Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

Stroke Hemoragik

Oleh :
Lovina Damayanthi, S.Ked
FAB 115 004

Pembimbing :
dr. Tagor Sibarani
dr. Sutopo, Sp. RM
dr Tharina Lawei

Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian


Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine

KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY MEDICINE


FK UNPAR/RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKARAYA
2016

1
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke merupakan setiap kelainan otak akibat proses patologik pada sistem pembuluh
darah otak, sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak. Proses ini dapat berupa
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding
pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan
viskositas maupun kualitas darah sendiri. Stroke masih merupakan penyebab utama
invaliditas kecacatan sehingga orang yangmengalaminya memiliki ketergantungan
pada orang lain. Pada kelompok usia 45 tahun ke atas dan angka kematian yang diakibatnya
cukup tinggi.1

Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 15% dari seluruh stroke dan memiliki
tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark cerebral. Literature lain menyatakan 8 18% dari
stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun, pengkajian retrospektif terbaru
menemukan bahwa 40,9% dari 757 kasus stroke adalah stroke hemoragik. Namun pendapat
menyatakan bahwa peningkatan presentase mungkin dikarenakan peningkatan kualitas
pemeriksaan seperti ketersediaan CT scan, taupun peningkatan penggunaan terapeutik agen
platelet dan warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan.2

Stroke adalah penyebab kematian dan disibilitas utama, dengan kombinasi seluruh
tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga penyebab utama kematian dan
urutan pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas
yang lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik.
Hanya 20% pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.2

2
BAB II
LAPORAN KASUS
Survey Primer
Tn. N, 68 tahun, L.
I. Vital Sign :
- Nadi : 92 kali/menit, irregular
- Tekanan Darah : 160/100 mmHg
- Pernafasan : 16 x/menit
- Suhu : 36,5 C
II. Airways : Terdapat sumbatan, dilakukan pemasangan oropharingeal
airway dan dilakukan suction
III. Breathing : Spontan, 20 x/menit, pola torakoabdominal, pergerakan dada simetris
kanan-kiri, tidak tampak ketertinggalan gerak.
IV. Circulation : Denyut nadi 98 x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup CRT <2
V. Disability : GCS 4 (Eye 1, Verbal 1, Motorik 2), pupil isokor 3mm-3mm.
VI. Exposure : Tampak sesak dan gelisah.

Evaluasi Masalah
Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini merupakan kasus yang termasuk
dalam emergency sign karena pasien datang dalam keadaan tidak sadarkan diri pasien diberi
label merah.
Tatalaksana Awal
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan diruanganr resusitasi,
dipasangka oropharingeal airway dan dilakukan suction utnuk mengatasi sumbatan jalan
nafas pemberian oksigen mask 6 L/menit posisi head up 30 o, dilakukan pemasangan akses
infus intravena menggunakan cairan NaCl 20 tetes/menit.

Survey Sekunder
I. Identitas
Nama : Tn. N
RM : 22-92-22
Usia : 68 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sampit
Tanggal Masuk RS : 09/10/16 pukul 13 15 WIB
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 09-10- 2016 di ruang IGD
RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.

3
a. Keluhan Utama : penurunan kesadaran
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 09-10-2016
dengan keluhan Pasien datang dengan dengan keluhan tidak sadar sejak 8 jam
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan timbul mendadak pada saat pasien sedang BAB
di kamar mandi. Sebelum tidak sadarkan diri, mata pasien sempat mendelik ke atas
dan badannya kaku, keluhan dirasakan kurang dari 5 menit. Sepuluh hari
sebelumnya, pasien juga mengeluhkan hal yang sama, ditambah terdapat kelemahan
anggota gerak sebelah kanan, bicara pelo, dan mulut menjadi mencong, namun
pasien masih sadarkan diri. Sebelumnya pasien juga merasakan mual namun tidak
ada muntah, pasien mengeluhkan kepalanya sakit, buang air kecil dan buang air besar
lancar, riwayat hipertensi tidak terkontrol +.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat di RS dr Doris sylvanus 6 Bulan yang lalu karena menderita
stroke namun tidak ada kelemahan anggota gerak, hanya bicara menjadi pelo namun
kemudian membaik. Pasien memiliki riwayat darah tinggi tetapi tidak minum obat
secara teratur, obat hanya diminum ketika kepala terasa pusing. Riwayat diabetes
mellitus, sakit jantung, asma, kejang, dan alergi obat atau makanan disangkal oleh
pasien
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat hipertensi pada keluarga
dan riwayat diabetes mellitus disangkal.

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 09 oktober 2016 dan didapatkan hasil
sebagai berikut :
1. Status Pasien
Kesadaran : GCS 4 (E1V1M2)
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 92 x/ menit
Pernafasan : 16x/ menit, thorakoabdominal
Suhu : 36,5oC
Kepala : mesocephali
Leher : pergerakan baik, jejas (-), memar (-)
Thoraks
Jantung : S1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : datar, jejas (-), memar (-), supel, nyeri tekan (-)
bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba membesar
Ekstremitas : oedem +|+, akral dingin -|-

4
+|+ -|-
2. Status Psikikus tidak dilakukan
Cara berpikir :
Perasaan hati :
Tingkah laku :
Ingatan :
Kecerdasan :

3. Status Neurologis
A. Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)

B. Kepala
Bentuk : mesocephali
Nyeri tekan : (-)
Pulsasi : (-)
Simetri : (+)

C. Leher
Sikap : normal
Pergerakan : dapat digerakkan

D. Afasia motorik : (+)


Afasia sensorik : (+)
Disartia :

E. Nervi kranialis
N. I (Olfaktorius) tidak dilakukan
Subjektif :
Dengan beban :

N. II (Optikus) tidak bisa dilakukan


Tajam penglihatan :
Lapang penglihatan :
Melihat warna :
Penglihatan ganda :

N.III (Okulomotorius)
Sela mata : 2 cm / 2 cm
Pergerakan bulbus :
Strabismus : (-) / (-)
Nistagmus : (-) / (-)
Eksofthalmus : (-) / (-)
Pupil
Besarnya : 3 mm / 3 mm (isokor)

5
Bentuknya : bulat / bulat
Refleks cahaya : RCL +/+, RCTL +/+
Refleks konvergensi :
Melihat kembar :

N. IV (Trokhlearis) tidak bisa dilakukan


Pergerakan mata:
(ke bawah ke dalam)
Sikap bulbus :
Melihat kembar :

N. V (Trigeminus) tidak bisa dilakukan


Membuka mulut :
Mengunyah :
Menggigit :
Refleks kornea :
Sensibilitas muka :

N. VI (Abducen) tidak bisa dilakukan


Pergerakan mata (ke lateral) :
Sikap bulbus :
Melihat kembar :

N. VII (Facialis)
Mengerutkan dahi : tidak dapat dilakukan
Menutup mata : tidak dapat dilakukan
Memperlihatkan gigi : (-) / (+) sudut mulut sebelah kanan turun
Bisul : tidak dapat dilakukan
Perasaan lidah (2/3 depan) : tidak dilakukan
Hiperakusis : tidak dilakukan

N. VIII (Vestibulokokhlearis) tidak dilakukan


Detik arloji :
Suara berbisik :
Tes Swabach :
Tes Rinne :
Tes Weber :

N. IX (Glossofaringeus) tidak dilakukan


Perasaan lidah (1/3 belakang) :
Sensibilitas faring :

N. X (Vagus) tidak bisa dilakukan


Arkus faring :
Berbicara :
Menelan :
Nadi :
Refleks okulokardiak :

6
N. XI (Accesorius) tidak bisa dilakukan
Mengangkat bahu :
Memalingkan kepala :

N. XII (Hipoglossus) tidak bisa dilakukan


Pergerakan lidah :
Tremor lidah :
Artikulasi :

F. Badan dan Anggota gerak


1. Badan
Respirasi : thorakoabdominal
Gerak kolumna vertebralis : tidak dapat dinilai

Sensibilitas
Taktil : tidak bisa dilakukan
Nyeri : (+) / (+)
Suhu : tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan

2. Anggota gerak atas


Motorik
Pergerakan : tidak dapat dinilai
Kekuatan : tidak dapat dinilai
Trofi : normotrofi / normotrofi
Tonus : normotonus / normotonus
Refleks fisiologis
Biseps : (+) / (+)
Triseps : (+) / (+)
Radius : tidak dilakukan
Ulna : tidak dilakukan

Refleks patologis
Hoffman Tromner : (-) / (-)

Sensibilitas
Taktil : tidak bisa dilakukan
Nyeri : (+) / (+)
Suhu : tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan

3. Anggota gerak bawah


Motorik
Pergerakan : tidak dapat dinilai
Kekuatan : tidak dapat dinilai
Trofi : normotrofi / normotrofi
Tonus : normotonus / normotonus

7
Refleks fisiologis
Patella : (+) / (+)
Achilles : (+) / (+)

Refleks patologis
Babinski : (+) / (+)
Chaddock : (-) / (-)
Schaefer : (-) / (-)
Oppenheim : (-) / (-)
Gordon : (-) / (-)
Mendei : (-) / (-)
Bechterew : (-) / (-)
Rossolimo : (-) / (-)

Klonus
Paha : (-) / (-)
Kaki : (-) / (-)

Sensibilitas
Taktil : tidak bisa dilakukan
Nyeri : (+) / (+)
Suhu : tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan

G. Koordinasi, gait, dan keseimbangan tidak dilakukan


Cara berjalan :
Tes Romberg :
Disdiadokinesis :
Ataksia :
Rebound phenomenon :
Dismetri :

H. Gerak abnormal
Tremor : (-) / (-)
Athetose : (-) / (-)
Mioklonik : (-) / (-)
Chorea : (-) / (-)

I. Alat vegetatif
Miksi : dengan kateter
Defekasi : baik
Refleks anal : tidak dilakukan
Refleks kremaster : tidak dilakukan
Refleks bulbokavernosus : tidak dilakukan

J. Laseque : (-)
Patrick : (-)
Kontra Patrick : (-)

8
4. Pemeriksaan Siriraj Stroke Score

No Gejala / Tanda Penilaian Indek Skor


1. Kesadaran (0) Kompos mentis
(1) Mengantuk X 2,5 5
(2) Semi koma/koma
2. Muntah (0) Tidak
X 2 +0
(1) Ya
3. Nyeri Kepala (0) Tidak X 2 +2
(1) Ya
4. Tekanan Darah Diastolik X 10 % +10
5. Ateroma

a. DM
b. Angina pektoris (0) Tidak
X (-3) -3
(1) Ya
c. Hiperkolesterolemia

Klaudikasio Intermiten
6. Konstanta - 12 -12
HASIL SSS +2
Interpretasi : 1. SSS > 1 = Stroke hemoragik
2. SSS < -1 = Stroke non-hemoragik
Total: +2 klinis Stroke hemoragik

Ekstremitas superior Ekstremitas inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Kekuatan 1111 1111 1111 1111
Tonus Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Trofi Eutrofi eutrofi eutrofi
Sensibilitas + + + +
Nyeri - - - -
Refleks Fisiologis + 2 +2 +2 +2
Refleks Patologis + + + +
Tremor - - - -

9
IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah :
Parameter Hasil Nilai rujukan Interpretasi

Hemoglobin 16,0g/dl 11-16 g/dl Normal

Leukosit 10.310/uL 4000-10.000/uL Normal

Trombosit 249.000/uL 150000-450000/uL Normal

Hematokrit 48,5 % 37-54% Normal

Gula darah 134 mg/dL <200 mg/dL Normal


sewaktu

Creatinine 1.08 mg/dL 0,17-1,50 mg/dL Normal

Elektrolit
- Natrium 139 135-148 mmol/L Normal
- Kalium 3,5 3,5-5,3 mmol/L Normal
- Calcium 1,00 0,98-1,2 mmol/L Normal

Foto thorax :
Posisi Posterior-Anterior.
Trakea berada ditengah
Inspirasi cukup: >5 costae.
Sudut costofrenicus: kanan kiri tajam
dan diafragma normal
EKG dalam batas normal

3. CT Scan Kepala tanggal 09/01/16

10
V. Diagnosis Banding
- Stroke Hemoragik
- Strok Non-Hemoragik
VI. Diagnosis Kerja
Diagnosa Klinis : hemiparese sinistra, parese n. VII gangguan
kesadaran, afasia global
Diagnosa Etiologi : Stroke
Diagnosa Topical : Subkortikal dextra
Diagnosa patologis : stroke hemoragik

VII. Penatalaksanaan

O2 mask 6 liter/menit

Elevasi kepala dan badan 30o

IVFD NaCl 0,9% : 20 tetes/menit

Injeksi. :
Inj Mecobalamin 3 x 1 amp/IV
Inj citicoline 3 x 500 mg/IV
Inj sohobion 3 x 1 amp/IV
Inj kalnex 3 x 500 mg/IV
Inj Ranitidine 2 x 1 amp/IV
Inj Ondansentron 3 x 8 mg/IV
Inj Ketorolac 3 x 30 mg/IV
Infus Mannitol 4 x 125 cc
PO : -
Diet 3x Nasi Lunak (TKTP) + Buah-buahan + Puding (Rendah lemak Jenuh)
Monitoring: Keadaan umum, Kesadaran GCS, vital sign (TD,DN, RR, dan t),
observasi efek samping obat yang diberikan.

VIII. Prognosis
Ad vitam : dubia
Ad sanationam : dubia

11
Ad fungsionam : dubia

BAB III
PEMBAHASAN

Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang laki-laki berusia 68 tahun dengan diagnosa

klinis hemiparesis sinistra. Pada pasien ini, diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan hasil

anamnesa ,pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang . Dari anamnesa didapatkan

penurunan kesadaran, tanpa adanya trauma kepala sebelumnya berupa kelemahan pada

tangan kiri dan tungkai kiri. Serangan ini muncul pada saat pasien sedang BAB. Hal ini

menunjukkan bahwa penderita mengalami serangan stroke hemoragik.sebelumya terdapat

bicara pelo dan kelemahan anggota gerak serta riwayat stroke 6 bulan lalu dan riwayat

hipertensi tidak terkontrol

Dari hasil pemeriksaan fisik pada pemeriksaan motorik didapatkan adanya penurunan

kesadaran GCS 4(E1V1M2) pada pemeriksaan neurologis didapakan sudut mulut bergeser ke

12
kiri kekuatan motorik 1 untuk keempat ekstremitas refleks patologis babinski pada kaki

kanan dan kiri. N. VII dan N XII didapatkan kelainan. maka pada penderita ini didapatkan

defisit neurologik yang mendadak.

Stroke adalah suatu kelainan neurologis fokal ataupunh global secara tiba-tiba,

dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam (atau meninggal), dan diakibatkan oleh

gangguan vaskuler.1 Faktor risiko ialah faktor yang menyebabkan seseorang lebih

rentan/mudah mengalami stroke (baik iskemik ataupun hemoragik). Adapun yang termasuk

faktor risiko dari stroke yang tidak dapat diubah adalah usia tua, jenis kelamin laki-laki, ras,

riwayat keluarga, dan riwayat stroke. Sedangkan faktor risiko dari stroke yang dapat diubah

adalah hipertensi, diabetes mellitus, merokok, alkohol, kontrasepsi oral, hiperurisemia,

dislipidemia2,3. Dari faktor risiko diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor risiko dari

penderita ini adalah jenis kelamin laki-laki dan yang dapat diubah adalah merokok

Stroke dapat dibagi menjadi dua kelompok besar : 4,5

1. Perdarahan (stroke hemoragik)

2. Infark (istroke non hemoragik/iskemik)

Dapat mendignosis terjadinya stroke perdarahan atau stroke infark dengan melihat

gejala awal dan pemeriksaan klinis yaitu:3

Tabel 1. Diagnosa banding stroke hemoragik dan non hemoragik

GEJALA PERDARAHAN INFARK

Permulaan Sangat akut Sub akut


Waktu serangan Aktif Bangun tidur
Peringatan sebelumnya - ++
Nyeri Kepala ++ -
Muntah ++ -
Kejang-kejang ++ -
Kesadaran Menurun ++ +/-
Bradikardi +++ (dari hari 1) +

13
Perdarahan di Retina ++ -
Papil Edema + -
Kaku Kuduk, Kernig,
++ -
Brudzinski
Ptosis ++ -
Lokasi Subkortikal Kortikal/subkortikal

Berdasarkan dari tabel diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa penderita ini

memenuhi kriteria seperti yang ada pada tabel diatas yaitu awal terjadinya yang sangat tiba-

tiba,disertai kejang sebelumnya. Satu-satunya cara yang akurat untuk dapat mendiagnosa

stroke hemorragik dan non hemorragik adalah dengan bantuan pemeriksaan penunjang CT

Scan6. Pada kasus ini hasil CT scan menunjukan adanya perdarahan pada subkortikal dextra

Alat diagnostic stroke ang sederhana adalah yang masih digunakan adalah skor siriraj,
biasanya digunakan pada fasilitas yang belum lengkap. Pada pasien skor didapatkan skor
siriraj berjumlah :

No Gejala / Tanda Penilaian Indek Skor


1. Kesadaran (0) Kompos mentis
(1) Mengantuk X 2,5 5
(2) Semi koma/koma
2. Muntah (0) Tidak
X 2 +0
(1) Ya
3. Nyeri Kepala (0) Tidak X 2 +2
(1) Ya
4. Tekanan Darah Diastolik X 10 % +10
5. Ateroma (0) Tidak X (-3) -3
(1) Ya
a. DM
b. Angina pektoris

c. Hiperkolesterolemia

14
Klaudikasio Intermiten
6. Konstanta - 12 -12
HASIL SSS +2

Adapun sindroma utama yang menyertai stroke hemorhagik menurut Smith (2005) dapat
dibagi menurut tempat perdarahannya yaitu:

1. Putaminal Hemorrhages

Putamen merupakan tempat yang paling sering terjadi perdarahan, juga dapat meluas ke
kapsula interna. Hemiparesis kontralateral merupakan gejala utama yang terjadi. Pada
perdarahan yang ringan, gejala diawali dengan paresis wajah ke satu sisi, bicara jadi
melantur, dan diikutii melemahnya lengan dan tungkai serta terjadi penyimpangan bola mata.
Pada perdarahan berat dapat terjadi penurunan kesadaran ke stupor ataupun koma akibat
kompresi batang otak.

2. Thalamic Hemorrhages

Gejala utama di sini adalah terjadi kehilangan sensorik berat pada seluruh sisi kontralateral
tubuh. Hemiplegia atau hemiparesis juga dapat terjadi pada perdarahan yang sedang sampai
berat akibat kompresi ataupun dekstruksi dari kapsula interna di dekatnya. Afasia dapat
terjadi pada lesi hemisfer dominan, dan neglect kontralateral pada lesi hemisfer non-dominan.
Hemianopia homonim juga dapat terjadi tetapi hanya sementara.

3. Pontine Hemorrhages

Koma dalam dengan kuadriplegia biasanya dapat terjadi dalam hitungan menit. Sering
juga terjadi rigiditas deserebrasi serta pupil "pin-point" (1 mm). Terdapat kelainan refleks
gerakan mata horizontal pada manuver okulosefalik (doll's head) ataupun tes kalorik.
Kematian juga sering terjadi dalam beberapa jam.

4. Cerebellar Hemorrhages

Perdarahan serebellar biasanya ditandai dengan gejala-gejala seperti sakit kepala


oksipital, muntah berulang, serta ataksia gait. Dapat juga terjadi paresis gerakan mata lateral
ke arah lesi, serta paresis saraf kranialis VII. Seiring dengan berjalannya waktu pasien dapat
menjadi stupor ataupun koma akibat kompresi batang otak.
15
5. Lobar Hemorrhages

Sebagian besar perdarahan lobar adalah kecil dan gejala yang terjadi terbatas menyerupai
gejala-gejala pada stroke iskemik.

6. Kortikal

Manifestasi klinis dari perdarahan kortikal spontan tergantung ukuran dan lokasi
perdarahan. Bila lesi ini terjadi pada pasien normotensif, demensia, tua, lebih sering
diakibatkan angiopati amiloid serebral. Perdarahan berganda atau berulang memperkuat
diagnosis. Walau dapat berlokasi lober, berbeda dengan perdarahan lober, yang mana
mereka terjadi dari korteks. Kadang- kadang meluas kesubstansi putih dalam dan pecah
keventrikel lateral atau kesuperfisial keruang sub- arakhnoid atau subdural

Berdasrkan gejala pasien kemungkinan terjadi perdarahan pada putamen haemorage


dimana awalnya pasien terdaat parese nervus VII dan kemudian megalami peurunan
kesadaran berat. Tetapi pada pemeriksaan CT sca ditemukan perdarahan pada bagian
subkortikal dextra.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita
stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan
kadar serum glukosa. 2
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi
komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non
kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan. CT non kontras otak
dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini
berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat
mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm. MRI telah
terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan daripada CT
scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular yang
mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2

16
Ketika pasien datang ke IGD maka Penatalaksanaannya meliputi: evaluasi cepat dan
diagnosis, terapi umum (suportif), stabilisai jalan napas dan pernapasan, stabilisasi
hemodinamik/sirkulasi, pemeriksaan awal fisik umum, pengendalian peninggian TIK,
penanganan transformasi hemoragik, pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh, dan
melakukan pemeriksaan penunjang. Pengelolaan 5B pada pasien stroke yang telah dilakukan
sebagai berikut :
1. Pernapasan (breath); jalan napas harus bebas, berikan oksigen kalau perlu. Pada kasus ini

pasien sebenarnya tidak diberikan oksigen karena pernafasan pasien masih baik.

2. Darah (blood); tekanan darah dipertahankan agak tinggi agar perfusi oksigen dan glukosa

ke otak tetap optimal untuk menjaga metabolisme otak. Sehingga tekanan darah tidak

perlu diturunkan.

3. Otak (brain); berikan manitol atau kortikosteroid untuk mengurangi edema otak, bila ada

kejang segera berikan diazepam atau dilantin intra vena secara perlahan. Pada pasien ini

tidak ada kejang. Kemudian pemberian manitol harus diberikan pada pasien ini. Pada

pemberian manitol yang harus diperhatikan adalah tekanan darah saat itu kadar ureum

dan kreatinin. Kadar kreatinin masih dalam batas normal sehingga dapat diberikan pada

pasien.

4. Saluran kemih (bladder); pelihara keseimbangan cairan dan pasang kateter urine bila ada

inkontinensia urin. Pada pasien ini tidak terpasang cateter urine namun sebenarnya pasien

perlu menggunakan kateter urine sehingga dapat menghindarnya terjatuh karena

kelemahan anggota gerak kiri.

5. Gastrointestinal (bowel); berikan nutrisi yang adekuat, bila perlu berikan NGT.

Terapi medikamentosa pada penderita ini yaitu infus NaCl 0,9%, citikolin, ranitidin,
ondancentron, ketorolac, kalnex, mecobalamin, sohobion, dan manitol. Infus NaCl diberikan
untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Citicolin berfungsi sebagai metabolik
aktivator (metabolik agent) jaringan otak yang iskemik (infark serebral). Ranitidin untuk
mencegah efek samping citicolin yaitu gangguan gastrointestinal. diberikan manitol untuk
mengurangi edema otak. Diberikan obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan

17
ulang. Obat-obat yang digunakan adalah kalnex atau tranexamid acid dengan dosis 6-12
g/hari.1
Pada pasien dapat diberikan antihipertensi pada 24 jam pertama pasca stroke pada
perdarahan intraserebral Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 185 mmHg
dan TDD lebih dari 110 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg. Obat antihipertensi yang dapat
dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau
esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan
deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi
neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi
neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan
mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul.
Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari
disabilitas permanen.2 sehingga pasien ini perlu observasi selama 48 jam untuk memantau
apakah ada komplikasi yang muncul pada pasiennya. Dapat dilakukan konsultasi dengan
dokter spesialis saraf untuk penanganan selanjutnya dan dokter spesialis bedah saraf apabila
ada indikasi untuk dilakukan operasi yang tergantung pada tingkat kesadaran, besar dan luas
serta letak perdarahan dan usia.
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah
yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome
fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.

18
BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus pada seorang laki-laki 68 tahun yang masuk ke IGD

rumah sakit dengan keluhan utama kelemahan anggota gerak kiri mendadak dan adanya

pusing dan nyeri kepala. Vital sign: Tekanan darah 160/100 mmHg, Nadi 92 x/menit.

Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran menurun dengan skor siriraj adalah 2. Pemeriksaan

CT- Scan didapatkan adanya perdarahan hemisfer dextra. Berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dari pasien ini ditegakkan diagnosis yaitu :

Stroke Hemoragik. Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Penanganan

gawat darurat pada stroke hemoragik adalah evaluasi cepat dan diagnosis, terapi umum

(suportif) dan terapi khusus berdasarkan jenis perdarahan. Prognosis bervariasi bergantung

pada tingkat keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari perdarahan. Peningkatan tekanan

19
intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada perdarahan

intraserebral.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf


Indonesia.Guideline Stroke 2011. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia: Jakarta, 2011.

2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2013. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : Agustus 23,
2016.

3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC,


Jakarta. 2006

4. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victors Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York.2005

5. Dewanto G, Suwono WJ. Riyanto B, Turana Y. Panduan Praktis : Diagnosis &


tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC. 2009.

20
21

Anda mungkin juga menyukai