Anda di halaman 1dari 27

N PROFESIONALISME

O
1 Kode Etik Penelitian
Etika berasal dari bahasan Yunani Ethos, yaitu kebiasaan dan peraturan perilaku yang berlaku
dalam masyarakat, refleksi filsafati atas moralitas masyarakat.

1 PRINSIP ETIKA PENELITIAN


.
a. Menghormati harkat dan martabat manusia

Peneliti perlu mempertimbangkan hak hak responden untuk;

Mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian

Memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk


berpartisipasi dalam kegiatan penelitian

Oleh karena itu, peneliti harus mempersiapkan formulir persetujuan responden


(informed consent).

b. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian

Penelitian akan memberikan akibat terbukanya informasi individu, termasuk


informasi yang bersifat pribadi. Tidak semua orang menginginkan informasinya
diketahui oleh orang lain, sehingga peneliti perlu memperhatikan privasi dan
kebebasan individu tersebut.

Peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas responden,


baik nama maupun alamat dalam kuesioner/alat ukur. Peneliti dapat menggunakan
koding (inisial atau nomor identitas responden).

c. Menghormati keadilan dan inklusivitas

Prinsip keadilan mempunyai makna keterbukaan dan adil. Penelitian harus


dilakukan secara jujur, hati hati, profesional, berperikemanusiaan, dan
memperhatikan faktor-faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas,
psikologis, serta perasaan religius responden.

Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan penelitian membagikan


keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan, kemampuan,
kontribusi, dan pilihan bebas masyarakat. Misalnya dalam prosedur penelitian,
peneliti mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak responden untuk
mendapatkan perlakuan yang sama, baik sebelum, selama, maupun sesudah
berpartisipasi dalam penelitian.

d. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

Peneliti harus melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian


agar hasilnya bermanfaat semaksimal mungkin bagi responden dan dapat
digeneralisasikan di tingkat populasi. Peneliti juga harus meminimalisasi dampak
yang merugikan responden.

2
. INFORMED CONSENT

Yaitu suatu lembar persetujuan yang diberikan oleh peneliti kepada responden
untuk menjalankan suatu kegiatan atau tindakan yang berhubungan dengan
penelitian.

Isi Informed Consent yaitu;

Penjelasan manfaat penelitian

Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan

Penjelasan manfaat yang akan didapatkan

Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subyek


berkaitan dengan prosedur penelitian

Persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja

Jaminan anonimitas dan kerahasiaan


3
. STANDAR ETIK PENELITIAN KESEHATAN

Deklarasi Helsinki memuat prinsip etika, dimana kepentingan subyek harus


diatas kepentingan lain, berarti harus diperhatikan. Seorang dokter harus bertindak
demi kepentingan pasiennya, dan tidak dapat melakukan tindakan yang merugikan
pasien. Terdapat dua pernyataan yang merupakan kunci suatu penelitian yang
menggunakan manusia sebagai subyek, yaitu:
1. Kepentingan individu subjek harus diberi prioritas dibandingkan dengan
komunitas.

2. Setiap subjek dalam penelitian klinis harus mendapatkan pengobatan terbaik


yang ada.

Pada Declaration of Helsinki ditetapkan bahwa selain diperlukan informed


consent dari subjek penelitian, diperlukan juga ethical clearance yang dikeluarkan
oleh Komisi Etik. Declaration of Helsinki juga mengatur tentang pemanfaatan
hewan percobaan dalam penelitian kesehatan dengan memperhatikan kesejahteraan
hewan percobaan.
2 Aspek Bioetik
bioetika atau etika biologi didefinisikan sebagai penyelidikan kritis tentang dimensi-dimensi
moral dari pengambilan keputusan dalam konteks berkaitan dengan kesehatan dan dalam
konteks yang melibatkan ilmu-ilmu biologis. Ada 4 prinsip basik etika (bioetik) diantaranya:

1. Otonomi (Autonomy)

Prinsip otonomi adalah suatu bentuk kebebasan bertindak dimana seorang dokter
mengambil keputusan sesuai dengan rencana yang ditentukan sendiri. Dalam prinsip ini,
dokter diharapkan dapat menghormati martabat manusia. Pertama, setiap pasien harus
diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri
sendiri). Kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan
perlindungan. Ciri-cirinya antara lain:

a. Menghargai hak menentukan nasib sendiri


b. Berterus terang
c. Menghargai privasi pasien
d. Menjaga rahasia
e. Melaksanakan informed consent

2. Tidak merugikan (Non-maleficence)

Prinsip ini merupakan suatu cara teknis untuk menyampaikan bahwa seorang dokter
berkewajiban tidak mencelakakan orang lain. Bila seorang dokter tidak bisa berbuat baik
kepada seseorang, maka sekurang-kurangnya dokter wajib untuk tidak merugikan orang
lain. Ciri-cirinya antara lain:

a. Menolong pasien emergensi


b. Mencegah pasien dari bahaya lebih lanjut
c. Manfaat pasien lebih besar dari kerugian dokter

3. Berbuat baik (Beneficence)


Prinsip berbuat baik merupakan segi positif dari prinsip tidak merugikan. Kewajiban
berbuat baik menuntut bahwa seorang dokter harus membantu orang lain dalam memajukan
kepentingan mereka. Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus
mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare).
Beneficence terbagi atas dua macam, yaitu

1) General beneficence, misalnya:


a. Melindungi dan mempertahankan hak yang lain
b. Mencegah terjadinya kerugian pada yang lain
c. Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain
2) Spesific beneficence, misalnya:
a. Menolong orang cacat
b. Menyelamatkan orang dari bahaya

Ciri-ciri beneficence antara lain:

a. Alturisme (tanpa pamrih, rela berkorban)


b. Manfaat lebih besar dari kerugian
c. Menghargai hak pasien
d. Menghargai hak pasien
e. Golden rule principle

4. Keadilan (Justice)

Prinsip keadilan mempunyai makna proporsional, sesuai dengan fungsi dan


kebutuhannya. Jenis keadilan antara lain:

1) Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)


2) Distributif (membagi sumber)
Kebaikan membagikan sumber-sumber kenikmatan dan beban bersama, dengan cara
merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani dan rohani.
3) Sosial
Kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
4) Hukum (umum)
Pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama)
mencapai kesejahteraan umum.

Ciri-ciri justice antara lain:

a. Memberlakukan secara universal


b. Menghargai hak sehat pasien
c. Tidak membedakan pelayanan kesehatan yang diberikan

3 Metode Komunikasi
Jenis Komunikasi dibagi menjadi 2:
1. Komunikasi Verbal
adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol atau kata-kata baik yang
dinyatakan secara lisan maupun secara tertulis.
2. Komunikasi nonverbal
adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata seperti
komunikasi yang menggunakan gerakan tubuh, sikap tubuh, vokal yang bukan kata-
kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak dan sentuhan.

Secara kontekstual
1. Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi yang dilakukan pada diri sendiri. Bertujuan untuk memotivasi atau
instropeksi diri.
2. Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication)
Adalah komunikasi antar perorangan dan bersifat pribadi, baik terjadi secara langsung
(tanpa medium) atau tidak langsung (melalui medium).
3. Komunikasi kelompok (group communication)
Menfokuskan pembahasannya pada interaksi diantara orang-orang dalam kelompok
kecil.
4. Komunikasi organisasi (organizational communication)
Menunjuk pada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan
organisasi. Komunikasi organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi formal dan
informal serta bentukbentuk komunikasi pribadi dan kelompok.
5. Komunikasi massa (mass communication)
Adalah komuniksi melalui media massa yang ditujukan kepada halayak besar. Proses
komunikasi massa melibatkan aspek-aspek komunikasi intra pribadi, komunikasi antar
pribadi, komunikasi kelompok dan komunikasi organisasi.
4 Metode Pengumpulan Data

Sedangkan macam-macam SKALA PENGUKURAN DATA dapat berupa :

1. Skala Nominal
Adalah skala yang hanya mendasarkan pada pengelompokan atau pengkategorian peristiwa
atau fakta dan apabila menggunakan notasi angka hal itu sama sekali tidak menunjukkan
perbedaan kuantitatif melainkan hanya menunjukkan perbedaan kualitatif.
Ciri-ciri Skala NOMINAL:
1. Hasil penghitungan tidak dijumpai bilangan pecahan
2. Angka yang tertera hanya label saja
3. Tidak mempunyai urutan (ranking)
4. Tidak mempunyai ukuran baru
5. Tidak mempunyai nol mutlak
6. Tes statistik yang digunakan adalah statistik non parametrik.

2. Skala Ordinal
Adalah pengukuran di mana skala yang dipergunakan disusun berdasarkan atas jenjang
dalam atribut tertentu sehingga penyusunannya disusun secara terurut dari yang rendah
sampai yang tinggi menurut suatu ciri tertentu, namun antara urutan (ranking) yang satu
dengan yang lainnya tidak mempunyai jarak yang sama.
Adapun cirri dari skala ordinal adalah :
a. Kategori data bersifat saling memisah
b. Kategori data mempunyai aturan yang logis
c. Kategori data ditentukan skalanya berdasarkan jumlah karakteristik khusus yang
dimilikinya

3. Skala Interval
Adalah skala pengukuran di mana jarak satu tingkat dengan tingkat lainnya sama, oleh
karena itu skala interval dapat juga disebut skala unit yang sama (equal unit scale).
Adapun ciri-ciri skala interval adalah :
a. Kategori data bersifat saling memisah
b. Kategori data bersifat logis
c. Kategori data ditentukan skalanya berdasarkan jumlah karakteristik khusus yang
dimilikinya
d. Perbedaan karakteristik yang sama tergambar dalam perbedaan yang sama dalam jumlah
yang dikenakan pada kategori
e. Angka nol hanya menggambarkan suatu titik dalam skala (tidak punya nilai nol absolut).

4. Skala Ratio
Merupakan skala pengukuran yang mempunyai nilai NOL MUTLAK dan mempunyai
jarak yang sama. Skala interval yang benar-benar memiliki nilai nol mutlak disebut skala
rasio, dengan demikian skala rasio menunjukkan jenis pengukuran yang sangat jelas dan
akurat (precise).
Adapun ciri-ciri dari skala rasio adalah :
a. Kategori data bersifat saling memisah
b. Kategori data mempunyai aturan yang logis
c. Kategori data ditentukan skalanya berdasarkan jumlah karakteristik khusus yang
dimilikinya
d. Perbedaan karakteristik yang sama tergambar dalam perbedaan yang sama dalam jumlah
yang dikenakan pada kategori
e. Angka nol menggambarkan suatu titik dalam skala yang menunjukkan ketiadaan
karakteristik (punya nilai nol absolut).

5 Angka Kelahiran
Tingkat kelahiran (fertilitas) adalah tingkat pertambahan jumlah anak atau tingkat kelahiran
bayi pada suatu periode tertentu. Tingkat kelahiran bayi dapat dihitung dengan dua cara, yaitu:

1 Angka Kelahiran Kasar


. Angka kelahiran kasar atau Crude Birth Rate (CBR) menunjukkan jumlah bayi yang
lahir setiap 1.000 penduduk dalam satu tahun. Untuk mencari angka kelahiran kasar
digunakan rumus sebagai berikut.

Di mana:
CBR = angka kelahiran kasar
L = jumlah kelahiran selama satu tahun
P = jumlah penduduk pertengahan tahun

Angka kelahiran kasar digolongkan menjadi tiga, yaitu:


1. Golongan tinggi, apabila jumlah kelahiran lebih dari 30.
2. Golongan sedang, apabila jumlah kelahiran antara 20 - 30.
3. Golongan rendah, apabila jumlah kelahiran kurang dari 20.
2 Angka Kelahiran Umum
. Angka kelahiran umum atau General Fertility Rate (GFR) adalah banyaknya kelahiran
tiap 1.000 wanita yang berusia 15 - 49 tahun pada pertengahan tahun.
Angka kelahiran umum dapat diketahui dengan rumus.

Di mana:
GFR = General Fertility Rate (Angka Kelahiran Umum)
L = banyaknya kelahiran selama satu tahun
W(15 - 49) = banyaknya penduduk wanita yang berumur 15 - 49 tahun

3 Angka Keahiran Khusus


. Angka kelahiran khusus atau Age Spesific Birth Rate (ASBR) menunjukkan banyaknya
bayi lahir setiap 1.000 orang wanita pada usia tertentu dalam waktu satu tahun. Untuk
mengetahui ASBR digunakan rumus sebagai berikut.

Di mana:
ASBR = angka kelahiran dari wanita pada umur tertentu
Lx = jumlah kelahiran dari wanita pada kelompok umur ter- tentu
Px = jumlah wanita pada kelompok umur tertentu
N ORTHODONTI
O
1 Klasifikasi Maloklusi
Etika berasal dari bahasan Yunani Ethos, yaitu kebiasaan dan peraturan perilaku yang berlaku
dalam masyarakat, refleksi filsafati atas moralitas masyarakat.

1 Klasifikasi angel
.
a. Class I
mesiobukal cusp dari M1 permanen maksila menutupi grove bukal dari
M1 permanen mendibula dan mesio lingual cusp M1 maksila menutupi fossa
oclusal dari M1 permanen mandibula ketika rahang diistirahatkan.

b. Class II
Cusp mesiobukal M1 permanen maksila menutupi antara cusp mesio
bukal M1 mandibula permanen dan aspek distal dari P1 mandibula. Juga
mesiolingual cusp M1 permanen maksila menutupi mesiolingual cusp dari M1
permanen mandibula.
Angle membagi class II maloklusi dalam 2 divisi dan 1 subdivisi
berdasarkan angulasi labiolingual dari maksila, yaitu ;
1) Class II divisi I
Dengan relasi Molar terlihat seperti tipe kelas II, gigi insisivus maksila
labio version.
2) Class II divisi II
Dengan relasi molar terlihat seperti tipe kelas II, Insisivus maksila
mendekati normal secara anteroposterior atau secara ringan dalam
linguoversion sedangakan I2 maksila tipped secara labial atau mesial.
3) Class II subdivisi
Saat relasi kelas II molar, terjadi pada satu sisi pada lengkung dental.
c. Class III
Lengkung dan badan mandibula berada pada mesial lengkung maksila
dengan cusp mesiobukal M1 permanen maksila beroklusi pada ruang interdental
di antara ruang distal dari cusp distal pada M1 permanen mandibula dan aspek
mesial dari cusp mesial M2 mandibula.
Class III terbagi 2, yaitu :
a) Pseudo class III maloklusi
Ini bukan maloklusi kelas 3 yang sebenarnya, tapi tampak serupa, disini
mandibula bergesar ke anterior dengan fossa gleroid dengan kontak
premature gigi atau beberapa alas an lainnya ketika rahang berada pada
oklusi sentrik.
b) Kelas III subdivisi
Maloklusi sesuai dengan unilaterally.

2 1. Klasifikasi dewey, yaitu modifikasi dari angle kelas I dan kelas III
a. Modifikasi angles kelas I
.
1) Tipe 1
Anle Class I dengan gigi anterior maksila crowding.
2) Tipe 2
Angle Class I dengan gigi I maksila labioversion
3) Tipe 3
Angle Class I dengan gigi I maksila lingual version terhadap I
mandibula. ( anterior cross bite ).
4) Tipe 4
M dan atau P pada bucco atau linguo version, tapi I dan C dalam jajaran
normal ( cross bite posterior ).
5) Tipe 5
M kea rah mesio version ketika hilangnya gigi pada bagian mesial gigi
tersebut, ( contoh hilangnya M susu lebih awal dan P2 ).

b. Angles kelas II
Cusp mesiobukal M1 permanen maksila menutupiu antara cusp mesio
bukal M1 mandibula permanen dan aspek distal dari P1 mandibula. Juga
mesiolingual cusp M1 permanen maksila menutupi mesiolingual cusp dari M1
permanen mandibula.
Angle membagi class II maloklusi dalam 2 divisi dan 1 subdivisi
berdasarkan angulasi labiolingual dari maksila, yaitu ;
1) Class II divisi I
Dengan relasi Molar terlihat seoerti tipe kelas II, gigi insisivus maksila
labio version.
2) Class II divisi II
Dengan relasi molar terlihat seperti tipe kelas II, Insisivus maksila
mendekati normal secara anteroposterior atau secara ringan dalam
linguoversion sedangakan I2 maksila tipped secara labial atau mesial.
3) Class II subdivisi
Saat relasi kelas II molar, terjadi pada satu sisi pada lengkung dental.

c. Modifikasi angles kelas III


1) Tipe 1
Suatu lengkungan saat dilihat secara individu bidang pada jajaran yang
normal, tetapi oklusi di anterior terjadi edge to edge.
2) Tipe 2
I mandibula crowding dengan I maksila ( akibat I maksila yang terletak
kea rah lingual ).
3) Tipe 3
Lengkung maksila belum berkembang sehingga terjadi cross bite pada I
maksila yang crowding dan lengkung mandibula perkembangannya baik
dan lurus.
3 2. klasifikasi Lischers modifikasi dengan Klasifikasi angel
a. Neutroklusi
.
Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 1
b. Distoklusi
Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 2
c. Mesioklusi
Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 3
2 Etiologi maloklusi
Etiologi maloklusi dibagi atas dua golongan yaitu
1. Faktor luar atau faktor umum
a. Herediter
b. Kelainan kongenital
c. Perkembangan atau pertumbuhan yang salah pada masa prenatal dan posnatal
d. Malnutrisi
e. Kebiasaan jelek
f. Sikap tubuh
g. Trauma
h. Penyakit-penyakit dan keadaan metabolik yang menyebabkan adanya predisposisi
ke arah maloklusi seperti ketidakseimbangan kelenjar endokrin, gangguan
metabolis, penyakit-penyakit infeksi.

2. Faktor dalam atau faktor lokal.


a. Anomali jumlah gigi seperti adanya gigi berlebihan (supernumeralis gigi) atau
tidak adanya gigi (anodontis)
b. Anomali ukuran gigi
c. Anomali bentuk gigi
d. Frenulum labii yang abnormal
e. Kehilangan dini gigi desidui
f. Persistensi gigi desidui
g. Jalan erupsi abnormal
h. Ankylosis
i. Karies gigi.
3 Analisis Sefalometri
1. Pengertian
Sefalometri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran kuantitatifbagian-bagian
tertentu kepala untukmendapatkan informasi tentang polakraniofasial. Sefalometri
lebih banyak digunakan untuk mempelajari tumbuh kembang kompleks kraniofasial
kemudian berkembang sebagai sarana yang sangat berguna untuk mengevaluasi
keadaan klinis misalnya membantu menentukan diagnosis, merencanakan
perawatan, menilai hasil perawatan dalam bidang ortodonti.

2. Radiografi sefalometri mempunyai beberapa kegunaan yaitu:


a. Mempelajari pertumbuhan dari kraniofasial.
b. Untuk melakukan diagnosa/analisa kelainan kraniofasial.
c. Untuk mempelajari tipe wajah.
d. Klasifikasi abnormalitas skeletal dan dental serta tipe wajah.
e. Untuk evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat (progress reports).
f. Pembuatan rencana perawatan.
g. Perkiraan arah pertumbuhan.
h. Sebagai alat bantu dalam riset yang melibatkan regio kranio-dento-fasial.

3. Titik-titik (Landmarks) pada Jaringan Keras


Titik-titik (landmarks) pada jaringan keras terbagi lagi menjadi dua yaitu titik-titik
midsagital dan bilateral.

a. Titik-titik Midsagital
1) Sella (S) : terletak di tengah sela tursika atau fossa pituitary.
2) Nasion (N) : titik paling depan pada sutura frontonasalis pada bidang
midsagital.
3) Spina Nasalis Anterior (SNA) : titik paling anterior di bagian tulang yang
tajam pada prosesus maksila di basis nasal.
4) Spina Nasalis Posterior (SNP) : titik paling posterior dari palatum durum.
5) Titik A (Subspinale) : titik paling dalam pada kurvatura alveolaris rahang
atas, secara teoritis merupakan batas tulang basal maksila dan tulang
alveolaris.
6) Titik B (Supramentale) : titik paling dalam pada kurvatura alveolaris
rahang bawah, secara teori merupakan batas tulang basal mandibula dan
tulang alveolaris.
7) Pogonion (Pog) : titik paling anterior dari tulang dagu.
8) Menton (Me) : titik paling inferior dari simpisis mandibula atau dagu.
9) Gnation (Gn) : titik tengah antara pogonion dan menton atau titik paling
depan dan paling rendah dari simpisis mandibula.

b. Titiik-titik Bilateral
1) Orbital (Or) : titik paling inferior pada tepi orbit atau tepi bawah rongga
mata.
2) Porion (Po) : titik paling superior dari external auditory meatus.
3) Artikulare (Ar) : titik perpotongan antara tepi bawah dari basis kranial dan
permukaan posterior kondilus mandibula.
4) Gonion (Go) : titik tengah kontur yang menghubungkan ramus dan korpus
mandibula.
5) Pterygomaxiliary fissure (PTM) : permukaan posterior dari tuber maksila
yang bentuknya menyerupai tetes air mata.
4. Titik-titik (Landmarks) pada Jaringan lunak
a. Jaringan lunak glabela (G) : titik paling menonjol dari bidang sagital
tulang frontal.
b. Pronasal (Pn) : titik paling menonjol dari ujung hidung.
c. Subnasal (Sn) : titik septum nasal berbatasan dengan bibir atas.
d. Labrale superius (Ls) : titik pada ujung tepi bibir atas.
e. Labrale inferius (Li) : titik pada ujung tepi bibir bawah.
f. Jaringan lunak pogonion (Pog) : titik paling menonjol pada kontur jaringan
lunak dagu.
g. Jaringan lunak menton (Me) : titik paling inferior pada jaringan lunak
dagu.

5. Garis atau Bidang pada Sefalometri


Garis referensi yang menghubungkan dua titik dibuat sebelum dilakukan
pengukuran angular dan linear. Garis atau bidang yang digunakan dalam
sefalometri adalah sebagai berikut :
a. Sella-nasion (SN) : bidang yang dibentuk dari hubungan titik sella tursika
ke titik nasion. Bidang ini menggambarkan struktur anatomi yang dikenal
sebagai basis kranial anterior.
b. Frankfort horizontal (FH) : bidang yang dibentuk dari hubungan titik
porion ke titik orbital. Penentuan lokasi ear rods yang salah akan
mengakibatkan kesalahan juga dalam penentuan letak porion. Oleh karena
itu, penentuan letak ear rods dengan teliti akan menghasilkan posisi bidang
frankfort yang tepat.
c. Bidang palatal : bidang yang dihubungkan oleh titik spina nasalis anterior
dan posterior. Disebut juga bidang maksila.
d. Bidang fasial (N-Pog) : bidang yang dihubungkan oleh titik nasion dan
pogonion.
e. Bidang mandibula : bidang yang dihubungkan oleh titik menton dan
gonion.
f. Bidang ramus : bidang yang menyinggung tepi posterior dari ramus
ascenden mandibula dan melalui titik artikulare.
g. Bidang oklusi : bidang yang dibentuk dari garis yang melewati occlusal
cusp mesial dari gigi molar dan pertengahan antara ujung gigi insisivus atas
dan bawah. Bidang ini dikenal sebagai bidang oklusal fungsional (FOP).
h. Y-axis (S-Gn) : garis yang dihubungkan oleh titik sella tursika dengan
gnation. Garis ini digunakan sebagai indikator pertumbuhan fasial dengan
mengukur sudut antara S-Gn dengan FH atau bidang Frankfort menurut
analisis Downs. Sedangkan menurut analisis Steiner yaitu sudut antara S-
Gn dengan titik N.
1. Analisis Skeletal Rerata SD
a. Sudut SNA 82 2
b. Sudut SNB 80 2
c. Sudut ANB 0-4
d. Sudut Facial 87,8 3
e. Sudut FHP Man 26 3
f. Sudut Concvexity 0 8

2. Analisis Dental
a. Jarak I atas NA 4 2
b. Sudut I atas NA 22 2
c. Jarak I bawah NB 4 2
d. Sudut I bawah NB 25
e. Sudut I atas I bawah 135 15

4 Rencana Perawatan Orthodonti Lepasan


Sebelum melakukan tindakan perawatan ortodontik terhadap kasus maloklusi,
diperlukan seperangkat data yang lengkap tentang keadaan penderita dari hasil
pemeriksaan. Terhadap data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian
dilakukan analisis dengan berbagai macam metoda. Setelah itu baru dapat ditetapkan
diagnosis, etiologi maloklusi, perencanaan perawatan , macam dan desain alat yang akan
dipergunakan selama perawatan serta memperkirakan prognosis pasien akibat perawatan
yang dilakukan.

Rencana Perawatan Orthodonti Lepasan didasarkan pada:


a. Diagnosis
Facial
Gigi dikatakan protrusif bila :
a. Bibir prominen menonjol keluar
b. Bibir terpisah saat rest posisi kurang lebih 3 4 mm ( inkompeten bibir
c. Retraksi gigi belum tentu memperbaiki estetis wajah dan bibir
: lihat ketegangan bibir
d. Dipengaruhi ras

Dental Arch/Lengkung Gigi


a. Transversal: Simetri?
Tipe cross bite: dental/skeletal
b. Space discrepancy?
Patokan Ekstraksi Pada Crowding Dan Protrusif
Diskrepansi lengkung < 4mm : Slicing atau Expan. Ekstraksi jarang
diindikasikan (hanya bila terdapat protrusif I atau terdapat diskrepansi
vertikal yang berat.
Diskrepansi 5-9mm: Dapat dilakukan ekstraksi atau non ekstraksi.
Keputusan tergantung karakteristik pasien dan detil terapi ortodontik:
dapat dipertimbangkan pencabutan gigi selain P1
Diskrepansi >10mm: selalu memerlukan ekstraksi: P1/I2 bawah
P2 dan M1 jarang diskrepansi besar

Hub. Dentoskeletal
Tipe maloklusi
Arah Transversal
Arah Sagital/ Anteroposterior
Arah Vertikal

Skeletal Disorder
Kl II skeletal:
1. Defisiensi pertumbuhan mandibula
2. Pertumbuhan maxilla berlebihan
3. Kombinasi keduanya

Kl III skeletal:
(Ciri-ciri: tidak bisa ayun RB ke posterior)
1. Defisiensi maxilla: + Kelainan Transversal
+ verticohorisontal
2. Prognasi mandibula

Kelainan vertikal pada


1. Open bite pada Kl II
2. Open bite pada Kl III

b. Usia Pertumbuhan
Preschool children: Primary Dentition
Preadolescence : Early Mixed Dentition
Adolescence : Late Mixed Dentition/ Early Permanent Dent.
Adult : Permanent Dentition

Waktu Optimal Orthodontik


Sewaktu waktu
Seringkali di Adolescence
o Masih ada sisa-sisa masa pertumbuhan untuk memperbaiki hubungan rahang
o Semua gigi permanen termasuk M2 dapat dikendalikan untuk dikoreksi
o Self motivation : cooperation and oral hygiene
Obvious malocclusion: start earlier

c. Keparahan Maloklusi
Pasien dengan permasalahan Skeletal
Kelainan skeletal:
Maloklusi pada rahang yang ukuran dan posisinya tidak proporsional
Dalam 3 bidang:
Anteroposterior/Sagital: kl II/III skeletal
Transversal
Vertikal: open/deep bite skeletal

d. Tipe Pendekatan Perawatan


Ada 3 pendekatan Perawatan Maloklusi Skeletal
1. Modifikasi pertumbuhan hasil ideal
a. Hanya mungkin dilakukan pada fase pertumbuhan aktif: sebelum atau
selama adolesen growth spurt (mixed dent.)
Meski masih terjadi pertumbuhan setelah pubertas namun besarnya
tidak cukup untuk koreksi maloklusi skeletal
b. Dapat mengubah ekspresi pertumbuhan namun tidak mempengaruhi pola
pertumbuhan individual. Perawatan harus dilanjutkan sampai pertumbuhan
berhenti

2. Perawatan kamuflase: digunakan untuk skeletal kelas II dan III mild


Dengan menggerakan gigi
Acceptable
Memerlukan pencabutan
Oklusi terkoreksi
Diskrepansi skeletal tetap
TUJUAN: ada
Koreksi molar dan anterior pada pasien skeletal kl II atau III untuk
mendapatkan estetis wajah dengan ekstraksi

3. Koreksi dengan bedah


Dilakukan untuk kategori kelas II dan III moderate samapi severe.
e. Tipe Alat Ortodontik
1. Removable Appliance
- tipping
2. Fixed Appliance
- Tipping
- Bodily
- Torque

Alat Orthodontik Masa Pertumbuhan:


1. Kl II skeletal:
Defisiensi pertumbuhan mandibula: Aktivator
Prognasi maxilla : Head Gear
Kombinasi keduanya

2. Kl III skeletal:
Defisiensi maxilla:
+ Kelainan Transversal : RME
+ vertico horisontal : Face Mask
Prognasi mandibula : Chin Cap
5. Jenis Pegas Alat Orthodonti Lepasan
1. Berdasarkan forces yang ditimbulkan atau disalurkan:
a. mechanical orthodontic appliances (mempunyai komponen aktif sehingga mampu
menimbulkan forces untuk menggerakkan gigi-gigi/rahang, fixed & removable)
b. functional orthodontic appliances (menghantarkan natural force otot-otot sekitar
mulut ke gigi-gigi dan tulang alveolar, menyebabkan perubahan jaringan lunak
sekitar mulut sehingga dicapai hubungan rahang yang harmonis, fixed &
removable)

2. Berdasarkan kemampuan menghasilkan forces:


a. Alat aktif (dibentuk untuk memperoleh pergerakan gigi/tipping karena dilengkapi
komponen aktif, seperti: spring, skrup, busur labial, elastik)
b. Alat pasif (untuk mempertahankan gigi-gigi dalam posisinya, seperti: space
maintainer, retainer)

3. Komponen alat orthodontik


a. Plat dasar akrilik
b. Komponen retentif : Labial bow, klamer/ clasp
c. Komponen aktif : spring, skrup ekspansi
d. Komponen pasif : busur lingual
e. Komponen penjangkar : klamer/ clasp

4. Macam macam klamer


a. Circumferential / C-clasp/ three quarter clasp/ Klammer C
b. Jackson/ full clasp/ U clasp
c. Schwarz clasp/ arrowhead clasp
d. Klammer Adam/Adams clasp/ Liverpool clasp/universal clasp/modified arrowhead
clasp
e. Southend clasp
f. Triangular clasp
g. Ball-End clasp
h. Crozat clasp

5. Tipe-tipe labial bow yang sering digunakan:


a. Short labial bow
b. Long labial bow
c. Split labial bow
d. Reverse labial bow
e. Roberts retractor
f. Mills retractor
g. High labial bow with apron springs
h. Fitted labial bow
i. Busur Lingual (Lingual Arch/Mainwire)

6. Spring/ auxilliary spring/ pir-pir pembantu


Komponen aktif removable appliances yang menghasilkan tekanan mekanis
digunakan utk menggerakkan gigi

Klasifikasi spring:
1) berdasarkan ada tidaknya helix:
a. simple (tanpa helix)
b. compound (dengan helix)

2) berdasarkan adanya loop atau helix:


a. helical spring (dengan helix)
b. looped spring (dengan loop)

Macam macam spring


a. Finger spring/ helical spring
Spring ini untuk menggerakkan satu gigi ke arah mesial atau distal. (kawat SS 0,5
atau 0,6 mm)
b. Simpel spring
Untuk mendorong satu gigi ke arah labial atau bukal. (kawat SS 0,5 mm atau 0,6
mm)
c. Continuous spring
Untuk mendorong dua gigi atau lebih secara bersama-sama ke arah labial/bukal,
misalnya gigi insisivus, kaninus atau premolar (kawat 0,6 atau 0,7 mm)
d. Loop spring/ buccal retractor spring

6 Biomekanika Pergerakan Gigi


1. Pergerakan gigi
Kekuatan dikenakan pada gigi :
a. Daerah yg tertekan resorpsi tulang alveolus
b. Daerah yg tertarik aposisi tulang alveolus

2. Sel
a. Tubuh tersusun oleh 3 unsur :
1) Sel
2) Zat interstitiel / ekstra sel
3) Cairan tubuh :
a) Darah
b) Cairan jaringan
c) Cairan limfe

b. Sel Tersusun oleh:


a) Nukleus
b) Sitoplasma
c) Organela
d) Membran

c. Susunan kimia yang utama :


a) Karbohidrat
b) Lemak
c) Protein
d) Asam nukleat
e) Mineral
f) Air

+VE :
Reaksi 1) Resorpsi
3. Reaksi Biokima terhadap kekuatan ortodontik
Piezoel 2) Sel
a. Reaksi Biofisika: ectric 3) meaqningkat
1) Deformasi tulang -VE :
1) Deposisi
2) Kompensasi ligamen periodontal 2) sel
3) Injuri Jaringan 3) Meningkat Reaksi inflamasi

b. Pembentukan Messenger I:
1) Hormon : spt Hormon Pituitaria
Imflamation
Aktivasi
2) Prostaglandin Collagenase
3) Neurotransmitter
REMODELING TULANG
c. Pembentukan Messenger II
1) C amp
2) C gmp
3) Ca ++
g) Piezoe
d. Dua macam resorpsi :
1) Frontal resorption
Bila pembuluh darah dlm membrana periodontalis tidak tersumbat, resorpsi
tulang terjadi langsung pd permukaan tulang.
2) Undermining resorption / rear resorption
Bila tekanan yg diberikan terlalu kuat, pembuluh darah tertutup, catu darah
tidak ada, kemunduran jaring an (regresi), sel sel menghilang, degenerasi
hyalin. Resorpsi mulai dr substantia spongiosa menuju ke permukaan tl
alveolus. Mula-mula jar nekrotik diserap, diikuti pebentukan jar

e. Perubahan pada pembuluh darah


Tekanan ringan merangsang frontal resorption, tekanan kuat menyebabkan
vascular thrombosis & akhirnya kematian membrana periodontalis.
Schwarz : 20 26 gr/cm persegi
Tekanan kapiler darah, tekanan lebih besar dr itu akan menyebabkan hyalinisasi
bahkan resorpsi akar atau kematian pulpa.
Kesimpulan : aktivitas seluler sangat tergantung catu darah yg cukup nutrisi dan
untuk menyerap sisa-sisa metabolisme.

f. Perubahan seluler
Resorpsi tulang oleh osteoclast, 1 sel mampu meresorpsi Tulang yg dibentuk oleh
100 osteoblast jumlahnya hanya sedikit.Osteoclast berasal dr :
1) Precursor sel :
Sel mesenchimal
Perivascular stem cell
2) Fusi dr beberapa sel :
Fibroblast
Osteoblast
Osteocyt.

g. Remodeling sekunder
Dalam perawatan aktif, ada daerah yg mengalami resorpsi dan aposisi tulang,
sehingga ada daerah yg menjadi lebih tebal dan daerah yg menjadi tipis.
Remodeling sekunder berguna untuk mempertahankan ketebalan tulang dan
mempertahankan hubungan antara gigi ke tulang alveolus agar relatif konstan.
Bagaimana bisa terjadi mekanisme seperti ini, masih belum jelas. Hal ini
menunjukkan bahwa mekanisme kontrol biologis yang sangat rumit ikut berperan
aktif dalam proses resorpsi & aposisi.

7. Pemeriksaan Tipe Wajah


Menurut Ricket (Graber 1972) lebih tepat untuk bentuk kepala yaitu proyeksi
kepala terhadap bidang sagital sedangkan untuk tipe muka lebih tepat
menggunakan istilah fasial :
- Brahifasial
- Mesofasial
- Dolikofasial.

Umumnya tipe muka berkaitan erat dengan bentuk lengkung gigi pasien.
Klasifikasi bentuk muka dan kepala menurut Sukadana (1976) berdasarkan:

Indeks muka = Tinggi muka ( A) (Jarak N Gn) x 100


Lebar muka (B) (Jarak bizigomatik)

Klasifikasi indeks muka :


- Hipo Euriprosop : < 80,0
- Euriprosop ( muka pendek, lebar) : 80,0 84,9
- Mesoprosop (muka sedang ) : 85,0 89,9
- Leptoprosop (muka tinggi, sempit) : 90,0 94,9
Hiper Leptoprosop : > 94,9

Indeks kepala = Lebar kepala (B) (jarak bizigomatik supra mastoideus) x 100
Panjang kepala (A) (Jarak Gl Oc)

Klasifikasi indeks kepala :


- Hipo Dolikosepali : < 70,0
- Dolikosepali (kepala panjang sempit) : 70,0 74,9
- Mesosepali (kepala sedang ) : 75,0 79,9
- Brahisepali (kepala lebar persegi) : 80,0 84,9
- Hiper Brahisepali : > 84,9

Profil muka : Menurut Graber (1972) dikenal tiga tipe profil muka yaitu :
- Cembung (convex), bila titik petemuan Lcb-Lca berada didepan garis Gl-Pog
- Lurus (straight ), bila titik petemuan Lcb-Lca berada tepat pada garis Gl-Pog
- Cekung (concave), bila titik petemuan Lcb-Lca berada dibelakang garis Gl-Pog

Untuk menentukan profil muka digunakan 4 titik anatomis Gabella (Gl), Lip
Contour atas (Lca), Lip Contour bawah (Lcb) dan Pogonion (pog) serta garis
referensi Gl-Pog sebagaia acuan :
- Glabella (Gl) : Titik terendah dari dahi terletak pada tengah-tengah diantara alis mata kanan
dan kiri.
- Lip contour atas (Lca) : Titik terdepan bibir atas.
- Lip contour bawah (Lcb) : Tiik terdepan bibir bawah
- Pogonoin (Pog) : Titik terdepan dari dagu didaerah symphisis mandibula.

8. Klasifikasi Maloklusi
Dapat dilihat pada nomor 1
9. Desain Alat Aktif

Pegas Palatal
0,5 0,6 Mm
Aktifasi Maksimal Dari Pegas Palatal 0,5 mm Untuk Retraksi/ distalisasi Kaninus
Pergerakan Gigi 1 2 mm Setiap Bulan Dinyatakan Cukup

Pegas Bukal

0,7 Mm
Aktifasi : 1 mm
Self Supported Untuk Retraksi Kaninus Yang Terletak Di Bukal, Ektostema

Pegas bukal dengan penyangga


0,5 Mm Dengan Penyangga Tabung Metal
Aktifasi : 2-3 Mm
Fleksibilitas 2 X > Pegas Bukal Self Suported

Pegas bukal dengan lup terbalik


0,7 Mm
Disukai Terutama Bila Sulkus Bukal Rendah Seperti Rahang Bawah
Kekurangannya : Amat Tidak Stabil Jurusan Vertikal Dan Amat Kaku Jurusan
Horizontal
Aktifasi : Jangan Lebih Dari 1 Mm. Potong Ujung Pegas 1 Mm Kemudian Ujungnya
Dibengkokkan Kembali Melingkari Sisi Mesial Gigi

Labiopalatal

Busur Labial Dengan Lup U


Menarik Insisifi (Gigi Anterior) Ke Palatal / Lingual
0,7 Mm, Aktivasi Sedikit 1 Mm
Penggunaan Tergantung:
Operator
Besarnya Retraksi

Busur Labial Dengan Lup U Terbalik


0,7 mm
Aktifasi Membuka Lup U
Retraktor Roberts
0,5 Mm
Tabung Penyangga Diameter Dalam 0,5
Koil Dalam 3 Mm Tepat Pada Keluarnya Kawat Dari Tabung
Fleksibilitas Terletak Pada Kaki Vertikal Koil
Aktifasi : Dapat Sampai 3 Mm
Kaki Vertikal Dibawah Koil

Busur Labial Tinggi Dengan Pegas Apron


0,9 Mm Dan 0,5 Mm
0,35 Mm 0,40 Mm Digulung Dua / Tiga
Gulungan Pada Bagian Horizontal
Aktifasi : Pada Kaki Vertikal

Busur Labial Yang Lebar (Mills Bow)


0,7
Fleksibilitas Bertambah Karena Lup-Lup Diperlebar
Untuk Mengurangi Jarak Gigit Yang Besar > 4 Mm
Aktifasi : Hati - Hati Terhadap Mukosa Bukal
Busur Labial Dengan Pegas Self Straightening Wires

2 Buah Kawat Dengan 0,5 Mm

Modifikasi Busur Labial Yang Ditambah Self Strightening Wires

Digulung Kendor Pada Busur Posisi

Menyilang Satu Dengan Lainnya Dapat Bergerak Bebas

Kerugian : Lengkung Geligi Insisifi Datar

Pergerakan Buko-Palatal Kaninus Dan Premolar Rahang Atas

Biasanya Diperlukan Peningggian Gigitan Untuk Membebaskan Oklusi


Untuk Ke Bukal Yang Sesuai Pegas T

Untuk Ke Palatal Pegas Bukal Yang Kuat 0,7 Mm

Dilakukan Sebelum Molar Kedua Erupsi


Ekspansi Lateral Lengkung Geligi Atas : Tidak Untuk Koreksi Berdesakan Anterior
Yang Banyak
Sesuai Untuk Gigitan Silang Posterior Unilateral Dengan Displacement Mandibula

Pegas Coffin (Coffin Spring)

1,25 Mm : Untuk Ekspansi Lengkung Geligi Ke Transversal

Pegas Coffin ( 1,25 Mm) Untuk Ekspansi Transversal (Disain Pegas Lain)

10. Perawatan Pendahuluan


Untuk dapat melakukan perawatan ortodontik dengan baik dan benar, ada beberapa
langkah perdahuluan yang harus diambil , antara lain :
1. Memberi penjelasan mengenai beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien.
2. Identifikasi pasien
3. Anamnesis
4. Pemeriksaan klinis, baik umum (general) maupun khusus (local)
5. Pembuatan studi model.
6. Analisis foto Rontgen.
7. Analisis foto profil dan foto muka (wajah).
8. Dilakukan tes-tes tertentu untuk kasus-kasus tertentu.
9. Dilakukan perhitungan-perhitungan berdasarkan metoda :
Metode Nance
Metoda Moyers (a, dan b untuk gigi-geligi bercampur/mixed dentition)
Metoda Pont
Metoda Korkhaus (c, d dan e untuk gigi-geligi tetap/permanent dentition)
Metoda Howes
10. Determinasi lengkung
11. Penentuan diagnosis
12. Analisis etiologi maloklusi
13. Perencanaan perawatan
14. Pelaksanaan perawatan
15. Penentuan jenis dan desain alat ortodontik
16. Prognosis

11. Kebiasaan Buruk Penyebab Maloklusi


1. Tumb and digit sucking
Ciri2 klinis:
- I atas protrusif, I bawah retrusif
- Overjet meningkat
- Supraerupsi gigi posterior
- Open bite gigi anterior
- Bibir atas hipotonus
- Kontriksi lengkung RA (V-shape)
- Jari anak terlihat kuku yang bersih dan berkalus
Manajemen :
- pendekatan secara psikologis
- penggunaan tongue crib pada palatal gigi I RA
pengolesan bahan yang rasanya pahit atau tidak enak pada ibu jari

2. Tongue Trusting
Ciri2 klinis:
- Kebiasaan menghisap botol susu yang berkelanjutan
- Prolog thumb sucking
- Prolonged tonsilar & upper respiratory tract infection
- Makroglosia
- Gigi-geligi tidak oklusi
- Posterior open bite
Manajemen :
- Penggunaan tongue crib
- Diajarkan metode menelan yang benar

3. Mouth briething
Ciri2 klinis:
- Prolonge complete/partial obstruksi saluran pernapasan atas
- Kebiasaan mouth breathing terus berlanjut walau obstruksi sudah
dihilangkan
- Mandibula jd lebih kebawah
- Lidah lebih ke bawah depan
- Open bite anterior
- Penyempitan lengkung gigi maksilla
- Mulut kering sehingga mudah karies
Manajemen :
- Mirror test
- Water test
- Buterfly test
- Hilangkan obstruksi nasal atau faringeal
- Hentikan mouth breathing dengan vestibular screen

4. Lip Bitting & Lip Sucking


Ciri2 klinis :
- Proklinasi I Atas dan Retroklinasi I bawah
- Hipertropi bibir bawah
- Cracking of lips
Manajemen :
- Penggunaan lip bumper

Anda mungkin juga menyukai