Anda di halaman 1dari 13

Coxity Sedang

Ekstase
SABTU, 13 AGUSTUS 2011
Sejarah Masuknya Islam di
Thailand dan Perkembangannya

Sejarah Masuknya Islam di Thailand dan Perkembangannya

Tugas Kuliah Islam Asia Tenggara oleh Fahad Aminudin

Kedudukan umat Islam di pelbagai Negara di Asia Tenggara ini bermacam-macam. Di

Indonesia, Malaysia, dan Brunei, umat Islam adalah sebagai mayoritas, sedangkan di

Thailand, Singapura, dan Filiphina, mereka berada dalam minoritas. Agama yang dipeluk

oleh kebanyakan rakyat Thailand adalah Budhisme.[1] Negara Gajah Putih inilah yang akan

pemakalah bahas dalam makalah singkat dan sederhana ini.

Pembahasan akan dimulai dari sejarah masuknya Islam ke wilayah ini serta proses

Islamisasi yang ada. Kemudian kondisi pemerintahan yang ada di Thailand, pendidikan dan

kehiduapan keberagamaan yang dihadapi oleh bangsa ini.


A. Sejarah Masuknya Islam di Thailand dan Perkembangannnya

Diperkirakan para penyebar Agama Islam yang paling banyak datang ke Nusantara

diperkirakan sekitar tahun seribu empat ratusan masehi atau secara berturut datang setelah itu

hingga keabad lima belas dan enam belasan. Dan diduga bahwa penyebar-penyebar tersebut

adalah keturunan bani Abbasyiah.[2]

Adapun pendapat lain mengatakan bahwa Islam diperkirakan datang ke negara

Thailand sekitar pada abad ke-10 atau 11 melalui jalur perdagangan. Yang mana penyebaran

Islam ini dilakukan oleh para guru sufi dan pedagang yang berasal dari wilayah Arab dan

pesisir India. Pendapat lain ada yang mengatakan Islam masum ke Thailand melalui Kerajaan

Samudra Pasai di Aceh.[3]

Salah satu bukti yang menguatkan pendapat ini adalah ditemukannya sebuah batu

nisan yang bertuliskan Arab di dekat Kampung Teluk Cik Munah, Pekan Pahang yang

bertepatan pada tahun 1028 M.[4]

Dahulu, ketika Kerajaan Samudera Pasai ditaklukkan oleh kerajaan Siam (Thailand),

banyak orang-orang Islam yang ditawan, yang mana ketika itu Raja Zainal Abidin lah salah

satu tawanan kerajaan Siam yang kemudian di bawa ke Thailand. Para tawanan itu akan

dibebaskan apabila telah membayar uang tebusan. Kemudian para tawanan yang telah bebas

itu ada yang kembali ke Indonesia dan ada pula yang menetap di Thailand dan menyebarkan

agama Islam di wilayah Thailand Selatan yangberbatasan langsung dengan Malaysia.[5]


Pada tahap pertama Islam diwarnai dawahnya dengan Tasawuf dan Mistik setidaknya

sampai pada abad ke-17. Hal ini karena dirasa paling cocok dengan latar belakang

masyarakat setempat yang dipengaruhi oleh asketisme Hindu-Budha dan sinkretisme

kepercayaan local dan tarekat cenderung lebih toleran dengan tradisi semacam itu.

[6] Sehingga ditemukan bahwa terdapat nama-nama ulama sufi terkenal sebagai penyebar

Islam, diantaranya adalah Syiekh Syafiuddin Ahmad Ad Dajjani Al-Qusyasyi, beliau adalah

seorang keturunan Abbas bin Abdul Muthalib (paman Nabi Muhammad s.a.w). diceritakan

juga bahwa ada dua orang yang sezaman/bersahabat karib yang sama-sama menjalankan

aktivitas dakwah Syeikh Syafiuddin di Pattani.[7]banyak yang menduga bahwa baliaulah

yang pertama mengislamkan Pattani, barangkali anggapan ini adalah satu kekeliruan karena

Pattani memeluk Islam jauh lebih awal dari kedatangan beliau ke Pattani, bahkan Pattani

dianggap tampat yang telah lama menerima Islam tak ubahnya seperti di Aceh juga.[8]

B. Kondisi Pemerintahan di Thailand

Pada tahun 2004 bertepatan pada bulan April, pada masa kepekimpinan Thaksin

Shinawarta, insiden berdarah telah terjadi sehingga mengakibatkan 30 pemuda muslim tewas

di masjid Kru Se. peristiwa keji terjadi yang kedua kalinya pada bulan oktober 2004 yang

mengakibatkan 175 tahanan pejuang Muslim Takbai meninggal dunia, akibat dijejalkan

militer Thailand dalam sebuah truk dengan kondisi tangan di belakang.[9] pada

perkembangan Muslim Pattani antara 2004 hingga Mei 2007. Periode ini sangat urgen tidak
hanya karena banyaknya korban dalam kurun waktu ini, setidaknya 2000 korban meninggal.

[10] Sehingga di penghujung tahun 2008, Thailand ingin memiliki Perdana Menteri baru

yang diharapkan dapat membawa angin perubahan. Dengan rezim barunya harus berjuang

keras mencari alternative dalam menangani masalah konflik Thailand Selatan.[11]

Rupanya perdamaian Aceh (Gerakan Aceh Merdeka) menjadi model upaya

perdamaian dan rekonsiliasi di Thailand Selatan. Identitas lokal di Thailand Selatan lebih

dekat dengan Kelantan dan Kedah, Malaysia. Masyarakat secara tradisional lebih memilih

menggunakan bahasa Melayu dibandingkan bahasa Thai yang digalakkan oleh pemerintah

pusat sebagai bahasa resmi negara. Keterpaksaan ini dirasakan masyarakat Melayu Muslim di

Thailand Selatan selama puluhan tahun. [12]

Penggunakan bahasa Thai diwajibkan oleh pemerintah, baik itu di kantor kerajaan,

pemerintah, sekolah dan media. Dan ternyata strategi pemerintah Thailand memang

membuahkan hasil. Dalam waktu sekitar 50 tahun, banyak generasi muda Melayu Muslim

lebih suka berbahasa Thai dibandingkan bahasa Melayu, baik di sekolah maupun dalam

pergaulan sehari-hari. Tetapi mereka dipaksa keluarga untuk berbicara dalam bahasa

Melayu ketika mereka berkumpul dilingkungan keluarga.[13]

C. Kehidupan Keberagamaan

Ummat Islam di Thailand tidak seberuntung seperti Ummat Islam di Malaysia yang

mana hampir semua sarana dawah seperti masjid-masjid disediakan oleh pemerintah
Malaysia. Demikian pula dengan Imam, Khotib, Bilal, dan pengurus-pengurus masjid digaji

langsung oleh pemerintah. Sarana media seperti TV maupun radio di Malaysia diberikan

waktu tiap malam untuk dawah Islam.[14]

kawasan Thailand bagian selatan yang merupakan basis masyarakat melayu-muslim

adalah daerah konflik agama dan persengketaan wilayah dengan latar belakang ras dan agama

yang berkepanjangan. Konflik Thailand selatan terjadi sejak diserahkannya wilayah utara

Melayu oleh pemerintah colonial Inggris kepada kerajaan Siam. Saat itu dibuatlah Traktat

Anglo-Siam yang menabut hak-hak dan martabat Muslim Pattani. Akibatnya, muncul aksi-

aksi perlawanan dan ditanggap pemerintah pusat sebagai separatisme, hingga diberlakukan

darurat militer di wilayah tersebut.[15]

Di beberapa kota pelabuhan, Islam bukanlah agama bagi komunitas perkampungan

melainkan agama para individu yang mobil yang menyatu dalam jaringan asosiasi

internasional. Dari Singapura pembaharuan Islam menyebar ke seluruh Asia Tenggara

melalui perdagangan, haji, dan melalui gerakan pelajar, guru dan sufi.[16]

Sudah pada tempatnya dunia Islam segera meyampaikan appeal kepada pemerintah

supaya elindng, menyelamatkan Ummat Islam dan memberikan persamaan hak di segala

bidang kepada mereka, termasuk hak-hak untuk beribadah dan melaksanakan ajaran-ajaran

Islam, hak yang sama dengan hak-hak yang dmiliki penduduk yang beragama Budha.[17]

D. Pendidikan di Thailand
Pendidikan yang digalakkan oleh pemerintah Kerajaan Thailand tergolong bersifat

deskriminatif terhadap Islam. Pada tahun 1923 M, beberapa Madrasah Islam yang dianggap

ekstrim ditutup, dalam sekolah-sekolah Islam harus diajarkan pendidikan kebangsaan dan

pendidikan etika bangsa yang diambil dari inti sari ajaran Budha. Pada saat-saat tertentu

anak-anak sekolah pun harus menyanyikan lagu-lagu bernafaskan Budha dan kepada guru

harus menyembah dengan sembah Budha. Kementrian pendidikan memutar balik

sejarah, dikatakannya bahwa orang Islam itulah yang jahat ingin menentang pemerintahan

shah di Siam dan menjatuhkan raja.[18]Dampak yang menonjol dari perkembangan yang

berorientasi ke dalam hal ini. Misalnya, pada tahun 1966, sekitar 60% anak-anak di Pattani

tidak dapat berbicara bahasa nasional. Hal itu berkaitan dengan banyaknya orang tua Muslim

yang lebih senang mengirimkan anak-anaknya ke sekolah agama[19]

Strategi yang perlu dibangun masyarakat muslim di Thailand Selatan pada saat

ini adalah memajukan pendidikan, mendukung pembangunan nasional, dan menjaga

stabilitas local. Namun, sampai saat inipun masyarakat muslim Pattani Thailand menghadapi

diskriminasi komplek dan teror yang berlarut-larut. Sehingga kehidupan sosial maupun

politik menjadi sangat terbatas. Akhirnya pemerintah Thailand juga belum mampu memberi

pendidikan merata terhadap kaum muslim. Tekanan berbasis keamanan selalu mengancam

mereka. Kesenjangan ini menurunkan nasionalisme mesyarakat di luar mayoritas Thai-

Budha.[20]
E. Muslim Thailand Sebagai Minoritas

Perlulah kita membatasi definisi atau pengertian tentang minoritas muslim, karena

terdapat sejumlah pertimbangan dalam masalah ini, dengan pengertian bahwa Negara yang

jumlah penduduk kaum musliminnya lebih dari setengah jumlah penduduk, itu tergolong

Negara Islam. Akan tetapi apabila jumlah kaum musliminnya kurang dari setengah jumlah

penduduk, maka digolongkan (minoritas) masuk ke dalam Negara yang bukan Islam.[21]

Negara bukan Islam yang berjulukan Negara Gajah Putih, tercatat minoritas kaum

Muslim yang berjumlah sekitar 5% atau 1,5 juta jiwa dari penduduk Thailand, Mayoritas

Muslim tinggal di wilayah selatan khususnya Pattani, Yala, dan marathiwat. Mereka kerap

terdiskriminasi dalam segala sektor kehidupan. Pada saat ini mayoritas penduduk Thailand

yang beragama Budha sekitar 80%. Daerah-dareh tersebut awalnya merupakan bagian dari

sebuah kerajaan Melayu Islam Pattani Darusalam.Daerah yang sekarang disebut Thailand

selatan pada masa dahulu berupa kesultanan-kesultanan yang merdeka dan berdaulat, diantara

kesultanan yang terbesar adalah Patani. Thailand sebelumnya bernama Siam yang

kemudian pada tahun 1939 M, Nama Siam diganti dengan Muangthai.[22]

Derita yang dialami masyarakat muslim di Thailand Selatan yang sebagai minoritas

ini adalah akibat dari pembatasan ruang gerak mereka untuk memperoleh hak-haknya dalam

bidang ekonomi, politik, dan keagamaan. Juga karena problematika klasik yang telah

berlangsung lama yang menyalahi keyakinan dan nilai-nilai keislamannya.[23] Minoritas ini

menuntut pemisahan diri dan kemerdekaan seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa
perdamaian Aceh (Gerakan Aceh Merdeka) menjadi model upaya perdamaian dan

rekonsiliasi di Thailand Selatan.

Dalam tatanan sosial, muslimin Thailand mendapatkan julukan yang kurang enak

untuk didengar. Yaitu Kheik atau khaek yang berarti orang luar, yang secara harfiah berarti

pendatang atau orang yang datang menumpang. Dalam bahasa Thai, istilah ini juga selama

berabad-abad sudah dikenal untuk menyebut kaum pendatang berkulit hitam dari daerah

Melayu dan Asia Selatan, orang-orang Thai-Islam menolak sebutan ini dan menyatakan

bahwa kedatangan mereka (khususnya di kawasan Thailand Selatan), jauh lebih awal

daripada kedatangan orang-orang Budha Thailand.[24] Hingga istilah Thai-Islam dibuat pada

1940-an. Akan tetapi istilah ini menimblkan kontradiksi karena istilah Thai merupakan

sinonim dari kata Budhasedangkan Islam identik dengan kaum muslim melayu pada waktu

itu. Jadi bagaimana mungkin seseorang menjadi budha dan muslim pada satu waktu? Maka

dari itu kaum muslim melayu lebih suka dipanggil Malay-Islam. [25]

F. Penutup

Rupanya upaya kodifikasi sejarah umat Islam telah mengalami distorsi, baik pada

masa lalu maupun sekarang.[26] Telah lama kita mengaharapkan tulisan tentang sejarah

Islam khususnya di wilayah Nusantara dalam bentuk yang valit dan bersih dari

penyimpangan.
Maka, kewajiban kaum muslimin terhadap minoritas Islam adalah untuk tidak

melalaikan kewajiban terhadap apa yang dihadapi oleh para minoritas muslim di Nusantara.

Karena upaya memalingkan umat dan memerangai Islam terjadi setiap hari dengan

menggunakan sarana-sarana terbaru. Adalah kewajiban kita memperhatikan terhadap urusan

ini melalui:[27]

1. Kajan-kajian ilmiah atau studi kawasan[28]

2. Melaksanakan semua cara untuk menguatkan hubungan dengan kaum minoritas ini serta

membantu mereka, sehingga kedudukan mereka menjadi kuat, mampu menghadapi segala

arus yang ada di hadapan mereka.

3. Menyediakan sarana-sarana (baik materi maupun spiritual) dan menempuh seluruh jalan

kearah itu. Karena ini adalah perkara yang tidak mungkin diraih hanya dengan angan-angan

atau sekedar menguvap janji-janji kosong

Referensi
Jurnal kalimah, Volume: 4 Nomor: 2 September 2006, artikel ditulis oleh Drs. H. Rifat Husnul

Maafi, M.Ag

Majalah Gontor, Edisi 10 Tahun VI, Februari 2009/Shafar 1430

Abdullah, Hawash, Perkembangan Ilmu Tasawwuf & Tokoh-Tokohnya di Nusantara, Al-Ikhlas,

Surabaya, 1980.

Syahid, Ahamad M.A (et.al.) Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Asia Tenggara,PT. Ikhtiar Baru Van

Hoove, Jakarta.

Harun, Lukman, Potret Dunia Islam, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1985.

Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Rajawawi Pers PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999.

Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX,Akbar Media Eka Sarana,

Jakarta, 2007.

http://artikelilmiah.wordpress.com/2009/01/15/minoritas-muslim-thailand-selatan/

http://indramunawar.blogspot.com/2009/04/sejarah-perkembangan-islam-di-patani.html

Jurnal kalimah, Volume: 4 Nomor: 2


[1]

September 2006, artikel ditulis oleh Drs. H.


Rifat Husnul Maafi, M.Ag, hal: 147
[2] Abdullah, Hawash, Perkembangan Ilmu
Tasawwuf & Tokoh-Tokohnya di Nusantara, Al-
Ikhlas, Surabaya, 1980, hal: 19
[3] Syahid, Ahmad M.A (et.al.) Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam: Asia Tenggara,PT. Ikhtiar
Baru Van Hoove, Jakarta. Hal 466
[4] Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Asia
Tenggara, Ibid, hal: 466
[5] http://indramunawar.blogspot.com/2009/04/

sejarah-perkembangan-islam-di-patani.html
[6] Loc. Cit, Jurnal kalimah, hal: 148

[7] Dua ulama tersebut adalah Syeikh Said

Barsisa dan Syeikh Gombak Abdul Mubin


[8] Abdullah, Hawash, Loc. Cit, hal: 19

[9] Majalah Gontor, Edisi 10 Tahun VI,


Februari 2009/Shafar 1430
[10] http://indramunawar.blogspot.com/2009/04/sejarah-perkembangan-islam-di-patani.html

Perdana Menteri yang dimaksud adalah


[11]

Abhisit Vejjajiva, lihat Majalah Gontor, Edisi 10


Tahun VI, Februari 2009/Shafar 1430
[12] Masyarakat Muslim di Thailand selatan
menginginkan kebebasan dalam otonomi atau hak
untuk mengatur wilayah mereka sendiri, jadi
bukan berarti masyarakat Muslim di Thailand
Selatan ingin mendirikan Negara yang berdiri
sendiri seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
[13] http://indramunawar.blogspot.com/2009/04

/sejarah-perkembangan-islam-di-patani.html
[14] Harun Lukman, Potret Dunia
Islam, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1985, hal: 235
[15] Majalah Gontor, Op. Cit, hal: 89

[16] Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Ummat


Islam, Rajawawi Pers PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 1999, hal: 328
[17] Harun Lukman, Loc. Cit, hal: 227-228

[18] http://indramunawar.blogspot.com/2009/04

/sejarah-perkembangan-islam-di-patani.html
[19] Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Asia
Tenggara, Op. Cit, Hal: 472
[20] Majalah Gontor, Op. Cit, hal: 89
[21] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak
Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX,Akbar
Media Eka Sarana, Jakarta, 2007, hal: 550
[22] Majalah Gontor, Loc. Cit, hal: 89

[23] Mereka menderita karena pengkotak-


kotakan negeri, penindasan, pengekangan, dan
perampasan kebebasan, Ahmad al-Usairy, Op.
Cit, hal: 551
[24]. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Asia Tenggara, Op. Cit, Hal: 466-467
[25] http://artikelilmiah.wordpress.com/2009/01/15/minoritas-muslim-thailand-selatan/

[26] Ahmad al-Usairy, Op. Cit, hal: 559


[27] Ahmad al-Usairy, Op. Cit, hal: 557

[28] studi kawasan merupakan studi kritis


ilmiah yang mendasarkan pada penelitian suatu
wilayah geografis tertentu yang memiliki ciri ciri
tipologi baik bahasa, adat istiadat, budaya,
ekonomi, sosial, andtropologi dan lainnya. Lihat
Jurnal kalimah, Volume: 4 Nomor: 2 September
2006, artikel ditulis oleh Drs. H. Rifat Husnul
Maafi, M.Ag,

Anda mungkin juga menyukai