegagan yaitu 5,37%.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1986). Farmakope Edisi III. Jakrata: Departemen Kesehatan


Anonim. (1989). Material Media Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan makanan.

Anonim. (1995). Farmakope Edisi V. Jakrata: Departemen Kesehatan

Ansel.H.C. 1989.PengantarBentukSedianFarmasi. Edisi IV Jakarta: UI Press

Gandjar, I.G & Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:Pustaka


Pelajar

Harbone, J.B. (1996). Metode Fitokimia. Penentuan Cara Menganalisis


Tumbuhan. Bandung: ITB

Howard, A. 1989. PengantarBentukSediaanFarmasi. Edisikeempat.Jakarta : UI


Press.

Hutapea, J.R. 1991.InventarisTanamanObat Indonesia, Jilid II.


DepartemenKesehatan RI, BadanPenelitiandanPengembanganKesehatan.
Jakarta.

Kailaku Intan Sari, Sumangat Jayeng dan Hernani. (2012). Formulasi Granul
Effervesen Kaya Antioksidan dari Ekstrak Daun Gambir. Bogor: Balai
Besar Litbang.

Lachman, 1989.TeoridanPraktekFarmasiIndustri.Jilid II dan


III.TerjemahanSuyatmi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Lestari Mulya P, Rradjab Setiadi N dan Octaviani Amalia.(2014). Formulasi dan


Evaluasi Granul Effervescent Sari Buah Naga (Hylocereus undatus.
Jakarta: UHAMKA

Anda mungkin juga menyukai