Anda di halaman 1dari 6

3.3.

3 Tanda dan Gejala

Gejala klinik berbeda beda dan bersifat individual, terkadang penderita datang dengan
prolaps yang cukup berat tetapi tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain
dengan prolap ringan mempunyai banyak keluhan.

Keluhan keluhan yang hampir selalu di jumpai:

Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna

Rasa sakit di panggul dan pinggang, biasanya jika penderita berbaring, keluhan
menghilang atau menjadi kurang.

Prolapsus uteri:

o Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan


dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka
dan dekubitus pada porsio uteri.

o Leukorea karena kongesti pembuluh darah didaera serviks dan karena infeksi
serta luka pada porsio uteri.

Jarang terjadi ulserasi ataupun perlukaan pada serviks ataupun epitel vagina, namun
pasien dapat mengeluhkan adanya nyeri atau perdarahan per vaginam. Sekret dari serviks
atau vagina sering keluar dan ini menunjukkan adanya infeksi sekunder.3

Staging Prolaps uteri mengikuti staging yang ditetapkan oleh International Continence
Society, the American Urogynecologic Society, and the Society of Gynecologic Surgeons pada
tahun 1996 untuk menentukan staging dari Pelvic Floor Prolaps.3
3.3.4 Komplikasi
Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri adalah:
a. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri. Prosidensia uteri disertai dengan
keluarnya dinding vagina, karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal
dan berkerut dan berwarna keputih putihan.
b. Dekubitus, jika serviks uteri terus keluar dari vagina maka ujungnya bergeser
dengan paha dan pakaian dalam, sehingga hal ini dapat menyebabkan luka dan
radang yang lambat laun akan menjadi dekubitus. Dalam keadaan demikian perlu
dipikirkan kemungkinan suatu keganasan, lebih lebih pada penderita lebih lanjut.
c. Hipertrofi serviks uteri dan elongasio kolli. Jika serviks uteri turun ke dalam vagina
sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih kuat maka akibat tarikan
ke bawah di bagian uterus yang turun serta karena pembendungan pembuluh darah,
maka serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang
terakhir ini dinamakan elongasio kolli. Hipertrofi ditentukan dengan pemeriksaan
pandang dan perabaan.
d. Gangguan miksi dan stress inkontinensia, turunya uterus dapat menyebabkan
penyempitan ureter sehingga menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis.
e. Infeksi saluran kencing, adanya retensi air kencing akan mudah menimbulkan
infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas keatas dan dapat menyebabkan
pielonefritis yang akhirnya menyebabkan gagal ginjal.
f. Kesulitan waktu persalinan, jika wanita dengan prolapsus uteri hamil makan
waktu persalinan akan menimbulkan kesulitan dikala pembukaan sehingga
kemajuan persalinan terhalang.
g. Hemoroid, varises yang terkumpul dalam rektokel akan memudahkan terjadinya
obstipasi sehingga lambat laun akan menimbulkan hemoroid.
h. Inkarserasi usus halus, usus halus masuk enterokel dapat terjepit sehingga
kemungkinan tidak dapat direposisi lagi.

Macam macam operasi yang dilakukan pada prolapsus uteri adalah:1

a. Ventrofiksasi
Dilakukan pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan anak,
operasi ini dilakukan dengan cara memendekkan ligamentum rotundum ke dinding
perut.

b. Operasi Manchester

Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri dan penjahitan
ligamentum kardinale yang telah dipotong, dimuka serviks. Dilakukan pula
kolporafia anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk
memperpendek serviks yang memanjang. Tindakan ini menyebabkan infertilitas.
Bagian yang penting dari operasi Manchester adalah penjahitan ligamentum
kardinale didepan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale
diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi dan turunya
uterus dapat dicegah.

c. Kolpokleisis (operasi Neugebauer Le Fort)

Pada wanita tua yang seksual tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi sederhana
dengan menjahitkan dinding vagina depan dengan dinding belakang, sehingga
lumen vagina tertutup dan uterus terletak diatas vagina. Akan tetapi, operasi ini
tidak memperbaiki sistokel dan rektokelnya sehingga menimbulkan inkontinensia
urin.

Prognosis

Bila prolapsus uteri tidak di tatalaksana, maka secara bertahap akan memberat.
Prognosis akan lebih baik pada pasien usia muda, dalam kondisi kesehatan optimal atau tidak
disertai dengan penyakit lainnya. Prognosis buruk pada pasien usia tua, kondisi kesehatan
buruk, dan adanya gangguan sistem kardiovaskular.

TATALAKSANA
Pada kasus prolaps minimal tidak dibutuhkan pengobatan, kecuali pasien mulai merasa
tidak nyaman. Pesarium dapat digunakan untuk mengembalikan posisi uterus seperti semula.
Pada prolaps ringan, pemasangan pesarium bermanfaat dan memiliki angka keberhasilan
yang tinggi. Penggunaan pesarium harus disesuaikan dengan pasien, terutama dari segi
ukuran.3 Indikasi penggunaan pesarium adalah kehamilan, penderita belum siap untuk
dilakukan operasi, penderita menolak untuk dilakukan operasi dan untuk menghilangkan
simptom yang ada, sambil menunggu waktu operasi dapat dilakukan.

Komplikasi dari pesarium jarang terjadi jika digunakan dengan benar.


Pemberian krim estrogen dapat mencegah terjadinya komplikasi pada wanita post
menopause dengan atropi vagina. Komplikasi dapat berupa infeksi vagina,
perdarahan, rasa kurang nyaman, erosi vagina dan ulserasi dan impaksi.4

Perbaikan operatif dari prolaps uterus adalah histerektomi vaginalis dengan penyokong
pada vagina. Histerektomi dilakukan secara hati- hati, ligamentum kardinal dan uterosakral di
pisahakan untuk menjadi penyokong dari vagina. Ligamentum uterosakral dapat dijahit
bersama sehingga daerah cul de sac memendek atau tertutup dan resiko terjadinya enterokel
dapat dihindari.3

Pada beberapa kasus histerektomi vagina tidak dianjurkan, yaitu pada kasus adanya
riwayat operasi intra abdomen untuk proses inflamasi, seperti endometriosis atau Penyakit
Inflamasi Pelvis. Pada kasus tersebut dapat dikerjakan histerektomi abdominalis, diikuti
dengan kolporafi vagina anterior dan posterior jika diperlukan. Laparoskopi untuk
membimbing histerektomi vaginalis juga dapat dijadikan alternatif pada kasus tersebut.3

Ada beberapa wanita dengan serviks yang hipertropi dan memanjang ke introitus,
namun penyokong uterusnya masih bagus, adanya sistokel dan rectokel, tehnik operasi yang
digunakan adalah tehnik operasi Manchester (Donald or Fothergill). Tehnik ini
menggabungkan koporafi anterior dan posterior dengan amputasi pada serviks dan
penggunaan ligamentum kardinal untuk menyokong dinding vagina dan kandung kemih.3

Pada wanita tua dan tidak memiliki aktivitas seksual aktif dapat dilakukan prosedur
sederhana, yaitu kolpokleisis parsial. Prosedur ini dijelaskan oleh Le Fort sesuai gambar
berikut.3

DAFTAR PUSTAKA
1 Gomel V. Isobaric laparoscopy. Canada J Obstet Gynecol: JOGC.2007;29(6):493-4 2.
2 Hadisaputra W. Peran laparoskopi operatif pada nyeri pelvis kronis. Indones J Obstet
Gynecol. 2006;30(3):152-5.
3 Soenarto, R.F. 2012, Buku Ajar Anestesiologi. Departemen Anestesiologi dan
Intensive Care FKUI. Jakarta.
4 Prawiroharjo S. Ilmu kebidanan. YBPSP. Jakarta. 1985: 626-38
5 Dulucq, J. L., 2005, Tips and Techniques in Laparoscopic Surgery, Springer.
6 Haris, H. W., 2008, Surgery Basic Science and Clinical Evidence, Biliery System,
Springer, 47: 911-943.
7 Leo, J., Filipovic, G., Krementsova, J., Norblad, R., and Sderholm, M., 2006, Open
Cholecystectomy for All Patients in the Era of Laparoscopic Surgery A Prospective
Cohort Study, BMC Surger, 6:1471-82.
8 MacFadyen, V., 2004, Laparoscopic Surgery of the Abdomen, Bruce, 71:115.
9 Schietroma, M., Cartel, F., Franchi, L., Mazzotta, C., Sozio, A., et al., 2004, A
comparison of Serum Interleukin-6 Concentrations in Patients Treated by
Colecystectomy via Laparotomy or Laparoscopy, Hepato-gastroenterology, 51:1595-
99.
10 Scott-Conner, C. E.H., 2006, The SAGES Manual Fundamentals of
Laparoscopy,Thoracoscopy, and GI Endoscopy, Springer, 5-6.
11 Soper, N. J., Swanstrom, L. L, and Eubanks, W.S., 2004, Mastery of Endoscopy and
Laparoscopic Surgery, Lippincott Williams & Wilkins, 2-5.
12 Tayeb, M., Raza, S. A., Khan, M. R., and Azami, R., 2005, Conversion from
Laparoscopic to Open Cholecystectomy: Multivariate analysis of preoperative risk
factors, 51:17- 20.
13 Vittimberga, F. J., Foley, D. P., Meyers, W. C., and Caller ,M. P., 1998, Laparoscopic
Surgery and the Systemic Immune Response, Ann Surg, 227: 32634.
14 Whelan, R. L., 2006, The SAGES Manual Perioperative Care in Minimally Invasive
Surgery, Springer, 69-71.
15 Wikipedia, 2009a, Laparoscopic surgery, The Free Encyclopedia,. Wikipedia, 2009b,
Cholecystectomy, The Free Encyclopedia.
16 Soenarto RF, Chandra S. Buku ajar anestesiologi. Anestesia umum. Jakarta : FKUI,
hal. 291-300
17 Kamus saku kedokteran Dorland. Edisi ke-25. Jakarta: EGC; 1998.
18 Bakhriansyah HM. Anestesi Umum. FK UNLAM Banjarbaru
19 Latief S.A, Suryadi KA & Dachlan, MR. eds. Petunjuk praktis Anestesiologi. Edisi
ke-2. Bagian Anestesiologi dan Terapi intensif FKUI. Jakarta; 2009. hal : 46-47

Anda mungkin juga menyukai