Anda di halaman 1dari 14

Kongenital Ptosis Co-Segregasi X-Linked Dominan

dengan Insersi Intertitial dari Fragmen Kromosom


1p21.3 Kedalam Sekuens Quasipalindromic Xq27.1

Abstrak
Blepharoptosis (ptosis) didefinisikan sebagai kelemahan yang abnormal pada kelopak mata
atas dan merupakan gejala dari berbagai kondisi. Hal ini dapat berupa gejala yang berdiri
sendiri (isolated) atau merupakan bentuk dari suatu sindroma,yang bersifat bilateral atau
unilateral, serta kongenital atau didapat (acquired). Sebelumnya kami telah melakukan
analisis linkage pada keluarga dengan kelainan ptosis (terisolasi) bilateral kongenital
dominan, dan menemukan kondisi yang dikaitkan dengan sekitar 20 megabase kromosom
Xq24-Xq27.1 dengan nilai LOD kumulatif 5.89. Disini kami menjelaskan analisis lebih lanjut
menggunakan berbagai perbandingan hibridisasi genomik (susunan CGH), hibridisasi
fluoresensi in situ (FISH), serta PCR dan sequencing long range. Hal ini telah
memungkinkan kita untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi pada tingkat urutan
duplikasi insersional dan penataan ulang (rearrangement) sekuens DNA yang melibatkan
kromosom 1p21.3, sebagian kecil dari sekuens quasipalindromic di Xq27.1, gangguan pada
kromosom tersebut yang dikaitkan dengan fenotipe lain, namun merupakan co-segregasi
dengan ptosis bilateral kongenital X-linked terisolasi pada kelompok keluarga ini. Penelitian
ini menyoroti pentingnya sebagian kecil sekuens quasipalindromic dalam penyusunan ulang
genom yang melibatkan Xq27.1,dan pentingnya penelitian molekuler komprehensif dan
sitogenetika molekuler untuk mengkarakterisasi secara menyeluruh kompleksitas struktural
dari genom.

Kata kunci

Ptosis, X-Linked dominan, Duplikasi insersional


1. Pendahuluan

Blepharoptosis, yang lebih dikenal dengan dengan ptosis, didefinisikan sebagai kelemahan
yang abnormal pada kelopak mata atas. Hal ini dapat bersifat bilateral atau unilateral,
kongenital atau didapat (acquired), dalam bentuk suatu gejala sendiri/terisolasi (isolated) atau
sindroma dan merupakan gambaran klinis dari berbagai kondisi. Ketika keluhan ini muncul
sejak lahir, hal ini dapat mengganggu perkembangan ketajaman visual, dan biasanya
dilakukan dikoreksi dengan operasi. Ptosis kongenital disebabkan oleh kegagalan
perkembangan (underdevelopment) dari dari otot levator palpebra superior yang berfungsi
sebagai pengangkat kelopak mata. Penyebab dari kerusakan yang mendasari tidak diketahui
dengan pasti, dan mungkin bersifat myogenik atau neurogenik. Kondisi ini dapat bersifat
familial dan kami sebelumnya telah melakukan analisis linkage pada silsilah di Inggris (UK
pedigree) pada orang dengan kelainan kongenital ptosis bilateral terisolasi (isolated) yang
diwariskan secara dominan, yang menunjukkan bahwa lokus penyebabnya adalah pada
area kritis di sekitar 20 Mb dari Xq24-27.1 yang sejak saat itu dikenal sebagai area 18 Mb
[1]. Satu-satunya keluarga dengan kasus ptosis terisolasi lain yang didokumentasikan adalah
dari Amerika Utara, yaitu pada peta kromosom 1p32-34.1 [2]. X-linked ptosis juga diketahui
terjadi pada keluarga lain dengan bagian fenotipe yang lebih luas yang menyebabkan
terjadinya microcephaly dan kecacatan digital (kelianan pada jari-jari) [3], namun kandidat
gen yang diusulkan pada kelompok keluarga ini adalah, FAM45B dan ENOX2, yang letaknya
6 Mb luar wilayah linkage kami.

Karena keterbatasan analisis linkage dan jumlah anggota keluarga yang tersedia kami
tidak dapat lebih menyempurnakan daerah kritis pada keluarga yang kami gunakan dalam
metodologi ini. Saat ini kami menggambarkan pendekatan karakterisasi yang lebih rinci dan
berbeda dengan melakukan co-segregasi penataan ulang kromosom pada kasus X-linked
ptosis. Susunan competitive genome hybridization (aCGH) mengidentifikasi duplikasi
fragmen kromosom 1p21.3, sementara analisis fluorescence in situ hybridization (FISH)
menunjukkan fragmen yang akan dimasukkan ke Xq27.1. Daerah yang memungkinkan
sebagai breakpoints insersi kemudian diidentifikasi dengan melakukan pencarian secara in
silico untuk 1) sekuens berulang (repetitive sequens) tersering untuk kedua area kritis
kromosom X yang diidentifikasi oleh FISH, dan akhir dari fragmen yang disisipkan yang
diidentifikasi oleh aCGH dan 2) potensi area yang rapuh (fragile). PCR long range pada
seluruh calon lokus kemudian dilakukan, kegagalan amplifikasi DNA pasien yang
dibandingkan dengan kontrol menunjukkan bahwa insersi berada pada primer yang spesifik.
Subsequent PCR kemudian dilakukan dengan menggunakan kromosom X primer yang sama,
yang dipasangkan dengan homolog primer pada ujung sequens kromosom 1 yang telah
diinsersikan, untuk menghasilkan produk PCR mencakup breakpoint. DNA sequencing
kemudian dilakukan untuk mengidentifikasi lokasi yang tepat dari insersi pada Xq27.1,
melibatkan sekuens palindromic sebelumnya yang diidentifikasi sebagai area insersi
interkromosomal yang berkaitan dengan fenotipe lainnya [4][5].

Dalam rangka untuk mengeksklusi kehadiran penyebab mutasi lain pada area kritis
18Mb dari kromosom X yang diperoleh dari data linkage, dilakukan pula exome sequencing.

2. Metode

2.1. Pasien

Anggota keluarga yang affected menunjukkan kongenital ptosis bilateral terisolasi yang
diwarikan secara dominan. Tidak ada bukti dari inversus epicanthus, blepharophimosis atau
gangguan motilitas ocular yang terjadi. Ptosis bersifat simetris dengan frekuensi jenis
kelamin laki-laki dan perempuan yang sama, serta menyebabkan posisi kelopak mata atas
yang abnormal yang menutupi visual axis. Terdapat fungsi levator bilateral yang minimal,
tidak adanya lipatan kulit pada kelopak mata atas, reaksi berlebihan pada bagian frontalis saat
berbicara, mengangkat dagu (yang merupakan mekanisme kompensasi dari terhalangnya
lapangan pandang), serta tidak ada bukti kemajuan atau variabilitas ptosis. Silsilah keluarga
ditunjukkan pada Gambar 1. Informed consent untuk pengujian diagnostik diperoleh dari
semua pasien sebagai bagian dari proses persetujuan.

2.2. Analisis Susunan CGH

Analisis susunan CGH diawali dengan menggunakan 244 k Agilent susunan (referensi
014.693, Agilent Technologies, Santa Clara, CA) diikuti dengan 860 k custom susunan
(referensi Agilent 024.453) yang dibuat diatas Agilent berukuran4 44 k backbone dengan
cakupan sekitar 1 Probe per 100 pasangan basa dari sekitar 120 kb area kromosom 1p21.3,
yang terbukti diduplikasi oleh susunan 244 k.
Gambar 1. Kongenital ptosis bilateral terisolasi X-linked: silsilah keluarga. simbol hitam
mewakili individu yang affected.

2.3. FISH

FISH dilakukan dengan menggunakan fluoresensi klon kromosom bakteri berlabel buatan
(BAC) dan klon kromosom plasmid buatan (PAC) dari 30k human tiling path klon set
(ensembl.org/homo_sapiens/index) dan protokol standar. Sebuah duplikasi pada bagian dari
gen DPYD kromosom 1 (dehidrogenase dihidropirimidin, MIM 612779), identifikasi dengan
susunan CGH diverifikasi menggunakan 1p21.3 klon BAC spesifik RP11-359C24. Analisis
lebih lanjut menggunakan RP11-359D24 bersamaan dengan Xq27 probe spesifik BAC RP11-
197K18 dan PAC RP1- 177G6 untuk membersihkan lokasi fragmen yang diduplikasi.

2.4. Multiplex Ligation-Dependent Probe Amplification (MLPA)

Analisis dosis dilakukan dengan menggunakan MLPA [6]. Sebuah custom-made MLPA probe
dirancang khusus untuk menduplikasi 1 fragmen kromosom (probe sekuens tersedia atas
permintaan). 0,5 ml probe pada konsentrasi dari 4 fmol/ml digunakan untuk
menghubungkannya dengan MLPA probe mix yang tersedia secara komersial (P200, MRC
Holland) untuk mempersiapkan kelompok kontrol. MLPA dilakukan sesuai dengan protokol
pabrik.

2.5. Analisis In Silico Untuk Menentukan Breakpoints Putatif X Kromosom

Area insersi fragmen DPYD pada kromosom X yang diidentifikasi dengan in silico, yang
dicari untuk menentukan sekuens homolog tersering pada area kritis untuk urutan kromosom
Xq (seperti yang didefinisikan oleh FISH) dan fragmen duplikasi dari gen DPYD didekat
area breakpoint seperti yang didefinisikan oleh susunan CGH. 1 kb sekuens pada akhir dari
kedua fragmen duplikasi dianalisis menggunakan BLAT sequence alignment program
(genom. ucsc.edu/cgi-bin/hgBlat) untuk mencari sekuens homolog di area kritis kromosom
X. Analisis in silico yang kedua melibatkan pencarian area AT kaya dinukleotida (umumnya
terkait dengan area yang rapuh) pada daerah kritis kromosom X. Sekuens kromosom X
didownload dari Ensembl (ensembl. org) sebagai file teks dan fungsi pencarian Microsoft
Word digunakan untuk mengidentifikasi area AT kaya dinukleotida pada area kritis.

2.6. Long Range PCR

Long range PCR dilakukan dengan menggunakan "Expand long template system" dan buffer
2 (Roche) sesuai dengan protokol produsen. Primer dirancang dalam daerah kritis kromosom
X untuk memberikan produk sekitar 7,5 kb pada kontrol individu normal (sekuens primer
tersedia atas permintaan). PCR kemudian dilakukan dengan menggunakan kontrol pria
normal dan pria dengan insersi gen DPYD parsial, dengan alasan bahwa insersi akan
membuat fragmen PCR terlalu besar untuk mengamplifikasi pada kelompok pria yang
affected,tetapi tidak pada keompok kontrol normal. Long range PCR difokuskan pada area-
area kritis dari kromosom X yang ditampilkan dengan analisis in silico.

2.7. Identifikasi Breakpoints

Setelah identifikasi dengan long range PCR area insersi fragmen gen DPYD
dalam fragmen 7,5 kb dari kromosom X, amplifikasi PCR dari DNA genomic dilakukan
dengan menggunakan kombinasi primer dari insersi ujung fragmen DPYD, dan long range
PCR primer yang relevan pada kromosom X (urutan primer tersedia atas permintaan) untuk
menghasilkan fragmen yang mencakup insersi breakpoint. Reaksi berada di volume 25 ml
yang mengandung 50 ng DNA, 1mM forward primer, 1 mM reverse primer, 2.5 ml 10
penyangga reaksi (Perkin Elmer), 0.16 mM dNTP, 1.5 mM MgCl2, 0.5 u Taq polimerase (Taq
Emas, Perkin Elmer). Cycling parameter diset pada suhu 94C selama 12 menit diikuti
dengan 35 siklus dengan suhu 94C selama 30 detik, 60C selama 30 detik, dan 72C selama
30 detik. Produk PCR diurutkan secara dua arah dengan menggunakan Big Dye Terminator
v1.1 cycle sequencing kit (Applied Biosystems, Warrington, UK) menggunakan primer yang
sama seperti untuk PCR amplifikasi. Hasil dianalisis dengan Mutasi Surveyor versi 3.2 (Soft
Genetics, State College, PA).

2.8. Pengurutan Exome

Pengurutan exome dilakukan pada dua garis sepupu yang affected dari generasi VI dari
silsilah. Penangkapan exome dan pengurutan dilakukan di Wellcome Trust Centre for Human
Genetics di Oxford University. Analisis data dilakukan dengan menggunakan in-house
pipeline software, yang terdiri dari Novoalign (Novocraft Technologies, Selangor, Malaysia)
untuk mengetahui keselarasan, Samtools [7] untuk variant calling dan Annovar [8] untuk
variant anotation. Varian genetik yang terdeteksi disaring untuk mengurangi daftar pada
mereka yang non-identik, yang sebelumnya tidak dilaporkan (atau ditandai sebagai relevan
secara klinis) dan hadir pada semua individu yang affected.

3. Hasil

3.1. Analisis Susunan CGH

Analisis susunan CGH dari anggota perempuan yang membawa kelainan(affected) dari
silsilah dengan Agilent susunan 244 k mendeteksi duplikasi dari 13 probe pada kromosom
1p21.3. Analisis lebih lanjut susunan CGH pada enam anggota keluarga yang membawa
kelainan(affected) dan dua yang tidak menggunakan custom array 8 60 k, yang meliputi
cakupan padat dari area kromosom 1 yang diduplikasi, menunjukkan 1.163 probe yang
mengalami duplikasi dan menunjukkan bahwa basis duplikasi maksimal adalah 1:
97,886,245-98,006,232, dan basis minimum adalah 1: 97,886,322-98,006,161. Duplikasi ada
di enam individu yang membawa kelainan(affected), dan tidak ditemukan pada dua
individuyang teakmembawa kelainan (Gambar 2 (a)). Duplikasi berukuran sekitar 120 kb
yang terdiri dari bagian gen dehidrogenase dihidropirimidin (DPYD; MIM 612779) dengan
breakpoints pada intron 12 dan 14. Semua dasar penomoran genom diambil dari referensi
urutan genom manusia GRCh37 Februari 2009 (ensembl.org).

3.2. FISH

Analisis FISH menggunakan kromosom 1 BAC probe RP11-359C24, yang berisi fragmen
terduplikasi, menunjukkan bahwa duplikasi segmen kromosom 1 untuk diinsersikan ke dalam
kromosom Xq27.1 (Gambar 2 (b)), yaitu der (X) dir ins (X; 1) (q27.1; p21.3). Selanjutnya,
analisis FISH menggunakan kromosom 1p21.3 BACRP11-359C24 tertentu bersamaan
dengan kromosom X BAC probe RP11-197K18 (meliputi basis X: 138,767,398-138,827,453)
dan RP1-177G6 (meliputi basis X: 139,812,182-139,939,308) terterletak pada posisi insersi
pada area sekitar 1 Mb dari DNA di Xq27.1 diantara dua lokus ini.
3.3. MLPA

Analisis MLPA memastikan adanya duplikasi pada lima anggota keluarga yang membawa
kelainan (affected) dan ketiadaan pada lima anggota keluarga tidak mengalami kelainan (data
tidak ditampilkan). Hal ini juga menunjukkan pada dua wanita carrier yang sebelumnya
diketahui dengan analisis linkage untuk memiliki "resiko" adanya Xq haplotype (lihat Bagian
4).

3.4. Analisis In Silico Untuk Menetapkan Breakpoints Putatif Kromosom X

Analisis BLAT (genome.ucsc.edu/cgi-bin/hgBlat) untuk mencari homolog DPYD urutan


fragmen gen gagal menemukan kecocokan yang signifikan pada area kritis kromosom X.
Namun pencarian untuk area AT-rich mengidentifikasi area kromosom X yang mencakupi
sekitar 2 kb urutan (X: 139,493,405-139,495,484) dalam 1 Mb aea kritis yang ditentukan oleh
FISH.

Gambar 2. Identifikasi dan lokasi fragmen yang diduplikasi. (a) Analisis susunan CGH dari
6 anggota keluarga dengn ptosis yang terdapat kelainan(affected) dari silsilah (Panel 1-6) dan
2 anggota yang tidak terdapat kelainan(unaffected) (panel 7 dan 8). Setiap titik
merepresentasikan susunan probe CGH di area kromosom 1p21 antara basa 97618814 dan
97802323. Titik hitam menunjukkan jumlah copy normal, titik-titik merah menunjukkan
salinan tambahan. (B) Analisis FISH dari anggota yang mengalami kelainan(affected) dari
silsilah ptosis. Sinyal hijau mewakili Probe D1Z5 yang spesifik untuk kromosom 1
sentromer. Sinyal merah merepresentasikan probe RP11-359C24 spesifik untuk kromosom
yang terdupliksasi. Fragmen 1p21.3. Salinan tambahan diinsersikan kedalam kromosom
Xq27 (tanda panah).

3.5. Identifikasi Breakpoints PCR

Amplifikasi PCR dilakukan dengan serangkaian pasangan primer kromosom X spesifik di


area kromosom X yang mengandung AT-rich region yang telah teridentifikasi diatas. Satu
pasangan primer (meliputi fragmen X: 139,498,501-139,506,034) memberikan produk PCR
dari ukuran yang diharapkan dengan kontrol DNA tapi tidak ada produk dengan DNA dari
pria yang membawa kelainan(affected) (Gambar 3 (a)) menunjukkan kemungkinan bahwa
insersi dilakukan antara dua primer tersebut. Analisis PCR lebih lanjut menggunakan primer
homolog dengan fragmen kromosom 1 yang diinsersikan dipasangkan dengan primer X
spesifik. Satu pasang primer (hybridising untuk 1: 98,006,082-98,006,100 dan X:
139,506,014-139,506,034) yang dihasilkan produk PCR dengan DNA dari individu yang
memiliki kelainan, tetapi tidak dengan kontrol DNA (Gambar 3 (b)) menunjukkan bahwa
breakpoint kromosom X adalah terdapat dalam fragmen ini. Analisis urutan tersebut
mengkonfirmasikan adanya kedua urutan kromosom X dan kromosom 1 dan
mengidentifikasi breakpoint kromosom X dengan basa 139.505.833, sekitar 7,5 kb distal ke
wilayah AT-rich (Gambar 4 (a)).

Analisis PCR lanjutan dilakukan untuk mengidentifikasi X kedua: 1 junction point


tidak mampu untuk menghasilkan produk menggunakan primer yang terletak didekat ujung
distal dari urutan kromosom 1 yang diinsersikan dimasukkan kromosom 1 yang segera
dipasangkan dengan primer X distal ke breakpoint X pada basa 139.505.833. Ini
menunjukkan penataan ulang yang lebih kompleks daripada insersi sederhana. Amplifikasi
PCR dengan insersi primer spesifik dipasangkan dengan berbagai primer kromosom X lebih
distal ke wilayah breakpoint dan kromosom breakpoint kedua X diidentifikasi pada basa
139.502.960 yang berada dalam urutan quasipalindromic 180 bp (Gambar 4 (b)). Insersi
fragmen gen DPYD itu berukuran 119.902 bp (basa 1: 97,886,267-98,006,168) yang meliputi
seluruh ekson 13 dan 14, seluruh intron 13 dan bagian dari intron 12 dan 14.

Analisis urutan lanjutan menunjukkan kompleksitas tambahan dari penataan ulang


kromosom X. Fragmen basa A 427 berpasangan (X: 139,505,833-139,506,259) telah
digandakan, satu salinan yang terletak distal diinsersikan kedalam segmen kromosom 1. Juga
7 urutan pasangan basa (X: 139,502,954-139,502,960) telah digandakan, satu salinan yang
terletak proksimal diinsersikan kedalam segmen kromosom 1 (Gambar5).

Gambar 3. Amplifikasi PCR pada seluruh breakpoint insersi. (A) Gel elektroforesis dari
produk amplifikasi PCR di area putative insersi kromosom 1 kedalam kromosom Xq27
menggunakan primer spesifik X. Tracks 1-6, DNA dari pria tidak membawa
kelainan(unaffected) dari silsilah ptosis. Trek 7-11, DNA dari pria yang membawa
kelainan(affected) dari silsilah ptosis. Track 12, reaksi kontrol yang tidak mengandung DNA.
Ukuran penanda=1 kb. Primer yang diharapkan memperkuat fragmen 7,5 kb DNA dari pria
tidak membawa kelainan(unaffected), namun tidak pada DNA dari pria yang membawa
kelainan(affected), menunjukkan adanya insersi pada pria yang membawa kelainan(affected)
antara fragmen primer yang terlalu besar untuk diperkuat dengan PCR. (B) Gel elektroforesis
produk amplifikasi PCR menggunakan primer dari kromosom 1 (basa 98,006,082-
98,006,100) dipasangkan dengan primer dari kromosom X (basa 139,506,014-139,506,034).
Track 1-7, DNA dari individu yang membawa kelainan; track 8-12, DNA dari individu
unaffected; track 13, tidak ada DNA kontrol; track 14 ukuran marker. Produk PCR dihasilkan
dari DNA individu affected namun tidak dengan DNA dari individu unaffected, menunjukkan
bahwa breakpoint terjadi dalam fragmen ini.

Gambar 4. Urutan Breakpoint. Urutan breakpoints DNA distal (a) dan proksimal (b) dari
insersi fragmen kromosom 1 ke kromosom Xq27.1.

Gambar 5. Struktur kromosom X. (A) urutan DNA kromosom X normal. (B) Urutan dengan
material kromosom 1p21.3 yang diinsersikan dan diduplikasikan dari urutan kromosom X.
427 fragmen pasangan basa (X: 139,505,833-139,506,259) telah diduplikasi, satu salinan
yang terletak distal kromosom diinsersikan adalam 1 segmen kromosom 1. Juga 7 urutan
pasangan basa (X: 139,502,954-139,502,960) yang telah diduplikasi, satu salinan yang
terletak proksimal diinsersikan dalam segmen kromosom 1.

Amplifikasi PCR di melalui celah distal dilakukan pada DNA dari semua anggota keluarga
yang tersedia. Kromosom 1 primer (basis 98,006,082-98,006,100) dipasangkan dengan
kromosom X primer (basis139,506,014-139,506,034) yang kemudian menghasilkan produk
amplifikasi dengan ke-19 anggota keluarga affected yang tersedia, dan dua wanita yang
unaffected yang beresiko mengalami haplotipe. Tidak ada produk yang dihasilkan dari 16
anggota keluargayang unaffected tanpa risiko haplotype (data tidak ditampilkan).

3.6. Pengurutan Exome

Tidak ada mutasi penyebab penyakit yang teridentifikasi pada area kritis 18 Mb dari
kromosom X (atau di tempat lain dalam genom). Semua perubahan yang terdeteksi adalah
varian yang dikenal atau polimorfisme nukleotida tunggal.
4. Diskusi

Kami telah mengidentifikasi duplikasi insersional yang tidak seimbang dari sekitar 120 kb
gen pada kromosom DPYD 1p21.3 ke Xq27.1, der (X) in dir (X; 1) (q27.1; p21.3), dalam
sebuah keluarga dengan kongenital ptosis bilateral terisolasi X-linked dominan. Insersi
dihubungkan dengan penataan ulang urutan kromosom X yang dekat dengan area insersi,
yang meliputi duplikasi dari 427 basa serta duplikasi dari 7 basa. Penataan ulang ber-
segregasi dengan resiko haplotype familian sebelumnya [1] yang menghasilkan skor LOD
5.89, dan hal tersebut muncul pada seluruh anggota keluarga yang affected serta pada dua
wanita yang unaffected yang juga membawa risiko haplotipe. Salah satu dari wanita yang
unaffected telah terbukti sebelumnya memiliki inaktivasi X berat (severe) [1] dan juga
memiliki anak yang affected dengan penataan ulang tersebut. Wanita kedua yang unaffected
memiliki pola acak inaktivasi X dan tidak jelas mengapa dia tidak memiliki fenotipe ptosis.
Studi inaktivasi dilakukan pada leukosit DNA dan adalah mungkin bahwa hal ini mungkin
tidak mencerminkan pola inaktivasi X di jaringan lain.

Strategi kami untuk menggunakan aCGH dan FISH, diikuti dengan analisis in silico
untuk mengidentifikasi area yang memungkinkan untuk terjadinya insersi pada kromosom X,
telah berhasil. Pencarian untuk area AT-rich mengidentifikasi lokus terdekat untuk titik
breakpoint kromosom X. Hal ini mengarahkan target analisis PCR dan karakterisasi lanjutan
dari urutan breakpoint basa DNA.

Tidak terdapat bukti langsung bahwa penataan ulang ini menyebabkan X-linked
bilateral ptosis kongenital. Penataan ulang tersebut disegregasi dengan 18 Mb kromosom Xq
di semua anggota keluarga yang affected, sehingga terdapat kemungkinan bahwa mutasi di
tempat lain di fragmen Xq ini menyebabkan fenotipe, meskipun tidak ada bukti mutasi
penyebab yang terdeteksi oleh exome sequencing. Seperti insersi di wilayah ini Xq ini adalah
kejadian yang langka terjadi -kita hanya mengidentifikasi hal ini 1 dari lebih dari 6000
sampel yang dianalisis dengan rangkaian CGH array di laboratorium kami, dan kami hanya
bisa menemukan tiga kasus dalam literatur [4] [5]. Kami tidak menemukan kasus lain terkait
dengan duplikasi parsial DPYD.

Ada sejumlah mekanisme yang mungkin terjadi dimana penataan ulang dapat
menyebabkan fenotip ptosis. Hal tersebut dapat disebabkan oleh 1) gangguan gen pada
kromosom X 2) trisomi untuk menginsersikan fragmen DPYD 2) efek posisi, yaitu gangguan
urutan regulasi dari gen terdekat dengan insersi DYPD atau urutan penataan ulang X atau 3)
hasil dari transkripsi hybrid yang melibatkan translokasi ekson DPYD yang dan dari ekson
gen di dekatnya.

Insersi tidak mengganggu gen kromosom X, gen terdekat di kedua sisi menjadi SOX3
(MIM 313430), faktor transkripsi ~ 80 kb distal yang diinsersikan dan CXorf66, predicted
type 1 protein membran, dengan insersi 458 kb proksimal.

Trisomi untuk fragmen DPYD yang diinsersikan tampaknya tidak mungkin untuk
menjadi penyebab untuk fenotipe ptosis. Ada kemungkinan bahwa translokasi ekson 13 dan
14 dari DPYD bisa diungkapkan dari kromosom X dan kompromi fungsi gen DPYD normal,
mengakibatkan defisiensi dihidropirimidin dehidrogenase (MIM274.270), namun ptosis
bukan merupakan gambaran klinis dari kondisi ini. Kami tidak dapat menemukan kasus lain
dari duplikasi bagian dari DPYD dalam literatur.

Efek posisi adalah mungkin pada area insersi fragmen DPYD dengan 80 kb
downstream 3' dari akhir SOX3, dan ada banyak contoh dari efek posisi dengan urutan DNA
yang lebih panjang [9]. Gen terdekat berikutnya untuk insersi jauh lebih jauh. CDR,
degenerasi cerebellar terkait protein, adalah 359 kb upstream insersi dan CXorf66, tipe 1
protein membran, adalah 458 kb downstream. Meskipun secara teoritis mungkin terjadi, efek
posisi pada gen-gen ini belum didokumentasikan dalam literatur. Namun demikian efek aksi
posisi pada SOX3 telah diusulkan dalam kasus hipoparatiroidisme X-linked resesif dan
insersi urutan kromosom X dari 340 kb DNA dari kromosom 2p25.3 ke Xq27.1 dan delesi
dari 23 - 25 kb yang tidak melibatkan gen apapun hanya 67 kb dari ujung 3' dari SOX3 [4].

Seperti yang ditunjukkan oleh Zhu et al. [5] yang menunjukkan efek posisi pada
SOX3 dalam deskripsi mereka dari dua keluarga dengan Sindrom hipertrikosis kongenital X-
linked yang terkait dengan insersi dari 125 kb kromosom 5q35.3 dan 300 kb kromosom
4q31.2 masing-masing, keduanya diinsersikan pada area ~80 kb downstream SOX3 (telah
dibahas di bawah). Kongenital ptosis bukan merupakan gambaran klinis dari sindrom ini dan
silsilah ptosis kami menunjukkan tidak adanya bukti hipoparatiroidisme atau hipertrikosis.

Meskipun demikian terdapat bukti bahwa efek posisi dapat mempengaruhi ekspresi
SOX3, tidak terdapat bukti langsung yang dapat menyebabkan ptosis. Fenotipe lainnya
berhubungan dengan mutasi atau gangguan ekspresi SOX3 termasuk retardasi mental dengan
panhipoputuitarisme (OMIM 300.123), 46, XX perubahan seks pria [10] dan retardasi mental
dengan defisiensi hormon pertumbuhan [11]. Ptosis bukan merupakan gambaran klinis
fenotipe tersebut dan sebaliknya gambaran klinis fenotipe ini tidak diekspresikan dalam
ptosis yang menurun. Namun demikian, kemungkinan perubahan ekspresi SOX3 sebagai
mekanisme penyebab untuk fenotipe ptosis dalam keluarga tidak dapat dikecualikan. SOX3
dapat mempengaruhi persarafan dari otot levator palpabrae superioris (LPS) yang berfungsi
mengangkat kelopak mata keatas. Gen milik subfamili SOXB1 yang diekspresikan di seluruh
sistem saraf pusat [12] dan memiliki homologi luas dengan faktor transkripsi lain yang
menunjukkan keterlibatannya dalam fenotipe oculu lainnya, misalnya Sox2 [13] dan FOXL2
[14] yang terlibat dalam perkembanga mata dan otot ekstraokular.

Generasi gen hybrid yang melibatkan SOX3 dan ekson 13 dan 14 dari DPYD adalah
sebuah kemungkinan. Dua ekson DPYD yang diinsersikan dengan orientasi yang sama
dengan gen SOX3 dan DPYD ekson 13 hanya ~100 kb dari 3' akhir SOX3. Hybrid tersebut
akan cenderung untuk benar-benar membatalkan fungsi SOX3 dan memberikan banyak
fenotipe yang lebih berat dari ptosis, tetapi jika transkripsi hybrid hadir pada tingkat yang
lebih rendah dibandingkan dengan transkripsi normal, maka hal tersebut akan memberikan
efek yang lebih rendah. SOX3 adalah gen ekson tunggal dan hasil dari transkripsi hybrid
yang memerlukan penggunaan cyptic splice donor didalam gen, dalam frame dengan ekson
yang diinsersikan dari gen DPYD. Analisis dengan menggunakan lima splice site prediction
program (interactive-biosoftware.com/alamut) telah mengidentifikasi area putative cryptic
donor site didalam SOX3 dengan skor yang relatif tinggi untuk keseluruhan 5 program
(dinukleotida inti, basa SOX3 c.442 - 443, data tidak ditampilkan) yang akan tetap dalam
frame dengan ekson yang diinsersikan DPYD, jadi ini kemungkinan tidak dapat dikecualikan.

Sifat penataan ulang tersebut alamiah, seperti pada banyak translokasi [15], adalah
lebih kompleks dibandingkan dengan pertukaran sederhana. Pada kromosom X, di area
insersi, segmen 427 basa dan 7 basa telah terduplikasi (Gambar 5). Insersi fragmen gen
DPYD diketahui berukuran 119.902 bp (1: 97,886,267-98,006,168) yang meliputi seluruh
ekson 13 dan 14. Sifat dari setiap penataan kromosom 1p21.3 lainnya adalah rekombinasi
murni tidak dapat dipastikan karena semua anggota saat ini berasal dari silsilah memiliki
jumlah salinan DPYD normal pada kromosom 1p21.3. Sehubungan dengan asal penataan
ulang tersebut, urutan DNA dari kromosom X di dan dekat lokasi insersi menunjukkan
beberapa gambaran yang mungkin memberikan ketidakstabilan di areatersebut. AT-rich area
7,5 kb proksimal ke area insersi dapat terlibat dalam penataan ulang tersebut. Area tersebut
diketahui terkait dengan rekombinasi non-homolog [4] [16] dan merupakan gambaran umum
dari fragile area, komponen struktur kromosom yang normal yang rentan terhadap kerusakan
[17]. Juga area yang diudplikasi dari gen DPYD mengandung AT-rich fragile site [18].
Selanjutnya breakpoint X terletak dalam quasipalindromic (pengulangan inversi yang tak
sempurna) dari urutan 180 basa yang merupakan area kerusakan pada dokumentasi kasus lain
dengan penyusunan ulang kromosom di area ini (dibahas di bawah). Area disekitar AT-rich,
dengan ikatan hidrogen yang relatif lemah, mungkin menyebabkan terbentuknya rantai
tunggal tunggal yang memnajnag di area breakpoint quasipalindromik. Ketidakstabilan di
area quasipalindromik kemudian akan dihasilkan oleh pasangan basa rantai-intra dan
kerusakan rantai. Gambaran tambahan dari kromosom X lokasi penataan ulang adalah
pengulangan urutan 13 AGAT yang dimulai lima belas basa 3' ke distal breakpoint (Gambar 4
(a) dan Gambar 5). Pengulangan rentan mengalami pergeseran replikasi dan karena itu
mungkin juga berkontribusi pada ketidakstabilan pada area tersebut.

Dua kasus dengan X-linked hipertrikosis kongenital dan insersional duplikasi ke


Xq27.1 dijelaskan oleh Zhu et al. [5] keduanya hampir memiliki breakpoints identik
kromosom X dengan kasus ptosis pada keluarga. Kedua kasus memiliki satu dari breakpoints
mereka di X: 139.502.951, yang merupakan sembilan basa proksimal ke breakpoint ptosis di
X: 139.502.960. Breakpoints ini dalam 180 bp urutan quasipalindromic yang tampaknya
menjadi titik utama untuk penataan ulang genomik. Zhu et al. [5] juga menggambarkan
adanya delesi area ini dengan breakpoint di quasipalindrome pada 9 dari 740 individu kontrol
tanpa fenotipe abnormal. Jadi breakpoint dalam urutan ini tidak cukup untuk menghasilkan
fenotipe abnormal. Juga lebih lanjut, breakpoint saja tidak mendefinisikan sifat fenotip
normal sebagai fenotipe hipertrikosis dan ptosis yang jelas berbeda, bahkan meskipun
breakpoints hanya 10 basa yang terpisah. Dua kasus Zhu et al. [5] memiliki insersi urutan
autosomal yang berbeda ke dalam Xq27.1, dan satu kasus juga terbukti terdapat delesi untuk
urutan kromosom X tertentu. Jika modifikasi ekspresi SOX3 adalah penyebab fenotipe ini,
hal tersebut tidak hanya karena kehadiran breakpoint dalam 180 bp quasipalindrome, dan
harus diperhatikan sifat urutan insersi atau sifat dan posisi urutan kromosom X yang dihapus
atau diduplikasi.
5. Kesimpulan

Kami telah mengidentifikasi mutasi insersi dan duplikasi Xq27.1 yang ber-Co-segregasi
dengan ptosis kongenital bilateral X-linked. Mutasi adalah ~80 kb dari 3' ujung terakhir dari
gen SOX3, namun kami tidak memiliki bukti untuk melibatkan SOX3 dengan fenotipe ptosis.
Perbandingan dengan kasus-kasus lain dengan breakpoint kromosom X yang hampir sama
menunjukkan bahwa posisi breakpoint saja tidak menentukan fenotipe yang dihasilkan, oleh
karena perlu ditentukan dengan urutan insersi dan/atau duplikasi atau delesi material
kromosom X.

Kasus ini menambah bukti bahwa urutan 180 bp quasipalindromic pada Xq27.1
adalah titik kunci untuk rekombinasi genom di area dimana penyusunan ulang yang kompleks
terkait dengan sejumlah fenotipe abnormal yang berbeda, bergantung pada sifat dari material
genetik yang diinsersikan pada saat itu.

Anda mungkin juga menyukai