Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap
bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya
cedera, melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab
kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan
dengan penyebab kematian. (1,2)

PEMBAGIAN OTOPSI

Berdasarkan tujuannya, otopsi terbagi atas :

1. Otopsi Anatomi, dilakukan untuk keperluan pendidikan mahasiswa fakultas


kedokteran. Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang
setelah disimpan 2 x 24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada
ahli waris yang mengakuinya. Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat
disimpan sekurang-kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum
anatomi. Menurut hukum, hal ini dapat dipertanggungjawabkan sebab warisan yang
tak ada yang mengakuinya menjadi milik negara setelah tiga tahun (KUHPerdata
pasal 1129). Ada kalanya, seseorang mewariskan mayatnya setelah ia meninggal pada
fakultas kedokteran, hal ini haruslah sesuai dengan KUHPerdata pasal 935. (1,2,3)
2. Otopsi Klinik, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi akibat suatu
penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti, menganalisa
kesesuaian antaradiagnosis klinis dan diagnosis postmortem, pathogenesis penyakit,
dan sebagainya. Otopsi klinis dilakukan dengan persetujuan tertulis ahli waris, ada
kalanya ahli waris sendiri yang memintanya. (1,2,3)
3. Otopsi Forensik/Medikolegal, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga
meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan,
pembunuhan, maupun bunuh diri. Otopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik
sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Tujuan dari otopsi medikolegal
adalah :
o Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas.
o Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat
kematian.
o Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas
benda penyebab dan pelaku kejahatan.
o Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum
et repertum. (1,3,4)
OTOPSI MEDIKOLEGAL

Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya


penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang
diperoleh dari pemeriksaan medis. (4)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopsi medikolegal :

1. Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah.


2. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang berwenang.
3. Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk otopsi.
4. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu
sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari
pemeriksaan fisik.
5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi.
6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan.
Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik
jari, dan lain-lain harus diperoleh.
7. Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang.
8. Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten.
9. Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus.
10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi. (4)

Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan otopsi forensik/medikolegal adalah:

1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan dilakukan, termasuk
surat izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum.
2. Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat
tersebut.
3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap
mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan
penunjang yang harus dilakukan.
4. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk otopsi tidak
diperlukan alat-alat khusus dan mahal, cukup :
o Timbangan besar untuk menimbang mayat.
o Timbangan kecil untuk menimbang organ.
o Pisau, dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam.
o Gunting, berujung runcing dan tumpul.
o Pinset anatomi dan bedah.
o Gergaji, gergaji besi yang biasanya dipakai di bengkel.
o Forseps atau cunam untuk melepaskan duramater.
o Gelas takar 1 liter.
o Pahat.
o Palu.
o Meteran.
o Jarum dan benang.
o Sarung tangan.
o Baskom dan ember.
o Air yang mengalir (3,4)
5. Mempersiapkan format otopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam pembuatan
laporan otopsi.

PEMERIKSAAN LUAR

Bagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan luar
adalah :

1. Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol
kaki mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat
warna, bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk
identifikasi di kamar jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.
2. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran)
dari penutup mayat.
3. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran)
dari bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada.
4. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di
bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar,
warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu,
monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian
bila ada tidaknya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.
5. Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran
nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.
6. Mencatat benda di samping mayat.
7. Mencatat perubahan tanatologi :
o Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.
o Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada
tidaknya spasme kadaverik.
o Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan
pada saat tersebut.
o Pembusukan.
o Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.
8. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna
kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada
dinding perut.
9. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus,
meliputi rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada
tubuh.
10. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala
harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut
sampai ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan
rambut ini disimpan dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat
pengambilannya.
11. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan,
kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh
darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak,
adanya kelainan fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan
lensa mata. Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.
12. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
13. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan
lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak,
pewarnaan, dan sebagainya.
14. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh
darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.
15. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan bawaan
yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita dicatat keadaan
selaput darah dan komisura posterior, periksa sekret liang sanggama. Perhatikan
bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain.
16. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,
edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.
17. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada
tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran,
dll. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan.
Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan, antara lain : garis tengah
melalui tulang dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui
kedua puting susu, dan garis mendatar melalui pusat.

Contoh :

Luka panjang dua setengah sentimeter dan masuk ke dalam dada. Ujung yang satu
letaknya dua sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada dan dua
sentimeter di atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Sedangkan ujung yang
lain lima sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada dan empat
sentimeter di atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Saluran tusuk dilukis di
bagian pemeriksaan dalam, ditulis organ apa saja yang tertusuk.

18. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya. (1,3,4)

PEMERIKSAAN DALAM

Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini :

Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus
xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan demikian
tidak perlu melingkari pusat.
Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi dan akan dijelaskan kemudian.
Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan
suprasternal ini dibuat sayatan melingkari bagian leher. (3,4)

Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat :

1. Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur.


Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ
hati yang mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran.
2. Bentuk.
3. Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut,
berkilat dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan,
permukaan yang kasar , penumpulan atau kekeruhan.
4. Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut.
5. Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu. Caranya
dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan
yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan jaringan
yang susah menunjukkan kohesi yang kuat.
6. Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan
penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabu-
abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ
tersebut. Warna kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen
bisa merubah warna organ. Warna yang pucat merupakan tanda anemia.

Anda mungkin juga menyukai