Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Di Indonesia komplikasi kehamilan trimester pertama dalam bentuk


kehamilan ektopik tidak jarang ditemui. Kehamilan ektopik sering disebutkan
juga kehamilan di luar rahim atau kehamilan di luar kandungan. Sebenarnya
kehamilan ektopik berbeda dari kehamilan di luar rahim atau di luar
kandungan. Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang berimplantasi dan
berkembang di luar tempat yang biasa. Biasanya peristiwa implantasi zigot
terjadi di dalam rongga rahim tetapi bukan pada serviks dan kornu. Dengan
demikian kehamilan yang berkembang di dalam serviks dan atau di dalam
kornu (bagian interstisial uterus) walaupun masih bagian dari rahim adalah
kehamilan ektopik. Istilah kehamilan di luar kandungan malah jauh
menyimpang karena saluran telur, indung telur dan rahim semuanya termasuk
alat kandungan, padahal kehamilan ektopik yang terbanyak adalah kehamilan
yang terjadi di dalam saluran telur dan bahkan juga pada indung telur. Satu-
satunya kehamilan yang bisa disebut di luar kandungan adalah kehamilan
abdominal.1
Hamil di luar kandungan atau dalam istilah medis kehamilan ektopik, jika
terlambat diketahui akan membahayakan nyawa si ibu. Bayangkan saja, janin
yang seharusnya tumbuh dan berkembang di rahim ternyata tumbuh di tempat
yang bukan semestinya, yaitu di saluran tuba falopii, kornu (tanduk rahim),
atau bahkan di dalam rongga perut.1, 2
Jika kehamilan membesar, sangat mungkin organ tempat tumbuh janin itu
akan pecah dan memicu perdarahan hebat di dalam perut. Si ibu akan
mengalami anemia, pucat, lemas, mengalami sesak napas hingga pingsan. Jika
terlambat ditolong maka akan mengakibatkan kematian.1

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Yusritati
Usia : 35 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : RT. 44, Kel. Kenali Besar

Identitas Suami
Nama : Tn. Hendriono
Umur : 40 tahun
Suku/bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Alamat : RT. 44, Kel. Kenali Besar

Datang ke ruang VK Obsgyn RSUD Raden Mattaher, Tanggal 10 September


2013 pukul 13.00 WIB.

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Gerakan janin yang mulai berkurang sejak 1 bulan yang lalu.

Riwayat penyakit sekarang


Os datang dengan keluhan gerakan janin berkurang sejak 1 bulan
yang lalu. Gerakan yang awal nya ada dirasakan semakin hari semakin

2
berkurang dan menghilang. Selain itu os juga merasakan perutnya yang
awal nya membesar sekarang menjadi mengecil.
Os sudah berobat sudah berobat ke RS Abdul Manap dengan
diagnosa Kehamilan Intra Abdominal + IUFD. Karena keterbatasan alat
sehingga pasien dirujuk ke RSUD Raden Mattaher Jambi pada tanggal 10
September 2013.
Os tidak ada keluhan dalam buang air besar dan air kecil.

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), PJK (-), Malaria (-) tumor (-) Kista (-)

Riwayat penyakit Keluarga

Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), PJK (-), Malaria (-), tumor ()

Riwayat Obstetri

GPA : G3P2A0
Menarche : Umur 14 tahun
Siklus haid : teratur 28 hari
Dismenorrhea : (-)
Lama haid : 4 hari.
Riwayat Persalinan :
P1 : 1998, laki-laki, hidup dan sehat
P2 : 2003, perempuan, hidup dan sehat.
Riwayat Perkawinan : Pasien menikah satu kali, lama 14 tahun
Riwayat Kontrasepsi : pasien pernah menggunakan alat kontrasepsi
berupa suntik.

2.3 Pemeriksaan Fisik

3
Status Generalisata

Keadaan umum : Sedang


Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : TD : 120/90 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36 C
Tinggi badan : 155 cm
Berat Badan : 44 kg
Kulit : Turgor dan elastisitas baik, tidak tampak kelainan kulit
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Tidak ada sekret, tidak ada perdarahan
Hidung : Tidak ada sekret, tidak ada perdarahan
Mulut : Bibir sianosis(-), lidah kotor (-), lidah tremor (-)
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-) pembesaran KGB (-)
struma (-)

Dada
Inspeksi : Bekas luka (-), retraksi (-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Palpasi : Pengembangan dada simetris (+/+)
Vocal Fremitus (+) normal simetris
Auskultasi :
Cor : BJ1 BJ2 reguler, murmur (-) gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Cembung, membesar simetris, striae (-), venektasi (-)
Palpasi : Leopold I: T.FUT 20 cm, Leopold II: Letak lintang,
Teraba bagian keras melenting diperut kanan, Leopold
III:,Sulit dinilai, Leopold IV : Sulit dinilai
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
Anggota Gerak: Akral hangat, edema (-), varices (-)

Status Obstetrik

a. Pemeriksaan Luar
Leopold I : T.FUT 20 cm
Leopold II : Letak lintang Teraba bagian keras melenting
diperut kanan

4
Leopold III : Sulit dinilai
Leopold IV : Sulit dinilai
b. Auskultasi
DJJ :-
Frekuensi : -
Bising usus : +

c. Inspekulo :
Tidak Dilakukan

d. Pemeriksaan Dalam
Tidak Dilakukan

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
- Darah rutin (09-09-2013)
Hb : 10,3 gr/dl L
Leukosit : 8,6 103/mm3
Eritrosit : 3,82 106/mm3
Trombosit : 273 103/mm3
Hematokrit : 31,4 %

(10-09-2013)
Hb : 12,0 gr/dl
Leukosit : 9,1 103/mm3
Eritrosit : 4,34 106/mm3
Trombosit : 295 103/mm3
Hematokrit : 37,5 %

(12-09-2013)
Hb : 13,0 gr/dl
Leukosit : 19,5 103/mm3 H

5
Eritrosit : 4,53 106/mm3
Trombosit : 315 103/mm3
Hematokrit : 39,4 %

- Golongan Darah :A
- GDS : 100 g/dl
- CT : 7 Menit
- BT : 2 Menit

USG

EKG

6
Kesan EKG Normal

2.5 Diagnosa
G3P2A0 Gravida 36-37 minggu Kehamilan Intra Abdominal + IUFD

2.6 Penatalaksaan
- IVFD RL 20 gtt/menit.
- Inj. Ceftriaxone 1x1 gr.
- Rencana operasi cito Laparotomi.
- Laporan Operasi
- Pasien dalam stadium narkose, dilakukan insisi dinding perut
secara mediana.
- Dinding perut dibuka lapis demi lapis.
- Perut dibuka dilebarkan secara tajam.
- Bayi lahir dalam keadaan meninggal.
- Plasenta lengket di rektum, plasenta dilahirkan perabdominal
lengkap.
- Dinding perut ditutup lapis demi lapis.
- Tindakan selesai.

7
Intruksi post op
IVFD RL 30 gtt/menit
Ceftriaxone 3 x 1 gr
Vit c 3x2 Amp
Alinamin F 2x1
Kaltropen Supp 2x1
Inj. MTX 80 mg 1x1 selama 4 hari.
As. Folat tab 3x3 tab

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

2.8 Follow Up :
Tanggal / Jam Perjalanan Penyakit Pengobatan / Tindakan

8
12-09-2013 S: Nyeri pada luka operasi (+), - IVFD RL 20 gtt/I
- Ceftriaxone 3 x 1 gr
Flatus (-), ASI (+)
- Vit c 3x2 Amp
O: - Alinamin F 2x1
- Kaltropen Supp 2x1
- TD = 90/50 mmhg
- Inj. MTX 80 mg 1x1 IM hari
- N = 84 x/mnt
- RR = 20 x/mnt ke-1
- t = 36.5C - As. Folat 3x3 tab
- TFUT 1 jari dibawah
pusat
- Kontraksi Uterus keras
- Perdarahan (-)
- Lochea: rubra
A: P3A0 Post Op Laparotomi a/i
Kehamilan Intra Abdomen +
IUFD hari ke-I

13-09-2013 S: Nyeri pada luka operasi (+), - IVFD RL 20 gtt/I


- Ceftriaxone 3 x 1 gr
Flatus (+), ASI (+)
- Vit c 3x2 Amp
O: - Alinamin F 2x1
- Kaltropen Supp 2x1
- TD = 90/60 mmhg
- Inj. MTX 80 mg 1x1 IM hari
- N = 80 x/mnt
- RR = 18 x/mnt ke-2
- t = 36.7C - As. Folat 3x3 tab
- TFUT 1 jari dibawah
pusat
- Kontraksi Uterus keras
- Perdarahan (-)
- Lochea: rubra
A: P3A0 Post Op Laparotomi a/i
Kehamilan Intra Abdomen +
IUFD hari ke-II

14-09-2013 S: Nyeri pada luka operasi (+), - IVFD RL 20 gtt/I


- Ceftriaxone 3 x 1 gr
Flatus (+), ASI (+), Mual (+)
- Vit c 3x2 Amp
O: - Alinamin F 2x1
- Kaltropen Supp 2x1
- TD = 80/50 mmhg
- Inj. MTX 80 mg 1x1 IM hari
- N = 82 x/mnt
- RR = 20 x/mnt ke-3
- t = 36.5C - As. Folat 3x3 tab

9
- TFUT 2 jari dibawah
pusat
- Kontraksi Uterus keras
- Perdarahan (-)
- Lochea: rubra
A: P3A0 Post Op Laparotomi a/i
Kehamilan Intra Abdomen +
IUFD hari ke-III
15-09-2013 S: Nyeri pada luka operasi (+), - IVFD RL 20 gtt/I
- Ceftriaxone 3 x 1 gr
Pusing (+), ASI (+), Mual (+),
- Vit c 3x2 Amp
Muntah (+) 1x - Alinamin F 2x1
- Kaltropen Supp 2x1
O:
- Inj. MTX 80 mg 1x1 IM hari
- TD = 100/50 mmhg
ke-4
- N = 84 x/mnt
- As. Folat tab 3x3 tab
- RR = 18 x/mnt
- t = 36.6C
- TFUT 2 jari dibawah
pusat
- Kontraksi Uterus keras
- Perdarahan (-)
- Lochea: rubra
A: P3A0 Post Op Laparotomi a/i
Kehamilan Intra Abdomen +
IUFD hari ke-IV

16-09-2013 S: Nafsu makan menurun (+), - IVFD RL 20 gtt/I


- Ceftriaxone 3 x 1 gr
Mual (+)
- Vit c 3x2 Amp
O: - Alinamin F 2x1
- Kaltropen Supp 2x1
- TD = 90/50 mmhg
- As. Folat tab 3x3 tab
- N = 84 x/mnt
- RR = 18 x/mnt
- t = 36.5C
- TFUT 3 jari dibawah
pusat
- Kontraksi Uterus keras
- Perdarahan (-)
- Lochea: rubra

10
A: P3A0 Post Op Laparotomi a/i
Kehamilan Intra Abdomen +
IUFD hari ke-V

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI GENITALIA WANITA

11
Gambar 3.1 Anatomi Genitalia Wanita

A. Tuba uterine fallopii


Tuba uterine fallopii merupakan alat yang terdapat pada tepi atas
ligamentum latum, berjalan kearah lateral, mulai dari kornu uteri kanan
kiri.panjangnya 12 cm, diameter 3-8 mm. Pada tuba ini dibedakan menjadi
empat bagian :3
Pars interstitialis (intramural) : bagian tuba yang berjalan dalam dinding
uterus, mulai pada ostiuminternum tuba.
Pars isthmica : bagian tuba setelah keluar dari dinding uterus, merupakan
bagian tuba yang lurus dan sempit.
Pars ampularis : bagian tuba antara pars isthmica dan infundibulum
merupakan bagian tubae yang paling lebar dan berbentuk S.
Infundibulum : ujung dari tuba dengan umbai-umbai yang disebut fimbrae,
lubangnya disebut ostium abdominale tubae.

Fungsi tuba uterine menerima ovum dari ovarium dan merupakan


tempat terjadinya fertilisasi (biasanya diampula tubae uterine). Tuba uterine
menyediakan makanan untuk ovum yang telah difertilisasi dan membawa
ovum yang telah difertilisasi kedalam cavitas uteri. Tuba uterine merupakan
saluran yang dilalui oleh spermatozoa untuk mencapai ovum.3

12
Tuba uterine mendapatkan perdarahan dari cabang arteri iliaca interna
sedangkan arteria ovarica cabang dari aorta abdominalis. Pembuluh limf
mengikuti jalannya arteria dan bermuara ke nodi iliaci interni dan para
aortici3

Gambar 3.2 Anatomi tuba uterina

B. Uterus
Uterus merupakan organ berongga yang berbentuk buah pir dan
berdinding tebal. Pada orang dewasa muda nullipara, panjang uterus 3 inci (8
cm), lebar 2 inci (5 cm), dan tebal 1 inci (2.5 cm). Uterus terbagi menjadi
fundus, corpus, dan cervix uteri.3
Fundus uteri merupakan bagian uterus yang terletak diatas muara tuba
uterine.
Corpus uteri merupakan bagian uterus yang terletak dibawah muara tuba
uterine. Bagian bawah corpus menyempit, yang akan berlanjut sebagai
servix uteri. Cervix menembus dinding anterior vagina dan dibagi menjadi
portio supravaginalis dan portio vaginalis cervicis uteri.
Cavitas uteri berbentuk segitiga pada penampang koronal, tetapi pada
panampang sagital hanya berbentuk celah. Rongga pada cervix uteri yang
disebut canalis cervicis uteri yang berhubungan dengan rongga didalam
corpus uteri melalui histologicum uteri internum dan dengan vagina
melalui ostium uteri

13
Dinding uterus terdiri atas tiga lapisan berupa perimetrium,
myometrium dan endometrium. Letak uterus dapat berupa :3

Ante dan retroflexio uteri


Sumbu servix dan sumbu corpus uteri membentuk sudut. Jika sudut ini
membuka kedepan disebut anteflexio, jika membuak kebelakang disebut
retroflexio. 4
Ante dan Retroversio uteri
Sumbu vagina dan sumbu uterus membentuk sudut. Jika sudut ini
membuka kedepan, disebut anteversio, jika membuka kebelakang disebut
retroversion. 4
Position
Uterus biasanya tidak terletak tepat pada sumbu panggul, bisa lebih kekiri,
lebih kekanan, lebih kedepan, lebih kebelakang disebut sinistro, dextro,
antero, dorso position.4
Torsio
Letak uterus biasanya agak terputar. 4

Uterus mendapat perdarahan dari arteria ovarica dan arteri uterine

Gambar 3.3 Anatomi uterus

14
C. Ovarium
Ovarium ada dua, kiri dan kanan uterus, dihubungkan dengan uterus
oleh ligamentum ovarii proprium dan dihubungkan dengan dinding panggul
dengan perantaraan ligamentum infundibulo-pelvicum, disini terdapat
pembuluh darah untuk ovarium yaitu arteri dan vena ovarica.3,4

Gambar 3.4 Anatomi ovarium

Ovarium ini letaknya pada dinding lateral panggul dalam sebuah lekuk
yang disebut fossa ovarica waldeyeri. Ovarium terdiri dari bagian luar (cortex)
dan bagian dalam medulla.Pada korteks terdapat folikel-folikel primordial.
Pada medulla terdapat pembuluh darah, urat syaraf dan pembuluh lympha.4

3.2 KEHAMILAN NORMAL

Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui


tubafalopi menuju ke uterus. Dalam beberapa jam setelah pembuahan
terjadi,mulailah pembelahan zigot. Dalam 3 hari terbentuk kelompok sel
yangsama besarnya dan disebut stadium morula. Dalam ukuran yang sama
inihasil konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars interstitialis
tuba(bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus ke arah kavum uteri oleh
arusserta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba.
Dalamkavum uteri, hasil konsepsi mencapai stadium blastula.Blastula
dilindungioleh simpai yang disebut trofoblas, yang mampu menghancurkan

15
danmencairkan jaringan. Ketika blastula mencapai rongga rahim,
jaringanendometrium dalam keadaan sekresi. Jaringan endometrium ini
banyak mengandung sel-sel desidua.4

Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam (inner-cell mass)
akan masuk ke dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang kemudiansembuh dan
menutup lagi. Pada saat nidasi terkadang terjadi sedikitperdarahan akibat luka
desidua (tanda Hartman). Nidasi terjadi padadinding depan atau belakang
uterus (korpus), dekat pada fundus uteri.Blastula yang berimplantasi pada
rahim akan mulai tumbuh menjadi janin.4

Pada kehamilan ektopik, telur yang sudah dibuahi berimplantasi


dantumbuh di tempat yang tidak semestinya. Kehamilan ektopik paling
seringterjadi di daerah tuba falopi (98%), meskipun begitu kehamilan
ektopik juga dapat terjadi di ovarium, rongga abdomen, atau serviks.4

3.3 KEHAMILAN ABDOMINAL

3.3.1 Definisi

Kehamilan abdominal adalah bentuk kehamilan yang jarang terjadi


namun memberi risiko yang sangat tinggi baik morbiditas dan mortalitas
terhadap janin maupun ibu, keadaan ini merupakan salah satu bentuk yang
paling serius dari kehamilan ektopik.

16
Gambar 2.5 Kehamilan abdominal

3.3.2 Klasifikasi
Kehamilan abdominal ada dua macam:
Kehamilan abdominal primer dimana telur dari awal mengadakan
implantasi didalam rongga perut.
Kehamilan abdominal sekunder yang asalnya kehamilan tuba dan
setelah ruptur baru menjadi kehamilan abdominal.

Kebanyakan kehamilan abdominal adalah kehamilan abdominal


sekunder, maka biasanya plasenta terdapat pada daerah tuba, permukaan
belakang rahim dan ligamentum latum.
Walaupun adakalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup
bulan, hal ini jarang terjadi, yang lazim ialah bahwa janin mati sebelum
tercapai maturitas (bulan ke-5 atau ke-6) karena pengambilan makanan
kurang sempurna. Juga janin yang sampai cukup bulan, prognosanya
kurang baik banyak yang mati setelah dilahirkan dan juga dikatakan
bahwa banyak kelainan kongenital diantara janin-janin yang tumbuh
extrauterina.

Nasib janin yang mati intra-abdominal sebagai berikut :

Dapat terjadi pernanahan sehingga kantong kehamilan menjadi abses


yang dapat pecah melalui dinding perut atau kedalam usus atau

17
kandung kencing. Dengan nanah keluar bagianbagian janin seperti
tulang-tulang, potongan-potongan kulit, rambut dan lain-lain.
Pengapuran (kalsifikasi) : anak yang mati mengapur, menjadi keras
karena endapan-endapangaram kapur hingga berubah menjadi anak
batu (lithopaedion).
Perlemakan : janin berubah menjadi zat kuning seperti minyak kental
(adipocere)

Kalau kehamilan sampai terjadi aterm, maka timbul his, artinya


pasien merasa nyeri dengan teratur seperti pada persalinan biasa. Pada
pemeriksaan dalam ternyata bahwa pembukaan tidak menjadi besar paling-
paling sebesar 1-2 jari dan cervix tidak merata, kalau kita masukkan jari
kedalam cavum uteri maka teraba uterus yang kosong. Kalau keadaan ini
tidak lekas ditolong dengan laparotomy maka anak akhirnya mati.5-8

3.3.3 Gejala Dan Tanda

Kehamilan abdominal biasanya baru didiagnosis kalau kehamilan sudah


agak lanjut :
Segala tanda-tanda kehamilan ada tapi pada kehamilan abdominal
biasanya pasien lebih menderita, karena perangsangan peritoneum,
misalnya sering mual, muntah, obstipasi, atau diarhe dan nyeri perut
sering dikemukakan.
Pada kehamilan abdominal sekunder mungkin pasien pernah
mengalami sakit perut yang hebat disertai pusing atau pingsan ialah
waktu terjadinya rupture tubae
Tumor yang mengandung anak tidak pernah mengeras (tidak ada
kontraksi Braxton Hicks)
Pergerakan anak dirasakan nyeri oleh ibu.
Bunyi jantung anak lebih jelas terdengar.
Bagian anak lebih mudah teraba karena hanya terpisah oleh dinding
perut.
Disamping tumor yang mengandung anak kadang-kadang dapat diraba
tumor yang lainialah rahim yang membesar.

18
Pada rontgen foto perut biasanya nampak kerangka anak yang tinggi
letaknya dan berada dalam letak paksa
Pada foto lateral nampak bagian-bagian janin menutupi vertebrae ibu
Adanya souffl vaskuler medial dari spina iliaca. Souffl ini diduga
berasal dari arteria ovarica.
Kalau sudah ada his dapat terjadi pembukaan sebesar I jari dan tidak
menjadi lebih besar, kalau kita masukkan jari kita kedalam kavum uteri
maka ternyata uterus kosong.

3.3.4 Diagnosa

Untuk menentukan diagnose dilakukan percobaan sebagai berikut :5,8,9


Pitocin test :2 satuan Pitocin disuntikkan sbcutan dan tumor yang
mengandung anak dipalpasi dengan teliti. Kalau tumor terasa
mengeras maka kehamilan itu intrauterine
Kalau pembukaan tidak ada maka dapat dilakukan sondage untuk
mengetahui apakah uterus kosong dan selanjutnya dibuat rontgens foto
dengan sonde didalam Rahim
Dibuat hysterografi dengan memasukkan liplodol kedalam cavum uteri

3.3.5 Terapi

Jika diagnosa sudah ditentukan maka kehamilan abdominal harus


dioperasi secepat mungkin, mengingat bahaya-bahayanya seperti
perdarahan, ileus, lagi pula prognosa untuk anak kurang baik jadi kurang
baik manfaatnya untuk menunda operasi untuk kepentingan anak kecuali
pada keadaan-keadaan yang tertentu. Yang dituju pada operasi ialah
melahirkan anak saja, sedangkan plasenta biasanya ditinggalkan.
Melepaskan placenta dari dasarnya pada kehamilan abdominal
menimbulkan perdarahan hebat, karena plasenta melekat pada dinding yang
tidak kontraktil.

19
Plasenta yang ditinggalkan lambat laun akan diresorpsi, mengingat
kemungkinan perdarahan yang hebat, persediaan darah harus cukup.

3.4 KEMATIAN JANIN

3.4.1 Definisi

Menurut WHO dan The American Collg of Obstetrican and


Gyncologists yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam
rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam
rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan
hasil akhir dari gangguan janin, gawat janin atau infeksi.9,10

3.4.2 Diagnosis

Riwayat dan pemeriksaan fisik sangat terbatas nilainya dalam


membuat diagnosis kematian janin. Umumnya penderita hanya mengeluh
gerakan janin berkurang. Pada pemeriksaan fisik tidak terdengar denyut
jantung janin. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan
ultrasonografi, dimana tidak tampak adanya gerakan janin.

Pada anamnesis gerakan menghilang. Pada pemeriksaan


pertumbuhan janin tidak ada, yang terlihat pada tinggi fundus uteri
menurun, berat badan ibu menurun, dan lingkaran perut ibu mengecil.

Dengan fetoskopi dan doppler tidak dapat didengar adanya bunyi


jantung janin. Dengan sarana penunjang diagnostik lain yaitu USG,
tampak gambaran janin tanpa tanda kehidupan. Dengan foto radiologik
setelah 5 hari tampak tulang kepala kolaps, tulang kepala saling tumpang
tindih (gejala spalding) tulang belakang hiperfelksi, dimana sekitar
tulang kepala, tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah.
Pemeriksaan hCG urin menjadi negatif setelah beberapa hari kematian
janin. Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu atau keluarga,
apalagi bila waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama.

20
Bila terjadi ketuban pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila
kematian janin lebih dari 2 minggu.9,10

3.4.3 Etiologi

Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian


janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal atau kelainan patologik
plasenta.9,10

Faktor maternal antara lain adalah


Post term (> 42 minggu), diabetes mellitus tidak terkontrol, sistemik
lupus eritematosus, infeksi, hipertensi, ruptura uteri, antifosfolipid
sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.
Faktor fetal antara lain adalah
Hamil kembar, hamil tumbuh terhambat, kelainan kongenital, kelainan
genetik, infeksi.
Faktor plasenta antara lain
Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa
previa.
Sedangkan faktor risiko terjadinya kematian janin intrauterin
meningkat pada usia ibu > 40 tahun, pada ibu infertil,
kemokonsentrasi pada ibu, riwayat bayi dengan berat badan lahir
rendah, infeksi ibu (ureplasma urealitikum), kegemukkan, ayah
berusia lanjut.

Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan


otopsi janin dan pemeriksaan plasenta selaput. Diperlukan evaluasi secara
komprehensif untuk mencari penyebab kematian janin termasuk analisis
kromosom, kemungkinan terpapar infeksi untuk mengantisipasi kehamilan
selanjutnya.9,10

Pengelolaan kehamilan selanjutnya bergantung pada penyebab


kematian janin. Meskipun kematian janin berulang jarang terjadi, demi
kesejahteraan keluarga, pada kehamilan berikutnya diperlukaan
pengelolaan yang lebih ketat tentang kesejahteraan janin.9,10

21
Pemantauan kesejahteraan janin dapat dilakukan dengan
anamnesis, ditanyakan aktivitas gerakan janin pada ibu hamil, bila
mencurigakan dapat dilakukan pemeriksaan kardiotokografi.9,10

3.4.4 Pengelolaan

Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, penderita segera


diberi informasi. Diskusikan kemungkinan penyebab dan rencana
penatalaksanaannya. Rekomendasikan untuk segera diintervensi.9,10

Bila kematian janin lebih dari 3-4 minggu kadar fibrinogen


menurun dengan kecenderungan terjadinya koagulopati. Masalah menjadi
rumit bila kematian janin terjadi pada salah satu dari bayi kembar.9,10

Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, dilakukan


pemeriksaan tanda vital ibu. dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi
pembekuan dan gula darah. diberikan KIE pada pasin dan keluarga tentang
kemungkinan penyebab kematian janin. Rencana tindakan, dukungan
mental emosional pada penderita dan keluarga, yakinkan bahwa
kemungkinan lahir pervaginam.9,10

Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2


minggu, umumnya tanpa komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif
dengan induksi persalinan dengan oksitosin atau misoprostol. Tindakan
perabdominam bila janin letak lintang. Induksi dengan uterus pascaseksio
sesarea ataupun miomektomi, bahaya terjadinya ruptur uteri.9,10

Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan, misoprostol


secara vaginal (50-100 g tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada
kehamilan di atas 28 minggu dosis misoprostol 25g pervaginam/6 jam.9,10

22
Setelah bayi lahir dilakukan ritual kagamaan merawat bayi
bersama keluarga. idealnya pemeriksaan otopsi atau patologi plasenta akan
membantu mengungkap penyebab kematian janin.9,10

3.4.5 Pencegahan

Upaya mencegah kematian janin, khusunya yang sudah atau


mendekati atrem adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak
bergerak, atau gerakan janin terlalu keras perlu dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gemelli dengan
T+T (twin to twin transfusion) pencegahan dilakukan dengan koagulasi
pembuluh anastomosis.9,10

23
BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan atas dasar anamnesis,


pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologi dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis diketahui bahwa pasien Ny. Y, 35 tahun datang dengan
keluhan gerakan janin berkurang sejak 1 bulan yang lalu. Gerakan yang
awal nya ada dirasakan semakin hari semakin berkurang dan menghilang.
Selain itu os juga merasakan perutnya yang awal nya membesar sekarang
menjadi mengecil. Os sudah berobat sudah berobat ke RS Abdul Manap
dengan diagnosa Kehamilan Intra Abdominal + IUFD. Karena
keterbatasan alat sehingga pasien dirujuk ke RSUD Raden Mattaher Jambi
pada tanggal 10 September 2013. Os tidak ada keluhan dalam buang air
besar dan air kecil.
Adanya keluhan gerakan janin berkurang dan dirasakan semakin
hari semakin berkurang dan menghilang dipikirkan sebagai kematian
janin. Gejala lain yang mendukung adalah pasien merasakan bahwa
perutnya yang awal nya membesar sekarang menjadi mengecil.
Status generalis dalam batas normal. Pada status ginekologis
ditemukan leopold I tinggi fundus uteri 20 cm, leopold II letak lintang,
teraba bagian keras melenting diperut kanan, leopold III dan leopold IV
sulit dinilai. Pada Auskultasi DJJ tidak terdengar lagi.

24
Pada pemeriksaan penunjang hasil laboratorium dalam batas
normal dan dari pemeriksaan USG didapatkan kehamilan intra abdominl.
Rencana terapi pada pasien ini sudah tepat yaitu dilakukan operasi
Laparotomi atas indikasi kehamilan intra abdominal dengan letak lintang
dan IUFD. Karena pada kasus seperti ini tindakan yang lebih tepat
dilakukan adalah dengan operasi, dibandingkan lahir dengan pervaginam.
Semua kriteria telah memenuhi indikasi untuk dilakukan laparotomi.
Pengobatan post op pada pasin ini diberikan Ceftriaxone 3 x 1 gr,
Vitamin C 3x2 Amp, Alinamin F 2x1, Kaltropen Supp 2x1, As. Folat tab
3x3 dan MTX 80 mg 1x1 selama 4 hari. Tujuan pemberian MTX pada
kasus ini dikarenakan pada saat oprasi ditemukan plasenta menempel pada
rektum, sehigga diharapkan dengan pemberian MTX jika terdapat sisa-
sisa plasenta dapat diresorpsi dan tidak berkembang menjadi keganasan.
Edukasi sangat penting pada pasien ini. Pada pasien perlu
diberikan edukasi mengenai pemeriksaan kehamilan berkala (ANC) saat
diketahui awal permulaan kehamilan. ANC dapat dilakukan ditempat-
tempat seperti Pukesmas, Klinik Bersalin, Rumah Sakit atau tempat-
tempat pelayanan kesehatan lainnya.
Prognosis pada pasien ini adalah bonam karena pada pasien ini
sudah dilakukam penanganan yang tepat.

25
BAB V

KESIMPULAN

Kehamilan abdominal adalah bentuk kehamilan yang jarang terjadi


namun memberi risiko yang sangat tinggi baik morbiditas dan mortalitas
terhadap janin maupun ibu, keadaan ini merupakan salah satu bentuk
yang paling serius dari kehamilan ektopik.
Kehamilan abdominal ada dua macam yaitu kehamilan abdominal primer
dimana telur dari awal mengadakan implantasi didalam rongga perut.
Dan kehamilan abdominal sekunder yang asalnya kehamilan tuba dan
setelah ruptur baru menjadi kehamilan abdominal.
Kehamilan abdominal biasanya baru didiagnosis kalau kehamilan sudah
agak lanjut adalah segala tanda-tanda kehamilan ada tapi pada kehamilan
abdominal biasanya pasien lebih menderita, karena perangsangan
peritoneum, misalnya sering mual, muntah, obstipasi, atau diarhe dan
nyeri perut sering dikemukakan. Pada kehamilan abdominal sekunder
mungkin pasien pernah mengalami sakit perut yang hebat disertai pusing
atau pingsan ialah waktu terjadinya rupture tubae, tumor yang
mengandung anak tidak pernah mengeras (tidak ada kontraksi Braxton
Hicks), pergerakan anak dirasakan nyeri oleh ibu, bunyi jantung anak
lebih jelas terdengar, bagian anak lebih mudah teraba karena hanya
terpisah oleh dinding perut, disamping tumor yang mengandung anak
kadang-kadang dapat diraba tumor yang lainialah rahim yang membesar,
pada rontgen foto perut biasanya nampak kerangka anak yang tinggi

26
letaknya dan berada dalam letak paksa, pada foto lateral nampak bagian-
bagian janin menutupi vertebrae ibu, adanya souffl vaskuler medial dari
spina iliaca. Souffl ini diduga berasal dari arteria ovarica, kalau sudah
ada his dapat terjadi pembukaan sebesar I jari dan tidak menjadi lebih
besar, kalau kita masukkan jari kita kedalam kavum uteri maka ternyata
uterus kosong.
Jika diagnosa sudah ditentukan maka kehamilan abdominal harus
dioperasi secepat mungkin mengingat bahaya-bahayanya seperti
perdarahan, ileus, lagi pula prognosa untuk anak kurang baik jadi kurang
baik manfaatnya untuk menunda operasi untuk kepentingan anak kecuali
pada keadaan-keadaan yang tertentu.
Kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan
500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20
minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan
janin, gawat janin atau infeksi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan Anamnesis Umumnya penderita
hanya mengeluh gerakan janin berkurang. Pada pemeriksaan fisik tidak
terdengar denyut jantung janin. terlihat pada tinggi fundus uteri menurun,
berat badan ibu menurun, dan lingkaran perut ibu mengecil. Penunjang
diagnostik yaitu USG Tampak gambaran janin tanpa tanda kehidupan.
Foto radiologik setelah 5 hari Tampak tulang kepala kolaps, tulang
kepala saling tumpang tindih (gejala spalding) tulang belakang
hiperfelksi, dimana sekitar tulang kepala, tampak gambaran gas pada
jantung dan pembuluh darah. Pemeriksaan hCG urin menjadi negatif
setelah beberapa hari kematian janin.
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan ginekologi dan pemeriksaan penunjang G3P2A0
Gravida 36-37 minggu Kehamilan Intra Abdominal + IUFD.
Rencana terapi pada pasien ini sudah tepat yaitu dilakukan operasi
Laparotomi atas indikasi kehamilan intra abdominal dengan letak lintang
dan IUFD. Karena pada kasus seperti ini tindakan yang lebih tepat
dilakukan adalah dengan operasi, dibandingkan lahir dengan pervaginam.
Semua kriteria telah memenuhi indikasi untuk dilakukan laparotomi.

27
Pengobatan post op pada pasin ini diberikan Ceftriaxone 3 x 1 gr,
Vitamin C 3x2 Amp, Alinamin F 2x1, Kaltropen Supp 2x1, As. Folat tab
3x3 dan MTX 80 mg 1x1 selama 4 hari. Tujuan pemberian MTX pada
kasus ini dikarenakan pada saat oprasi ditemukan plasenta menempel
pada rektum, sehigga diharapkan dengan pemberian MTX jika terdapat
sisa-sisa plasenta dapat diresorpsi dan tidak berkembang menjadi
keganasan.
Edukasi sangat penting pada pasien ini. Pada pasien perlu diberikan
edukasi mengenai pemeriksaan kehamilan berkala (ANC) saat diketahui
awal permulaan kehamilan. ANC dapat dilakukan ditempat-tempat
seperti Pukesmas, Klinik Bersalin, Rumah Sakit atau tempat-tempat
pelayanan kesehatan lainnya.
Prognosis pada pasien ini adalah bonam karena pada pasien ini sudah
dilakukam penanganan yang tepat.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta; Bina Pustaka Sarwono


Prowirohardjo; 2009. P 474-487
2. Stulberg DB, Cain RL, Dahlquist I, Lauderdale DS. Ectopic pregnancy rates
in the Medicaid population. American Journal of Obstetrics &Gynecology
APRIL 2013,208:274.e1-7.
3. Snell RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC; 2006.
Hal.354-359
4. Sastrawinata S. Obstetri Fisiologi. Bandung: FK Unpad; 1981. Hal .49-
69
5. Wiknjosastro H. Ilmu bedah kebidanan. Jakarta; Bina Pustaka Sarwono
Prowirohardjo; 2007. P 198-210
6. Wiknjosastro H. Ilmu bedah kebidanan. Jakarta; Bina Pustaka Sarwono
Prowirohardjo; 2009. P 250-261
7. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bandung: FK Unpad;1 981. P 21-36
8. Sastrawinata S. Obstetri Fisiologi. Bandung: FK Unpad; 1981. Hal .49-
69
9. Cunningham, Leveno, Hauth B, rouse, Spong. Obstetri Williams. Jakarta:
EGC; 2013.Hal 1200
10. Sarwono prawirohardjo, S. Kematian Janin dalam buku ajar ilmu kebidanan.
Editor: Rachimhadhi T. Jakarta; 2008: Yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo. Hal.733-735

29

Anda mungkin juga menyukai