TETANUS
A. Pengertian
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak
eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan
sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular (neuro muscular jungtion) dan saraf
autonom. (Smarmo 2010).
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh tetonospamin yang di produksi oleh
clostridium tetani yang menginfeksi system urat saraf dan otot sehingga otot menjadi kaku.
(Gardjito, Widjoseno 2011).
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme,
yang disebabkan oleh tetanuspasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkanoleh
Clostridium tetani. Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus termasuk di dalamnyatetanus
neonatorum, tetanus generalisata dan gangguan neurologis loka. (Aru W. Sudoyo,2011).
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium
tetanibermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh
badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot massater dan otot-otot rangka.
(Sjaifoellah Noer, 2013).
1. Tetanus local: Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan
spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu
dan menghilang.
2. Tetanus sefalik: Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari terjadi
sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf
III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus umum.
3. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk, nyeri
tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus), disfagia. Timbul
kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada
mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh
periode relaksasi.
4. Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak
ditanggani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi secara
adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.
B. Penyebab
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob,
Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke
dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi) (Brennen U. 2012).
Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya
adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme)
(Perlstein D. 2010)
Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan
dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah,
lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan
atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan (Parry CM,
dkk. 2010).
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif.
Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran
darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti
pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klonis yang ditimbulakan dari toksin tersebut adalah
dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang tidak
terkontrol. Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak)
pada voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena
biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh
kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi (Martinko JM, dkk. 2012).
2. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi mengkerut,
mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar kebawah.
3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung, otot
leher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat menyebabkan
tubuh melengkung seperti busur.
4. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan
5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi
setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena sinar yang
kuat.
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan akibat kejang yang terus-
menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian.
1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka mulut
(trismus)
a. Otot leher
b. Otot dada
4. Iritabilitas
5. Demam
1. Keringat berlebihan
2. Sakit menelan
D. Patofisiologi
Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui luka dalam bentuk
spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif yang menghasilkan
tetanospasmin pada keadaan tekanan oksigen rendah, nekrosis jaringan atau berkurangnya
potensi oksigen.
Masa inkubasi dan beratnya penyakit terutama ditentukan oleh kondisi luka. Beratnya
penyakit terutama berhubungan dengan jumlah dan kecepatan produksi toksin serta jumlah
toksin yang mencapai susunan saraf pusat. Faktor-faktor tersebut selain ditentukan oleh kondisi
luka, mungkin juga ditentukan oleh strain Clostridium tetani. Pengetahuan tentang patofisiologi
penyakit tetanus telah menarik perhatian para ahli dalam 20 tahun terakhir ini, namun
kebanyakan penelitian berdasarkan atas percobaan pada hewan.
Toksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan berbagai cara, sebagai
berikut :
1. Masuk ke dalam otot
Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka, kemudian ke otot-otot
sekitarnya dan seterusnya secara ascenden melalui sinap ke dalam susunan saraf pusat.
Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem limfatik, namun dapat pula
melalui sistem kapiler di sekitar luka. Penyebaran melalui pembuluh darah merupakan cara
yang penting sekalipun tidak menentukan beratnya penyakit. Pada manusia sebagian besar
toksin diabsorbsi ke dalam pembuluh darah, sehingga memungkinkan untuk dinetralisasi atau
ditahan dengan pemberian antitoksin dengan dosis optimal yang diberikan secara intravena.
Toksin tidak masuk ke dalam susunan saraf pusat melalui peredaran darah karena sulit untuk
menembus sawar otak. Sesuatu hal yang sangat penting adalah toksin bisa menyebar ke otot-
otot lain bahkan ke organ lain melalui peredaran darah, sehingga secara tidak langsung
meningkatkan transport toksin ke dalam susunan saraf pusat.
Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf, secara retrograd toksin
mencapai SSP melalui sistem saraf motorik, sensorik dan autonom. Toksin yang mencapai
kornu anterior medula spinalis atau nukleus motorik batang otak kemudian bergabung
dengan reseptor presinaptik dan saraf inhibitor. (Parry CM, dkk. 2013).
E. Diagnosis
1. Riwayat dan temuan secara fisik
Kenaikan tonus otot skelet: trismus, kontraksi otot-otot kepala/wajah dan mulut, perut
papan
2. Pemeriksaan laboratorium
Kultur luka (mungkin negative)
Test tetanus anti bodi
3. Tes lain untuk menyingkirkan penyakit lain seperti meningitis, rabies, epilepsy dll
F. Pemeriksaan penunjang
- EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi ventrikuler
(Torsaderde pointters)
- Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar fosfat
dalam serum meningkat.
- Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan atau
basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
G. Penatalaksanaan
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a. hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus barier
darah-otak
b. Pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat clostridium: luka paku
berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat dirawat, luka tembak, luka yang terdapat
diregio leher dan muka, dan luka-luka tusuk atau gigitan yang dalam) yaitu sebanyak
1500 IU 4500 IU
ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh kuman tetanus tetapi
untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan clostridium tetani disekitar luka yang
kemudian menyebar melalui sirkulasi menuju otak.
Untuk terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu:
- Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
- IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kiri)
- IM di region gluteal 10.000 IU
2. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka (jaringan
nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk berkembang biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV) selama 10 hari
c. Alternatif
Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat dihentikan
dengan membasmi kuman tersebut.
3. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
- Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk optimum
level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera bila dirangsang
- Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
- Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam:
mungkin 2-6 minggu
4. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi.
Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain berfungsi untuk
mencegah atropi saluran cerna.
e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin.
H. Komplikasi
1. Hipertensi
2. Kelelahan
3. Asfiksia
4. Aspirasi pneumonia
5. Fraktur dan robekan otot
I. Pencegahan
1. Imunisasi tetanus
Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selama 10 tahun setelah suntukan
a. DPT vaksin pada bayi dan anak-anak
b. Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja dan dewasa.
Ada juga yang menganjurkan dilakukan imunisasi setiap interval 5 tahun
2. Membersihkan semua jenis luka setelah injuri terjadi, sekecil apapun.
3. Melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya
J. Masalah keperawatan
Arif, Hardi. 2013.Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis& nanda nic noc
jilid 1. Media Action publishing. Yogyakarta
http://health.yahoo.com/ency/adam/00615.last diakses pada tanggal 12 September 2015
http://www.nfid.org/factsheets/tetanusadult.html. diakses pada tanggal 12 September 2015
Komite medik RSUP Dr. Sardjito, 2010. Standar Pelayanan Medis, Edisi 2, Cetakan I, Medika
FK UGM, Yogyakarta
Mc Closkey, Joanne C and Bulechek, Gloria M, 2010, Nursing Intervention Classification
(NIC), Second edition, Mosby Year Book Inc, St. Louis
Nanda, 2013, Nursing Diagnosis: Definitions & Classification 2012-2013, Ed-, United States
of America
Sudoyo Aru, dkk. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 1, 2, 3, edisi keempat. Internal
Publising. Jakarta
Sumarmo, herry. 2011. Buku ajar nfeksi dan pediatric tropis edisi kedua.IDAI. Jakarta.