Anda di halaman 1dari 18

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan
penyakit yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi
salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang
berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua
terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru
yang menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh
atau kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare. Misalnya, pada
sebagian kalangan masyarakat, diare dipercaya atau dianggap sebagai
pertanda bahwa anak akan bertumbuh atau berkembang. Kepercayaan seperti
itu secara tidak sadar dapat mengurangi kewaspadaan orang tua. sehingga
mungkin saja diare akan membahayakan anak.
Menurut data United Nations Childrens Fund (UNICEF) dan World
Health Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian
nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala
umur. Data UNICEF memberitakan bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia
setiap tahunnya karena diare. Angka tersebut bahkan masih lebih besar dari
korban AIDS, malaria, dan cacar jika digabung. Sayang, di beberapa negara
berkembang, hanya 39 persen penderita mendapatkan penanganan serius.
Di Indonesia sendiri, sekira 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau
sekira 460 balita setiap harinya akibat diare. Daerah Jawa Barat merupakan
salah satu yang tertinggi, di mana kasus kematian akibat diare banyak
menimpa anak berusia di bawah 5 tahun. Umumnya, kematian disebabkan
dehidrasi karena keterlambatan orangtua memberikan perawatan pertama saat
anak terkena diare.
Diare disebabkan faktor cuaca, lingkungan, dan makanan. Perubahan
iklim, kondisi lingkungan kotor, dan kurang memerhatikan kebersihan
makanan merupakan faktor utamanya. Penularan diare umumnya melalui 4F,
yaitu Food, Fly , Feces, dan Finger.

1
Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan
memutus rantai penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010,
ditemukan salah satu pemicu diare baru, yaitu bakteri Clostridium

difficile yang dapat menyebabkan infeksi mematikan di saluran pencernaan.


Bakteri ini hidup di udara dan dapat dibawa oleh lalat yang hinggap di
makanan.
Sepintas diare terdengar sepele dan sangat umum terjadi. Namun, ini
bukan alasan untuk mengabaikannya, dehidrasi pada penderita diare bisa
membahayakan dan ternyata ada beberapa jenis yang menular. Diare
kebanyakan disebabkan oleh Virus atau bakteri yang masuk ke makanan atau
minuman, makanan berbumbu tajam, alergi makanan, reaksi obat, alkohol
dan bahkan perubahan emosi juga dapat menyebabkan diare, begitu pula
sejumlah penyakit tertentu.

1.2 Rumusan Masalah


Di dalam makalah ini kami akan membahas tentang beberapa materi yang
ada dalam yaitu:
1. Apakah definisi dari Diare?
2. Apakah etiologi dari Diare?
3. Bagaimana patofisiologi Diare
4. Bagaimana patofisiologi dari Diare?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Diare?
6. Bagaimana penatalaksanaan Diare?
7. Apa saja komplikasi dari Diare?
8. Asuhan keperawatan Leukosit
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah agar kita dapat lebih
mengetahui tentang Penyakit Diare yang terjadi pada anak
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah agar para mahasiswa
keperawatan mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, komplikasi serta Asuhan
Keperawatan dari penyakit diare yang terjadi pada anak anak
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
wawasan para mahasiswa keperawatan, khususnya keluarga besar STIKES
EKA HARAP agar dapat lebih mengetahui dan mengerti tentang Penyakit
diare yang terjadi pada anak.

2
4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Diare


Menurut Ratna Dewi Pudiastuti (2011) gastroenteritis biasa disebut diare
adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya perubahan bentuk dan
konsentrasi tinja yang melembek sampai dengan cair dengan frekuensi lebih
dari lima kali sehari.
Sedangkan menurut Taufan Nugroho (2011) gastroenteritis adalah
peradangan pada mukosa lambung dan usus halus yang menyebabkan
meningkatnya frekuensi BAB dan berkurangnya konsistensi feses.
Mary E. Muscari (2005) mengungkapkan bahwa diare merupakan
pengeluaran feses yang sering, berupa cairan abnormal, dan encer. Diare dapat
digolongkan menjadi ringan, sedang, atau berat; akut atau kronis; meradang
atau tidak meradang. Gangguan ini merupakan manifestasi dari transportasi
cairan dan elektrolit yang abnormal. Lain halnya menurut Arif Mansjoer,dkk
(2000) diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/ tanpa
darah atau lendir dalam tinja dan menurut Nursalam (2005) sendiri diare adalah
frekuensi buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengankonsistensi
yang lebih encer.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, gastroenteritis merupakan
gangguan kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan ditandai dengan
BAB cair lebih dari lima kali dan mual serta muntah.

2.2 Etiologi Diare


2.2.1 Faktor Infeksi
Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus,
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica,
G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans). Infeksi parenteral;
merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan

3
diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan
sebagainya.
2.2.2 Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi
dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
2.2.3 Faktor Makanan
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan
alergi terhadap jenis makanan tertentu.
2.2.4 Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).

2.3 Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga
usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme
hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:

4
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada
diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun
dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya
anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat
karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan
intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering
pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena
adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan
adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul
jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50%
pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh:
Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat
Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran
dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.

2.4 Manisfestasi Klinis


Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.

5
Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan/ atau lendir, warna tinja
berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan
sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila telah
banyak kehilangan air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi. Berat badan
turun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang.
Selaput lendir mulut dan bibir kering.
Tahapan dehidrasi menurut Ashwill dan Droske (1997) dikutip dari Suriadi
dan Yuliani (2001):
a) Dehidrasi ringan: berat badan menurun 3-5% dengan volume cairan yang
hilang < 50 ml/ kg BB.
b) Dehidrasi sedang: berat badan menurun 6-9% dengan volume cairan
yang hilang 50-90 ml/ kg BB.
c) Dehidrasi berat: berat badan menurun > 10% dengan volume cairan yang
hilang>100 ml/ kg BB.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


2.5.1 Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2.5.2 Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
2.5.3 Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
2.5.4 Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Terapi
a. Cairan per oral
Penanganan fokus pada penyebab. Pada klien dengan dehidrasi ringan
dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan
Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan
dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat
sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula
dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah
sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.

6
b. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari
berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan
cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.

2.6.2 Diatetik ( pemberian makanan ).


Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada
klien dengan tujuan meringankan, menyembuhkan serta menjaga
kesehatan klien. Pada bayi, pemberian ASI diteruskan jika penyebab bukan
dari ASI. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare
untuk menghindarkan efek buruk pada status gizi. Hal yang perlu
diperhatikan yaitu memberikan bahan makanan yang mengandung cukup
kalori, protein, mineral dan vitamin, makanan harus bersih.

2.6.3 Obat-obatan
a. Obat anti sekresi

b. Obat anti spasmolitik

c. Obat antibiotik

Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (misal loperamid,


difenoksilat, kodein, opium), adsorben (norit, kaolin, attapulgit). Anti
muntah termasuk prometazin dan klorpromazin. Tidak satupun obat-obat
ini terbukti mempunyai efek yang nyata untuk diare akut dan beberapa
malahan mempunyai efek yang membahayakan. Obat-oba ini tidak boleh
diberikan pada anak-anak < 5 tahun.

2.7 Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)
a) Dehidrasi isotonik
Pada dehidrasi isotonic (isonatermia), terjadi kehilangan air dan natrium
secara proporsional (natrium serum 130-150 mmol/L). pertahankan
konsentrasi cairan tubuh dan osmolalitas dalam batas normal. Dengan
demikian, tidak ada perbedaaan tekanan osmotic anatara cairan intraseluler
dengan ekstraseluer dan kehilangan cairan terbatas pada cairan
ekstraseluler.
b) Dehidrasi hipotonik

7
Pada dehidrasi hipotonik (hiponatremia), natrium yang hilang lebih
banyak dibandingkan airnya (natrium serum <130mmol/L). Cairan yang
sebenarnya hilang bersifat hipertonik sehingga cairan ekstraseluler mula-
mula menjadi hipotonik dibanding cairan intraseluler. Peningkatan volume
intraseluler akan menyebabkan peningkatan volume dalam otak dan
kadang-kadang menimbulkan kejang, sedangkan kehilangan cairan
ekstraseluler yang nyata menyebabkan syok yang lebih besar untuk setiap
unit air yang hilang.
c) Dehidrasi hipertonik
Pada dehidrasi hipertonik (hipernatermia, terdapat kehilangan cairan dan
natrium yang tidak proporsional (natrium serum <150 mmol/L). Cairan
yang hilang hipotonik, biasanya karena kehilangan cairan insensible yang
tinggi (demam yang tinggi atau lingkungan yang panas dan kering,
poliuria pada diabetes insipidus atau diare rendah natrium yang kadang-
kadang diperberat dengan pemberian diet yang terlalu encer atau
kandungan protein yang tinggi). Mula-mula cairan ekstraselular menjadi
hipotonik dibandingkan intraseluler sehingga terjadi pergeseran air dari
ruang intaseluler ke ekstraseluler. Meskipun tanda-tanda akibat kehilangan
cairan ekstraseluler per unit cairan yang hilang berkurang, air yang tertarik
keluar dari otak dan pelisutan jaringan serebral dapat menyebabkan
pendarahan dibeberapa bagian otak dan menimbulkan kejang.
2. Renjatan hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat
dan kecil, tekanan darah menurun, lemas, kesadaran menurun (apatis,
somnolen, sopor).
3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotonik otot, lemah, bradikardia,
perubahan elektrokardiogram).
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim
lactase.
6. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
7. Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik) tampak pucat
dengan pernafasan yang cepat dan dalam (pernafasan kussmaul). Pada
awalnya muntah dapat menyebakan alkalosis metabolik disertai peningkatan
pH dan bikarbonat (HCO3). Muntah yang lama dapat menyebabkan
kehilangan basa dan dapat terjadi asidosis metabolik. Diare dapat
menyebabkan asidosis metabolik disertai penurunan pH dan HCO3. Produk-

8
produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan (karena
oliguria/ anuria), perpindahan ion natrium dan cairan ektrasel kedalam
intrasel dan penimbunan asam laktat (anoreksia jaringan.

9
11
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
DIARE
3.1 Pengkajian Keperawatan
3.4.1 Pengkajian Anak Usia 3 Tahun
3.4.1.1 Keluhan Utama : Buang air besar berkali-kali dengan konsistensi
encer
3.4.1.2 Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk Rumah Sakit dengan keluhan buang air cair
berkali-kali baik disertai atau tanpa dengan muntah, tinja dpat bercampur
lendir dan atau darah, keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu
makan menurun, suhu badan meningkat, volume diuresis menurun dan
gejala penurunan kesadaran
3.4.1.3 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Meliputi pengkajian riwayat :
1. Prenatal
Kehamilan yang keberapa, tanggal lahir, gestasi (fulterm, prematur, post
matur), abortus atau lahir hidup, kesehatan selama
sebelumnya/kehamilan, dan obat-obat yang dimakan serta imunisasi.
2. Natal
Lamanya proses persalinan, tempat melahirkan, obat-obatan, orang
yang menolong persalinan, penyulit persalinan.
3. Post natal
Berat badan nomal 2,5 Kg 4 Kg, Panjang Badan normal 49 -52 cm,
kondisi kesehatan baik, apgar score , ada atau tidak ada kelainan
kongenital.
4. Feeding
Air susu ibu atau formula, umur disapih (2 tahun), jadwal
makan/jumlahnya, pengenalan makanan lunak pada usia 4-6 bulan,
peubahan berat-badan, masalah-masalah feeding (vomiting, colic,
diare), dan penggunaan vitamin dan mineral atau suplemen lain.
5. Penyakit sebelumnya
Penyebabnya, gejala-gejalanya, perjalanan penyakit, penyembuhan,
kompliksi, insiden penyakit dalam keluarga atau masyarakat, respon
emosi terhadap rawat inap sebelumnya.

11
6. Alergi
Apakah pernah menderita hay fever, asthma, eksim. Obat-obatan,
binatang, tumbuh-tumbuhan, debu rumah
7. Obat-obat terakhir yang didapat
Nama, dosis, jadwal, lamanya, alasan pemberian.
8. Imunisasi
Polio, hepatitis, BCG, DPT, campak, sudah lengkap pada usia 3 tahun,
reaksi yang terjadi adalah biasanya demam, pemberian serum-serum
lain, gamma globulin/transfusi, pemberian tubrkulin test dan reaksinya.
9. Tumbuh Kembang
Berat waktu lahir 2, 5 Kg 4 Kg. Berat badan bertambah 150 200
gr/minggu, TB bertambah 2,5 cm / bulan, kenaikan ini terjadi sampai 6
bulan. Gigi mulai tumbuh pada usia 6-7 bulan, mulai duduk sendiri
pada usia 8-9 bulan, dan bisa berdiri dan berjalan pada usia 10-12
bulan.
3.4.1.4 Riwayat Psikososial
Anak sangat menyukai mainannya, anak sangat bergantung kepada kedua
orang tuanya dan sangat histeris jika dipisahkan dengan orang tuanya. Usia
3 tahun (toddlers) sudah belajar bermain dengan teman sebaya.
3.4.1.5 Riwayat Spiritual
Anak sudah mengenal beberapa hal yang bersifat ritual misalnya berdoa.
3.4.1.6 Reaksi Hospitalisasi
1. Kecemasan akan perpisahan : kehilangan interaksi dari keluarga dan
lingkungan yang dikenal, perasaan tidak aman, cemas dan sedih
2. Perubahan pola kegiatan rutin
3. Terbatasnya kemampuan untuk berkomunikasi
4. Kehilangan otonomi
5. Takut keutuhan tubuh
6. Penurunan mobilitas seperti kesempatan untuk mempelajari dunianya
dan terbatasnya kesempatan untuk melaksanakan kesenangannya
3.4.1.7 Aktivitas Sehari-Hari
1. Kebutuhan cairan pada usia 3 tahun adalah 110-120 ml/kg/hari
2. Output cairan :
1) IWL (Insensible Water Loss)
a. Anak : 30 cc / Kg BB / 24 jam
b. Suhu tubuh meningkat : 10 cc / Kg BB + 200 cc (suhu tubuh
36,8 oC)
2) SWL (Sensible Water Loss) adalah hilangnya cairan yang dapat
diamati, misalnya berupa kencing dan faeces. Yaitu :
a. Urine : 1 2 cc / Kg BB / 24 jam

12
b. Faeces : 100 200 cc / 24 jam
c. Pada usia 3 tahun sudah diajarkan toilet training.

3.4.1.8 Pemeriksaan Fisik


1. Tanda-tanda vital
Suhu badan : mengalami peningkatan
Nadi : cepat dan lemah
Pernafasan : frekuensi nafas meningkat
Tekanan darah : menurun
2. Antropometri
Pemeriksaan antropometri meliputi berat badan, Tinggi badan,
Lingkaran kepala, lingkar lengan, dan lingkar perut. Pada anak dengan
diare mengalami penurunan berat badan.
3. Pernafasan
Biasanya pernapasan agak cepat, bentuk dada normal, dan tidak
ditemukan bunyi nafas tambahan.
4. Cardiovasculer
Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, denyut nadi cepat dan
lemah.
5. Pencernaan
Ditemukan gejala mual dan muntah, mukosa bibir dan mulut kering,
peristaltik usus meningkat, anoreksia, BAB lebih 3 x dengan
konsistensi encer
6. Perkemihan
Volume diuresis menurun.
7. Muskuloskeletal
Kelemahan fisik akibat output yang berlebihan.
8. Integumen
lecet pada sekitar anus, kulit teraba hangat, turgor kulit jelek
9. Endokrin
Tidak ditemukan adanya kelaianan.
10. Penginderaan
Mata cekung, Hidung, telinga tidak ada kelainan
11. Reproduksi
Tidak mengalami kelainan.
12. Neorologis
Dapat terjadi penurunan kesadaran.

1) Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

13
a. Motorik Kasar
Sudah bisa naik/turun tangga tanpa dibantu, mamakai baju dengan
bantuan, mulai bisa bersepeda roda tiga.
b. Motorik Halus
Menggambat lingkaran, mencuci tangan sendiri dan menggosok
gigi
c. Personal Sosial
Sudah belajar bermain dengan teman sebayanya

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air besar
dan encer.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
menurunnya intake dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
4. Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandai dengan kerusakan pada
mukosa usus.
5. Resiko gangguan integritas kulit ditandai dengan kemerahan di sekitar
anus
6. Gangguan tidur berhubungan dengan rasa nyaman ditandai dengan sering
defekasi.
7. Cemas berhubungan dengan kondisi dan hospitalisasi pada anak.
8. Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya
informasi.

3.3 Prioritas Masalah


1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air besar
dan encer.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
menurunnya intake dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.

14
3.4 Rencana Keperawatan

Rencana Tindakan
No . Diagnosa Kep. Rasional
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
1. Kurangnya volume Setelah dilakukan perawatan 1. Observasi TTV 1. TTV bermanfaat untuk
cairan berhubungan selama 3 x 24 jam diharapkan mengetahui keadaan umum
2. Berikan cairan oral dan
dengan seringnya buang volume cairan dapat terpenuhi. pasien
parenteral sesuai dengan
2. Sebagai upaya rehidrasi
air besar dan encer.
Kriteria Hasil: program rehidrasi
untuk mengganti cairan
1. Pengisian kembali kapiler <
3. Pantau intake dan yang keluar bersama feses
dari 2 detik 3. Memberikan informasi
output.
2. Turgor elastik status keseimbangan cairan
3. Membran mukosa lembab 4. Kolaborasi pelaksanaan
untuk menetapkan
terapi definitif
kebutuhan cairan
4. Pemberian obat-obatan
secara kausal penting
setelah penyebab diare
diketahui.
2. Perubahan nutrisi Setelah dilakukan tindakan
1. Menurunkan kebutuhan
kurang dari kebutuhan keperawatan selama 3x24 jam 1. Pertahankan tirah baring dan
metabolic
tubuh berhubungan diharapkan nutrisi dapat terpenuhi.
16 pembatasan aktivitas selama

21
dengan menurunnya Kriteria Hasil fase akut. 2. Makanan ini dapat
intake dan menurunnya 1. Nafsu makan baik 2. Diskusikan dan jelaskan merangsang atau
2. Berat badan ideal sesuai dengan
absorbsi makanan dan tentang pembatasan diet mengiritasi saluran usus
usia dan kondisi tubuh
cairan. (makanan yang berserat
3. Perubahan berat badan
tinggi, berlemak dan air
yang menurun
panas atau dingin)
menggambarkan
3. Timbang BB setiap hari
peningkatan kebutuhan
kalori, protein dan
vitamin.
4. Nafsu makan dapat
dirangsang pada situasi
rileks dan menyenangkan
4. Ciptakan lingkungan yang 5. Mengistirahatkan kerja

menyenangkan selama gastrointestinal dan

waktu makan dan bantu mengatasi/mencegah

sesuai dengan kebutuhan. kekurangan nutrisi lebih


lanjut
5. Kolaborasi pemberian
17 nutrisi parenteral sesuai
indikasi(Jika diperlukan)

21
3. Nyeri (akut) Setelah dilakukan tindakan 1. Atur posisi yang nyaman 1. Menurunkan tegangan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam permukaan abdomen dan
bagi klien, misalnya dengan
hiperperistaltik, iritasi diharapkan nyeri dapat teratasi. mengurangi nyeri
fisura perirektal. Kriteria Hasil: lutut fleksi
2. Lakukan aktivitas
1. Nyeri berkurang/berhenti 2. Meningkatkan relaksasi,
2. Tidak terdapat lecet pada pengalihan untuk mengalihkan fokus
perirektal
memberikan rasa nyaman perhatian kliendan
meningkatkan
seperti masase punggung
kemampuan koping.
dan kompres hangat

abdomen
3. Bersihkan area anorektal 3. Melindungi kulit dari
keasaman feses,
dengan sabun ringan dan air
mencegah iritasi
setelah defekasi dan berikan

perawatan kulit
4. Kolaborasi pemberian obat 4. Analgetik sebagai agen
anti nyeri dan
analgetika dan atau
antikolinergik untuk
18
antikolinergik sesuai menurunkan spasme

21
indikasi traktus GI dapat diberikan
sesuai indikasi klinis

19

21
20
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit yang masih
banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu penyakit yang banyak
menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya,
kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus dimengerti.
Mary E. Muscari (2005) mengungkapkan bahwa diare merupakan pengeluaran feses
yang sering, berupa cairan abnormal, dan encer. Diare dapat digolongkan menjadi ringan,
sedang, atau berat; akut atau kronis; meradang atau tidak meradang. Gangguan ini
merupakan manifestasi dari transportasi cairan dan elektrolit yang abnormal. Lain halnya
menurut Arif Mansjoer,dkk (2000) diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari
dengan/ tanpa darah atau lendir dalam tinja. Disebabkan oleh faktor psiologi, makanan,
malabsorsi dan infeksi.

4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang penyakit diare yang terjadi pada anak-
anak dan dapat menerapkan bagaimana cara penanganan pasien dengan gangguan sel darah
putih khususnya leukimia.
4.2.2 Bagi Institusi
Diharapkan institusi dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang penyakit diare
yang terjadi pada anak-anak dan dapat lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku
tentang penyakit-penyakit serta asuhan keperawatan penyakit tersebut.
4.2.3 Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat lebih mengerti dan memahami tentang penyakit diare yang terjadi
pada anak-anak serta bagaimana penyebaran dan penularan penyakit tersebut untuk
meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.

21

Anda mungkin juga menyukai