Asuhan Keperawatan Jiwa
Asuhan Keperawatan Jiwa
1. WAHAM
A. Masalah Utama :
Perubahan proses pikir : waham
C. Pohon Masalah
E. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan waham.
2. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri
rendah.
F. Rencana Keperawatan
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
berubungan dengan waham....
1. Tujuan umum :
Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
1. Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran
hubungan interaksinya
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).
2. Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan
perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda"
disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung
disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham
klien.
3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi :
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat
yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan
klien sendirian.
4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.
Rasional :
dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka akan
memudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan yang
bermanfaat bagi klien dari pada hanya memikirkannya
Tindakan:
1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu
lalu dan saat ini yang realistis.
3. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan
perawatan diri).
4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien
sangat penting.
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Rasional :
Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat
dapat merencanakan untuk memenuhinya dan lebih memperhatikan
kebutuhan klien tersebut sehingga klien merasa nyaman dan aman
Tindakan:
1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya
waham.
4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas.
Rasional :
menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu
lebih benar dari pada apa yang dipikirkan klien sehingga klien dapat
menghilangkan waham yang ada
Tindakan:
1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
2. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Rasional :
Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan
mempengaruhi proses penyembuhan dan memberikan efek dan efek
samping obat
Tindakan:
1. Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat.
2. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
3. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
4. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Rasional :
dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan
mambentu proses penyembuhan klien
Tindakan:
1. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang :
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow
up obat.
2. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing
(5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I,
Jakarta : EGC, 1999
3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD
Dr. Amino Gonohutomo, 2003
5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1,
Bandung, RSJP Bandung, 2000
2. Harga Diri Rendah
I. Kasus (Masalah Utama)
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
II. Proses terjadinya masalah
1. Pengertian harga diri rendah
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan
tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara
langsung atau tidak langsung diekspresikan ( Townsend, 1998 ).
Menurut Schult & Videbeck ( 1998 ), gangguan harga diri rendah
adalah penilaian negatif seseorang terhadap diiri dan kemampuan,
yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang
negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat,
1999).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perasaan negatif terhadap diri sendiri
yang dapat diekspresikan secara langsung dan tak langsung.
Tanda dan gejala :
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri)
Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai
harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
( Budi Anna Keliat, 1999)
Berduka disfungsional
DAFTAR PUSTAKA
3. Menarik Diri.
II. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
(Rawlins,1993). Terjadinya perilaku menarik diri dipengaruhi oleh
faktor predisposisi dan stressor presipitasi. Faktor perkembangan
dan sosial budaya merupakan faktor predispoisi terjadinya perilaku
menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan
individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu, takut
salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain,
menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan,
dan merasa tertekan. Keadaan menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih
menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari hampir
terabaikan.
Gejala Klinis :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
Menghindar dari orang lain (menyendiri)
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain/perawat
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
(Budi Anna Keliat, 1998)
V. Diagnosis Keperawatan
1). Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi . berhubungan
dengan menarik diri.
2). Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah.
4. Perilaku Kekerasan/amuk
1. Masalah Utama:
Perilaku kekerasan/ amuk.
C. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Core Problem
5. Rencana Tindakan
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk
1. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya
2. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
5. Beri rasa aman dan sikap empati.
6. Lakukan kontak singkat tapi sering.
V. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perubahan sensori perseptual : halusinasi.
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan dengan
menarik diri.
Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan
motivasi dan harga diri klien
Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien
Memberikan kesempatan kepada klien ntk tetap melakukan
kegiatan yang bisa dilakukan
Tindakan:
1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
4. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Rasional:
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di
rumah
Support sistem keluarga akan sangat berpengaruh dalam
mempercepat proses penyembuhan klien.
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
Tindakan:
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah
2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC,
1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I,
Jakarta : EGC, 1999
3. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD
Dr. Amino Gonohutomo, 2003
4. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1,
Bandung, RSJP Bandung, 2000
Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan
Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di
besarkan.
Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP)
Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran
ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan
mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir
dengan gangguan orientasi realitas.
Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui,
tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping.
Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi
klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang
ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai
pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik.
3. Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut
Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah
halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu
sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-
sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi
yaitu :
1) Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem
kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi
berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk
itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi
yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,
serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
5) Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga
proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan
keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu
tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan
kontrol kehidupan dirinya.
4. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang.
Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan
sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal
untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan
budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman
yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang
berhasil.
5. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri
Tahap II
Menyalahkan
Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan
perasaan antipati
Tahap III
Mengontrol
Tingkat kecemasan berat
Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi
Tahap IV
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
Klien panik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak
mengikuti perintah halusinasi, bisa berlangsung dalam beberapa
jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku panik
Resiko tinggi mencederai
Agitasi atau kataton
Tidak mampu berespon terhadap lingkungan
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI
I. PENGKAJIAN
1. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Faktor perkembangan terlambat
Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa
aman.
Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Komunikasi peran ganda
Tidak ada komunikasi
Tidak ada kehangatan
Komunikasi dengan emosi berlebihan
Komunikasi tertutup
Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang tua yang
otoritas dan komplik orang tua
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
d. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri,
ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis
peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
e. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran
vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic.
f. Faktor genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga
terdahulu yang mengalami schizoprenia dan kembar monozigot.
2. PERILAKU
Bibir komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala
mengangguk angguk, seperti mendengar sesuatu, tiba tiba
menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau
membuang sesuatu, tiba tiba marah dan menyerang, duduk
terpaku, memandang satu arah, menarik diri.
3. FISIK
a. ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak
makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri
atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan
aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.
b. Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat obatan dan zat
halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
c. Riwayat kesehatan
Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan
penyalahgunaan obat.
d. Riwayat schizofrenia dalam keluarga
e. Fungsi sistim tubuh
Perubahan berat badan, hipertermia (demam)
Neurologikal perubahan mood, disorientasi
Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur
4. STATUS EMOSI
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan
bermusuhan, kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.
5. STATUS INTELEKTUAL
Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan
kecap, isi pikir tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku,
kurang motivasi, koping regresi dan denial serta sedikit bicara.
6. STATUS SOSIAL
Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan
mengatasi stress dan kecemasan.
Diagnosa Keperawatan I :
Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
pendengaran
Tujuan umum :
Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
Rasional :
1. Mengurangi waktu kosong bagi klien untuk menyendiri.
2. Mengumpulkan data intervensi terkait dengan halusinasi.
3. Memperkenalkan hal yang merupakan realita pada klien.
4. Melibatkan klien dalam memperkenalkan halusinasinya.
5. Mengetahui koping klien sebagai data intervensi keperawatan
selanjutnya.
6. Membantu klien mengenali tingkah lakunya saat halusinasi.
Evaluasi :
1. Klien dapat membedakan hal yang nyata dan yang tidak setelah
3-4 kali pertemuan dengan menceritakan hal hal yang nyata.
2. Klien dapat menyebutkan situasi, isi dan waktu timbulnya
halusinasi setelah 3 kali pertemuan.
3. Klien dapat mengungkapkan respon perilakunya saat halusinasi
terjadi setelah 2 kali pertemuan.
Diagnosa Keperawatan 2 :
Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan
dengan isolasi social : menarik diri.
Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan
sehingga halusinasi dapat dicegah.
Diagnosa keperawatan 3
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan konsep
diri : harga diri rendah.
Tujuan umum :
Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah
diri.
Diagnosa Keperawatan 4 :
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan
proses pikir.
Tujuan umum :
Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Diagnosa Keperawatan 5 :
Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah
kronis.
Tujuan umum :
Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah
diri.
TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya
2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua
memiliki kelebihan dan kekurangan.
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan kelebihan
yang dimiliki.
5. Beritahukan klien bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang
dimiliki
Rasional :
1. Mengidentifikasi hal hal positif yang masih dimiliki klien
2. Mengingatkan klien bahwa klien manusia biasa yang mempunyai
kekurangan
3. Menghadirkan harapan pada klien
4. Agar klien tidak merasa putus asa
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya
setelah 1 x pertemuan
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak
menjadi halangan untuk mencapai keberhasilan
Diagnosa Keperawatan 6 :
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
Tujuan umum :
Klien dapat melakukan perawatan diri
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan keuntungan dari melakukan perawatan
diri seperti memelihara kesehatan dan memberi rasa nyaman dan
segar.
BAB III
TINJAUAN KASUS
HALUSINASI PENDENGARAN
I. Identitas Klien
Nama : Tn. Botak
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gadut Kec. Tilatang Kamang Kab. Agam
Suku : Minang
Status : Belum Kawin
Pendidikan : Eks. SMP
Informan : Klien dan Keluarga Klien
Tgl. Pengkajian : 16 Januari 2008 19 Januari 2008
Penanggung Jawab : Tn. P
Hubungan : Ayah Kandung
Pekerjaan : Swasta
IV. Psikososial
1. Genogram
Ket:
: Klien
: Laki-laki
: Perempuan
: Suami istri
: Cerai
: Tinggal serumah
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien mengatakan tubuhnya biasa-biasa saja dan klien menyukai
semua bagian tubuhnya.
b. Peran
Di rumah klien berperan sebagai anak.
c. Ideal diri
Klien ingin ingin punya pacar.
d. Harga diri
Klien mengatakan kalau pacarnya selalu menghinanya jelek dan bau
dan klien merasa terhina karena pacar klien meninggalkannya.
Karena alasan klien jelek dan buruk.
MK = Gangguan harga diri rendah/
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti bagi klien adalah pacar klien
b. Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain dan tidak
pernah mengikuti kegiatan masyarakat.
c. Hambatan dalam berhubungan orang lain klien tidak suka
berbicara dengan orang lain
MK : Kerusakan integrisa sosial : menarik diri
4. Spritual
Klien adalah penganut agama Islam dan mengakui bahwa Tuhan
Maha Esa itu ada.
V. Status Mental
1. Penampilan
Penampilan klien kurang rapi tetapi pemilihan pakaian klien sesuai.
2. Pembicaraan
Awal pengkajian klien bisa menjawab pertanyaan dengan baik tetapi
lebih dari 5 menit jawaban klien mulai inkoheren yaitu jawaban tidak
sesuai dengan pertanyaan.
MK = Kerusakan komunikasi verbal
3. Aktifitas motorik
Klien dapat melakukan aktivitas seperti makan, mandi,
membersihkan ruangan dan pada saat berinteraksi dengan perawat,
klien tampak tenang.
4. Alam perasaan
Klien tampak gembira berlebihan dan klien merasa ada suara yang
mengajaknya bercanda yang membuatnya tertawa sendiri.
MK = Gangguan isi fikir
5. Afek
Klien tampak senang jika membicarakan pacar-pacarnya tapi klien
tampak marah mengingat ayah dan ibunya yang bercerai.
VIII. Pengetahuan
Klien menyatakan ia tidak tahu tentang penyakitnya, faktor
prisipitasi, predisposisi, pengobatan serta cara mengatasinya.
MK = Kurang pengetahuan
DS:
- Keluarga mengatakan sebelum masuk RS klien gelisah, marah-
marah, mengamuk, melempar kaca rumah.
DO :
- Di rumah klien suka mengamuk dan marah-marah
DS:
- Klien mengatakan sudah 2 kali masuk RSJ.
DO :
- Dari data klien dirawat untuk kedua kalinya
DS:
- Klien mengatakan kalau klien kecewa sekali waktu orang tuanya
bercerai
DO :
- Klien tampak sedih jika dibahas tentang ayah dan ibunya
DS:
- Klien mengatakan kalau ada suara-suara mengejeknya bau.
DO :
- Kadang tampak klien menyendiri putus asa
DS:
- Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain dan tidak
suka berbicara dengan orang lain
DO :
- Klien tampak sering sendiri dan kurang mau bicara dengan
temannya
DS:
- Klien sering mendengar suara wanita yang mengejeknya bau dan
kadang-kadang suara bidadari yang memanggil dan merayunya.
DO :
- Klien sering tampak tertawa sendiri.
DS:
- Klien mengatakan waktu ada masalah tidak mau bilang ke orang
lain
DO :
- Klien suka diam
DS:
- Klien mengatakan sering terbangun malam karena suara-suara
yang memanggilnya
DO :
- Klien tampak mengantuk pada pagi hari
DS:
- Klien mengatakan ingin jadi artis terkenal dan selalu dikelilingi
wanita cantik
DO :
- Klien sering mengakukalau dia artis luar negeri
Resiko mencederai orang lain, diri sendiri dan lingkunga
Regimen terapeutik tidak efektif.
Berduka disfungsional
Gangguan konsep diri =
Harga diri rendah
Kerusakan interaksi sosial dan menarik diri
Gangguan sensoris persepsi = Halusinasi pendengaran
Koping individu in efektif
Gangguan pola tidur
Waham kebesaran
ASUHAN KEPERAWATAN
No Hari/Tgl Dx Kep. Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1
TUK :
1. Klien dapat mengadakan hubungan saling percaya dengan
perawat.
KH :
Klien dapat mengungkap kan perasaanya dan keadaannya sekarang
secara verbal.
4. Berikan pujian atas tindakan yang (+) yang dilakukan klien b/d
obat.
1. Hubungan saling percaya dan prinsip therapeutik antara perawat
dan klien
2. Klien merasa dihargai dan timbul keyakinan untuk berkomunikasi
3. Ungkapan yang diterima sebagai bukti bahwa klien mulai percaya
kepada perawat
4. Dengan memberi pujian membuat klien merasa dihargai
DAFTAR PUSTAKA