Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS PASIEN TETRAPARESE ec.

IMBALANCE ELEKTROLIT

I. IDENTITAS

Nama : Ny. KM

Usia : 27 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Kelapa Dua Wetan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Suku : Jawa

Masuk RS : 20 Agustus 2015 pukul 17.10

II. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama :
Susah mengangkat kaki dan tangan karena lemas sejak dua hari SMRS.

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke UGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan dengan keluhan
kedua tungkai terasa lemas sejak dua hari SMRS.Pasien juga merasakan kedua
bahu dan lengannya lemas dan terasa kram.Saat ini, pasien merasa kesulitan
berdiri dan berjalan.

Keluhan lemas terjadi secara bertahap; mulanya, pasien merasakan pegal-


pegal pada kedua tungkai.Rasa pegal-pegal ini kemudian diikuti rasa kram
yang terjadi di paha kiri, betis kiri dan kanan bersamaan, selanjutnya kram
dirasakan pada kedua tungkai.Tidak lama kemudian, kram dirasakan pada
kedua bahu dan lengan.Jari-jari pun terasa sangat kaku dan sulit digerakkan.
Ini menyebabkan pasien sulit menopang tubuh, dan ketika berjalan merasa
tidak stabil.

1
Pasien belum pernah mengalami hal ini sebelumnya. Sejak 3 hari sebelumnya,
pasien mengalami mual mual disertai muntah lebih dari 4 kali sehari. Nafsu
makan menurun, namun mencret mencret tidak ada.

Selain itu pasien saat ini merasa perutnya agak kembung dan mual sehingga
nafsu makan menurun. Riwayat demam, muntah, dan nyeri perut disangkal.
Rasa berdebar-debar juga disangkal.Riwayat mengkonsumsi obat-obatan
tertentu disangkal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien baru pertama kali mengalami hal seperti ini.Riwayat asma, alergi,
maupun maag disangkal.ataupun alergi disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat kencing manis, darah tinggi, sakit jantung, liver, atau paru dalam
keluarga disangkal.

e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan

Pasien sebelumnya aktif mengerjakan pekerjaan pekerjaan rumah. Seperti


ngepel, nyuci piring atau baju, dan lain lain.

III. PEMERIKSAAN FISIK

1 Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah :120 / 70 mmHg
- Frekuensi nadi : 80 x / menit
- Frekuensi napas : 18 x / menit
- Suhu : 37,6oC
- Kesan status gizi : Cukup
- Berat badan : 58 kg
- Kepala : Normocephali
- Mata : Konjungtiva anemis - / -, Sklera Ikterik - / -, Pupil Isokor 3
mm / 3 mm, reflek cahaya + / +
- Leher : Pembesaran KGB ( - )
- Dada : Inspeksi : Simetris, retraksi ( - )

2
Perkusi : Sonor

Jantung : BJ I II regular

Paru : Suara nafas vesikuler

- Abdomen : Bising Usus ( + ), nyeri tekan ( - )


- Ekstremitas : Akral Hangat

2 Status Neurologis
- Kesadaran : Compos Mentis, E4 V5 M6
- Tanda Rangsangan Meningeal : kaku kuduk ( - ), kernig sign ( - ), laseque ( - )
- Refleks Patologis : babinsky ( - )
- Motorik kekuatan otot :

3333 3333
2222 2222

- Nervus Kranialis
o N. I : Penciuman kanan dan kiri sama
o N. II : Pasien dapat melihat benda yang sama dengan yang
dilihat oleh pemeriksa
o N. III, IV dan VI : Gerakan bola mata tidak ada masalah
o N. V : Pasien dapat mengunyah dengan baik
o N. VII : Simetris
o N. VIII :-
o N. IX dan X : Dapat berbicara dengan baik
o N. XI :-
o N. XII : Tidak ada mencong pada lidah.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
20 Agustus 2015
Hematologi
- Hemoglobin : 16.3 g/dL
- Hematokrit : 46 %
- Leukosit : 27.63 10^3/L
- Eritrosit : 6.0 juta/ L
- Trombosit : 589 ribu/ L
Elektrolit
- Natrium : 137 mmol/ L
- Kalium : 1.5 mmol/L
- Klorida : 97 mmol/L

3
V. RESUME

Seorang wanita berusia 27 tahun, datang dengan keluhan ke empat ekstremitas


sulit digerakkan sejak 2 hari SMRS, disertai lemas dan tidak stabil ketika berjalan.

Pemeriksaan Fisik :

Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah :120 / 70 mmHg
- Frekuensi nadi : 80 x / menit
- Frekuensi napas : 18 x / menit
- Suhu : 37,6oC
- Motorik kekuatan otot :

3333 3333
2222 2222

Diagnosis :

a Klinis : Periodik Paralisis


b Topis : Neuromuscular Junction
c Etiologi : Hipokalemia

VI. TERAPI PADA SAAT MASUK RUMAH SAKIT


- Kalmeco 2 x 500 mg
- IVFD KCl 50 meq + D 5 % /12 Jam
- Cefotaxime 2 x 1 gr
- Ondansentron 2 x 1
- Paracetamol 3 x 1 tab bila panasa

VII. DISKUSI

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis


untuk pasien ini, berikut dasar diagnosisnya adalah sebagai berikut:

1 Suspek hypokalemia paralysis periodic dd/ susp intake rendah kalium


Diagnosis ini dipikirkan atas dasar pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar
kalium yang rendah (biasanya <2,5 mEq/L). Pada anamnesis, lebih lanjut, pasien
mengalami serangan lemas pada keempat ekstrimitas yang menjalar dari ekstrimitas
bawah terlebih dahulu, kemudian menjalar ke ekstrimitas atas. Onset kejadian
mendadak dan diawali oleh pegal-pegal dan rasa kram., kemudian lemas pada

4
keempat ekstrimitas yang menyebabkan pasien hanya bisa berbaring. Keluhan seperti
ini belum pernah dialami sebelumnya. Paralisis ini dapat disebabkan oleh
hipokalemia. Pada pasien ini, serangan lemas kemungkinan berasal dari deplesi
kalium di plasma.
Pada pasien ini hipokalemia oleh karena intake kalium yang kurang atas dasar pada
anamnesis. Rencana pemeriksaan:
- Pemeriksaan elektrolit darah per hari
- EKG
- Pemeriksaan elektrolit urin per hari

BAB II

HIPOKALEMIA

Pendahuluan

Kalium (potassium) adalah kation utama intrasel.Konsentrasi kalium plasma normal adalah
3,5 5,5 mmol/L, sedangkan konsentrasi di dalam sel sekitar 150 mmol/L. Perbandingan
kadar kalium intrasel terhadap ekstrasel (normalnya 38 : 1) adalah penentu utama potensial
membrane sel pada jaringan yang dapat tereksitasi seperti otot jantung dan otot rangka.
Pompa Na-K-ATPase secara aktif memompa natrium keluar sel dan kalium ke dalam sel
dengan perbandingan 2 : 3. Aktivitas pompa elektrik ini distimulasi oleh naiknya kadar Na
intrasel dan dihambat oleh keadaan intoksikasi digoksin, atau pada keadaan sakit
kronis,seperti gagal liver atau ginjal.1

Keseimbangan Kalium

Sembilan puluh persen dari absorpsi kalium ke dalam tubuh berasal dari traktus
gastrointestinal. Pada orang dewasa sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50 100
mEq.1,2 Untuk mencegah terjadinya peningkatan ganda pada plasma, absorpsi dari kalium
harus diikuti oleh ekskresi lewat ginjal beberapa jam kemudian. Kalium yang dimakan akan
diabsorpsi ke dalam sel terlebih dahulu, dan kurang dari 20% akan diekskresikan lewat feses

5
dan keringat. Jadi, fase dari kalium diabsorpsi masuk ke dalam sel dan diekskresikan lewat
ginjal adalah mekanisme agar kalium tidak meningkat konsentrasinya di dalam darah.Hal ini
difasilitasi oleh hormone insulin dan kadar basal katekolamin. Kadar kalium yang hilang di
feses dapat meningkat hingga 50 60% (dari intake makanan) pada insufisiensi renal
kronis.1,3 Di samping itu, sekresi kalium dari usus terangsang pada pasien yang menderita
diare dengan volume besar, yang berpotensial menyebabkan deplesi kalium.1,2,3

Ekskresi Kalium

Ekskresi ginjal adalah jalur eliminasi utama akan kalium yang didapat dari makanan dan
sumber kalium yang berlebihan di tempat lain. Banyaknya kalium yang difilterisasi (GFR x
konsentrasi Kalium plasma = 180 L/d x 4 mmol/L = 720 mmol/d) adalah sepuluh kali lipat
lebih besar daripada jumlah kalium ekstrasel.Ekskresi kalium lewat ginjal dipengaruhi oleh
hormone aldosteron, natrium tubulus distal, dan laju pengeluaran urin.Aldosteron adalah
hormone yang disekresikan di sel-sel zona glomerulosa pada korteks adrenal sebagai respon
terhadap peningkatan rennin dan angiotensin II atau hiperkalemia.Sekresi aldosteron
terangsang oleh jumlah natrium yang mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum
diatas normal (hiperkalemia), dan tertekan bila kadarnya menurun. Sebagian besar kalium
difiltrasi lewat glomerulus dan akan direabsorpsi pada tubulus proksimal. Aldosteron yang
meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang tersekresi ke dalam tubulus distal sebagai
penukar bagi reabsorpsi natrium atau ion hydrogen (H+). Kalium yang tersekresi akan
diekskresikan sebagai urin. Sekresi kalium pada tubulus distal juga tergantung dari pada arus
pengaliran, sehingga peningkatan jumlah cairan pada tubulus distal juga akan meningkatkan
ekskresi kalium. Sehingga, pada keadaan kekurangan kalium yang berat, terdapat sekresi
yang menurun pada kalium dan reabsorpsinya ditingkatkan pada duktus kolektivus bagian
medulla dan korteks.1

Definisi

Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium plasma kurang dari 3,5 mmol/L. Hanya 2%
dari kalium tubuh yang berada di cairan ekstrasel sehingga kadar kalium serum tidak
mencerminkan kalium tubuh total. Lagipula, pH darah mempengaruhi kadar kalium serum.
Untuk setiap penurunan pH sebanyak 0,1 unit, kalium serum meningkat sebanyak 0,5 mEq/L,
begitu juga sebaliknya.1,2,3

Etiologi

6
Prinsipnya, hipokalemia disebabkan oleh satu dari yang berikut ini: 1). Intake yang
berkurang, 2).Pengeluaran yang banyak, 3).Perpindahan kalium ke sel akibat
alkalosis.Hipokalemia sedang dapat disebabkan oleh kurangnya asupan kalium dalam
makanan sehari-hari.Semua pasien sakit berat yang tidak mendapatkan makanan melalui
mulut perlu mendapatkan kalium tambahan dalam cairan infusnya, karena ekskresi kalium
melalui ginjal terus berlangsung, meskipun tidak ada asupan.Tabel berikut ini menyajikan
berbagai etiologi hipokalemia.1,4

Intake yang menurun Kelaparan/puasa


Geofagia
Redistribusi ke dalam sel Gangguan keseimbangan asam-basa:
- Alkalosis metabolic
Hormonal
- Insulin
- Adrenergik beta-2 agonis
- Adrenergik alfa antagonis
Status anabolic
- Asam folat dan vitamin B12
produksi leukosit
- Granulocyte-macrophage colony
stimulating factor
Lain-lain
- Pseudohipokalemia
- Hipotermia
- Paralisis periodic hipokalemia
- Intoksikasi barium
Pengeluaran yang berlebihan Non-renal
- Diare
- Berkeringat
Renal
- Aliran ke tubulus distal meningkat :
diuretic, dieresis osmotic.
- Sekresi kalium meningkat
kelebihan mineralokortikoid
(hiperaldosteronisme primer dan
sekunder, hyperplasia adrenal
kongenital, sindroma Cushing,
sindroma Bartter, konsumsi
tembakau, karbenoksolon.
- Lain-lain : amfoterisin B, sindroma
Liddle, hipomagnesemia

7
Redistribusi ke Sel

Alkalosis metabolic banyak berhubungan dengan hipokalemia dimana kalium mengalami


redistribusi kembali ke dalam sel atau pengeluaran banyak kalium lewat ginjal.2,3

Ekskresi kalium meningkat pada keadaan dieresis osmotic, sehingga pada pasien ketoasidosis
diabetic dapat terjadi kekurangan kalium.Zat terlarut yang dapat menyebabkan poliuria ialah
glukosa dan anion asam-asam keton.Asidosis dan kekurangan insulin menyebabkan kalium
berpindah ke ekstrasel sebagai pertukaran ion H+ ke intrasel dalam rangka kompensasi
asidosis.Maka yang terlihat adalah kalim serum tetap berada dalam batas normal, meskipun
kalium tubuh total menurun oleh karena secara kalium akan tetap dieliminasi oleh ginjal
secara kontinyu. Koreksi ketoasidosis diabetikum juga dapat mengakibatkan hipokalemia
karena induksi insulin.Insulin menyebabkan peningkatan perangsangan pada pompa Na-K-
ATP-ase. Pada keadaan yang lain seperti hiperglikemia yang tak terkontrol, dapat
menyebabkan hipokalemia karena osmosis dieresis (yang selanjutnya menyebabkan poliuria
peningkatan laju aliran urin).2

Katekolamin yang menginduksi stress, atau penggunaan agonis B2 adrenergik akan


meningkatkan kemampuan ambilan sel terhadap kalium dan menstimulasi sekresi insulin dari
sel-sel beta pancreas. Paralisis periodic karena hipokalemia merupakan suatu kondisi ditandai
oleh kelemahan atau paralisis berulang yang episodic.3,5

Eliminasi Kalium Non-renal

Gangguan saluran cerna yang dicirikan dengan muntah, penyedotan nasogastrik (NGT),
diarem atau kehilangan melalui sekresi lainnya mungkin merupakan penyebab hipokalemia
tersering.Penurunan kalium pada keadaan muntah atau penyedotan lewat NGT tidaklah
disebabkan oleh kehilangan kalium melalui sekresi lambung. Kadar kalium dalam sekresi
lambung hanya 5 10 mEq sehingga hipokalemia pada keadaan muntah terjadi akibat
meningkatnya ekskresi kalium oleh ginjal yang melibatkan tiga mekanisme: 1). Kehilangan
asam lambung menyebabkan alkalosis metabolik yang selanjutnya merangsang perpindahan
kalium ke sel-sel tubulus ginjal, 2).Alkalosis metabolic menyebabkan lebih banyak NaHCO3
dan cairan menuju tubulus distal, dan bikarbonat meningkatkan ekskresi kalium,
3).Kehilangan cairan lambung menyebabkan berkurangnya volume ekstrasel sehingga
merangsakng peningkatan sekresi aldosteron melalui mekanisme rennin-angitensin-

8
aldosteron (RAA). Aldosteron kemudian merangsang ekskresi kalium dan membantu
mempertahankan hipokalemia.2,5

Kadar kalium dalam feses biasanya berkisar antara 40 70 mEq/L. Keluarnya feses dalam
jumlah banyak menyebabkan terjadinya kekurangan volume ekstrasel, asidosis metabolic,
dan deplesi kalium. Hal ini biasanya terjadi pada diare sekretorik yang profus.Adenoma
vilosa, duatu keganasan pada kolon, juga mengakibatkan kehilangan cairan melalui diare
yang mengandung kalium dalam kadar tinggi.2

Kehilangan Kalium melalui Ginjal

Pada penderita hiperaldosteronisme primer, sekresi aldosteron yang tak terkontrol oleh karena
adanya adenoma adrenal (sindroma Conn), sehingga menyebabkan hipokalemia akibat
terbuangnya kalium melalui ginjal.Sindroma Liddle adalah penyakit keturunan yang jarang
(autosomal dominan) yang ditandai oleh hipertensi, alkalosis metabolic, eliminasi kalium
yang meningkat pada ginjal. Ion natrium yang mencapai tubulus distal dalam jumlah banyak
akan meningkatkan ekskresi dari kalium.Secara klasik, dapat ditemukan pada renal tubular
acidosis tipe 2 (proksimal) dan pada muntah.RTA (renal tubular acidosis) tipe-1 berhubungan
dengan hipokalemia karena peningkatan ekskresi kalium lewat ginjal.

Tingginya kadar hormone glukokortikoid dapat memengaruhi efek mineralokortikoid


(aldosteron) sehingga terjadi hipokalemia. Dengan demikian hipokalemia dapat terjadi pada
sindroma Cushing atau pada pemberian pengobatan kortikosteroid eksogen.Beberapa
antibiotic, seperti karbenisilin dapat menyebabkan terjadinya hipokalemia dengan bekerja
sebagai anion dan meningkatkan ekskresi kalium.Deplesi magnesium juga dapat
mengakibatkan deplesi kalium melalui urin dan feses meskipun mekanismenya belum
sepenuhnya diketahui. Hipomagnesemia dan hipokalemia sering terjadi bersamaan pada
peminum alcohol.5

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis hipokalemia sangat bervariasi di tiap-tiap individu, dan keparahannya


tergantung dari derajat hipokalemia yang terjadi. Gejala biasanya jarang terlihat jelas kecuali
pada konsentrasi kalium <3 mmol/L. Fatigue, mialgia, dan kelemahan otot pada ekstrimitas
inferior merupakan keluhan yang lazim dan disebabkan oleh potensial membrane istirahat
yang dalam (hampir negative). Parastesia dan menurunnya refleks tendon dalam adalah

9
tanda-tanda lainnya.Keparahan lebih lanjut dari hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan
progresif, hipoventilasi oleh karena keterlibatan otot pernapasan, dan akhirnya terjadi
paralisis komplit. Fungsi otot polos juga akan terganggu dan dimanifestasikan sebagai ileus
paralitik dan distensi abdomen (kembung). Perubahan gambaran EKG terhadap hipokalemia
disebabkan karena repolarisasi ventrikel yang berkepanjangan (delayed) dan tidak terlalu
berhubungan dengan konsentrasi kalium plasma. Perubahan dini yang terjadi ialah berupa
gelombang T mendatar atau inverse, gelombang U yang nyata, dan depresi segmen ST, serta
interval QU memanjang. Deplesi kalium yang berat menyebabkan interval PR memanjang
dan kompleks QRS yang melebar, dan adanya resiko terjadi perubahan kepada aritmia
ventrikel, terutama pada pasien dengan riwayat infark miokard atau hipertrofi ventrikel kiri.
Hipokalemia juga dapat meningkatkan toksisitas obat digitalis akibat peningkatan kepekaan
oleh deplesi kalium.Penyebab hipokalemia biasanya jelas diketahui melalui anamnesis. Perlu
dilakukan pemantauan dengan pemeriksaan EKG, gejala dan tanda hipokalemia, serta kadar
kalium serum.1,2Berikut adalah gambaran EKG yang menunjukkan hipokalemia pada
berbagai tingkatan keparahannya:

10
Diagnosis Hipokalemia

11
Anamnesis mengenai riwayat muntah berulang dan pemakaian obat-obatan diuretic terkadang
menyulitkan namun harus disingkirkan.Pertama-tama pastikan bahwa pseudohipokalemia
disingkirkan.Pseudohipokalemia terjadi karena ambilan kalium oleh leukosit-leukosit
abnormal, biasanya ditemukan pada penderita leukemia.Kedua, pertimnbangkan mengenai
apakah kemungkinan terjadi redistribusi kalium dari ekstra ke intrasel atau tidak yang
bertanggungjawab atas kejadian hipokalemia. Jika kedua hal diatas tidak mungkin, maka
pertinbangkan apakah pasien memiliki riwayat diet rendah kalium atau tidak. Jika tidak ada
masalah, maka kemungkinan terjadi eliminasi kalium dari kulit, traktus intestinal atau dari
ekskresi ginjal.Pengeluaran kalium lewat keringat dapat ditegakkan melalui anamnesis,
apakah pasien sudah lama terpajan dan beraktivitas dibawah lingkungan yang panas dan
kering sehingga mudah berkeringat banyak.Riwayat diare, muntah berulang, riwayat

12
penggunaan suction nasogastrik juga harus digali untuk mengkonfirmasi adakah
kemungkinan deplesi kalium lewat traktus gastrointestinal atau tidak, namun, bagaimana pun
pemeriksaan feses lengkap perlu dilakukan untuk menyokong diagnosis.Jika tidak mungkin,
maka perlu adanya dugaan pengeluaran kalium lewat ginjal. Deplesi kalium lewat ginjal yang
paling lazim terjadi adalah penggunaan lama obat-obatan diuretic, juga adanya riwayat sakit
liver, jantung, atau sindroma nefrotik yang menyebabkan terjadinya hiperaldosteronisme
sekunder perlu ditanyakan. Penyebab-penyebab yang jarang lainnya mengenai kehilangan
kalium lewat ginjal adalah RTA, ketoasidosis diabetikum.Yang terakhir adalah penyebab
hipokalemia karena hiperaldosteronisme primer. Skema berikut memperlihatkan evaluasi
diagnostic pasien dengan hipokalemia.1

Koreksi Hipokalemia

Hipokalemia secara umum dapat ditatalaksana dengan cara mengoreksi sesuai proses
penyakit yang diduga, misalnya diare, atau dengan usaha memutuskan konsumsi obat-obatan
yang berhubungan dengan hipokalemia, misalnya thiazid diuretic atau loop diuretic,
dikombinasikan dengan suplementasi KCl oral. Bagaimanapun koreksi hipokalemia tidak
dapat berhasil pada keadaan hipomagnesemia dimana kedua keadaan tersebut juga harus
dikoreksi. Hipomagnesemia yang dapat menyebabkan deplesi kalium juga, sebaiknya
dilakukan koreksi terhadap kadar magnesium terlebih dahulu serta evaluasi rutin kadar
magnesium darah. Resiko hipokalemia harus seimbang dengan resiko terapi yang akan
diberikan. Resiko yang paling diperhatikan sebaiknya pada resiko yang berhubungan dengan
kardiovaskuler, terutama koreksi yang agresif, yang menyebabkan fibrilasi ventrikel oleh
karena hiperkalemia.Terkadang, koreksi yang tidak tepat untuk hipokalemia dapat
menyebabkan efek kardiovaskuler yang lebih parah.Kondisi yang membutuhkan keadaan-
keadaan emergensi jarang didapatkan. Biasanya pada pasien yang akan menjalani
pembedahan, dan diketahui memiliki riwayat infark miokard, penyakit arteri koroner, atau
sedang dalam terapi digitalis. Pada keadaan-keadaan seperti itu masih mungkin diberikan 5
10 mEq dalam 15 20 menit, agar dapat meningkatkan kadar kalium sampai diatas 3,0
mEq/liter. Setelah itu pasien perlu diawasi lengkap dengan EKG untuk menurunkan resiko
hiperkalemia.

Pada beberapa kondisi, pilihan untuk diberikannya pengobatan secara parenteral atau oral
tergantung dari kemampuan pasien untuk dapat makan obat oral atau tidak, dan tidak ada
gangguan fungsi pencernaan.Pada banyak kasus, seperti pasien dengan infark miokard,

13
paralisis, dan ensefalopati hepatikum dengan aman dapat mengkonsumsi secara oral.KCl
(Kalium klorida) yang diberikan melalui injeksi intravena, koreksi dapat terjadi jika diberikan
pada dosis KCl 10 mEq/jam.Bagaimanapun, terapi koreksi hipokalemia sebaiknya diberikan
secara oral jika mungkin. Pada pasien non-diabetes, infus atau cairan parenteral dengan
dekstrosa akan menstimulasi sekresi insulin dalam tubuh, yang kemudian menyebabkan
residtribusi kalium dari ekstrasel ke intra sel, sehingga justru secara paradoks menyebabkan
hipokalemia. Pada banyak kasus, KCl secara parenteral dapat dicampur dengan cairan
parenteral normal saline.Jika KCl yang dibutuhkan banyak (konsentrasinya besar), maka KCl
diberikan dengan dosis normal saline sebagian untuk mencegah terjadinya hipertonisitas.

Biasanya koreksi hipokalemia secara oral mendatangkan hasil yang baik pada pasien.Pasien
hipokalemik karena pemakaian diuretic, sebaiknya dipertimbangkan kebutuhan diuretic untuk
pasien tersebut. Jika penggunaan diuretic masih harus dilanjutkan, maka perlu adanya
pertimbangan untuk menggunakan diuretic dengan potassium-sparing, seperti amiloride,
triamterene, atau spironolakton. Jika perlu, penambahan agen beta bloker atau Angiotensin
converting enzyme inhibitors (ACEI) dapat menjadi tambahan dalam rangka
mempertahankan kadar kalium yang ada di dalam plasma.1

PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMIA (PPH)

Pendahuluan

Paralisis periodik hipokalemik (PPH)merupakan salah satu spektrum klinis akibat


hipokalemia yang disebabkan oleh redistribusi kalium secara akut ke dalam cairan
intraselular.Paralisis periodik hipokalemik dapat terjadisecara familial atau didapat.PPH
didapat bisa ditemui pada keadaan tirotoksikosis, disebut thyrotoxic periodic paralysis,
sedangkan bentukPPH familial disebut familial hypokalemicperiodic paralysis.Periodik
paralisis merupakan kelainan pada membran yang sekarang ini dikenal sebagai salah satu
kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada otot skeletal. Kelainan ini ditandai dengan
terjadinya suatu kelemahan episodik tiba-tiba yang disertai gangguan pada kadar kalium
serum. Periodik paralisis ini dapat terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hipokalemia.6

Epidemiologi

14
Familial hypokalemic periodic paralysis (paralisis periodik hipokalemik familial,PPHF)
merupakan kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan, ditandai dengan kelemahan
otot atau paralisis flaksid akibat hipokalemia karena proses perpindahan kalium ke ruang
intraselular otot rangka.Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP/ PPH) jarang terjadi tetapi
berpotensial mengancam jiwa. Insidensinya yaitu 1 dari 100.000. 1,2HypoPP banyak terjadi
pada pria daripada wanita dengan rasio 3-4 : 1.2,3 Usia terjadinya serangan pertama
bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan erbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian
menurun dengan peningkatan usia.2
Sindroma paralisis hipokalemi disebabkan oleh penyebab yang heterogen dimana
karakteristik dari sindroma ini ditandai dengan hipokalemi dan kelemahan sistemik yang
akut. Kebanyakan kasus terjadi secara familial atau disebut juga hipokalemi periodik paralisis
primer.Bila gejala-gejala dari sindroma tersebut dapat dikenali dan diterapi secara benar maka
pasien dapat sembuh dengan sempurna.2,3,6

Definisi
Periodik paralisis hipokalemia adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium (kalium)
yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode
kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Pada hipokalemia sedang kadar kalium serum
2,5-3 mEq/L, dan hipokalemia berat kadar kalium serumnya kurang dari 2,5 mEq/L. 6

Etiologi dan Patofisiologi


Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh dan
menghantarkan aliran saraf di otot.Kalium mempunyai peranan yang dominan dalam hal
eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf, dan otot lurik.2,3
Kalium mempunyai peran vital di tingkat sel dan merupakan ion utama intrasel. Ion ini akan
masuk ke dalam sel dengan cara transport aktif, yang memerlukan energi. Fungsi kalium akan
nampak jelas bila fungsi tersebut terutama berhubungan dengan aktivitas otot jantung, otot
lurik, dan ginjal. Eksitabilitas sel sebanding dengan rasio kadar kalium di dalam dan di luar
sel. Berarti bahwa setiap perubahan dari rasio ini akan mempengaruhi fungsi dari sel sel
yaitu tidak berfungsinya membrane sel yang tidak eksitabel, yang akan menyebabkan
timbulnya keluhan keluhan dan gejala gejala sehubungan dengan tidak seimbangnya
kadar kalium.3,4
Kadar kalium normal intrasel adalah 135 150 mEq/L dan ekstrasel adalah 3,5 5,5 mEq/L.
Perbedaan kadar yang sangat besar ini dapat bertahan, tergantung pada metabolisme sel.

15
Dengan demikian situasi di dalam sel adalah elektronegatif dan terdapat membrane potensial
istirahat kurang lebih sebesar -90 mvolt.
Hipokalemia dapat terjadi pada keaadan sebagai berikut:

Setelah olah raga


Pada saat olah raga jaringan melepaskan kalium yang meningkatkan konsentrasi lokal
kalium. Hal ini menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, dimana hal tersebut akan
menghalangi treshold sistemik dari kalium itu sendiri akibat vasodilatasi pembuluh darah.
Hal ini dapat menyebabkan kerusakan sel dan rhabdomiolisis.

Hiperinsulinemia
Insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan
meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi pergerakan kalium
dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah
terjadi hipokalemia.5

Obat-obatan tertentu
Kalium bisa hilang lewat urin karena beberapa alasan. Yang paling sering adalah akibat
penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal membuang natrium, air dan
kalium dalam jumlah yang berlebihan. Obat-obatan asma (albuterol, terbutalin dan teofilin),
meningkatkan perpindahan kalium ke dalam sel dan mengakibatkan hipokalemia. Tetapi
pemakaian obat - obatan ini jarang menjadi penyebab tunggal terjadinya hipokalemia. Tabel
berikut menyajikan beberapa obat yang sementara ditemukan dapat menginduksi kejadian
hipokalemia.7

16
Sindroma Cushing
Pada sindroma Cushing, kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar hormon
kostikosteroid termasuk aldosteron.Aldosteron adalah hormon yang menyebabkan ginjal
mengeluarkan kalium dalam jumlah besar.4

Asupan yang kurang


Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang karena kalium banyak ditemukan
dalam makanan sehari-hari.4 Asupan K+ normal adalah 40120 mmol/hari.Umumnya ini
berkurang pada pasien bedah yang sudah anoreksia dan tidak sehat.6

Kehilangan kalium
Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik.Jika konsentrasi kalium darah terlalu
rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi secara normal atau terlalu
banyak kalium yang hilang melalui saluran pencernaan (karena diare, muntah,
menstruasi).1,2,6,7

Kelainan genetik otosomal dominan

17
Hipokalemia periodik paralisis (HypoPP) merupakan bentuk umum dari kejadian periodik
paralisis yang diturunkan. Dimana kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan. 3,4
Dari kebanyakan kasus pada periodik paralisis hipokalemi terjadi karena mutasi dari gen
reseptor dihidropiridin pada kromosom 1q. Reseptor ini merupakan calcium channel yang
bersama dengan reseptor ryanodin berperan dalam proses coupling pada eksitasi-kontraksi
otot.4,5 Fontaine et.al telah berhasil memetakan mengenai lokus gen dari kelainan HypoPP
ini terletak tepatnya di kromosom 1q2131. Dimana gen ini mengkode subunit alfa dari L-type
calcium channel dari otot skeletal secara singkat di kode sebagai CACNL1A3. Mutasi dari
CACNL1A3 ini dapat disubsitusi oleh 3 jenis protein arginin (Arg) yang berbeda, diantaranya
Arg-528-His, Arg-1239-His, dan Arg-1239-Gly. Pada Arg-528-His terjadi sekitar 50 % kasus
pada periodik paralisis hipokalemi familial dan kelainan ini kejadiannya lebih rendah pada
wanita dibanding pria. 1,3 Pada wanita yang memiliki kelainan pada Arg-528-His dan Arg-
1239-His sekitar setengah dan sepertiganya tidak menimbulkan gejala klinis.8

Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan suatu alat untuk
mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang jauh.Kontraksi otot skeletal
diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh retikulum sarkoplasma, yang kemudian terjadi
aksi potensial pada motor end-plate yang dicetuskan oleh depolarisasi dari transverse tubule
(T tubule).Ketepatan dan kecepatan dari jalur sinyal ini tergantung aksi koordinasi beberapa
kelas voltage-sensitive kanal ion. Mutasi dari gen dari kanal ion tersebut akan menyebabkan
kelainan yang diturunkan pada manusia. Dan kelainannya disebut chanelopathies yang
cenderung menimbulkan gejala yang paroksismal : miotonia atau periodik paralisis dari otot-
oto skeletal. Defek pada kanal ion tersebut dapat menyebabkan hipokalemia namun
mekanismenya belum diketahui, defek ini dapat meningkatkan eksitasi elektrik suatu sel,
menurunkan kemampuan eksitasi, bahkan dapat menyebabkan kehilangan kemampuan
eksitasi. Dan kehilangan dari eksitasi listrik pada otot skeletal merupakan kelainan dasar dari
periodik paralisis.3

Gejala Klinis
Gejala biasanya muncul pada kadar kalium serum <2,5 mEq/L. Sebagai gejala klinis dari
periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan: 3,5
- Mual dan muntah
- Diare
- Poliuria

18
- Fatigue dapat menjadi gejala awal yang timbul sebelum serangan namun hal ini
tidak selalu diikuti dengan terjadinya serangan kelemahan.
- Nyeri otot/kram
- kelemahan otot-otot skeletal
- Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada tungkai biasanya
terjadi lebih dulu daripada lengan, dapat juga terjadi sebaliknya dimana
kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan pada
kedua tungkai. Otot-otot lain yang jarang sekali lumpuh diantaranya otot-otot dari
mata, wajah, lidah, pharing, laring, diafragma, namun pada kasus tertentu
kelemahan ini dapat saja terjadi.
- tidak ada gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan
kadar kalium yang rendah di dalam darah
- jantung berdebar-debar

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan: 1,2,3,4,5,7
o Refleks tendon menurun
o Kelemahan anggota gerak
o Kekuatan otot menurun
o Rasa sensoris masih baik
o Aritmia jantung

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a. Kadar elektrolit serum dan urin

i. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan


suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan
mialgia.6

ii. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi
lebih berat terutama pada bagian proximal dari tungkai.

19
2. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi
kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisis dan miogobinuria.

3. Fungsi ginjal

4. Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalim
berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh
5. pH darah dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah.
a. Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+ ke
dalam sel.

6. Hormon tiroid: T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder


hipokalemia.
7. EKG dan EMG1

Penatalaksanaan

Koreksi hipokalemia
Koreksi hipokalemia pertama-tama dihitung berdasarkan rumus berikut:

20
Rute pemberian kalium yaitu dapat peroral atau injeksi intravena.

Oral. KCl merupakan suplemen oral yang efektif. Dapat diberikan sebagai liquid ( rasanya
tidak enak) atau pil. Kalium yang terdapat pada makanan kurang begitu efektif dibanding
suplemen KCl oral.

IV. Dapat secara cepat meningkatkan kadar kalium. Mudah diberikan. Dapat mengiritasi
vena.Perlu hati-hati dalam memberikannya.

Dosis
Oral. Perlu dibatasi hingga 40 mEq dalam 4-6 jam.

21
IV10 mEq per jam dengan peripheral lines and 20 mEq perjam dengan central lines.

Koreksi Magnesium

Hipokalemia tidak dapat dikoreksi apabila konsentrasi magnesium rendah, sehingga perlu
juga diperiksa kadar magnesium. Peran magnesium dalam fungsi seluler adalah berperan
dalam pertukaran ion kalsium, natrium dan kalium transmembran pada fase depolarisasi dan
repolarisasi, melalui aktivasi enzim Ca-ATPase dan Na-ATPase. Defisiensi Mg akan
menurunkan konsentrasi kalium dalam sel dan meningkatkan konsentrasi Na dan Ca dalam
sel yang pada akhirnya mengurangi ATP intraseluler, sehingga Mg dianggap sebagai
stabilisator membrane sel. Magnesium juga merupakan regulator dari berbagai kanal ion.
Konsentrasi Mg yang rendah intraseluler membuat kalium keluar sel sehingga mengganggu
konduksi dan metabolisme sel. Pada pasien dengan hipomagnesium, monitoring untuk serum
magnesium yang ingin dicapai adalah antara 2 4 mmol/liter.2,3,4

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Longo, DL, Fauci AS, Kasper DL, et al. Harrisons manual of medicine. 18 th ed.
United States; McGraw-Hill Companies; 2013.p.10-20
2. Wilson LM. Gangguan volume, osmolalitas, dan elektrolit cairan. Dalam: Price SA,
Wilson LM, ed. Pendit BU, Hartanto H, Wulansari P, et al, terj. Patofisiologi konsep
klinis proses-proses penyakit. 64th ed. Jakarta: EGC; 2005.p.342-4
3. Huether SE. Fluids and electrolytes, acids and bases. In: Huether SE, McCance LA.
Understanding pathophysiology. 5th ed. United States: Elsevier; 2008.p.106-8
4. Palmer BF, Dubose TD. Disorders of potassium metabolism. In: Schrier RW, editor.
Renal and electrolyte disorders. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2010. p. 137-64.
5. Lang F. Ginjal, keseimbangan air dan garam. Dalam: Sibernagl L, Lang F, ed.
Setiawan I, Muchtar I, terj. Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Jakarta:
EGC;2006.p.94-9
6. Venace SL, Cannon SC, Fialho D, Fontain B, Hanna MG, Ptacek LJ. The primary
periodic paralysis: diagnosis, pathogenesis, and treatment. Brain. 2006;129:8-17
7. Hypokalemia periodic paralysis [Internet]. 2011 [cited 2011 Apr 20]. Available from:
http://www.hkpp.org.
8. Stemberg D, Maisonobe T, Jurkat RK, Nicole S, Launay E, Chauveau D, et al.
hypokalaemic periodic paralysis type 2 caused by mutations at codon 672 in the
muscle sodium channel gene SCN4A. Brain. 2011;124:1091-9.

23

Anda mungkin juga menyukai