Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto, Indonesia
Abstract
Multi Drug Resistant (MDR - TB ) is the biggest problem of TB prevention and eradication
in world. Indonesia is ranked 8 of 27 countries with MDR-TB in the world. WHO global
report 2010, estimated MDR-TB patients in Indonesia amounted to 8.900. MDR-TB is
caused by Mycobacterium tuberculosis that resistant to at least rifampicin and isoniazid.
The purpose of research was to determine MDR-TB risk factors. A survey method was
conducted with case-control. The population were TB case patients who positive and
control who negative resistance by test. Comparison case: control = 32:32. Data analyzed
by multivariate logistic regression. The results showed that the risk factors of MDR-TB were
low patient motivation OR=4.2 (CI=1.478 to 11.94) and treatment irregularity OR=2.3
(CI=1.38 to 10,28). Required a variety support, especially from family and environment in
order to motivate patients with pulmonary tuberculosis that their disease can be cured and
do the treatment regularly. Research conclusion, low motivation and irregularity treatment
had effect to Multi Drug Resistant.
61
Dwi Sarwani SR, dkk. / KEMAS 8 (1) (2012) 60-66
Populasi kasus adalah semua penderita yang iat dengan Chi Square untuk mengetahui OR
diuji resistensi TB pada Tahun 2003-2009 dan dan analisis multivariat.
terbukti resisten positif di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru (BP4) Purwokerto. Popula- Hasil Penelitian dan Pembahasan
si kontrol adalah semua penderita yang diuji re-
sistensi TB dari Tahun 2003-2009 dan terbukti Perbandingan kondisi kasus dan kontrol
resisten negatif di Balai Pengobatan Penyakit dilihat dari variabel bebas yang diteliti disajikan
Paru-paru (BP4) Purwokerto. Jumlah sampel pada Tabel 1. Rangkuman hasil analisis bivariat
32 kasus dan 32 kontrol. disajikan pada Tabel 2.
Variabel penelitian adalah jenis kelamin, Dari hasil analisis bivariat menunjuk-
pendidikan, pendapatan, merokok, motivasi, kan ada 2 variabel yang terbukti berhubungan.
keteraturan berobat dan kejadian MDR-TB. Hasil analisis multivarit disajikan pada Tabel 3.
Analisis data dilakukan secara univariat, bivar-
Kasus Kontrol
Variabel
n % N %
Jenis kelamin
- Perempuan 16 50,0 14 43,8
- Laki-laki 16 50,0 18 56,2
Tingkat pendidikan
- Rendah 21 65,6 19 59,4
- Tinggi 11 34,4 13 40,6
Pendapatan keluarga
- < UMK 24 75,0 24 75,0
- UMK 8 25,0 8 25,0
Merokok
- Ya 15 46,9 17 53,1
- Tidak 17 53,1 15 46,9
Motivasi
- Rendah 12 68,8 11 34,4
- Tinggi 10 31,2 21 65,6
Keteraturan minum obat
- Tidak teratur 19 59,4 14 43,8
- Teratur 13 40,6 18 56,2
62
Dwi Sarwani SR, dkk. / KEMAS 8 (1) (2012) 60-66
Faktor yang Terbukti Berpengaruh pada Ke- kanselama 6 bulan, dapat saja dijadikan beban
jadian MDR-TB oleh penderita sehingga mereka malas untuk
Hasil analisis bivariat dan multivariat melanjutkan proses pengobatan. Adapun bagi
menunjukkan ada hubungan antara motivasi penderita yang memiliki keinginan atau moti-
dengan MDR-TB. Seseorang yang mempunyai vasi yang kuat akan terhindar dan sembuh dari
motivasi rendah untuk minum obat mempu- penyakit dan tetap akan melakukan pengo-
nyai risiko 4,2 kali lebih besar untuk mende- batan secara teratur. Salah satu kesadaran utama
rita MDR-TB dibandingkan yang mempunyai dalam penanganan kasus TB adalah bagaimana
motivasi yang tinggi. Di National Tuberculosis memotivasi penderita agar mereka mau me-
Institute (NTI) dan juga the National Reports nyelesaikan pengobatannya sesuai waktu yang
on DTPs menunjukkan bahwa hanya 30-35 % telah ditetapkan. Kurangnya motivasi dan ke-
dari pasien TB yang melakukan pengobatan se- sadaran ini dapat terjadi karena kurangnya
cara teratur dengan periode yang telah ditentu- pengetahuan penderita tentang penyakitnya
kan. Salah satu alasannya adalah kemungkinan dan bagaimana mengobatinya, pelayanan yang
mereka dipengaruhi oleh anggota keluarga dan kurang memuaskan dari pihak penyelenggara
teman-teman mereka ketika mereka kembali ke fasilitas kesehatan, faktor sosio-budaya dan
rumah setelah motivasi/pengobatan awal dan lain-lain.
pengobatan wajib bulan pertama. Oleh karena Hasil analisis bivariat dan multivariat
itu, jika kemungkinan motivasi pasien berasal menunjukkan ada hubungan antara keteratu-
dari lingkungan rumah mereka dan kehadiran/ ran minum obat dengan kejadian MDR-TB. Se-
peran anggota keluarga lain, kemungkinan ini seorang yang mengkonsumsi obat TB tidak ter-
dapat menolong keberlanjutan pengobatan atur mempunya risiko 2,3 kali lebih besar untuk
karena TB. Motivasi dari anggota keluarga lain menderita MDR-TB dibandingkan yang meng-
mungkin berpengaruh ke pasien untuk men- konsumsi obat secara teratur. Hasil ini sesuai
dukung program pengobatan TB secara tuntas. dengan penelitian Ti T et al., (2006) menyata-
Penyebabnya motivasi dapat dibagi men- kan bahwa orang yang melakukan pengobatan
jadi 2 yaitu motivasi intrinsik yakni motif yang tidak teratur memiliki risiko terkena MDR-TB
berfungsi tanpa rangsangan dari luar, karena 4,8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang
pada dasarnya dalam diri seseorang sudah ada melakukan pengobatan teratur. Penelitian Bar-
dorongan untuk melakukan sesuatu dan moti- roso (2003), juga menyebutkan bahwa orang
vasi ekstrinsik yakni motif yang berfungsi kare- yang melakukan pengobatan tidak teratur me-
na adanya rangsangan dari luar diri seseorang. miliki risiko terkena MDR-TB 5,1464 kali lebih
Motivasi merupakan suatu dorongan dari besar dibandingkan dengan yang melakukan
dalam diri seseorang yang menyebabkan orang pengobatan teratur.
tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu
guna mencapai suatu tujuan. Motivasi tidak da- Faktor yang Terbukti Tidak Berpengaruh
pat diamati, yang dapat diamati adalah kegiatan pada Kejadian MDR-TB
atau mungkin alasan-alasan tindakan tersebut. Hasil analisi bivariat dan multivariat
Alasan utama gagalnya pengobatan ada- jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko
lah pasien tidak mau minum obatnya secara MDR-TB. Hasil ini tidak sesuai dengan pe-
teratur dalam waktu yang diharuskan. Pasien nelitian Sharma et al., (2004) yang menyata-
biasanya bosan harus minum banyak obat kan bahwa jenis kelamin perempuan berhubu-
setiap hari selama beberapa bulan. Lamanya ngan dengan kejadian MDR-TB (OR 3,4). Hal
waktu pengobatan TB paru yang harus dilaku- tersebut bisa terjadi karena berdasarkan hasil
63
Dwi Sarwani SR, dkk. / KEMAS 8 (1) (2012) 60-66
analisis statistik didapatkan bahwa perbedaan pasien tersebut memiliki kesempatan yang le-
persentase antara kasus dan kontrol yang ter- bih baik untuk menemukan pengetahuan yang
lalu kecil dan juga berdasarkan hasil temuan cukup tentang penyakit tuberkulosis dari ber-
di lapangan pada saat penelitian dimana pada bagai media yang ada.
kelompok kasus jumlah perempuan dan laki- Tidak bermaknanya variabel tingkat
laki sama. Pada kontrol juga didapatkan per- pendidikan dalam penelitian ini disebabkan
bedaan yang kecil antara jumlah responden karena tidak selamanya penderita yang berpen-
perempuan dan laki-laki. Berdasarkan hal didikan dasar tingkat pengetahuannya tentang
tersebut, maka faktor risiko jenis kelamin pada penyakit TB rendah, dan juga tidak semua yang
penelitian ini bukan merupakan faktor risiko berpendidikan menengah ke atas pengetahuan
terjadinya MDR-TB. tentang TB tinggi. Saat ini sudah banyak me-
Penelitian epidemiologi telah membuk- dia yang memberikan informasi tentang pen-
tikan bahwa terdapat perbedaan antara laki-la- tingnya pengobatan TB secara cuma-cuma dan
ki dan perempuan dalam hal prevalensi infeksi, sering tayang di televisi, para penyiar radio dan
progresiviti penyakit, insidens dan kematian aki- iklan di radio pun saat ini banyak yang mem-
bat TB. Jumlah penderita TB yang meningkat berikan informasi tentang pengobatan TB.
juga dapat menyebabkan peningkatan jumlah Leaflet-leaflet yang ada di puskesmas, spanduk-
penderita MDR-TB. Perbedaan jenis kelamin spanduk dan poster-poster yang tersebar juga
juga mempengaruhi perkembangan penyakit banyak memberikan informasi tentang TB dan
dimana pada pada perempuan mempunyai pengobatannya. Oleh karena itu, media elek-
penyakit yang lebih berat pada saat datang ke tronik dan media cetak banyak memberikan
rumah sakit. Perempuan lebih sering terlambat informasi kepada responden.
datang ke pelayanan kesehatan dibandingkan Berdasarkan hasil analisis bivariat dan
dengan laki-laki. Hal ini bisa disebabkan karena multivariat menunjukkan bahwa pendapatan
adanya rasa malu dan aib yang lebih dirasakan bukan merupakan faktor risiko kejadian MDR-
pada perempuan dibanding laki-laki. Perem- TB. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian
puan juga lebih sering mengalami kekhawati- Casal et al., (2005) yang menyebutkan bahwa
ran akan dikucilkan dari keluarga dan lingkun- seseorang dengan pendapatan rendah memiliki
gan akibat penyakitnya (Masniari dkk., 2007). risiko terkena MDR-TB 10,36 kali lebih besar
Berdasarkan hasil analisis bivariat dan dibandingkan dengan orang yang pendapa-
multivariat menunjukkan bahwa pendidikan tannya tinggi (OR 10.36). Tidak bermaknanya
bukan merupakan faktor risiko kejadian MDR- variabel pendapatan dalam penelitian ini dis-
TB. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian ebabkan karena lebih dari 50% yaitu sebesar
Shetty et al., (2006), yang menunjukan bahwa 75 % (24 orang) kasus maupun kontrol yang
tingkat pendidikan tinggi secara signifikan menjadi subyek penelitian, memiliki kesamaan
dapat melindungi seseorang dari serangan pe- yaitu hidup pada keluarga dengan status ekono-
nyakit tuberkulosis. Hal tersebut bisa terjadi mi rendah dengan pendapatan kurang dari
karena berdasarkan hasil temuan di lapangan Upah Minimum Kabupaten (UMK). Adanya
pada saat penelitian baik responden kasus kesamaan karakteristik pendapatan keluarga
maupun kontrol sudah memiliki tingkat penge- pada kelompok kasus maupun kontrol, maka
tahuan yang cukup baik. Dimana beberapa res- tiap kelompok mempunyai peluang yang sama
ponden sudah mampu menjelaskan dengan be- untuk menderita MDR-TB. Berdasarkan hal
nar berbagai cara penularan penyakit TB. tersebut, maka faktor risiko pendapatan pada
Pengetahuan tentang tuberkulosis dan penelitian ini bukan merupakan faktor risiko
pengobatannya seharusnya bertambah sei- terjadinya MDR-TB, tetapi mungkin karena
ring dengan tingkat pendidikan yang didapat. pengaruh faktor lain yang lebih dominan.
Tingkat pendidikan responden menjadi faktor Berdasarkan hasil analisis bivariat dan
penentu dari semua proses pendidikan keseha- multivariat menunjukkan bahwa variabel me-
tan. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi, tak rokok bukan merupakan faktor risiko kejadian
diragukan lagi membantu pasien untuk me- MDR-TB. Hal ini tidak sesuai dengan hasil
mahami pesan-pesan pendidikan. Selain itu, penelitian penelitian Holtz (2006), yang me-
64
Dwi Sarwani SR, dkk. / KEMAS 8 (1) (2012) 60-66
nyebutkan bahwa merokok selama pengobatan nanganan kasus TB adalah bagaimana memo-
berhubungan dengan kejadian MDR-TB (OR tivasi penderita agar mau menyelesaikan pe-
17.9) artinya orang yang merokok memiliki ngobatan sesuai waktu yang telah ditentukan.
risiko terkena MDR-TB 17,9 kali lebih besar Hal ini dapat dipengaruhi dengan kurangnya
dibandingkan dengan yang tidak merokok. Hal pengetahuan penderita tentang penyakitnya
ini juga tidak sesuai dengan penelitian Massi et dan bagaimana mengobatinya, pelayanan yang
al., (2011) menyatakan bahwa orang yang mer- kuran memuaskan dari penyelenggara fasilitas
okok memiliki risiko terkena MDR-TB 4,01 kali kesehatan, faktor budaya dan lain-lain.
lebih besar dibandingkan dengan orang yang
tidak merokok (OR 4,01 ). Tidak bermaknanya Ucapan Terimakasih
variabel merokok dalam penelitian ini disebab-
kan karena berdasarkan hasil analisis statistik Ucapan terimakasih disampaikan ke-
didapatkan bahwa perbedaan persentase antara pada Kepala Balai Pengobatan Penyakit Paru-
kasus dan kontrol yang terlalu kecil dan ber- paru (BP4) Purwokerto berserta jajarannya
dasarkan temuan di lapangan pada saat peneli- atas keterlaksanaan kegiatan atau penelitian ini.
tian menunjukan bahwa kasus maupun kon- Terimakasih juga diberikan kepada pasien pen-
trol sama-sama memiliki kebiasaan merokok, derita TB di BP4 Purwokerto, khususnya pen-
sehingga tiap kelompok mempunyai peluang derita yang menjadi sampel dalam penelitian
yang sama untuk menderita MDR-TB. ini.
Kebiasaan merokok membuat seseorang
jadi lebih mudah terinfeksi tuberkulosis, dan Daftar Pustaka
angka kematian akibat TB akan lebih tinggi
pada perokok dibandingkan dengan bukan Balaji, V., Daley P., Azad, A.A., Sudarsanam, T., Mi-
perokok. Kebiasaan merokok juga dapat meru- chael, J., Sarojini, Sahni, Diana, R., George,
sak mekanisme pertahanan paru yang disebut C.P., Abraham, I., Thomas, K., Ganesh, A.,
John K R., & Mathai D. 2010. Risk Factors
muccociliary clearance. Selain itu, asap rokok
for MDR and XDR-TB in a Tertiary Referral
meningkatkan tahanan jalan napas (airway Hospital in India. PLoS ONE, 5(3).
Resistant) dan menyebabkan mudah bocornya Barroso, E.C., et.al. 2003. Risk Factors for Acquired
pembuluh darah di paru, juga akan merusak Multidrug-resistant Tuberculosis. Journal
makrofag yang merupakan sel yang dapat me- Pneumol, 29 (2) 89-97.
makan bakteri pengganggu Jumlah penderita Caminero, J.A. 2010. Multidrug-resistant Tuber-
TB yang bertambah dapat menambah per- culosis: Epidemiology, Risk Factors, and Case
masalahan baru, yakni bertambahnya jumlah Finding. The International Journal of Tuber-
pasien TB yang MDR-TB. Beberapa penelitian culosis and Lung Disease, 14(4) 382390.
lain menemukan bahwa anak yang terpapar Casal, M., etlal. 2005. A Case-Control Study for
Multidrug-Resistant Tuberculosis: Risk Fac-
asap rokok (perokok pasif) ternyata juga lebih
tors in Four European Countries. Microbial
sering mendapat TB nantinya. Juga ditemukan Drug Resistance, 11(1) 62-67.009:217-21.
bahwa TB pada perokok lebih menular dari- Faustini, A., et.al. 2006. Risk Factors For Multidrug
pada penderita TB yang tidak merokok, kebi- Resistant Tuberculosis in Europe: A System-
asaan merokok juga merupakan faktor dalam atic Review. Thorax an International Journal
progresivitas tuberkulosis paru dan terjadinya Of Respiratory Medicine, (61) 158-16.
fibrosis. Firdiana P, Widya H.C. 2008. Hubungan antara
Luas Ventilasi dan Pencahayaan Rumah den-
Penutup gan Terjadinya Tuber Culosis Paru Anak di
Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu.
Kecamatan Tembalang Semarang Tahun
Faktor risiko yang terbukti berpengaruh
2007. Jurnal Kemas, 3(2):89-101
pada kejadian MDR-TB adalah motivasi yang Holtz, T.H., et.al. 2006. Risk factors associated with
rendah dan ketidakteraturan minum obat. default from multidrug-resistant tubercu-
Adanya motifasi yang kuat dari penderita losis treatment, South Africa, 19992001.
akan menyebabkan keteraturan dalam minum The International Journal of Tuberculosis and
obat. Salah satu kesadaran utama dalam pe- Lung Disease, 10(6) 649655.
65
Dwi Sarwani SR, dkk. / KEMAS 8 (1) (2012) 60-66
Marahatta, S.B. 2010. Multi-drug Resistant Tuber- Sharma, S.K. & Mohan, A. 2004. Multidrug-resist-
culosis Burden and Risk Factors: An Update. ant Tuberculosis. Indian J Med Res, (120)
Kathmandu University Medical Journal, 8 (1) 354-376.
116-125. Shetty N., et.al. 2006. An Epidemiological Evalua-
Masniari, L., Priyanti, Z.S., & Tjandra, Y.A. 2007. tion of Risk Factors for Tuberculosis in South
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kes- India: A Matched Case Control Study. Int J
embuhan Penderita TB Paru. J Respir Indo, Tuberc Lung Dis. 10(1) 8086.
27(3) 176-185. Ti, T., et.al. 2002. National Anti-tuberculosis Drug
Massi, M.N., etl.al. 2011. Drug Resistance Among Resistance Survey, 2002, in Myanmar. Int J
Tuberculosis Patients Attending Diagnostic Tuberc Lung Dis, 10(10) 1111-6.
and Treatment Centres in Makassar, Indone- WHO. 2007. Global Tuberculosis Report. Geneva.
sia. Int J Tuberc Lung Dis, 15(4) 489-95. www.who.org. Diakses 22 Desember .
66