Bab I - Ii
Bab I - Ii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah gizi pada balita yang patut diwaspadai adalah
gizi kurang hingga gizi buruk. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar WHO
tahun 2010, sebanyak 13% balita berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9%
berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus,
diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori
Data jumlah balita penderita gizi buruk tingkat berat yang tercatat
Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk sekitar 24.000 balita. Menurut data
di tahun yang sama, lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan
Sulawesi Selatan pada tahun 2011 sebanyak 91 kasus (1,7%). Kasus gizi
1
2
buruk itu terdiri dari marasmus (44 kasus), kwashiorkor (25 kasus), dan
terdapat 71.058 balita (88,64%) dengan status gizi baik, jumlah balita
dengan berat badan kurang (bawah garis merah) yakni 9.086 orang
(11,33%), dan 19 balita (0,023%) dengan kasus gizi buruk. Tahun 2011
dengan jumlah balita 79.864 jiwa, terdapat 70.984 balita (88,88%) dengan
status gizi baik, jumlah balita dengan berat badan kurang (bawah garis
merah) yakni 8.871 orang (11,11%), dan 9 balita (0,011%) dengan kasus
gizi buruk. Tahun 2012 dengan jumlah balita 76.518 jiwa, terdapat 67.719
balita (88,50%) dengan status gizi baik, jumlah balita dengan berat badan
kurang (bawah garis merah) yakni 8.793 orang (11,49%), dan 6 balita
jiwa, terdapat 5.059 balita (85,95%) dengan status gizi baik, jumlah balita
dengan berat badan kurang (bawah garis merah) yakni 827 orang (14,05%),
Gizi buruk adalah keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang
cukup lama yang ditandai dengan berat badan menurut umur (BB/U) yang
berada pada < -3 SD tabel baku WHO. Pada kasus gizi buruk dengan
3
adanya gejala klinis terbagi atas 3 jenis, yaitu marasmus, kwashiorkor, dan
2011)
erat kaitannya dengan status gizi. Pola makan yang seimbang, yaitu sesuai
lain yang disebabkan oleh kelebihan zat gizi. Sebaliknya, asupan makanan
kurang dari yang dibutuhkan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus dan
(Hariyani S, 2011)
peralihan bentuk makanan dari lunak ke makanan biasa. Dia harus mulai
cenderung merasa malas makan. Penurunan nafsu makan juga terjadi pada
samping itu anak juga mulai memilih-milih makanan yang disukainya (Elly
Nurachmah, 2011)
pada tahun 2010 adalah 380 jiwa, terdapat 344 balita (90,53%) dengan
status gizi baik, jumlah balita dengan berat badan kurang (bawah garis
merah) yakni 36 orang (9,47%), dan tidak ditemukan kasus gizi buruk. Di
tahun 2011 jumlah balita 380 orang dengan jumlah kasus BGM (Bawah
Garis Merah) 53 orang (13,95%), 327 balita (86,05%) berstatus gizi baik,
dan tidak ditemukan kasus gizi buruk. Sementara di tahun 2012 dengan
jumlah balita 400 jiwa terdapat kasus BGM 49 orang (12,25%), 351 balita
(87,75%) berstatus gizi baik dan tetap tidak ditemukan kasus gizi buruk.
balita terlihat bosan karena menu makanan yang monoton dan kurang
variasi, baik dari bahan makanan maupun cara pengolahan bahan makanan.
Yang sering terjadi pula balita yang makan snack atau camilan padat kalori
menjelang jam makan, sehingga waktu makan tidak merasa lapar lagi. Rasa
anak terbiasa dengan rasa gurih berlebih dan menjadi kurang suka makanan
rumahan. Ada pula orang tua yang lebih menekankan asupan nutrisi
anaknya pada jumlah kalori bukannya pada komposisi zat gizi, akibatnya
5
anak kelebihan berat namun kebutuhan akan zat gizi tertentu tidak
tercukupi.
Status gizi balita yang kurang baik dapat dipengaruhi oleh karena
pola makan yang tidak seimbang. Keadaan gizi kurang akibat pola makan
tidak seimbang akan menyebabkan tubuh balita menjadi kurus dan rentan
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2013
2. Tujuan Khusus
Tahun 2013
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
balita.
2. Manfaat Praktis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
2013)
kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut, atau ekspresi
2010)
a. Pola Makan
balita adalah pola asuh yang kurang, asupan gizi yang tidak cukup
c. Pendapatan keluarga
status gizi balita karena lebih praktis, cukup teliti, mudah dilakukan oleh
yang paling banyak digunakan adalah Berat Badan (BB), Tinggi Badan
dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan umur atau dengan ukuran
gizi.
2) Gizi baik jika nilai Z score terletak antara >-2 SD sampai dengan
+2 SD
dengan >-2 SD
11
tinggi badan tidak banyak terjadi dalam waktu singkat. Adapun cara
penilaiannya adalah:
2) Gizi baik jika nilai Z score terletak antara >-2 SD sampai dengan
+2 SD
dengan >-2 SD
Circumference (MUAC)
jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas
dapat dilihat di dalam KMS (Kartu Menuju Sehat). KMS adalah alat
batas atas garis hijau. Garis titik-titik merupakan batas gizi baik dan gizi
kurang (cut off point) berdasarkan median -2 SD, mempunyai nilai yang
kurang lebih sama dengan persentil ke-3, atau 80% terhadap median.
batas gizi kurang dengan gizi buruk. Tiap lapis warna pada KMS adalah
atas tiga kategori yaitu : KEP ringan (70-80 % dari BB/U standar), KEP
sedang (60-70 % dari BB/U standar) dan KEP berat (kurang dari 60 %
dari BB/U standar). Di samping itu untuk KEP sedang dan berat
diperhatikan, oleh karena bila dibiarkan akan dapat menjadi lebih buruk
(Supariasa, 2012)
hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok
b. Sementara itu dikutip dari Sri Handajani (1996), pola makan adalah
makan dan efek terhadap tubuh, dengan menanyakan apa yang dia
makan setiap hari, cara menyiapkan, dimana dan kapan makan, serta
15
dimaksud pola makan sehat dalam penelitian ini adalah suatu cara
a. Faktor ekonomi
atau nasehat yang dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat
dikonsumsi.
c. Faktor agama
d. Faktor pendidikan
yang lain
e. Faktor lingkungan
keluarga
Secara harfiah, balita atau anak bawah lima tahun adalah anak
dengan usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia di bawah satu
tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun karena faal (kerja alat
tubuh yang seharusnya) bayi usia di bawah satu tahun berbeda dengan
disapih atau selepas menyusu sampai usia pra sekolah. Sesuai dengan
2009)
18
pesat. Pada masa ini otak telah siap menghadapi berbagai stimuli seperti
belajar berjalan dan berbicara lebih lancar. Agar dapat tumbuh dan
(Satriono, 2009)
a. Beragam jenisnya
c. Higienis dan aman (bersih dari kotoran dan bibit penyakit serta tidak
macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari dan cara
a. Frekuensi makan
dan kapan tidak. Kalau disiplin ini sudah tertanam pada diri dan
ritme tubuhnya maka ketika jam makan tiba, anak tidak akan
b. Macam makanan
variasi menu makanan agar anak tidak bosan. Menu seimbang yaitu
2) Buah dan sayur seperti pisang, pepaya, jeruk, tomat, wortel. Jenis
pertumbuhannya
5) Lemak dan gula seperti yang terdapat dalam minyak, santan dan
mentega.
c. Jumlah makanan
Kebutuhan tubuh kita akan zat gizi tidak bisa dipenuhi hanya
oleh satu macam makanan saja karena tidak ada satupun makanan
22
ibu (ASI) bagi bayi usia empat bulan atau kurang. Agar kebutuhan
atau kurang dalam satu jenis makanan akan dilengkapi oleh jenis
makan anak, baik dari penampilan, tekstur, warna, aroma, besar porsi
23
2011)
1) Faktor organik
gigi
2) Faktor psikologis
dengan balita
3) Faktor gizi
24
Balita
mengandung semua zat gizi dalam jumlah yang dibutuhkan. Dengan gizi
daya tahan tubuhnya akan baik sehingga tidak mudah sakit (Soetjiningsih,
2009)
peralihan bentuk makanan dari lunak ke makanan biasa. Balita harus mulai
gizinya terpenuhi. Selain itu diperlukan kemampuan orang tua untuk dapat
kemampuannya
tertentu
pemilihan bahan makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang
kelebihan berat badan dan penyakit lain yang disebabkan oleh kelebihan
zat gizi. Sebaliknya, asupan makanan kurang dari yang dibutuhkan akan
Proverawati, 2009)
Anak balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan
a. Balita berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang
dewasa
kurang terawasi
27
asupan gizinya
F. Keaslian Penelitian
tahun 2013 ini benar merupakan penelitian yang dibuat peneliti dalam
penderita gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Salah satunya adalah skripsi
ibu, pendidikan ibu, kondisi ekonomi keluarga, dan jarak usia anak