Anda di halaman 1dari 7

TEMAGA PRIMER PT.

FREEPERT INDONESIA

KONDISI GEOGRAFIS

Cuaca dan iklim

Secara umum wilayah kerja PTFI mempunyai iklim tropis dengan curah hujan

antara 2500 mm sampai 4000 mm per tahun. Daerah lowland memiliki suhu rata-rata

29o 32o C. Daerah ini merupakan daerah yang panas dan lembab dengan curah hujan

rata-rata 2500 mm per tahun. Sedangkan daerah highland adalah daerah yang dingin

bahkan sering diselimuti kabut dan hujan hampir turun setiap hari. Suhu udara bevariasi

dari sekitar 22o C di Tembagapura dan 8o C di tambang terbuka Grasberg.

KONDISI GEOLOGI

Geologi Regional

Wilayah kerja PTFI berada pada zona subduksi antara Lempeng Australia yang

bergerak ke utara dan Lempeng Indopasifik yang bergerak ke arah barat daya. Pada

zona subduksi ini terjadi intrusi magma yang menembus lapisan batuan sedimen yang

telah terbentuk terlebih dahulu. Adanya intrusi tersebut memungkinkan terjadinya

proses mineralisasi yang kompleks yang menghasilkan zona-zona yang kaya mineral-

mineral berharga.

Kelompok batuan yang terdapat pada wilayah kerja PTFI adalah:

a. Kelompok batu gamping Irian ( New Guinea Group ) dari zaman tersier.

Kelompok ini mencakup empat formasi yang merupakan batuan limestone yang

didominasi carbonat, yaitu :

Formasi Waripi, merupakan pengendapan awal dari kelompok ini yang

terdiri dari batuan dolomit sukrosik berlapis tipis, batu gamping ( limestone)

rekristalisasi, dan batu gamping arenit. Berasal dari periode paleocene dan
memiliki tebal sekitar 300 meter.

Formasi Faumai, yang berasal dari periode Eocene. Dicirikan oleh

terdapatnya batu gamping packstone dengan tebal sekitar 200 meter. Formasi Sirga, yang
berasal dari periode Oligocene. Dicirikan oleh terdapatnya batu pasir kwarsa dan se men kalsit
dengan tebal sekitar 35 meter. Formasi Kais, yang berasal dari periode Oligocene akhir sampai
pada pertengahan Miocene. Dicirikan oleh terdapatnya batu gamping packstone yang
mengandung poraminifera, dan fosil ganggang merah. Kais memiliki ketebalan mencapai 1100
m, terdiri dari 4 bagian yang masing-masingnya adalah 300 m 350 m lapisan Mg-limestone,
80 m lapisan limestone, shale, sandstone, 200 m lapisan sandstone dan sekitar 500 m lapisan
limestone dengan sisipan shale dan coal.

b. Kelompok Kembelangan dari zaman Mesozoic (Jurassic sampai Cretaceous) Formasi


Kembelangan terdiri dari rangkaian batu pasir dan batu gamping. Batuan sedimen ini telah
mengalami intrusi magma yang berkomposisi Diorit.

Kelompok ini mencakup empat formasi, yaitu :

Formasi Kopai, yang berasal dari periode pertengahan sampai jurassic akhir. Dicirikan oleh
terdapatnya sandstone, conglomerate, limestone , dan mudstone dengan ketebalan sekitar 350 m
Formasi Woniwagi, yang berasal dari periode jurassic akhir sampai crestaceous awal. Dicirikan
oleh terdapatnya sandstone, shale, dan siltstone dengan ketebalan sekitar 500 m. Formasi
Piniya, yang berasal dari periode crestaceous awal sampai pertengahan crestaceous. Dicirikan
oleh terdapatnya shale dan siltstone dengan ketebalan sekitar 600 m Formasi Ekmai, yang
berasal dari periode crestaceous akhir. Total ketebalan formasi ini adalah sekitar 700 m. Batuan
penyusun formasi Ekmai terdiri atas 3 bagian yaitu quartz sandstone dengan ketebalan 600 m,
Kembelangan Limestone (limestone, silty, sandy limestone) dengan tebal sekitar 90 meter dan
Kembelangan Shale yang merupakan calcareous shale dengan tebal 4 m.

c. Kelompok Glaciatill, Peat, Aluvium

Kelompok ini hadir pada lapisan teratas permukaan perbukitan dan pergunungan. Endapan
glaciatill terbesar terdapat di daerah Cartenszewide. Di daerah ini juga terdapat sekitar 100 m
lapisan alluvial.

d. Kelompok batuan intrusi

Dua buah intrusi primer yang ada di wilayah PTFI adalah Grasberg Intusive Complex (GIC) dan
Ertsberg Diorite. Selain dua intrusi primer tersebut juga ditemukan tubuh batuan beku lainnya di
Wanagon, South Wanagon, Idenberg, dan Lembah Tembaga, yang ukurannya lebih kecil dari
intrusi primer. Pada dua intrusi primer tersebut, terdapat 2 formasi yaitu Dalam dan Kali yang
pada umumnya merupakan jenis diorite sampai quartz diorite.

Geologi Daerah Grasberg

Daerah lokasi penelitian berada di tambang terbuka Grasberg tepatnya di lokasi G-6/PB-8 South
yang berada pada elevasi 3348 3995 m diatas permukaan laut. Daerah G-6/PB-8 South
merupakan lokasi yang termasuk dalam zona mineralisasi

Grasberg.

Mineralisasi emas-tembaga di daerah Grasberg terpusat dalam dike yang terjadi dalam beberapa
tahapan, dan secara umum mengandung komposisi quartz monzodiorite. Tahapan ini dibagi
menjadi 3 fase yaitu Dalam, Main Grasberg, dan Kali.

1. Intrusi Diorit Dalam.

Intrusi ini dicirikan dengan adanya perbedaan tekstur pada batuan daerah di bawah
Carstensweide, Diorit Dalam mempunyai tekstur batuan intrusive biasa. Sementara sebelah
atasnya batuan bertekstur batuan vulkanik dan pada bagian puncak Grasberg struktur batuan did
uga berasal dari lubang gunungapi. Diduga intrusi Diorit Dalam ini tidak hanya terbentuk akibat
peristiwa tunggal saja, tetapi terjadi akibat dari beberapa peristiwa dan merupakan intrusi paling
tua.

2. Intrusi utama Grasberg atau disebut juga Main Grasberg Intrusive (MGI).

Intrusi ini diinterpretasikan sebagai retas yang menembus Satuan Breksi Vulkanik Trakhit dan
Intrusi Dalam. Kenampakan tekstur asli yang belum terubah dapat terlihat dari arah Barat Laut
Tenggara dan dari Timur Barat. Semakin ke arah kontak Satuan Breksi Vulkanik Trakiandesit
dan Intrusi Kali, maka tekstur aslinya tidak tampak lagi karena sudah terubah kuat menjadi
ubahan potasik dan umumnya dipotong oleh urat belalit kuarsa magnetit kalkopirit yang
sangat kuat. Intrusi ke dua terjadi setelah intrusi Diorit Dalam selesai. Intrusi kedua ini adalah
intrusi utama Grasberg atau disebut juga Main Grasberg Intrusive. Intrusi ini membentuk bagian
kandungan mineral terkaya pada endapan. Setelah intrusi ini terjadi, intrusi utama Grasberg
mengalami perubahan hidrotermal, yang menyebabkan pembentukan Stockwork urat kuarsa dan
membawa kandungan mineralisasi tembaga terkaya di Grasberg. MGI dicirikan oleh penoktis
plagioklas berukuran 0.5 2.5mm hornblende, biotit yang berukuran sama dengan plagioklas.
Mempunyai kesan aliran dan menempati sekitar 600 x 430 m secara horizontal dan variabel
secara vertikal.

3. Kali Phase.
Intrusi ini datang dari bidang vertikal sepanjang rekahan yang ada, meninggalkan struktur yang
disebut Kali Dyke. Batuannya sedikit termineralisasi dan hanya mengandung kadar emas dan
tembaga yang rendah saja.

Metode Eksplorasi

1. Tahap Eksplorasi Pendahuluan

Menurut White (1997), dalam tahap eksplorasi pendahuluan ini tingkat ketelitian yang
diperlukan masih kecil sehingga peta-peta yang digunakan dalam eksplorasi pendahuluan juga
berskala kecil 1 : 50.000 sampai 1 : 25.000. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada tahap
ini adalah :

a. Studi Literatur

Dalam tahap ini, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi dilakukan studi terhadap data dan
peta-peta yang sudah ada (dari survei-survei terdahulu), catatan-catatan lama, laporan-laporan
temuan dan lai-lain, lalu dipilih daerah yang akan disurvei. Setelah pemilihan lokasi ditentukan
langkah berikutnya, studi faktor-faktor geologi regional dan provinsi metalografi dari peta
geologi regional sangat penting untuk memilih daerah eksplorasi, karena pembentukan endapan
bahan galian dipengaruhi dan tergantung pada proses-proses geologi yang pernah terjadi, dan
tanda-tandanya dapat dilihat di lapangan.

b. Survei dan Pemetaan

Jika peta dasar (peta topografi) dari daerah eksplorasi sudah tersedia, maka survei dan
pemetaan singkapan (outcrop) atau gejala geologi lainnya sudah dapat dimulai (peta topografi
skala 1 : 50.000 atau 1 : 25.000). Tetapi jika belum ada, maka perlu dilakukan pemetaan
topografi lebih dahulu. Kalau di daerah tersebut sudah ada peta geologi, maka hal ini sangat
menguntungkan, karena survei bisa langsung ditujukan untuk mencari tanda-tanda endapan yang
dicari (singkapan), melengkapi peta geologi dan mengambil conto dari singkapan-singkapan
yang penting.

Selain singkapan-singkapan batuan pembawa bahan galian, yang perlu juga diperhatikan
adalah perubahan/batas batuan, orientasi lapisan batuan sedimen (jurus dan kemiringan),
orientasi sesar dan tanda-tanda lainnya. Hal-hal penting tersebut harus diplot pada peta dasar
dengan bantuan alat-alat seperti kompas geologi, inklinometer, altimeter, serta tanda-tanda alami
seperti bukit, lembah, belokan sungai, jalan, kampung, dan lain-lain. Dengan demikian peta
geologi dapat dilengkapi atau dibuat baru (peta singkapan).

Tanda-tanda yang sudah diplot pada peta tersebut kemudian digabungkan dan dibuat penampang
tegak atau model penyebarannya (model geologi). Dengan model geologi hepatitik tersebut
kemudian dirancang pengambilan conto dengan cara acak, pembuatan sumur uji (test pit),
pembuatan paritan (trenching), dan jika diperlukan dilakukan pemboran. Lokasi-lokasi tersebut
kemudian harus diplot dengan tepat di peta (dengan bantuan alat ukur, teodolit, BTM, dan lain-
lain).

Dari kegiatan ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran endapan, gambaran
mengenai cadangan geologi, kadar awal, dll. dipakai untuk menetapkan apakah daerah survei
yang bersangkutan memberikan harapan baik (prospek) atau tidak. Kalau daerah tersebut
mempunyai prospek yang baik maka dapat diteruskan dengan tahap eksplorasi selanjutnya.

2. Tahap Eksplorasi Detail

Setelah tahapan eksplorasi pendahuluan diketahui bahwa cadangan yang ada mempunyai
prospek yang baik, maka diteruskan dengan tahap eksplorasi detail (White, 1997). Kegiatan
utama dalam tahap ini adalah sampling dengan jarak yang lebih dekat (rapat), yaitu dengan
memperbanyak sumur uji atau lubang bor untuk mendapatkan data yang lebih teliti mengenai
penyebaran dan ketebalan cadangan (volume cadangan), penyebaran kadar/kualitas secara
mendatar maupun tegak. Dari sampling yang rapat tersebut dihasilkan cadangan terhitung
dengan klasifikasi terukur, dengan kesalahan yang kecil (<20%), sehingga dengan demikian
perencanaan tambang yang dibuat menjadi lebih teliti dan resiko dapat dihindarkan.

Pengetahuan atau data yang lebih akurat mengenai kedalaman, ketebalan, kemiringan, dan
penyebaran cadangan secara 3-Dimensi (panjang-lebar-tebal) serta data mengenai kekuatan
batuan sampling, kondisi air tanah, dan penyebaran struktur (kalau ada) akan sangat
memudahkan perencanaan kemajuan tambang, lebar/ukuran bahwa bukaan atau kemiringan
lereng tambang. Juga penting untuk merencanakan produksi bulanan/tahunan dan pemilihan
peralatan tambang maupun prioritas bantu lainnya.

3. Studi Kelayakan

Pada tahap ini dibuat rencana peoduksi, rencana kemajuan tambang, metode penambangan,
perencanaan peralatan dan rencana investasi tambang. Dengan melakukan analisis ekonomi
berdasarkan model, biaya produksi penjualan dan pemasaran maka dapatlah diketahui apakah
cadangan bahan galian yang bersangkutan dapat ditambang dengan menguntungkan atau tidak.

Potensi Cadangan

2,52 Miliar ton bijih: 0,97% Tembaga 0,83 gram/ton emas 4,13 gram/ton perak

Wilayah kerja pertambangan PT Freeport Indonesia di Papua memiliki cadangan emas dan
tembaga hingga tahun 2055. Sehingga Freeport meminta pemerintah agar memperpanjang
kontraknya yang akan berakhir tahun 2021.

"Kalau ada perpanjangan dari pemerintah, resource yang tersedia itu kita sampai 2055 dengan
skala produksi saat ini," kata Presiden Direktur PTFI Rozik B. Soecipto dalam sambutannya saat
penandatanganan kontrak jual beli HSD di Gedung Pertamina,

Menurut Rozik seiring dengan kegiatan pertambangan Freeport di Papua, perekonomian daerah
sekitar akan terbantu. Rozik mengatakan kenyataan itu sudah terlihat sejak keberadaan awal
Freeport beroperasi di Papua sejak tahun 1970-an.

"Resource yang tersedia tentunya akan menjadi penopang hidup di sana," ucapnya.

Industri pendukung lainnya akan hadir dan memberikan nilai tambah untuk masyarakat lokal.
Rozik mengatakan Mimika, Papua nantinya menjadi pusat pertumbuhan di Papua.

"Daerah Mimika akan jadi pusat pertumbuhan di Papua. Penduduk di sana tumbuh 10% per
tahun," sebutnya.

Dalam waktu dekat, Freeport berencana membicarakan perkembangan industri lain selain
pertambangan, seperti semen, hydro power dan yang lainnya.

"Ke depan kita akan banyak berkerja keras untuk lebih membantu pemerintah daerah (pemda).
Kita sedang membicarakan pembangunan semen. Ada rencana hydro power daerah itu. Jadi
industri saya kira akan tumbuh," paparnya.

Metode Penambangan

Penambangan Bijih Tembaga

Menurut Sukandarrumidi (2009) penambangan dilakukan dengan cara tambang terbuka,


apabila endapan bijih ditemukan tidak terlalu dalam. Dapat juga dilakukan dengan penambangan
dalam (underground) dengan membuat terowongan. Pengangkutan dengan menggunakan alat-
alat berat. Inventasi untuk usaha di industri pertambangan tembaga memerlukan biaya yang
sangat besar. Oleh sebab itu usaha pertambangan jenis ini hanya mampu dilaksanakan oleh
perusahan multi internasional.

Khusus untuk tambang tembaga Grasberg dan Batu Hijau adalah tipe porfiri. Cebakan tembaga
tipe porfiri mempunyai dimensi besar dan kadar relatif rendah sehingga atas pertimbangan
keekonomian, penambangan hanya dapat dilakukan dengan cara tambang terbuka (open pit
mining). Pengupasan lapisan penutup (overburden) dan penambangan bijih dilakukan dengan
sistem jenjang (benches). Cebakan bijih tembaga yang sangat tebal memerlukan banyak jenjang,
dengan lebar dan tinggi jenjang diupayakan untuk dapat menahan batuan yang berhamburan saat
peledakan, dan menyediakan ruang gerak yang memadai untuk alat pembongkar (excavator) dan
unit pemuat (haulage).
Cebakan tembaga porfiri berdimensi sangat besar, dengan sebaran bijih ke arah lateral bisa
mencapai satu kilometer atau lebih, dan sebaran lebih dari satu kilometer ke arah vertikal;
sehingga pit (lubang tambang) yang dibuat mempunyai lebar lebih dari dua kilometer, kedalaman
penambangan disesuaikan dengan sebaran bijih ekonomis yang dapat diambil. Karena
penambangan dilakukan dengan cara menggali dan memindahkan material dalam jumlah sangat
besar, maka Tambang Grasberg dan Batu Hijau mengoperasikan peralatan-peralatan berteknologi
tinggi berukuran raksasa dan berkapasitas angkut sangat besar.

Oleh karena sangat besarnya material yang dipindahkan, maka diperlukan lahan luas dan
secara teknis aman untuk penampungan bijih (stock pile), limbah tambang (waste) yang ikut
tergali, serta ampas pengolahan (tailing). Material yang pada desain tambang berada di atas batas
akhir pit seluruhnya akan tergali, baik berupa batuan samping yang tidak mengandung bahan
berharga maupun bijih kadar rendah yang belum mempunyai nilai ekonomi. Mengingat
kecenderungan harga logam tembaga yang terus naik, maka bijih kadar rendah yang mempunyai
peluang untuk menjadi ekonomis di masa yang akan datang, disimpan sebagai stock pile yang
terpisah dari bijih kadar ekonomis. Apabila terjadi peningkatan harga tembaga dengan akibat
bijih kadar rendah menjadi ekonomis untuk diusahakan, maka dapat dilakukan pengolahan
secara terpisah atau dicampurkan bersama bijih kadar tinggi.

Saat ini Grasberg ditambang dengan metode tambang terbuka. Namun karena bukaan yang
semakin dalam, sekitar tahun 2015, cara penambangan akan diubah menjadi tambang bawah
tanah. Jika semua terwujud, tambang bawah tanah Grasberg akan menjadi salah satu yang
terbesar. Tambang tembaga terbesar di Indonesia adalah yang diusahakan PT Freeport Indonesia
di area Grasberg, Papua. Freeport juga mengoperasikan beberapa tambang bawah tanah besar,
meski dengan kemampuan produksi yang masih berada di bawah Grasberg.

Anda mungkin juga menyukai