Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA (LENGKAP)

1. WAHAM
A. Masalah Utama :
Perubahan proses pikir : waham

B. Proses terjadinya masalah


1. Pengertian Waham
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi
oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya
penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang
tua dan aniaya. (Budi Anna Keliat,1999).
Tanda dan Gejala :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan
Klien tampak tidak mempunyai orang lain
Curiga
Bermusuhan
Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
Takut, sangat waspada
Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
Ekspresi wajah tegang
Mudah tersinggung
(Azis R dkk, 2003)

2. Penyebab dari Waham


Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu
Gangguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri
dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan Gejala :
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri)
Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai
harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
( Budi Anna Keliat, 1999)

3. Akibat dari Waham


Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu
tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri,
orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
Memperlihatkan permusuhan
Mendekati orang lain dengan ancaman
Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
Mempunyai rencana untuk melukai

C. Pohon Masalah

Perubahan proses pikir: Waham


Gangguan konsep diri : harga diri rendah
(Keliat, BA, 1999)

D. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1) Masalah keperawatan:
1. Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan
2. Perubahan proses pikir : waham
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
2. Data yang perlu dikaji:
1. Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan
Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, dan ingin membakar atau mengacak-acak
lingkungannya.
Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2. Perubahan proses pikir : waham
Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat
waspada, tidak tepat menilai lingkungan/ realitas, ekspresi wajah
klien tegang, mudah tersinggung.
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri
Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup

E. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan waham.
2. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri
rendah.

F. Rencana Keperawatan
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
berubungan dengan waham....
1. Tujuan umum :
Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
1. Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran
hubungan interaksinya
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).
2. Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan
perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda"
disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung
disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham
klien.
3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi :
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat
yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan
klien sendirian.
4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.
Rasional :
dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka akan
memudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan yang
bermanfaat bagi klien dari pada hanya memikirkannya
Tindakan:
1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu
lalu dan saat ini yang realistis.
3. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan
perawatan diri).
4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien
sangat penting.
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Rasional :
Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat
dapat merencanakan untuk memenuhinya dan lebih memperhatikan
kebutuhan klien tersebut sehingga klien merasa nyaman dan aman
Tindakan:
1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya
waham.
4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas.
Rasional :
menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu
lebih benar dari pada apa yang dipikirkan klien sehingga klien dapat
menghilangkan waham yang ada
Tindakan:
1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
2. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Rasional :
Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan
mempengaruhi proses penyembuhan dan memberikan efek dan efek
samping obat
Tindakan:
1. Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat.
2. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
3. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
4. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Rasional :
dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan
mambentu proses penyembuhan klien
Tindakan:
1. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang :
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow
up obat.
2. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga

Diagnosa 2: Perubahan proses pikir: waham berhubungan dengan


harga diri rendah
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham dan klien akan
meningkat harga dirinya.
2. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Tindakan :
1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis
3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
5. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing
(5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I,
Jakarta : EGC, 1999
3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD
Dr. Amino Gonohutomo, 2003
5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1,
Bandung, RSJP Bandung, 2000
2. Harga Diri Rendah
I. Kasus (Masalah Utama)
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
II. Proses terjadinya masalah
1. Pengertian harga diri rendah
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan
tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara
langsung atau tidak langsung diekspresikan ( Townsend, 1998 ).
Menurut Schult & Videbeck ( 1998 ), gangguan harga diri rendah
adalah penilaian negatif seseorang terhadap diiri dan kemampuan,
yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang
negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat,
1999).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perasaan negatif terhadap diri sendiri
yang dapat diekspresikan secara langsung dan tak langsung.
Tanda dan gejala :
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri)
Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai
harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
( Budi Anna Keliat, 1999)

2. Penyebab dari harga diri rendah


Salah satu penyebab dari harga diri rendah yaitu berduka
disfungsional. Berduka disfungsional merupakan pemanjangan atau
tidak sukses dalam menggunakan respon intelektual dan emosional
oleh individu dalam melalui proses modifikasi konsep diri
berdasarkan persepsi kehilangan.
Tanda dan gejala :
o Rasa bersalah
o Adanya penolakan
o Marah, sedih dan menangis
o Perubahan pola makan, tidur, mimpi, konsentrasi dan aktivitas
o Mengungkapkan tidak berdaya
2. Akibat dari harga diri rendah
Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial : menarik
diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
(Rawlins,1993).
Tanda dan gejala :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
Menghindar dari orang lain (menyendiri)
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain/perawat
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap
Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari.
(Budi Anna Keliat, 1998)

III. a. Pohon masalah

Isolasi sosial : menarik diri


Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Core Problem

Berduka disfungsional

2. Masalah dan Data yang Perlu Dikaji


No Masalah Keperawatan Data Subyektif Data Obyektif
1 Isolasi sosial : menarik diri Mengungkapkan tidak berdaya dan
tidak ingin hidup lagi
Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain
Ekspresi wajah kosong
Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
Suara pelan dan tidak jelas
2 Gangguan konsep diri : harga diri rendah Mengungkapkan ingin
diakui jati dirinya
Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
Mengungkapkan dirinya tidak berguna
Mengkritik diri sendiri
Merusak diri sendiri
Merusak orang lain
Menarik diri dari hubungan sosial
Tampak mudah tersinggung
Tidak mau makan dan tidak tidur
Perasaan malu
Tidak nyaman jika jadi pusat perhatian
3 Berduka disfungsional Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak
ingin hidup lagi
Mengungkapkan sedih karena tidak naik kelas
Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain karena
diceraikan suaminya
Dan lain lain Ekspresi wajah sedih
Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
Suara pelan dan tidak jelas
Tampak menangis

IV. Diagnosa Keperawatan


1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan
berduka disfungsional.

V. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1: Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga
diri rendah
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien
akan meningkat harga dirinya.
2. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki
Tindakan :
1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis
3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.


Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah

4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan


kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan


Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
5. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

Diagnosa 2: Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan


dengan berduka disfungsional

DAFTAR PUSTAKA

1. Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD


Dr. Amino Gondoutomo. 2003
2. Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice.
Philadelphia : Lipincott-Raven Publisher. 1998
3. Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
4. Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3.
Jakarta : EGC. 1998
5. Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan
jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung. 2000

3. Menarik Diri.
II. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
(Rawlins,1993). Terjadinya perilaku menarik diri dipengaruhi oleh
faktor predisposisi dan stressor presipitasi. Faktor perkembangan
dan sosial budaya merupakan faktor predispoisi terjadinya perilaku
menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan
individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu, takut
salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain,
menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan,
dan merasa tertekan. Keadaan menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih
menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari hampir
terabaikan.
Gejala Klinis :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
Menghindar dari orang lain (menyendiri)
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain/perawat
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
(Budi Anna Keliat, 1998)

2. Penyebab dari Menarik Diri


Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah.
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan.
Gejala Klinis
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri)
Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai
harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
( Budi Anna Keliat, 1999)

3. Akibat dari Menarik Diri


Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakita adanya terjadinya
resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini
merupakan salah satu orientasi realitas yang maladaptive, dimana
halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus
yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata
tanpa stimulus/ rangsangan eksternal.
Gejala Klinis :
bicara, senyum dan tertawa sendiri
menarik diri dan menghindar dari orang lain
tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata
tidak dapat memusatkan perhatian
curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut
ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 1999)
III. Pohon Masalah

Resiko Perubahan Sensori-persepsi :


Halusinasi ..

Isolasi sosial : menarik diri Core Problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah


( Budi Anna Keliat, 1999)

IV. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji


a. Masalah Keperawatan
1. Resiko perubahan persepsi - sensori : halusinasi
2. Isolasi Sosial : menarik diri
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b. Data yang perlu dikaji
1. Resiko perubahan persepsi - sensori : halusinasi
1). Data Subjektif
1. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
2. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata
3. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
4. Klien merasa makan sesuatu
5. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
6. Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar
7. Klien ingin memukul/ melempar barang-barang
2). Data Objektif
1. Klien berbicara dan tertawa sendiri
2. Klien bersikap seperti mendengar/ melihat sesuatu
3. Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
4. Disorientasi
2. Isolasi Sosial : menarik diri
1). Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi. Terkadang hanya
berupa jawaban singkat ya atau tidak.
2). Data Obyektif
Klien terlihat apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri,
berdiam diri di kamar dan banyak diam.
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
1). Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
2). Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ ingin mengakhiri hidup.

V. Diagnosis Keperawatan
1). Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi . berhubungan
dengan menarik diri.
2). Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah.

VI. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1 : Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi .
berhubungan dengan menarik diri.
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan landasan utama
untuk hubungan selanjutnya
Tindakan:
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1. sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. perkenalkan diri dengan sopan
3. tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4. jelaskan tujuan pertemuan
5. jujur dan menepati janji
6. tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Rasional : Memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
dapat membantu mengurangi stres dan penyebab perasaaan
menarik diri
Tindakan
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
2.1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.1. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-
tanda serta penyebab yang muncul
2.1. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang
lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Rasional :
Untuk mengetahui keuntungan dari bergaul dengan orang lain.
Untuk mengetahui akibat yang dirasakan setelah menarik diri.
Tindakan :
1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
3. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
2. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
2. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Rasional :
Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku menarik diri
yang biasa dilakukan.
Untuk mengetahui perilaku menarik diria dilakukan dan dengan
bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dan
destruktif.
Tindakan
1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
2. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap :
KP
K P P lain
K P P lain K lain
K Kel/ Klp/ Masy
1. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai
2. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
3. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
4. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
5. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan
4. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain
Rasional : Dapat membantu klien dalam menemukan cara yang
dapat menyelesaikan masalah
Tindakan
1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain
2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan
dengan orang lain
3. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Rasional : memberikan penanganan bantuan terapi melalui
pengumpulan data yang lengkap dan akurat kondisi fisik dan non
fisik pasien serta keadaan perilaku dan sikap keluarganya
Tindakan
1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
salam, perkenalan diri
jelaskan tujuan
buat kontrak
eksplorasi perasaan klien
1. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
perilaku menarik diri
penyebab perilaku menarik diri
akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
cara keluarga menghadapi klien menarik diri
3. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada
klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
4. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu kali seminggu
5. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai
oleh keluarga
Diagnosa 2 : Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga
diri rendah.
Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk
kelancaran hubungan interaksi selanjutnya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapetutik
1. sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Rasional :
Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas,
kontrol diri atau integritas ego diperlakukan sebagai dasar asuhan
keperawatannya.
Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien
Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan
hanya karena ingin mendapatkan pujian
Tindakan:
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2.1. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
2.1. Utamakan memberikan pujian yang realistik
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Rasional :
Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki
adalah prasyarat untuk berubah.
Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi
untuk tetap mempertahankan penggunaannya
Tindakan:
1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit
2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Rasional :
Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya
sendiri
Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya.
Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk
melaksanakan kegiatan
Tindakan:
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan
Kegiatan mandiri
Kegiatan dengan bantuan sebagian
Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
1. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya
Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan
motivasi dan harga diri klien
Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien
Memberikan kesempatan kepada klien ntk tetap melakukan
kegiatan yang bisa dilakukan
Tindakan:
1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
4. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Rasional:
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di
rumah
Support sistem keluarga akan sangat berpengaruh dalam
mempercepat proses penyembuhan klien.
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
Tindakan:
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah
2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di ruma
DAFTAR PUSTAKA
1. Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD
Dr. Amino Gondoutomo. 2003
2. Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice.
Philadelphia : Lipincott-Raven Publisher. 1998
3. Budi Anna Keliat. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial:
Menarik Diri. Jakarta : FIK UI. 1999
4. Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
5. Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3.
Jakarta : EGC. 1998
6. Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan
jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung. 2000

4. Perilaku Kekerasan/amuk
1. Masalah Utama:
Perilaku kekerasan/ amuk.

2. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang
tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Tanda dan Gejala :
Muka merah
Pandangan tajam
Otot tegang
Nada suara tinggi
Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
Memukul jika tidak senang

2. Penyebab perilaku kekerasan


Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri:
harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai
dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan
diri, merasa gagal mencapai keinginan.

Tanda dan gejala :


Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri)
Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai
harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
(Budiana Keliat, 1999)
3. Akibat dari Perilaku kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai
merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
Memperlihatkan permusuhan
Mendekati orang lain dengan ancaman
Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
Mempunyai rencana untuk melukai

C. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Core Problem

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah


(Budiana Keliat, 1999)

D. Masalah keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan / amuk
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1. Data yang perlu dikaji:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1. Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
2. Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2. Perilaku kekerasan / amuk
1. Data Subjektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2. Data Objektif
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1. Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
2. Data objektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
5. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan/ amuk.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri:
harga diri rendah.

5. Rencana Tindakan
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk
1. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya
2. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
5. Beri rasa aman dan sikap empati.
6. Lakukan kontak singkat tapi sering.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.


Tindakan:
1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.

2. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.


Tindakan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.

2. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa


dilakukan.
Tindakan:
1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai ?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


Tindakan:
1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

5. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon


terhadap kemarahan.
Tindakan :
1. Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru
yang sehat
2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga,
memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/
tersinggung.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara cara marah yang
sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.

7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.


Tindakan:
1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel /
marah.

7. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol


perilaku kekerasan
Tindakan :
1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa
yang telah dilakukan keluarga selama ini.
2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3. Jelaskan cara cara merawat klien :
Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
Membantu klien mengenal penyebab ia marah.
8.4.Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
8.5.Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).


Tindakan:
1. Jelaskan jenis jenis obat yang diminum klien pada klien dan
keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum
obat tanpa seizin dokter.
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis,
cara dan waktu).
4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan
efek yang tidak menyenangkan.
6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
Diagnosa 2: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan
konsep diri : harga diri rendah
1. Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
1. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya
Salam terapeutik
Perkenalan diri
- Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.
Jelaskan tujuan pertemuan
Ciptakan lingkungan yang tenang
Buat kontrak yang jelas ( waktu, tempat dan topik pembicaraan ).
2. Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
3. Utamakan memberi pujian yang realistis.

2. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.


Tindakan :
1. Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat
digunakan selama sakit
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah.

4. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai


kemampuan yang dimiliki.
Tindakan :
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan
total ).
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.

4. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan


kemampuannya
Tindakan :
1. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.


Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing
(5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I,
Jakarta : EGC, 1999
3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD
Dr. Amino Gonohutomo, 2003
5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1,
Bandung, RSJP Bandung, 2000
5. Perubahan Sensori Perseptual : HALUSINASI .
II. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua
sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu
itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada
panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan
sadar/terbangun. (Maramis, hal 119)
Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca
indera tanpa adanya rangsangan dari luar pada pasien dalam
keadaan sadar.
Tanda dan gejala :
Bicara, senyum dan tertawa sendiri
Menarik diri dan menghindar dari orang lain
Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
Tidak dapat memusatkan perhatian
Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut
Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 1999)

2. Penyebab dari Halusinasi


Salah satu penyebab dari Perubahan sensori perseptual : halusinasi
yaitu isolasi social : menarik diri. Menarik diri merupakan percobaan
untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993).
Tanda dan Gejala :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
Menghindar dari orang lain (menyendiri)
Komunikasi kurang/ tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain/ perawat
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
Berdiam diri di kamar/ klien kurang mobilitas
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap
Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari.
(Budi Anna Keliat, 1998)

3. Akibat dari Halusinasi


Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi
dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.
Tanda dan Gejala :
Memperlihatkan permusuhan
Mendekati orang lain dengan ancaman
Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
Mempunyai rencana untuk melukai

III. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri , orang lain dan lingkungan


Perubahan sensori perseptual: halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

IV. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3. Isolasi sosial : menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1. Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
2. Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
1. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
1. Data Subjektif
Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata.
Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata.
Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
Klien merasa makan sesuatu.
Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar.
Klien ingin memukul/ melempar barang-barang.
2. Data Objektif
Klien berbicar dan tertawa sendiri.
Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu.
Disorientasi.
1. Isolasi sosial : menarik diri
1. Data Subjektif
Klien mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi
Klien mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain.
1. Data Objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri
Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan
Ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup

V. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perubahan sensori perseptual : halusinasi.
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan dengan
menarik diri.

VI. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1: Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perubahan sensori perseptual : halusinasi.
1. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
2. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
1. Salam terapeutik perkenalan diri jelaskan tujuan ciptakan
lingkungan yang tenang buat kontrak yang jelas (waktu, tempat,
topik).
2. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
3. Empati.
4. Ajak membicarakan hal-hal yang ada di lingkungan.
2. Klien dapat mengenal halusinasinya.
Tindakan :
1. Kontak sering dan singkat.
2. Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan
non verbal).
3. Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada
suara yang didengar dan apa yang dikatakan oleh suara itu. Katakan
bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat
tidak. Katakan perawat akan membantu.
4. Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu,
frekuensi terjadinya halusinasi serta apa yang dirasakan saat terjadi
halusinasi.
5. Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi.
2. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Tindakan :
1. Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi.
2. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara baru
untuk mengontrol halusinasinya.
3. Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi : bicara
dengan orang lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan,
mengatakan pada suara tersebut saya tidak mau dengar.
4. Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih/dilakukan.
5. Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri
pujian jika berhasil.
6. Libatkan klien dalam TAK : stimulasi persepsi.
2. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang
gejala, cara, memutus halusinasi, cara merawat, informasi waktu
follow up atau kapan perlu mendapat bantuan.
2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
2. Klien dapat menggunakan obat dengan benar.
Tindakan :
1. Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat.
2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien,
obat, dosis, cara, waktu).
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
4. Beri reinforcement positif klien minum obat yang benar.

Diagnosa 2: Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan


dengan menarik diri.
1. Tujuan Umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
optimal
2. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk
kelancaran hubungan interaksi selanjutnya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapetutik
1. sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Rasional :
Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas,
kontrol diri atau integritas ego diperlakukan sebagai dasar asuhan
keperawatannya.
Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien
Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan
hanya karena ingin mendapatkan pujian
Tindakan:
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2.1. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
2.1. Utamakan memberikan pujian yang realistik

3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan


Rasional :
Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki
adalah prasyarat untuk berubah.
Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi
untuk tetap mempertahankan penggunaannya
Tindakan:
1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit
2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Rasional :
Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya
sendiri
Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya.
Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk
melaksanakan kegiatan
Tindakan:
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan
Kegiatan mandiri
Kegiatan dengan bantuan sebagian
Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
1. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya

Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan
motivasi dan harga diri klien
Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien
Memberikan kesempatan kepada klien ntk tetap melakukan
kegiatan yang bisa dilakukan
Tindakan:
1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
4. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Rasional:
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di
rumah
Support sistem keluarga akan sangat berpengaruh dalam
mempercepat proses penyembuhan klien.
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
Tindakan:
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah
2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC,
1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I,
Jakarta : EGC, 1999
3. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD
Dr. Amino Gonohutomo, 2003
4. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1,
Bandung, RSJP Bandung, 2000

ASKEP HALUSINASI DAN WAHAM


I. DEFENISI HALUSINASI
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa
adanya rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of
Mental Health Nursing, 1987).

II. KLASIFIKASI HALUSINASI


Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi
dengan karakteristik tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran :
karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara
suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan :
karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan
atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu :
karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang kadang
terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor,
kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba :
karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap :
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis
dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik :
karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.

III. PROSES TERJADINYA HALUSINASI


Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari
gangguan persepsi pada klien dengan gangguan jiwa (schizoprenia).
Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara suara bising atau
mendengung. Tetapi paling sering berupa kata kata yang tersusun
dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien,
sehingga klien menghasilkan respons tertentu seperti : bicara
sendiri, bertengkar atau respons lain yang membahayakan. Bisa
juga klien bersikap mendengarkan suara halusinasi tersebut dengan
mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara
atau pada benda mati.
Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor dari
gangguan schizoprenia dan satu syarat diagnostik minor untuk
metankolia involusi, psikosa mania depresif dan syndroma otak
organik.

IV. FAKTOR FAKTOR PENYEBAB HALUSINASI


1. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor
perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu
faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang
dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.

Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan
Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di
besarkan.
Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP)
Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran
ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan
mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir
dengan gangguan orientasi realitas.
Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui,
tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping.
Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi
klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang
ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai
pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik.

3. Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut
Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah
halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu
sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-
sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi
yaitu :
1) Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem
kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi
berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk
itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi
yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,
serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
5) Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga
proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan
keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu
tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan
kontrol kehidupan dirinya.

4. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang.
Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan
sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal
untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan
budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman
yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang
berhasil.

5. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri

V. 4 ( empat) tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang


ditampilkan

TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN


Tahap I
Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum,
halusinasi merupakan suatu kesenangan.

Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.


Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
ansietas
Fikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontol kesadaran,
nonpsikotik.

Tersenyum, tertawa sendiri


Menggerakkan bibir tanpa suara
Pergerakkan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Diam dan berkonsentrasi

Tahap II
Menyalahkan
Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan
perasaan antipati

Pengalaman sensori menakutkan


Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
Mulai merasa kehilangan kontrol
Menarik diri dari orang lain non psikotik
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
Perhatian dengan lingkungan berkurang
Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja
Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas

Tahap III
Mengontrol
Tingkat kecemasan berat
Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi

Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi)


Isi halusinasi menjadi atraktif
Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik

Perintah halusinasi ditaati


Sulit berhubungan dengan orang lain
Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan
berkeringat

Tahap IV
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
Klien panik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak
mengikuti perintah halusinasi, bisa berlangsung dalam beberapa
jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku panik
Resiko tinggi mencederai
Agitasi atau kataton
Tidak mampu berespon terhadap lingkungan

VI. HUBUNGAN SKHIZOPRENIA DENGAN HALUSINASI


Gangguan persepsi yang utama pada skizoprenia adalah halusinasi,
sehingga halusinasi menjadi bagian hidup klien. Biasanya
dirangsang oleh kecemasan, halusinasi menghasilkan tingkah laku
yang tertentu, gangguan harga diri, kritis diri, atau mengingkari
rangsangan terhadap kenyataan.
Halusinasi pendengaran adalah paling utama pada skizoprenia,
suara suara biasanya berasal dari Tuhan, setan, tiruan atau relatif.
Halusinasi ini menghasilkan tindakan/perilaku pada klien seperti
yang telah diuraikan tersebut di atas (tingkat halusinasi,
karakteristik dan perilaku yang dapat diamati).

VII. PENATALAKSANAAN MEDIS PADA HALUSINASI PENDENGARAN


Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat
obatan dan tindakan lain, yaitu :
1. Psikofarmakologis
Obat obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia
adalah obat obatan anti psikosis. Adapun kelompok yang umum
digunakan adalah :

KELAS KIMIA NAMA GENERIK (DAGANG) DOSIS HARIAN


Fenotiazin Asetofenazin (Tindal)
Klorpromazin (Thorazine)
Flufenazine (Prolixine, Permitil)
Mesoridazin (Serentil)
Perfenazin (Trilafon)
Proklorperazin (Compazine)
Promazin (Sparine)
Tioridazin (Mellaril)
Trifluoperazin (Stelazine)
Trifluopromazin (Vesprin) 60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
40-1200 mg
150-800mg
2-40 mg
60-150 mg
Tioksanten Klorprotiksen (Taractan)
Tiotiksen (Navane) 75-600 mg
8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg

2. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)


3. Terapi aktivitas kelompok (TAK)

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI

I. PENGKAJIAN

1. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Faktor perkembangan terlambat
Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa
aman.
Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Komunikasi peran ganda
Tidak ada komunikasi
Tidak ada kehangatan
Komunikasi dengan emosi berlebihan
Komunikasi tertutup
Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang tua yang
otoritas dan komplik orang tua
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
d. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri,
ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis
peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
e. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran
vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic.

f. Faktor genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga
terdahulu yang mengalami schizoprenia dan kembar monozigot.

2. PERILAKU
Bibir komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala
mengangguk angguk, seperti mendengar sesuatu, tiba tiba
menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau
membuang sesuatu, tiba tiba marah dan menyerang, duduk
terpaku, memandang satu arah, menarik diri.

3. FISIK
a. ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak
makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri
atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan
aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.
b. Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat obatan dan zat
halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
c. Riwayat kesehatan
Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan
penyalahgunaan obat.
d. Riwayat schizofrenia dalam keluarga
e. Fungsi sistim tubuh
Perubahan berat badan, hipertermia (demam)
Neurologikal perubahan mood, disorientasi
Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur

4. STATUS EMOSI
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan
bermusuhan, kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.
5. STATUS INTELEKTUAL
Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan
kecap, isi pikir tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku,
kurang motivasi, koping regresi dan denial serta sedikit bicara.

6. STATUS SOSIAL
Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan
mengatasi stress dan kecemasan.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
pendengaran.
2. Gangguan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan
isolasi social : menarik diri.
3. Kerusakan interaksi social : menarik diri berhubungan dengan
harga diri rendah.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan
proses fikir.
5. Perubahan proses fikir berhubungan dengan harga diri rendah.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat.

III. RENCANA INTERVENSI PERAWATAN

Diagnosa Keperawatan I :
Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
pendengaran

Tujuan umum :
Klien dapat mengendalikan halusinasinya.

TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan


perawat
Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya
Salam terapeutik
Perkenalkan diri
Jelaskan tujuan interaksi
Buat kontrak yang jelas
Menerima klien apa adanya
Kontak mata positif
Ciptakan lingkungan yang terapeutik
2. Dorong klien dan beri kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya
3. Dengarkan ungkapan klien dengan rasa empati.
Rasional
1. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik
antara perawat dan klien
2. Ungkapan perasaan oleh klien sebagai bukti bahwa klien
mempercayai perawat
3. Empati perawat akan meningkatkan hubungan terapeutik
perawat-klien
Evaluasi
Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan kondisinya secara
verbal

TUK 2 : Klien dapat mengenali halusinasinya


Intervensi :
1. Adakan kontak secara sering dan singkat
2. Observasi tingkah laku verbal dan non verbal klien yang terkait
dengan halusinasi (sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau
tertawa sendiri, terdiam di tengah tengah pembicaraan).
3. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak
nyata bagi perawat.
4. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi
halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi.
5. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika
halusinasi muncul.
6. Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi
halusinasi.

Rasional :
1. Mengurangi waktu kosong bagi klien untuk menyendiri.
2. Mengumpulkan data intervensi terkait dengan halusinasi.
3. Memperkenalkan hal yang merupakan realita pada klien.
4. Melibatkan klien dalam memperkenalkan halusinasinya.
5. Mengetahui koping klien sebagai data intervensi keperawatan
selanjutnya.
6. Membantu klien mengenali tingkah lakunya saat halusinasi.
Evaluasi :
1. Klien dapat membedakan hal yang nyata dan yang tidak setelah
3-4 kali pertemuan dengan menceritakan hal hal yang nyata.
2. Klien dapat menyebutkan situasi, isi dan waktu timbulnya
halusinasi setelah 3 kali pertemuan.
3. Klien dapat mengungkapkan respon perilakunya saat halusinasi
terjadi setelah 2 kali pertemuan.

TUK 3 : Klien dapat mengendalikan halusinasinya


Intervensi :
1. Identifikasi tindakan klien yang positif.
2. Beri pujian atas tindakan klien yang positif.
3. Bersama klien rencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya
halusinasi.
4. Diskusikan ajarkan cara mengatasi halusinasi.
5. Dorong klien untuk memilih cara yang disukai untuk mengontrol
halusinasi.
6. Beri pujian atas pilihan klien yang tepat.
7. Dorong klien untuk melakukan tindakan yang telah dipilih.
8. Diskusikan dengan klien hasil atau upaya yang telah dilakukan.
9. Beri penguatan atas upaya yang telah berhasil dilakukan dan beri
solusi jika ada keluhan klien tentang cara yang dipilih.
Rasional :
1. Mengetahui cara cara klien mengatasi halusinasi baik yang
positif maupun yang negatif.
2. Menghargai respon atau upaya klien.
3. Melibatkan klien dalam menentukan rencana intervensi.
4. Memberikan informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi
pada klien.
5. Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara sesuai
kehendak dan kemampuannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien.
7. Motivasi respon klien atas upaya yang telah dilakukan.
8. Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi lanjutan
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan dan saat
halusinasi terjadi setelah dua kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 cara mengatasi halusinasi.

TUK 4 : Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol


halusinasinya.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol
halusinasinya.
2. Bantu klien untuk memutuskan bahwa klien minum obat sesuai
program dokter.
3. Observasi tanda dan gejala terkait efek dan efek samping.
4. Diskusikan dengan dokter tentang efek dan efek samping obat
Rasional :
1. Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan klien
tentang efek obat terhadap halusinasinya.
2. Memastikan klien meminum obat secara teratur.
3. Mengobservasi efektivitas program pengobatan.
4. Memastikan efek obat obatan yang tidak diharapkan terhadap
klien.
Evaluasi :
Klien meminum obat secara teratur sesuai instruksi dokter.
TUK 5 : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengendalikan
halusinasi.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang
dilakukan keluarga dalam merawat klien.
3. Beri penguatan positif atas upaya yang baik dalam merawat klien.
4. Diskusikan dan ajarkan dengan keluarga tentang : halusinasi,
tanda tanda dan cara merawat halusinasi.
5. Beri pujian atas upaya keluarga yang positif.
Rasional :
1. Sebagai upaya membina hubungan terapeutik dengan keluarga.
2. Mencari data awal untuk menentukan intervensi selanjutnya.
3. Penguatan untuk menghargai upaya keluarga.
4. Memberikan informasi dan mengajarkan keluarga tentang
halusinasi dan cara merawat klien.
5. Pujian untuk menghargai keluarga.
Evaluasi :
Keluarga dapat menyebutkan cara cara merawat klien halusinasi.

Diagnosa Keperawatan 2 :
Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan
dengan isolasi social : menarik diri.

Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan
sehingga halusinasi dapat dicegah.

TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan


perawat.
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya
Menyapa klien dengan ramah
Mengingatkan kontrak
Terima klien apa adanya
Jelaskan tujuan pertemuan
Sikap terbuka dan empati
Rasional :
Kejujuran, kesediaan dan penerimaan meningkatkan kepercayaan
hubungan antara klien dengan perawat.
Evaluasi :
Setelah 2 kali pertemuan klien dapat menerima kehadiran
perawat.

TUK 2 : Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan perilaku


menarik diri.
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri.
3. Diskusikan bersama klien tentang menarik dirinya.
4. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya.
Rasional :
1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang menarik diri
sehingga perawat dapat merencanakan tindakan yang selanjutnya.
2. Untuk mengetahui alasan klien menarik diri.
3. Meningkatkan harga diri klien sehingga berani bergaul dengan
lingkungan sosialnya.
Evaluasi :
Setelah 1 kali pertemuan klien dapat menyebutkan penyebab atau
alasan menarik diri.

TUK 3 : Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan


orang lain.
Intervensi :
1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan
dengan orang lain.
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan
manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional :
1. Meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya berhubungan
dengan orang lain.
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien terhadap informasi
yang telah diberikan.
3. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan
orang lain
Mendapat teman
Dapat mengungkapkan perasaan
Membantu memecahkan masalah

TUK 4 : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara


bertahap.
Intervensi :
1. Dorong klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan orang
lain.
2. Dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain secara
bertahap antara lain :
Klien-perawat
Klien-perawat-perawat lain
Klien-perawat-perawat lain-klien lain
Klien-kelompok kecil (TAK)
Klien-keluarga
3. Libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan
4. Reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai klien.
Rasional :
1. Untuk mengetahui pemahaman klien terhadap informasi yang
telah diberikan.
2. Klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, malu dalam
berhubungan sehingga perlu dilatih secara bertahap dalam
berhubungan dengan orang lain.
3. Membantu klien dalam mempertahankan hubungan inter
personal.
4. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain,
misalnya :
Membalas sapaan perawat
Kontak mata positif
Mau berinteraksi

TUK 5 : Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam berhubungan


dengan orang lain.
Intervensi :
1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong klien untuk mengemukakan perasaan keluarga
3. Dorong klien untuk mengikuti kegiatan bersama keluarga seperti :
makan, ibadah dan rekreasi.
4. Jelaskan kepada keluarga tentang kebutuhan klien.
5. Bantu keluarga untuk tetap mempertahankan hubungan dengan
klien yaitu memperlihatkan perhatian dengan kunjungan rumah
sakit.
6. Beri klien penguatan misalnya : membawa makanan kesukaan
klien.
Rasional :
1. Mengidentifikasi hambatan yang dirasakan klien.
2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan klien dengan keluarga.
3. Membantu klien dalam meningkatkan hubungan interpersonal
dengan keluarga.
4. Klien menarik diri membutuhkan perhatian yang khusus.
5. Keterlibatan keluarga sangat membantu dalam mengembangkan
interaksi dengan lingkungannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien kepada keluarga dan merasa
diperhatikan.
Evaluasi :
1. Setelah 2 kali pertemuan klien dapat membina hubungan dengan
keluarga.
2. Keluarga mengunjungi klien ke rumah sakit setiap minggu secara
bergantian.

Diagnosa keperawatan 3
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan konsep
diri : harga diri rendah.

Tujuan umum :
Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah
diri.

TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri.


Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya.
2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien.
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua
memiliki kelebihan dan kekurangan.
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutupi dengan kelebihan
yang dimiliki klien.
5. Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang dimiliki
klien.
6. Beritahukan bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki.
Rasional :
1. Mengidentifikasikan hal hal positif yang masih dimiliki klien.
2. Mengingatkan klien bahwa ia manusia biasa yang mempunyai
kekurangan.
3. Menghadirkan realita pada klien.
4. Memberikan harapan pada klien.
5. Memberikan kesempatan berhasil lebih tinggi.
6. Agar klien tidak merasa putus asa.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya
setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak
menjadi halangan untuk mencapai keberhasilan.

TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya.


Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa harapan selama di RS,
rencana klien setelah pulang dan apa cita cita yang ingin dicapai.
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan
yang dimilikinya.
3. Beri kesempatan klien untuk berhasil.
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai.
Rasional :
1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dari harapan klien.
2. Membantu klien membentuk harapan yang realistis.
3. Meningkatkan percaya diri klien.
4. Meningkatkan penghargaan terhadap perilaku yang positif.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai dengan
kemampuannya setelah 1 kali pertemuan.

TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya.


Intervensi :
1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau yang berhasil
dicapainya.
2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan tersebut.
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab sebab
kegagalan.
4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan
cara mengatasinya.
5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi
pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa
yang akan datang.
Rasional :
1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri.
3. Mengetahui apakah kegagalan tersebut mempengaruhi klien.
4. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien.
5. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan
merupakan akhir dari suatu usaha.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami
setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah
4 kali pertemuan.

TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis.


Intervensi :
1. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapainya.
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan
kemampuan klien.
3. Bantu klien memilih priotitas tujuan yang mungkin dapat
dicapainya.
4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah
dipilih.
5. Tunjukkan keterampilan dan keberhasilan yang telah dicapai
klien.
6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok.
7. Beri reinforcement positif bila klien mau mengikuti kegiatan
kelompok.
Rasional :
1. Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Mempertahankan klien untuk tetap realistis.
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan.
4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien.
5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok
mengembangkan kemampuannya.
7. Meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali
pertemuan.
2. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1
kali pertemuan.

TUK 5 : Klien dapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga


dirinya.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan keluarga tanda tanda harga diri rendah.
2. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan
menghargai klien tidak mengejek, tidak menjauhi.
3. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan berhasil
pada klien.
4. Anjurkan pada keluarga untuk menerima klien apa adanya.
5. Anjurkan keluarga untuk melibatkan klien dalam setiap
pertemuan keluarga.
Rasional :
1. Mengantisipasi masalah yang timbul.
2. Menyiapkan support sistem yang akurat.
3. Memberikan kesempatan pada klien untuk sukses.
4. Membantu meningkatkan harga diri klien.
5. Meningkatkan interaksi klien dengan anggota keluarga.
Evaluasi :
1. Keluarga dapat menyebutkan tanda tanda harga diri rendah.
Mengatakan diri tidak berharga
Tidak berguna dan tidak mampu
Pesimis dan menarik diri dari realita
2. Keluarga dapat berespon dan memperlakukan klien secara tepat
setelah 2 kali pertemuan.

Diagnosa Keperawatan 4 :
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan
proses pikir.

Tujuan umum :
Klien dapat mengontrol halusinasinya.

TUK 1 : Klien dapat mengenal akan wahamnya.


Intervensi :
1. Adakan kontrak sering dan singkat.
Gunakan teknik komunikasi terapeutik.
Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas.
2. Jangan membantah atau menyangkal keyakinan pasien.
Rasional :
Hal ini mendorong untuk menyampaikan rasa empati,
mengembangkan rasa percaya dan akhirnya mendorong klien untuk
mendiskusikannya. Untuk memudahkan rasa percaya dan
kemampuan untuk mengerti akan tindakan dan komunikasi pasien
membantah atau menyangkal tidak akan bermanfaat apa apa.
Evaluasi :
Klien dapat mengenal akan wahamnya setelah mendapat penjelasan
dari perawat dalam 4 x pertemuan.
TUK 2 : Klien dapat mengendalikan wahamnya.
Intervensi :
1. Bantu klien untuk mengungkapkan anansietas, takut atau tidak
aman.
2. Focus dan kuatkan pada orang orang yang nyata, ingatan
tentang pikiran irasional. Bicarakan kejadian kejadian dan orang
orang yang nyata.
3. Diskusikan cara untuk mencegah waham, contoh percaya pada
orang lain, belajar akan kenyataan, bicara dengan orang lain, yakin
akan dirinya bahwa tidak ada yang akan mengerti perasaannya bila
tidak cerita dengan orang lain.
Rasional :
1. Ungkapkan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak
terancam akan mendorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya yang mungkin sudah terpendam.
2. Diskusikan yang berfokus pada ide ide yang salah tidak akan
mencapai tujuan dan mungkin buat psikosisnya lebih buruk jika
pasien dapat belajar untuk menghentikan ansietas yang meningkat,
pikiran waham dapat dicegah.
Evaluasi :
Klien dapat mengendalikan wahamnya dengan bantuan perawat
dengan menggunakan cara yang efektif dalam 4 x pertemuan.

TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya.


Intervensi :
1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau keinginan yang
berhasil dicapainya.
2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan.
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab sebab
kegagalan
4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan
cara mengatasi
5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi
pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa
yang akan datang.
Rasional :
1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri
3. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien
4. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan
merupakan akhir dari suatu usaha.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami
setelah 1 x pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah
4 x pertemuan.

TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis.


Intervensi :
1. Bantu klien memuaskan tujuan yang ingin dicapainya.
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan
kemampuan klien.
3. Bantu klien untuk memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat
dicapainya.
4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah
dipilih.
5. Tunjukkan keterampilan yang telah dicapai klien.
6. Ikutsertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok.
Rasional :
1. Agar klien dapat tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Mempertahankan klien agar tetap realistis.
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan.
4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien.
5. Memberi penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok
mengembangkan kemampuannya.

Diagnosa Keperawatan 5 :
Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah
kronis.

Tujuan umum :
Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah
diri.
TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya
2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua
memiliki kelebihan dan kekurangan.
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan kelebihan
yang dimiliki.
5. Beritahukan klien bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang
dimiliki
Rasional :
1. Mengidentifikasi hal hal positif yang masih dimiliki klien
2. Mengingatkan klien bahwa klien manusia biasa yang mempunyai
kekurangan
3. Menghadirkan harapan pada klien
4. Agar klien tidak merasa putus asa
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya
setelah 1 x pertemuan
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak
menjadi halangan untuk mencapai keberhasilan

TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya


Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa rencana selama di RS,
rencana klien setelah pulang dan apa cita cita yang ingin dicapai
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan
yang dimilikinya
3. Beri kesempatan pada klien untuk berhasil
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai
Rasional :
1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dan harapan pasien.
2. Membantu klien untuk membentuk harapan yang realistis
3. Meningkatkan rasa percaya diri klien
4. Memberi penghargaan terhadap perilaku yang positif
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan cita cita dan harapan yang sesuai
dengan kemampuannya setelah 1 x pertemuan.

Diagnosa Keperawatan 6 :
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

Tujuan umum :
Klien dapat melakukan perawatan diri

TUK 1 : Klien mengetahui keuntungan melakukan perawatan diri


Intervensi :
1. Diskusikan tentang keuntungan melakukan perawatan diri
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali keuntungan dalam
melakukan perawatan diri
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan
keuntungan melakukan perawatan diri
Rasional :
1. Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya
perawatan diri
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi
yang telah diberikan
3. Reinforcement posisitf dapat menyenangkan hati pasien

Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan keuntungan dari melakukan perawatan
diri seperti memelihara kesehatan dan memberi rasa nyaman dan
segar.

TUK 2 : Klien mengetahui kerugian jika tidak melakukan perawatan


diri
Intervensi :
1. Diskusikan tentang kerugian tidak melakukan perawatan diri
2. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan
kerugian tidak melakukan perawatan diri.
Rasional :
1. Untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan klien tentang
perlunya perawatan diri.
2. Reinforcement positif untuk menyenangkan hati klien.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan kerugian dari tidak melakukan perawatan
diri seperti terkena penyakit, sulit mendapat teman.

TUK 3 : Klien berminat melakukan perawatan diri


Intervensi :
1. Dorong dan bantu klien dalam melakukan perawatan diri
2. Beri pujian atas keberhasilan klien melakukan perawatan diri
Rasional :
1. Untuk meningkatkan minat klien dalam melakukan perawatan diri
2. Reinforcement positif dapat menyenangkan hati klien dan
meningkatkan minat klien untuk melakukan perawatan diri.
Evaluasi :
Klien melakukan perawatan diri seperti : mandi memakai sabun 2 x
sehari, menggosok gigi dan mencuci rambut, memotong kuku.

BAB III

TINJAUAN KASUS
HALUSINASI PENDENGARAN

Jenis : Perawatan Komunitas


Tgl Pengkajian : 16 Januari 2013 19 Januari 2013

I. Identitas Klien
Nama : Tn. Botak
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gadut Kec. Tilatang Kamang Kab. Agam
Suku : Minang
Status : Belum Kawin
Pendidikan : Eks. SMP
Informan : Klien dan Keluarga Klien
Tgl. Pengkajian : 16 Januari 2008 19 Januari 2008
Penanggung Jawab : Tn. P
Hubungan : Ayah Kandung
Pekerjaan : Swasta

II. Faktor Predisposisi


Berdasarkan pengkajian yang dilakukan tanggal 16 Januari 2008,
didapat bahwa:
1. Orang tua klien mengatakan bahwa klien pernah berobat dan
sempat dirawat di RSJ Puti Bungsu pada tahun 2003
2. Pengobatan klien sebelumnya tidak berhasil karena klien putus
obat.
MK = Regiment Therapeutik tidak efektif.
3. Klien mengatakan tidak pernah mengalami trauma.
4. Klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang menderita
penyakit yang sama dengan klien.
5. Klien mengatakan pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan yaitu ketika klien kelas 2 SMA, orang tua klien
bercerai dan klien tidak menerima.
MK = Berduka disfungsional

III. Pemeriksaan Fisik


TD : 120/90
Nadi : 84x/i
Suhu : 36,2oC
BB : 65 Kg
TB : 170 cm
Pernafasan : 22x/i
Keluhan Fisik : Setelah dilakukan observasi pada klien, didapat
bahwa tidak terdapat keluhan fisik.

IV. Psikososial
1. Genogram

Ket:
: Klien

: Laki-laki

: Perempuan
: Suami istri

: Cerai

: Tinggal serumah

Klien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Klien tinggal


bersama ayah dan kedua saudaranya sejak kelas 2 SMA karena ayah
dan ibu klien bercerai. Klien paling dekat dengan ayah klien dan
yang membuat keputusan di rumah adalah ayah klien.

2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien mengatakan tubuhnya biasa-biasa saja dan klien menyukai
semua bagian tubuhnya.
b. Peran
Di rumah klien berperan sebagai anak.
c. Ideal diri
Klien ingin ingin punya pacar.
d. Harga diri
Klien mengatakan kalau pacarnya selalu menghinanya jelek dan bau
dan klien merasa terhina karena pacar klien meninggalkannya.
Karena alasan klien jelek dan buruk.
MK = Gangguan harga diri rendah/

3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti bagi klien adalah pacar klien
b. Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain dan tidak
pernah mengikuti kegiatan masyarakat.
c. Hambatan dalam berhubungan orang lain klien tidak suka
berbicara dengan orang lain
MK : Kerusakan integrisa sosial : menarik diri
4. Spritual
Klien adalah penganut agama Islam dan mengakui bahwa Tuhan
Maha Esa itu ada.

V. Status Mental
1. Penampilan
Penampilan klien kurang rapi tetapi pemilihan pakaian klien sesuai.
2. Pembicaraan
Awal pengkajian klien bisa menjawab pertanyaan dengan baik tetapi
lebih dari 5 menit jawaban klien mulai inkoheren yaitu jawaban tidak
sesuai dengan pertanyaan.
MK = Kerusakan komunikasi verbal
3. Aktifitas motorik
Klien dapat melakukan aktivitas seperti makan, mandi,
membersihkan ruangan dan pada saat berinteraksi dengan perawat,
klien tampak tenang.
4. Alam perasaan
Klien tampak gembira berlebihan dan klien merasa ada suara yang
mengajaknya bercanda yang membuatnya tertawa sendiri.
MK = Gangguan isi fikir
5. Afek
Klien tampak senang jika membicarakan pacar-pacarnya tapi klien
tampak marah mengingat ayah dan ibunya yang bercerai.

6. Interaksi selama wawancara


Interaksi klien selama wawancara tidak kooperatir jika sudah lebih
dari 3 menit, kontak mata terlihat bahagia berlebihan tanpa sebab.
7. Persepsi
Klien mengatakan bahwa ia sering mendengar suara-suara wanita
yang mengejeknya bau dan jelek. Suara itu muncul ketika klien
sedang sendiri dan bermenung, kadang dalam sehari suara-suara itu
datang 2 kali yang membuat klien bicara-bicara sendiri melawan
suara itu dan membuat klien menarik diri karena klien merasa malu
karena ejekan suara itu. Dan dilain kesempatan muncul juga suara-
suara wanita yang merayu dan memuji-muji klien. Suara ini lebih
sering datang dari suara yang mengejek klien dan jika klien
mendengar suara ini klien tertawa-tertawa sendiri.
8. Isi fikir
Klien mengangu ia adalah artis terkenal yang selalu di kelilingi
wanita-wanita cantik yang memujanya. Setiap bertemu dengan
perawat klien mengatakan kalau dia artis internasional yang
dikatakan berulang-ulang walaupun sudah diberi bantahan.
9. Tingkat kesadaran
Klien tampak bingung dan sering lupa terhadap waktu, tempat,
orang,
10. Memori
Klien susah untuk mengingat memori jangka panjang.
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien dapat berhitung tapi agak susah untuk berkonsentrasi karena
ada suara wanita yang mengganggunya.
12. Kemampuan penilaian
Klien tidak bisa mengambil kemampuan sederhana tanpa bantuan
dan instruksi dari orang lain.
13. Daya titik diri
Klien mengikari penyakit yang dideritanya.

VI. Mekanisme Koping


Klien mengatakan kalau ada masalah klien tidak mau mengatakan
kepada orang lain. Klien lebih memilih diam.
MK = Koping individu tidak efektif.

VII. Masalah Psikososial


Klien mengatakan di rumah tidak suka berinteraksi dengan keluarga
karena merasa kecewa sejak orang tua bercerai.

VIII. Pengetahuan
Klien menyatakan ia tidak tahu tentang penyakitnya, faktor
prisipitasi, predisposisi, pengobatan serta cara mengatasinya.
MK = Kurang pengetahuan

IX. Aspek Medik


Klien dapat therapy
- Haloperidol 3 x 1.5 mg
- Chiorpromazine 1 x 100 mg
- KBZ 3 x 100 mg
X. Analisa Data
No Analisa Data Masalah Keperawatan

DS:
- Keluarga mengatakan sebelum masuk RS klien gelisah, marah-
marah, mengamuk, melempar kaca rumah.
DO :
- Di rumah klien suka mengamuk dan marah-marah
DS:
- Klien mengatakan sudah 2 kali masuk RSJ.
DO :
- Dari data klien dirawat untuk kedua kalinya

DS:
- Klien mengatakan kalau klien kecewa sekali waktu orang tuanya
bercerai
DO :
- Klien tampak sedih jika dibahas tentang ayah dan ibunya

DS:
- Klien mengatakan kalau ada suara-suara mengejeknya bau.
DO :
- Kadang tampak klien menyendiri putus asa

DS:
- Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain dan tidak
suka berbicara dengan orang lain
DO :
- Klien tampak sering sendiri dan kurang mau bicara dengan
temannya
DS:
- Klien sering mendengar suara wanita yang mengejeknya bau dan
kadang-kadang suara bidadari yang memanggil dan merayunya.
DO :
- Klien sering tampak tertawa sendiri.
DS:
- Klien mengatakan waktu ada masalah tidak mau bilang ke orang
lain
DO :
- Klien suka diam

DS:
- Klien mengatakan sering terbangun malam karena suara-suara
yang memanggilnya
DO :
- Klien tampak mengantuk pada pagi hari

DS:
- Klien mengatakan ingin jadi artis terkenal dan selalu dikelilingi
wanita cantik
DO :
- Klien sering mengakukalau dia artis luar negeri
Resiko mencederai orang lain, diri sendiri dan lingkunga
Regimen terapeutik tidak efektif.
Berduka disfungsional
Gangguan konsep diri =
Harga diri rendah
Kerusakan interaksi sosial dan menarik diri
Gangguan sensoris persepsi = Halusinasi pendengaran
Koping individu in efektif
Gangguan pola tidur
Waham kebesaran

XI. Daftar Masalah Keperawatan


1. Resiko mencedarai orang lain, diri sendiri dan lingkungan
2. Regimen therapeutik in efektif
3. Berduka disfungsional
4. Gangguan konsep diri = HDR
5. Kerusakan interaksi sosial = menarik diri
6. Perubahan sensori persepsi = halusinasi pandangan
7. Koping individu in efektif
8. Gangguan pola tidur
XII. Pohon Masalah
XIII. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b/d
perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran.
2. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran b/d
kerusakan
Interaksi sosial : menarik diri
3. Gangguan pola tidur b/d halusinasi pendengaran
4. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran b/d
regiment therapeutik in efektif.
5. Gangguan interaksi sosial : menarik diri b/d HDR
6. Gangguan konsep diri HDR b/d berduka disfungsional
7. Gangguan konsep diri HDR b/d koping individu in efektif
8. Waham kebesaran b/d gangguan konsep diri: HDR

ASUHAN KEPERAWATAN
No Hari/Tgl Dx Kep. Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1

21/1-2008 Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain b/d


halusinasi pendengaran.
Tujuan umum:
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

TUK :
1. Klien dapat mengadakan hubungan saling percaya dengan
perawat.
KH :
Klien dapat mengungkap kan perasaanya dan keadaannya sekarang
secara verbal.

2. Klien dapat mengontrol halusinasinya


KH :
Klien dapat menyebutkan tentan g persepsi, penyebab akibat dari
halusinasi dan situasi halusinai, waktu frekuensi, perasaan jika
muncul halusinasi dan mengatasinya.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
KH :
Klien dapat menyebabkan cara mengontrol halusinasi dan tindakan
yang digunakan bila sedang datang halusinasi
4. Diharapkan keluarga dapat mengontrol halusinasi klien, dapat
merawat klien di rumah
5. Klien mampu menyebutkan tentang jenis obat, manfaat, efek
samping, dan cara menggunakan obat untuk mengendalikan
halusinasinya.
1. Bina hubungan saling percaya
2. Ciptakanlah lingkungan yang hangat dan bersahabat
3. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkap kan perasaannya
4. Beri pujian atas keberhasilan klien membina hubungan saling
percaya
1. Lakukan kontak sesering mungkin.
2. Observasi perilaku verbal dan non verbal yang b/d halusinasi
3. Identitas bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi

4. Dorongan klien untuk mengungkapkan perasannya ketika


halusinasi muncul.
5. Diskusikan dengan klien hal-hal apa yang bisa untuk mengatasi
halusinasi
6. Evaluasi kemampuan klien untuk mengenal halusinasinya.
7. Evaluasi pujian atas tindakan klien dengan positif.

1. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika halusinasi


datang.
2. Beri pujian terhadap tindakan yang positif
3. Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi

4. Bersama klien rencanakan kegiatan mencegah terjadinya


halusinasi
5. Dorongan klien untuk melakukan hal-hal untuk mencegah
timbulnya halusinasi
1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga

2. Kaji perubahan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang


dilakukan dalam merawat klien
3. Diskusikan bersama klien saat berkunjung ke rumah sakit tentang
halusinasi dan merawat klien di rumah
4. Berikan pujian kepada klien terhadap tindakan yang tepat
1. Diskusikan dengan klien tentang jenis obat, manfaat, efek
samping, cara menggunakan obat untuk mengendalikan halusinasi.
2. Bantu klien untuk memastikan bahwa obat sudah diminum sesuai
program
3. Observasi tanda dan gejala yang b/d efek samping anak

4. Berikan pujian atas tindakan yang (+) yang dilakukan klien b/d
obat.
1. Hubungan saling percaya dan prinsip therapeutik antara perawat
dan klien
2. Klien merasa dihargai dan timbul keyakinan untuk berkomunikasi
3. Ungkapan yang diterima sebagai bukti bahwa klien mulai percaya
kepada perawat
4. Dengan memberi pujian membuat klien merasa dihargai

1. Untuk mengurangi kontak klien dengan halusinasinya.


2. Dapat merencanakan tindakan yang efektif untuk mencegah
halusinasinya
3. Dapat diketahui bahwa halusinasi dapat mempengaruhi perasaan
klien untuk melakukan tindakan mal adaptif
4. Dapat mengetahui suasana perasaan klien saat halusinasi datang
5. Klien dapat mengenal halusinasi pada dirinya

6. Mengetahui pemahaman klien terhadap halusinasinya

7. Meningkatkan harga diri klien.

1. Untuk mengatasi halusinasi

2. Untuk meningkatkan harga diri klien


3. Memudahkan klien untuk memilih cara mengontrol halusinasi
4. Membantu mengurangi halusinasi yang dialami klien

5. Merupakan cara untuk mengendalikan halusinasi

1. Hubungan saling percaya antara perawat dan keluarga sebagai


dasar interaksi therapeutik
2. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien terhadap halusinasi

3. Dengan informasi yang diberikan diharapkan klien mampu


melakukan perawatan klien halusinasi di rumah
4. Pujian yang diberikan dapat meningkatkan semangat keluarga
untuk melakukan hal-hal yang (+)

1. Klien mengetahui obat yang digunakan untuk mengendalikan


halusinasi

2. Obat yang digunakan sesuai dengan program yang dianjurkan


dapat memberikan efek yang lebih sempurna.
3. Setiap anak mempunyai efek samping mengendalikan pola yang
berbeda.
4. Menguatkan harga diri klien.

DAFTAR PUSTAKA

Budiana keliat (1999). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta,


EGC

Cook & Fountaine (1987). Essentials mental health nursing.


Addison-wesley publishing Company.

Rasmun (2001). Keperawatan kesehatan mental psikiatri


terintegrasi dengan keluarga. Jakarta : Fajar Interpratama

Stuart & Sudden (1988). Buku saku keperawatan jiwa

Towsend, Mary C (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan


psikiatri

Kaplan & Sadock (1998). Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta :


Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai