Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik di atas sama dengan


140 mm Hg dan / atau darah diastolik tekanan sama dengan atau di atas 90 mm.
Menurut AHA, persentase hipertensi lebih tinggi laki-laki daripada wanita pada
usia 45. Pada usia 45-54 dan 55-64, persentase laki-laki dan perempuan sama
besar. Orang- orang dengan hipertensi, 69 % diantaranya mengalami serangan
jantung, 77 % mengalami stroke, dan 74 % mengalami gagal jantung kongestif
dari total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1%-2%
akan berlanjut menjadi hipertensi krisis disertai kerusakan organ target. Sebagian
besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami krisis hipertensi.
JNC 7 membagi krisis hipertensi berdasarkan ada atau tidaknya bukti
kerusakan organ sasaran yang progresif (hipertensi emergensi dan hipertensi
urgensi). Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan akut tekanan darah sistolik
> 180/120 mmHg.1. Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari
hipertensi dimana terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol
yang berakibat pada kerusakan organ target yang progresif. Berbagai sistem organ
yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf yang
dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan
subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat
mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut,
diseksi aorta dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati,
eklamsia dan anemia hemolitik mikroangiopatik. Kondisi hipertensi emergensi,
tekanan darah harus diturunkan secara agresif dalam hitungan waktu menit sampai
jam 2
Data American Heart Association 2013 menunjukkan sebanyak 77,9 juta
atau 1 dari 3 orang dewasa di Amerika Serikat menderita hipertensi. Sedangkan
pada tahun 2011, WHO mencatat bahwa dua per tiga dari penduduk dunia yang
menderita hipertensi diantaranya berada di negara berkembang yang
berpenghasilan rendah dan sedang. Indonesia berada dalam deretan 10 negara

1
dengan prevalensi hipertensi tertinggi di dunia, bersama Myanmar, India,
Srilanka, Bhutan, Thailand, Nepal, dan Maldives

Menurut Rikesdas 2013, terjadi peningkatan prevalensi hipertensi


berdasarkan wawancara, didiagnosis tenaga kesehatan dan minum obat hipertensi
dari 7,6 persen tahun 2007 menjadi 9,5 persen, total prevalensi hipertensi di
Indonesia sebesar 26,5 persen sedangkan di Kalimantan Tengah prevalensi
(berdasarkan wawancara) 10,6%, (berdasarkan pengukuran) 26,7%.1,2 Hipertensi
masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di seluruh dunia,
termasuk di Kalimantan Tengah, yang mana prevalensi hipertensi semakin
meningkat (berdasarkan wawancara) dari 7,6% tahun 2007 menjadi 9,5% pada
tahun 2013. Sedikit penderita yang mendapatkan terapi adekuat, masih banyak
penderita yang tidak terdeteksi, serta morbiditas dan mortalitas yang tinggi akibat
komplikasi hipertensi. 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi

Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan akut tekanan darah sistolik


> 180/120 mmHg. Krisis hipertensi dibagi menjadi hipertensi emergency dan
hipertensi urgency. Hipertensi emergency didefinisikan sebagai situasi yang

2
membutuhkan pengurangan segera tekanan darah (BP) dengan agen parenteral
karena dapat menyebabkan kerusakan organ target akut . Hipertensi urgency
(mendesak) peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergency
namun tanpa disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan darah
harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat-obatan anti
hipertensi oral. 8

Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hipertensi krisis antara lain:


Hipertensi refrakter disebabkan respon pengobatan yang tidak
adekuat dan tekanan darah >200/110 mmHg, walaupun telah
diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan
kepatuhan pasien.

Hipertensi akselerasi adalah peningkatan tekanan darah diastolik >
120 mmHg disertai dengan kelainan funduskopi. Bila tidak diobati
dapat berlanjut ke fase maligna

Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan riwayat
hipertensi esensial ataupun sekunder dan jarang pada penderita
yang sebelumnya mempunyai tekanan darah normal.

Hipertensi ensefalopati adalah kenaikan tekanan darah dengan tiba-
tiba disertai dengan keluhan sakit kepala yang hebat, penurunan
kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversibel bila tekanan
darah tersebut diturunkan. 8

2.2 Klasifikasi Hipertensi

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi 8

Kategori tekanan
Sistolik Diastolik
darah

Normal < 120 dan < 80

Prehipertensi 120 139 atau 80 89

3
Hipertensi Stage 1 140 159 atau 90 99

Hipertensi Stage 2 > 160 atau 100/ >100

Krisis hipertensi > 180 atau > 120

2.3 Etiologi 8

Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vaskular, berupa


disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Faktor penyebab hipertensi
emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami.

Tabel 2.2 Etiologi hipertensi emergency8

A. Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik


(hipertensi esensial). Beberapa faktor diduga berperan dalam defek
primer pada hipertensi esensial, dan mencakup, baik pengaruh
genetik maupun lingkungan.

B. Penyakit ginjal
- Penyakit parekim ginjal
1. Pielonefritis kronik
2. Glomerulonefritis
- Vaskular / kelainan pada glomelurus
- Sistematik lupus eritomatosus
- Sistematik sklerosis
- Vaskulitis ginjal ( mikroskopik poliariteritis nodusa,
wegener granulomatosis)
3. Nefritis tubulointersisial
- Penyakit vaskular pada ginjal
1. Stenosis arteri ginjal
- Fibromaskular displasia
- Penyakit Arterosklerosis renovaskular
2. Mikrosopik poliarteritis nodusa

C. Obat obatan

- Abrupi withdrawal of a centrally acting a2 adrenergic agonist


(clonidine methyldopa)

4
- Phencyclidme cocame or other sympathommetic drug
mioxicanon interaction with monoomine inhibitors
(tanycypromine, pheneshine and selegiline

D.Kehamilan

E. Eklamsi berat

F. Endokrin

G. Pheochromocytomo

5
Gambar 2.1 Faktor resiko hipertensi11

Hipertensi esensisal adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama


karena interaksi antara faktor-faktor resiko tertentu. Faktor faktor tersebut
mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah.

1. Faktor resiko, seperti diet, asupan garam, stres, ras, obesitas ,merokok,
genetik
2. Sistem saraf simpatis
Tonus simpatis
Variasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi.
4. Pengaruh sistem otokrin berperan pada sistem renin angiotensin.
Asupan garam berlebih serta jumlah nefron yang berkurang menyebabkan
retensi natrium sehingga volume cairan meningkat kenaikan volume cairan ini
mempengaruhi preload (Derajat regangan otot sebelum mulai berkontraksi)
jumlah darah yang masuk ke ventrikel, otot semakin meregang sehingga
kontraktilitas bertambah. Peningkatan kontraktilitas jantung menyebabkan
pengeluaran norepinefrin (berfungsi sebagai agen vasokontriksi). Peningkatan
sinyal simpatis ke jantung dan pembuluh darah. (respon otonomi yang terjadi
adalah peningkatan laju denyut jantung, peningkatan kontraksi dan stroke volume
output (curah isi sekuncup), peningkatan vasokonstriksi arteriol dan vena
selanjutnya, terjadi venokonstriksi menyebabkan stroke output meningkat
Stres dan perubahan genetis menyebabkan aktivitas berlebih saraf

6
simpatis, terjadi peningkatan sinyal simpatis ke jantung dan pembuluh darah.
Respon otonom yang terjadi adalah peningkatan laju denyut jantung, peningkatan
kontraksi dan stroke volume (curah isi sekuncup), peningkatan vasokonstriksi
arteriol dan vena. Selain itu diproduksinya Angiotensin-converting-enzyme (ACE)
mengkatalisis perubahan angiotensin I menjadi II (terutama terjadi di paru)
menyebabkan vasokonstriksi arteriol sehingga resistensi perifer meningkat dan
tekanan arteri meningkat. Faktor lainnya seperti obesitas dan kelainan endotel
akan menyebabkan tahanan perifer juga bertambah.5,11

7
Gambar 2.2 Patofisiologi hipertensi emergency10

Faktor-faktor penyebab anatara lain obat-obatan, hipertensi


essensisal, kehamilan, kerusakan ginjal akan menyebabkan peningkatan
tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular.
Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas
endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan
vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.

8
2.4 Diagnosis

Tanda dan gejala8

Tabel 2.3 Hipertensi Emergency (Darurat)

Hipertensi Berat dengan tekanan darah > 180/120 mmHg disertai dengan
satu atau lebih kondisi akut berikut :

1. Perdarahan intra kranial atau perdarahan subaraknoid


2. Hipertensi ensefalopati
3. Diseksi aorta akut
4. Oedema paru akut
5. Eklamsi
6. Feokhromositoma
7. Funduskopi KW I atau IV
8. Insufisiensi ginjal akut
9. Infark miokard akut
10. Sindrom kelebihan katekolamin yang lain : sindrome withdrawal obat
antihipertensi

Tabel 2.4 Hipertensi Urgensi9

Hipertensi berat dengan tekanan darah > 180 / 120 mmHg, tetapi dengan
minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan
pada tabel 3.

1. Fundoskopi KW I atau KW II
2. Hipertensi post operasi
3. Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif

9
Hipertensi
emergency

Hipertnsi
urgency

Gambar 2.3 Diagnosis hipertensi emergency8

2.5 Tatalaksana 8

Pengobatan hipertensi emergency bertujuan menurunkan <25% MAP pada


jam pertama, dan menurunkan pelan-pelan, setelah itu. Obat yang digunakan
awalnya intravena dan selanjutnya secara oral. Hal ini diakarenakan batas
terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% di bawah resting MAP. Oleh
karena itu dalam pengobatan hipertensi krisis, penurunan MAP sebanyak 20%-
25% dalam beberapa menit atau jam,tergantung dari apakah emergensi atau
urgensi. Penurunan tekanan darah pada penderita diseksi aorta akut ataupun
edema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15-30 menit dan
bisa lebih cepat lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainya. Penderita
hipertensi ensefalopati, penurunan tekanan darah 25% dalam 2-3 jam. Untuk
pasien dengan infark serebri akut ataupun perdarahan intrakranial, penurunan
tekanan darah dilakukan lebih lambat (6-12 jam) dan harus dijaga agar tekanan
darah tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg.

10
Tabel 2.5 Pengobatan hipertensi emergency

Agen mekanisme Dosis Onset Durasi Efek samping


kerja
obat

Sodium Vasodilatai 0.25 intermedi 2 3 Mual, muntah,


nitro langsung 1.0 et menit peningkatan tekanan
vena dan g/kg/mi setelah intrakranial
Prusside atrial n IV emberia
n
(hypertensiv Infusion
encepalhopa
ty)

Fenoldopam Dopamine 0.1 0.3 < 5 min 30 min Sakit kepala,


- mesylate I receptor g/kg/mi takikardi, phlebitis
agonist n IV lokal, muka
memerah.
Infusion
Dapat menurunkan
potassium serum
Perubahan ECG :
nonspecitic T-wave
changes/ventricular
extra ststoles.

Nitrogylceri Nitric oxide 5 100 2 5 min 5 10 Sakit kepala,


n compound ; g/kg/mi min takikardia,
direct n IV methemoglobinemia
( pulmonary arterial and
edema , venodibilat Infusion
cardiac or (mainy
iskemia ) venous)

Enalaprilat ACE 0.625 - . Within 12 24 Gagal ginjal akut.


inhibitor 5 mg 30 Min hr
every 6
hr IV

Hydralazine Vasodilatasi 5 20 10 min 1 4 hr Takikardia, sakit


vena secara mg IV IV IV kepala, retensi
(Eklampsia) langsung bolus or sodium dan air,
dan efek 10-40 20-30 peningkatan tekanan
kecil pada mg IM : min intrakranial
venula repeat

11
every 4-6 IM
hr

Nicardipine Kalsium 5 15 1 5 min 15 30 Takikardia, nyeri


chanel mg/hr IV min, kepala, angina.
blocker infusion but may
exceed
4 hr
after
pronolo
g
infusion

Esmold 500 1 2 mm Hipotensi


Adrenergic g/kg/mi
blocker n infus 10 30 Asthma. First
IV or 50 min degree
100 trioventrikuler block
g/kg/mi heatc failure
n by
infusion.
May
repeat
bolus
after 5
min or
increace
infusion
rate to
300
g/kg/mi
n

Labetalol - 20 80 5 10 3 6 hr Bronkokontriksi,
Adrenergic mgIV min takikardia.
blocker bolus
every 10
min ; 0.5
2.0
mg/min
IV
infusion

Phentolamin - 5 15 1 2 min 10 30 Takikarida, sakit


o Adrenergic mg IV min kepala.
blocker bolus

12
2.6 Pencegahan

Konseling dan Edukasi


1. Edukasi tentang cara minum obat di rumah, perbedaan antara obat-obatan yang
harus diminum untuk jangka panjang (misalnya untuk mengontrol tekanan
darah) dan pemakaian jangka pendek untuk menghilangkan gejala (misalnya
untuk mengatasi mengi), cara kerja tiap-tiap obat, dosis yang digunakan untuk
tiap obat dan berapa kali minum sehari.
2. Pemberian obat anti hipertensi merupakan pengobatan jangka panjang. Kontrol
pengobatan dilakukan setiap 2 minggu atau 1 bulan untuk mengoptimalkan
hasil pengobatan.
3. Penjelasan penting lainnya adalah tentang pentingnya menjaga kecukupan
pasokan obat-obatan dan minum obat teratur seperti yang disarankan meskipun
tak ada gejala.
4. Individu dan keluarga perlu diinformasikan juga agar melakukan pengukuran
kadar gula darah, tekanan darah dan periksa urin secara teratur. Pemeriksaan
komplikasi hipertensi dilakukan setiap 6 bulan atau minimal 1 tahun sekali.

BAB III
KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien laki-laki Tn. I usia 57 Tahun datang dengan


keluhan nyeri kepala, nyeri dada dan pandangan mata mengabur, dari hasil

13
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 240/120 mmHg. Keluhan disertai
tekanan darah demikian menunjukkan bahwa pasien mengalami hipertensi
emergensi. Terapi hipertensi emergensi yang diberikan berupa pemberian
amlodipin dan telmisartan. Kurang tepat bila HT emergensi diberikan terapi
antihipertensi oral, harusnya pasien mendapatkan terapi antihipertensi intravena.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, A.S., Braunwald, E., Kasper, D.L., Hauser, S.L., Longo, D.L.,
Jameson, J.L., Loscalzo, J., 2008. Harrisons: Principles of Internal
Medicine. 17th ed. New York: McGraw-Hill Companies

14
2. Houston, M., 2009. Handbook of Hypertension. Tennessee: Wiley
Blackwell. pp. 61, 62.

3. Ismail., Soegondo, S., Uyainah, A., Trisnohadi, H., Atmakusuma, D., Alwi, I.,
Karyadi, H., Subadri, H., Tadjoedin, H., Syafiq, M., Wardhani, A, 2006,
Panduan Pelayanan Medik. Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: halaman 67-71

4. Kaplan NM. Clinical Hypertension. Baltimore: William & Wilkins 2002:


339-354

5. Katzung, B.G., 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 6. Editor


Agoes, H.A., Jakarta: EGC. pp. 159, 160.

6. Lange, McPhee, S.J., Papadakis, M.A., 2009. Current Medical Diagnosis &
Treatment: fourty-eighth edition. New York: The McGraw-Hill Companies.
pp.376.

15

Anda mungkin juga menyukai