Anda di halaman 1dari 13

39

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Tempat Penelitian

Desa Dannuang terletak di wilayah Kecamatan Ujung Loe

Kabupaten Bulukumba. Letak Desa Dannuang di sebelah selatan

berbatasan dengan Desa Bijawang, di sebelah barat berbatasan

dengan Desa Padang Loang, di sebelah utara berbatasan dengan

Desa Manjalling dan di sebelah timur berbatasan dengan Desa

Salemba. Luas wilayah kurang lebih 500 Ha memiliki potensi besar

di bidang pertanian dan perikanan.

Wilayah Desa Dannuang dimekarkan menjadi Desa Padang

Loang pada tahun 1985, Desa Bijawang pada tahun 1988 dan Desa

Salemba pada tahun 1989. Saat ini Desa Dannuang terbagi menjadi

4 Dusun yakni Dusun Batu Loe, Dusun Appasarengnge, Dusun

Babana dan Dusun Parangjelling. Wilayah Desa Dannuang terdiri

atas 11 Rukun Warga (RW) dan 33 Rukun Tetangga (RT).

Berdasarkan data kependudukan Bulan Desember Tahun 2013

terdapat 1353 Kepala keluarga (KK) terdiri atas 2445 jiwa laki-laki

dan 2560 jiwa perempuan.


40

2. Karakteristik Responden

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden
di Desa Dannuang Puskesmas Ujung Loe Kabupaten Bulukumba

Karakteristik Responden Frekuensi (f) Persentase (%)


Umur Ibu
15-25 tahun 26 43,33
26-35 tahun 30 50,00
36-45 tahun 4 6,67
Total 60 100
Pendidikan Ibu
Rendah 34 56,67
Menengah 17 28,33
Tinggi 9 15,00
Total 60 100
Pekerjaan Ibu
Bekerja 26 43,33
Tidak Bekerja 34 56,67
Total 60 100
Sumber : Data primer

a. Karakteristik responden berdasarkan umur ibu

Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukkan dari 60 responden

yang menjadi sampel penelitian terdapat 26 ibu (43,33%) dengan

rentang umur 15-25 tahun, 30 ibu (50%) dengan rentang umur

26-35 tahun, dan 4 ibu (6,67%) dengan rentang umur 36-45

tahun.

b. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir ibu

Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukkan dari 60 responden

yang menjadi sampel penelitian terdapat 34 ibu (56,67%) dengan

pendidikan rendah yakni tamat SD dan SMP, 17 ibu (28,33%)

dengan pendidikan menengah yakni tamat SMA dan 9 ibu (15%)

dengan pendidikan tinggi yakni lulus dari Perguruan Tinggi.

c. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ibu


41

Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukkan dari 60 responden

yang menjadi sampel penelitian terdapat 26 ibu (43,33%) yang

bekerja dan 34 ibu (56,67%) yang tidak bekerja dan berperan

sebagai ibu rumah tangga.

3. Hasil Analisa Variabel Penelitian

a. Analisa Univariat

1) Pola Makan Balita

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pola Makan Balita
di Desa Dannuang Puskesmas Ujung Loe Kabupaten Bulukumba

Pola Makan Balita Frekuensi (F) Persentase (%)


Baik 36 60,00
Kurang Baik 24 40,00
Jumlah (n) 60 100
Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 5.2 diatas menunjukkan dari 60 responden

yang menjadi sampel penelitian, untuk kategori pola makan

balita didapatkan hasil 36 responden (60%) dengan pola makan

yang baik dan 24 responden (40%) dengan pola makan yang

kurang baik.

2) Status Gizi Balita


42

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi Balita
di Desa Dannuang Puskesmas Ujung Loe Kabupaten Bulukumba

Status Gizi Balita Frekuensi (F) Persentase (%)


Normal 41 68,3
Kurang (BGM) 19 37,1
Jumlah (n) 60 100
Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 5.3 diatas menunjukkan dari 60 responden

yang menjadi sampel penelitian, untuk kategori status gizi balita

didapatkan hasil 41 responden (68,3%) dengan status gizi

normal dan 19 responden (31,7%) dengan status gizi kurang

atau Bawah Garis Merah (BGM).

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara

variabel dependen yaitu pola makan dengan variabel independen

yaitu status gizi balita dengan menggunakan uji chi-square .

Tabel 5.4
Analisa Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Balita
di Desa Dannuang Puskesmas Ujung Loe Kabupaten Bulukumba

Status Gizi Balita Jumlah p


Pola Makan Normal Kurang (BGM)
f % f % f %
Baik 31 51,67 5 8,33 36 60 0,001
Kurang Baik 10 16,67 14 23,33 24 40
Jumlah 41 68,34 19 31,66 60 100
Sumber : Data primer

Tabel 5.4 diatas menunjukkan dari 60 responden penelitian

didapatkan hasil 31 responden (51,67%) memiliki pola makan

baik dengan status gizi yang normal, 10 responden (16,67%)

dengan pola makan yang kurang baik namun status gizinya


43

normal, 5 responden (8,33%) dengan pola makan baik namun

status gizinya kurang (BGM), dan 14 responden (23,33%)

dengan pola makan kurang dan status gizi kurang (BGM).

Pada analisa data dengan menggunakan uji chi-square

diperoleh nilai p = 0,000, lebih kecil dari nilai = 0,05, yang

berarti hipotesa awal penelitian diterima atau terdapat hubungan

antara pola makan dengan status gizi balita di Desa Dannuang

Puskesmas Ujung Loe Kabupaten Bulukumba Tahun 2013.

B. Pembahasan

Menurut Hariyani S (2011), pola makan balita merupakan hal yang

luas mencakup berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai

frekuensi makan, macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap

hari dan cara menyiapkan serta mengolah makanan. Didalam pola makan

dapat ditentukan kebiasaan makan dan efek terhadap tubuh, dengan

menanyakan apa yang dia makan setiap hari, cara menyiapkan, dimana dan

kapan makan, serta menu harian sejak bahan makanan dipersiapkan,

dipilih, diolah dan dimasak.

Masa balita adalah periode perkembangan fisik dan mental yang

pesat. Agar dapat tumbuh dan berkembang optimal, makanan yang

diberikan tidak boleh hanya sekedar mengenyangkan perut saja. Makanan

yang dimakan harus beragam jenisnya, jumlah atau porsinya cukup (tidak

kurang atau berlebihan), higienis dan aman dan dilakukan secara teratur

(Satriono, 2009)
44

Adapun pola makan yang dimaksudkan dalam penelitian ini

mencakup frekuensi makan, macam makanan, jumlah makanan serta cara

menyiapkan dan mengolah makanan. Hasil penelitian yang dilakukan

selama Bulan Juni 2013 menunjukkan hasil dari 60 responden, 36

orang (60%) diantaranya memiliki pola makan baik dengan 31

responden (51,67%) memiliki status gizi normal dan 5 responden

(8,33%) status gizinya kurang. Sementara 24 responden (40%) dengan

pola makan kurang baik dengan 10 responden (16,67%) diantaranya

memiliki status gizi normal dan 14 responden (23,33%) status gizinya

kurang.

Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan pola makan baik

pada umumnya memiliki status gizi yang normal dan hanya sedikit

yang status gizinya kurang. Sementara responden dengan pola makan

kurang baik lebih banyak memiliki status gizi yang kurang, namun

yang memiliki status gizi normal jumlahnya cukup signifikan.

Hasil analisa data dengan menggunakan uji chi-square

diperoleh nilai p = 0,000, lebih kecil dari nilai = 0,05, yang berarti

hipotesa penelitian diterima atau terdapat hubungan antara pola makan

dengan status gizi balita di Desa Dannuang Puskesmas Ujung Loe

Kabupaten Bulukumba Tahun 2013.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Syafruddin Sjaer (2011), Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Status Gizi Balita di Puskesmas Bandar I Batang Jawa Tengah. Dengan


45

menggunakan desain penelitian cross-sectional study ditemukan hubungan

antara pola makan balita, pola pengasuhan anak dan pendapatan keluarga

dengan status gizi balita.

Berdasarkan hasil penelitian, balita dengan pola makan yang baik

pada umumnya juga memiliki status gizi normal. Asumsi peneliti dengan

pola makan balita yang baik, dalam hal ini memperhatikan frekuensi,

macam, jumlah dan cara pengolahan makanan yang baik, secara langsung

akan mempengaruhi status gizi balita. Frekuensi makan yang cukup,

macam makanan yang beragam, jumlah makanan dengan kandungan gizi

lengkap dan berimbang serta cara pengolahan makanan yang sehat dan

higienis, tentunya akan memenuhi kebutuhan gizi harian balita sehingga

mendorong proses pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, yang

ditandai dengan status gizi normal.

Hal ini sejalan dengan pendapat Atikah Proverawati (2009) bahwa

pola makan yang seimbang, yaitu sesuai dengan kebutuhan disertai

pemilihan bahan makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang

baik.

Namun beberapa balita dengan pola makan baik pada kenyataannya

masih memiliki status gizi kurang. Asumsi peneliti ada banyak faktor lain

yang turut mempengaruhi kondisi status gizi balita selain pola makan.

Kondisi kesehatan balita yang menurun mempengaruhi kemampuan tubuh

balita menyerap zat gizi dari makanan. Kondisi lingkungan yang kurang

sehat, penyakit genetik maupun faktor cuaca dapat mempengaruhi kondisi


46

kesehatan balita. Selain itu, pengaruh perhatian dan kasih sayang keluarga

turut mempengaruhi perkembangan mental dan fisik balita, dimana hal ini

sering kali diabaikan oleh para orang tua.

Berdasarkan penelitian Syafruddin Syaer (2011), bahwa selain pola

makan ada faktor lain yang mempengaruhi status gizi balita yaitu pola

pengasuhan dan pendapatan keluarga. Jadi meskipun pola makan balita

baik, namun bila faktor lainnya belum optimal terpenuhi maka dapat

menghasilkan status gizi balita yang kurang. Pola pengasuhan mencakup

perawatan, pemeliharaan kesehatan dan pengembangan kepribadian yang

bila tidak diberikan secara optimal dapat mempengaruhi status gizi balita.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan balita dengan pola makan

kurang baik umumnya juga memiliki status gizi kurang. Asumsi peneliti

jika ibu tidak memperhatikan frekuensi makan, macam, jumlah dan cara

pengolahan makanan yang disajikan, maka mempengaruhi status gizi

balita. Frekuensi makanan yang kurang, jenis makanan yang monoton dan

kandungan gizi yang tidak lengkap, jumlah makanan yang tidak mencukupi

kebutuhan harian balita, serta cara pengolahan makanan yang kurang

menarik dan tidak sesuai dengan standar kesehatan akan mempengaruhi

proses metabolisme tubuh balita. Hal ini dapat menyebabkan balita menjadi

kurus, menghambat proses pertumbuhan dan mempengaruhi status

kesehatan balita.

Hal ini kembali sejalan dengan pendapat Atikah Proverawati (2009)

bahwa jika asupan makanan balita kurang dari yang dibutuhkan akan
47

menyebabkan tubuh menjadi kurus dan rentan terhadap penyakit.

Sebaliknya jika asupan makanan balita lebih dari yang dibutuhkan akan

menyebabkan balita memiliki berat badan lebih hingga obesitas.

Namun berdasarkan hasil penelitian pula, banyak diantara balita

dengan pola makan kurang baik malah memiliki status gizi normal. Asumsi

peneliti bahwa meskipun pola makan balita kurang baik, namun faktor lain

yang berkaitan dengan peningkatan status gizi balita terpenuhi optimal.

Selain itu pada penelitian ini, cakupan pola makan yang diteliti

meliputi frekuensi makan, macam, jumlah dan cara pengolahan makanan.

Hasil pola makan kurang baik mungkin saja didapatkan dari satu sisi

sementara sisi yang lain terpenuhi dengan baik. Misalkan macam dan cara

pengolahan makanan yang disajikan untuk balita kurang baik, namun

frekuensi dan jumlah makanannya tercukupi, sehingga Angka Kecukupan

Gizi Harian balita dapat terpenuhi.

Sebagaimana yang didapatkan selama melakukan penelitian,

banyak ibu yang tidak terlalu memperhatikan macam makanan yang

dianjurkan beragam, sehingga makanan yang disajikan cenderung

monoton. Selain itu banyak pula ibu yang kurang memperhatikan cara

pengolahan dan penyajian makanan. Makanan diolah terlalu matang

menyebabkan kandungan gizi banyak yang terbuang. Cara penyajian pun

kurang menarik dan tidak menyesuaikan dengan usia dan kesenangan anak.

Sebagian besar ibu hanya berfokus pada frekuensi dan jumlah makanan.
48

Jadi dengan makan 3 kali sehari dan menghabiskan seluruh porsi

makanannya, beberapa balita tetap dapat memiliki status gizi normal.

Hal ini sejalan dengan pendapat Syafruddin Sjaer (2011) bahwa

beberapa faktor yang berhubungan dengan status gizi balita mencakup pola

makan balita, pola pengasuhan anak dan pendapatan keluarga. Meskipun

pola makan masih kurang baik, namun bila kedua faktor lainnya terpenuhi

optimal dapat mendorong status gizi balita tetap normal.

Berdasarkan penjabaran antara hasil penelitian sebelumnya, teori

yang ada serta hasil penelitian kali ini, dapat diasumsikan bahwa pola

makan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap status gizi balita di

Desa Dannuang Puskesmas Ujung Loe Kabupaten Bulukumba Tahun 2013.

C. Keterbatasan Penelitian

1. Kuisioner pola makan balita dikonsep sendiri yang hanya mencakup

frekuensi makan, macam makanan, jumlah makanan dan cara

pengolahan makanan. Demi kesempurnaan penelitian mengenai

pola makan balita, diharapkan ada peneliti lain yang ingin

mengulang dan melanjutkan pada waktu dan tempat yang berbeda

dengan cakupan pola makan yang lebih luas.

2. Keterbatasan dalam pelaksanaan uji validitas dan uji reliabilitas

instrumen penelitian yang digunakan, baik itu keterbatasan waktu,

biaya maupun tenaga.

3. Pengambilan data kurang efektif karena responden harus dituntun

dan diberi penjelasan dalam mengisi kuisioner.


49

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
50

1. Pola makan balita di Desa Dannuang Puskesmas Ujung Loe Kabupaten

Bulukumba Tahun 2013 umumnya baik yakni sejumlah 36 responden

(60%) dan balita dengan pola makan kurang baik sejumlah 24

responden (40%).

2. Status gizi balita di Desa Dannuang Puskesmas Ujung Loe Kabupaten

Bulukumba Tahun 2013 umumnya normal yakni sejumlah 41

responden (68,34%) dan balita dengan status gizi kurang sejumlah 19

responden (31,66%)

3. Hasil analisa data dengan menggunakan uji chi-square diperoleh

nilai p = 0,000, lebih kecil dari nilai = 0,05, yang berarti hipotesa

penelitian diterima atau terdapat hubungan antara pola makan

dengan status gizi balita di Desa Dannuang Puskesmas Ujung Loe

Kabupaten Bulukumba Tahun 2013

B. Saran

1. Bagi tenaga kesehatan di Puskesmas

Diharapkan dapat meningkatkan program pendidikan kesehatan dan

sosialisasi tentang pentingnya memperhatikan pola makan dan

status gizi balita kepada masyarakat khusunya ibu-ibu yang

memiliki balita, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang

kesehatan balita.

2. Pendidikan

Hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan dapat dijadikan

bahan masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam


51

praktik keperawatan terkait status gizi balita. Diharapkan peran

yang lebih besar dari dunia pendidikan untuk menyampaikan ilmu

dan teori terbaru kepada masyarakat luas, sehingga ilmu tidak

hanya digunakan sebatas lingkungan kampus, namun tersampaikan

dan termanfaatkan oleh masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai