Anda di halaman 1dari 19

BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Mantan supir
Alamat : Talang jauh

II. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga


Status Perkawinan : Sudah menikah
Jumlah Anak : 2 orang
Status Ekonomi Keluarga : Menengah ke bawah
Kondisi Rumah :
Rumah pasien merupakan rumah permanen dengan luas 5 x 7 m2 yang
dihuni oleh empat orang. Jumlah luas ventilasi cukup yaitu 10% dari 35 m2 =
3,5 m. Rumah terdiri dari 1 ruang tamu yang bergabung dengan ruang
keluarga, 2 kamar tidur,1 dapur dan 1 kamar mandi. Rumah pasien disertai
ventilasi di bagian depan rumah dan samping rumah, lantai rumah dan
dinding terbuat dari semen. Pencahayaan alamiah cukup dan pencahayaan
buatan untuk penerangan malam hari digunakan lampu pijar 40 watt.
Penyediaan air bersih untuk keperluan sehari-hari seperti masak dan mandi
dari air PDAM, air yang digunakan bersih, jernih dan tidak berbau.
Sedangkan untuk minum dengan air gallon. Jamban yang digunakan adalah
jamban leher angsa, jarak septi tank dari kediaman rumah kurang dari 10 m.
Pembuangan sampah setempat baik, tidak bersarang tikus, lalat dan tidak
menimbulkan bau.

Kondisi Lingkungan Sekitar : Pasien tinggal di lingkungan rumah yang


tidak terlalu padat, dan jauh dari jalan raya. Tidak ada pabrik di sekitar
lingkungan rumah pasien.

III. Aspek Psikologis Keluarga : Tidak ada masalah psikologis dalam


keluarga

1
IV. Riwayat Penyakit Dahulu/penyakit keluarga :
Os pernah menderita batuk sebelumnya sekitar lebih kurang 1
tahun yang lalu dan sembuh
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama
Riwayat alergi makanan, cuaca, debu dan bulu disangkal
Riwayat penyakit Hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit Diabetes Melitus disangkal
Riwayat merokok (+) sejak usia 15 tahun. Pasien adalah perokok
berat, dalam sehari menghabiskan 15 batang rokok. Tetapi 1 tahun
terakhir ini pasien sudah mengurangi rokoknya sekitar 5 batang
sehari.
V. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama

Batuk berdahak yang disertai sesak di dada.

Riwayat penyakit sekarang:


Os. Mengeluh batuk berdahak sejak 2 bulan yang lalu, dahak
berwarna putih, berlendir dan lekat, terkadang dahak berwarna kemerahan.
Munculnya batuk tidak dipengaruhi oleh alergi dan cuaca. Batuk disertai
sesak, batuk hilang timbul saat batuk terasa nyeri pada dada dan suara
batuk cukup keras. Keadaan kemudian membaik sendiri setelah 20 menit
lalu sekitar setengah jam kemudian batuk lagi dan membaik lagi begitu
seterusnya. Os juga mengalami penurunan nafsu makan. Tidak ada mual,
muntah, dan tidak ada keluhan pada BAB dan BAK. Os adalah perokok
aktif dan sampai sekarang masih merokok. Demam pada malam hari(-),
berkeringat pada malam hari (-), riwayat konsumsi obat batuk 6 bulan (-).

VI. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
2. Pengukuran Tanda Vital :
TD : 120/90
Nadi : 84x/menit, reguler, isi cukup
Suhu : 37,5oC
Respirasi : 24x/menit, reguler

2
BB : 50 Kg
TB : 157 cm
IMT : 20,3 ( Normal )

Pemeriksaan Organ
Kepala :
Bentuk : Simetris, normocephal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Telinga : Dalam Batas Normal
Hidung : Napas cuping hidung -/-, Sekret -/-, Epistaksis -/-
Mulut : Dalam Batas Normal
Thoraks
Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi : Krepitasi (-), vokal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki +/+ pada kedua apex paru,
wheezing -/-
BJ I dan II normal regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, sikatriks (-).
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat +/+, edema -/-

VII. Diagnosa Kerja


Bronkhitis kronis

VIII. Diagnosa Banding


1. TB Paru
2. Bronkiektasis
3. Bronkopneumonia

IX. Laboratorium
X. Pemeriksaan anjuran :

1. Pemeriksaan sputum SPS

2. Foto polos thorak PA

3
3. Pemeriksaan fungsi paru

XI. Manajemen
a. Preventif
Mengurangi paparan terhadap asap baik asap bakaran ataupun asap
rokok
Mengurangi aktivitas berlebihan untuk meminimalkan terjadinya
sesak
Menciptakan lingkungan yang bebas dari polusi
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan
yang bergizi tinggi

b. Promotif
Memberikan edukasi kepada pasien tentang penyakitnya serta
komplikasi yang dapat terjadi
Memberikan pengetahuan tentang pengobatan yang diberikan serta
pentingnya keteraturan dalam berobat
Memberi edukasi kepada keluarga pasien tentang penyakit pasien
serta menciptakan lingkungan bebas polusi di rumah
Menghirup uap air panas 2-3x selama 15 30 menit/hari
Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
Menghindari zat zat yang mengiritasi bronkus seperti berhenti
merokok, menghindari asap rokok orang lain (perokok pasif) serta
memakai masker bila terpapar zat yang bisa mengiritasi bronkus
Melakukan fisioterapi untuk mengeluarkan dahak
Latihan fisik, psikososial, latihan pernapasan

XII. Kuratif
Non Medikamentosa
a. Hindari merokok dan menjadi perokok aktif. Asap tembakau
meningkatkan resiko bronkitis kronik.

4
b. Istirahat yang cukup
c. Pemberian nutrisi: makan makanan yang bergizi untuk menjaga
imunitas tubuh, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan
d. Berolahraga ringan dan teratur untuk memperbaiki pernapasan dan
memperbanyak oksigen masuk ke paru-paru

Medikamentosa
Ambroxol tablet 30 mg/ 8 jam
Amoxicilin tablet 500 mg/ 8 jam
OBH sirup 1 sendok makan/8 jam

XIII. Rehabilitasi
Menjalankan pengobatan dengan teratur
Sebisa mungkin untuk tidak melakukan kontak kontak dengan asap,
baik asap rokok ataupun asap pembakaran
Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi
tinggi
Jika keluhan tidak membaik dan dirasa semakin sesak segera berobat
ke RS/IGD terdekat

5
Resep
Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Simpang Kawat
Dokter : Fitri Winda Sari
SIP : GIA215058
STR : 1992 10 18 2016 09 01

Tanggal Desember 2016

R/ OBH sirup no. I


S3ddC1
R/ Amoxicilin 500 mg tab no. XV
S 3 d d tab I
R/ Ambroxol 30 mg tab no. X
S 3 d d tab I

Pro : Tn. D
Umur : 57 tahun

Resep tidak boleh diganti/ditukar tanpa sepengetahuan dokter

6
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru Manusia


Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni
saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui
paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut.
Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli
dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmonalis.1

Gambar 2.1 Anatomi paru manusia

Paru-paru adalah organ berbentuk spons yang terdapat di dada. Paru-paru


kanan memiliki 3 lobus, sedangkan paru-paru kiri memiliki 2 lobus. Paru-paru kiri
lebih kecil, karena jantung membutuhkan ruang yang lebih pada sisi tubuh ini.
Paru-paru membawa udara masuk dan keluar dari tubuh, mengambil oksigen dan
menyingkirkan gas karbon dioksida (zat residu pernafasan).1,2

7
Gambar 2.2 Anatomi paru

Lapisan di sekitar paru-paru disebut pleura, membantu melindungi


paruparu dan memungkinkan mereka untuk bergerak saat bernafas. Batang
tenggorokan (trakea) membawa udara ke dalam paru-paru. Trakea terbagi
kedalam tabung yang disebut bronkus, yang kemudian terbagi lagi menjadi
cabang lebih kecil yang disebut bronkiol. Pada akhir dari cabangcabang kecil
inilah terdapat kantung udara kecil yang disebut alveoli. Di bawah paru-paru,
terdapat otot yang disebut diafragma yang memisahkan dada dari perut
(abdomen). Bila Anda bernapas, diafragma bergerak naik dan turun, memaksa
udara masuk dan keluar dari paru-paru. Itulah peranan penting paru-paru. Organ
yang terletak di bawah tulang rusuk ini memang mempunyai tugas yang berat,
belum lagi semakin tercemarnya udara yang kita hirup serta berbagai bibit
penyakit yang berkeliaran bebas di udara. Ini semua dapat menimbulkan berbagai
penyakit paru-paru. Secara umum gangguan pada pada saluran napas dapat berupa
sumbatan pada jalan napas (obstruksi) atau gangguan yang menyebabkan paru
tidak dapat berkembang secara sempurna (restriktif). Misalnya, tumor yang besar
di paru dapat menyebabkan sebagian paru dan/saluran napas kolaps, sedangkan

8
tumor yang terdapat dalam saluran napas dapat menyebabkan sumbatan pada
saluran napas. Tumor yang menekan dinding dada dapat menyebabkan
kerusakan/destruksi tulang dinding dada dan menimbulkan nyeri. Cairan dirongga
pleura yang sering ditemukan pada kanker paru juga menganggu fungsi paru. 1

9
2.2 Fisiologi Paru
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan
yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti
yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus.2,3 Selama
inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga
terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus
mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus
mengangkat iga-iga.2-5
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara
mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi. 2-5
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 m).
Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara
darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut
besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di
alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekitar 103
mmHg.3,4,5

2.3 Definisi Bronkitis Kronik


Bronkitis kronis merupakan penyakit saluran pernapasan yang ditandai
dengan peradangan kronis yang terjadi pada saluran pernapasan bronkial yang

menyebabkan batuk dan produksi sputum purulen sedikitnya selama 3 bulan dalam
setahun selama 2 tahun berturut-turut.6

10
2.4 Epidemiologi
Di Indonesia, belum ada angka kesakitan Bronkitis kronis secara pasti.
Sebagai perbandingan, di AS ( National Center for Health tatistics ) diperkirakan
sekitar 4% dari populasi didiagnosa sebagai Bronkitis kronis. Angka inipun
diduga masih di bawah angka kesakitan yang sebenarnya (underestimate)
dikarenakan tidak terdiagnosanya Bronkitis kronis. Di sisi lain dapat terjadi pula
overdiagnosis bronkitis kronis pada pasien-pasien dengan batuk non spesifik yang
self-limited (sembuh sendiri). Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras tanpa
ada perbedaan. Frekuensi angka kesakitan Bronkitis kronis lebih kerap terjadi
pada pria dibanding wanita. Hanya saja hingga kini belum ada angka
perbandingan yang pasti. Usia penderita Bronkitis kronis lebih sering dijumpai di
atas 50 tahun.

2.5 Penyebab9
1. Asap rokok.
2. Polusi udara.
3. Pekerjaan : lebih umum pada perempuan terkena debu atau gas beracun.
4. Infeksi: serangan berulang bronkitis akut.
5. Perokok pasif dan perokok aktif.

2.6 Gejala dan Keluhan


Keluhan dan gejala-gejala klinis Bronkitis kronis adalah sebagai berikut:6
Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak.
Dahak makin banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan
akut (eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai batuk darah.
Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas.
Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik).
pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-krok
terutama saat inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya
dahak di saluran napas.

11
2.7 Patofisiologi
Bronkitis Kronik berhubungan dengan berlebihnya mukus trakeobronkial,
cukup membuat batuk dengan dahak selama 3 bulan dalam setahun sekurangnya 2
tahun berurutan. Gambaran histopatologinya menunjukkan hipertrofi kelenjar
mukosa bronkial dan peradangan peribronkial yang menyebabkan kerusakan
lumen bronkus berupa metaplasia skuamos, silia yang abnormal, hiperplasia sel
otot polos saluran pernapasan, peradangan dan penebalan mukosa bronkus.
Ditemukan banyak sel neutrofil pada lumen bronkus dan infiltrat neutrofil pada
submukosa.
Terjadi peradangan hebat pada bronkiolus respiratorius, banyak sel
mononuklear, sumbatan mukus. Semua hal diatas menyebabkan obstruksi saluran
pernapasan. Sel epitel pada saluran pernapasan melepaskan mediator mediator
inflamasi sebagai respon dari zat toksik,infeksi, ditambah lagi berkurangnya
pelepasan dari produk regulatori seperti ACE (angiotensin-converting enzym) dan
neutral endopeptidase.
Bronkitis kronik dapat dikategorikan sebagai bronkitis kronik sederhana,
bronkitis kronik mukopurulent, atau bronkitis kronik dengan obstruksi. Bronkitis
kronik dengan ditandai oleh produksi mucoid sputum. Produksi sputum yang tetap
atau berulang tanpa adanya penyakit supuratif seperti bronkiektasis mengarah
pada bronkitis kronik mukopurulen.
Bronkitis kronik harus dapat dibedakan dengan asma. Perbedaannya
didasarkan pada riwayat penyakit sebelumnya: pasien yang menderita bronkitis
kronik mengalami batuk produktif yang lama dan mengi atau wheezing yang
muncul setelahnya,sedangkan pasien dengan asma mengalami mengi yang lama
dan diikuti oleh batuk produktif. Bronkitis kronik bisa akibat dari serangkaian
serangan akut dari bronkitis akut.6

12
2.8 Klasifikasi6
1. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan
batuk berdahak dan keluhan lain yang ringan.
2. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis),
ditandai dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
3. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis
with obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan
sesak napas berat dan suara mengi.

Untuk membedakan ketiganya didasarkan pada riwayat penyakit dan


pemeriksaan klinis oleh dokter disertai pemeriksaan penunjang (jika diperlukan),
yakni radiologi (rontgen), faal paru, EKG, analisa gas darah.

13
2.9 Diagnosis7
Diagnosis ditegakkan dari hasil:
Anamnesis yakni gejala gejala pada penderita
Pemeriksaan fisik.
Namun pemeriksaan fisik tidak sensitif untuk bronkitis kronik ringan dan
sedang. Tetapi pada kasus yang lebih berat yakni telah ada obstruksi, kelainan
dapat dijumpai dari hasil inspeksi yakni dipergunakannya otot nafas
tambahan (accessory respiratory muscle).
Pemeriksaan Radiologi
1. Jantung tear drop
2. Foto toraks penderita bronkitis kronik menunjukkan corakan
bronkovaskular yang bertambah
3. diafragma letak rendah ( dibawah VT.10 ) dan cenderung mendatar
4. Gambaran jantung tear drop sehingga sudut kardiofrenikus sinister lancip

Pemeriksaan Fungsi Paru


Pemeriksaan Gas Darah
Pemeriksaan Laboratorium Darah : hitung sel darah putih

14
2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Bronkitis kronik dilakukan secara berkesinambungan
untuk mencegah timbulnya penyulit, meliputi:8
Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk
mengenali gejala dan faktor-faktor pencetus kekambuhan Bronkitis
kronis.
Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
Rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan dan
mencegah kekambuhan, diantaranya dengan olah raga sesyuai usia dan
kemampuan, istirahat dalam jumlah yang cukup, makan makanan bergizi.
Oksigenasi (terapi oksigen)
Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.
Antibiotika. Digunakan manakala penderita Bronkitis kronis mengalami
eksaserbasi oleh infeksi kuman ( H. influenzae, S. pneumoniae, M.
catarrhalis). Pemilihan jenis antibiotika (pilihan pertama, kedua dan
seterusnya) dilakukan oleh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.

Para penderita Bronkitis kronik sebaiknya memeriksakan diri dan


berkonsultasi ke dokter manakala mengalami keluhan-keluhan batuk berdahak
dan lama, sesak napas, agar segera mendapatkan pengobatan yang tepat.

BAB III

15
ANALISA KASUS

a. Hubungan Diagnosis dengan keadaan Rumah dan Lingkungan Sekitar


Keadaan rumah dan lingkungan sekitar rumah pasien cukup tenang dan
tidak begitu padat. Penyakit bronkitis kronis juga bisa dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan yang berdebu dan berpolusi. Biasanya pada daerah perkotaan atau
tempat tinggal yang dekat dengan jalan raya maupun dekat dengan pabrik.
Rumah pasien tidak terletak di lingkungan yang padat dan tidak banyak
polusi serta jauh dari jalan raya yang padat. Di sekitar tempat tinggal pasien juga
tidak terdapat pabrik ataupun bangsal kayu yang menghasilkan banyak debu.
Sehingga pada pasien ini tidak ada hubungan diagnosis dengan keadaan rumah
dan lingkungan sekitar.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga.


Keadaan keluarga dan hubungan pasien dengan keluarga baik. Anak
pasien bukan merupakan perokok sehingga tidak pernah merokok di rumah.
Hubungan antar keluarga pun harmonis. Istri dan anak pasien selalu mendukung
pasien untuk rutin melakukan pengobatan.
Penyakit bronkitis tidak dipengaruhi oleh keadaan keluarga maupun
hubungan antar keluarga karena faktor resiko terjadinya bronkitis kronik adalah
paparan debu, asap, kebiasaan merokok. Sehingga dapat disimpulkan tidak ada
hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar.
Pasien dulunya adalah seorang supir yang sering terpapar dengan debu di
jalan. Pasien juga tidak menggunakan masker dan jika sedang menyetir pasien
senang membuka jendela kendaraannya. Selain itu pasien adalah seorang perokok
aktif. Pasien mulai merokok saat usia 15 tahun. Dalam 1 hari pasien bisa
menghabiskan sekitar 15 buah rokok. Walaupun sejak dahulu pasien sudah mulai
merasakan batuk dan sedikit sesak namun pasien tetap mengkonsumsi rokok. Hal
ini menandakan pasien tidak memiliki kepedulian terhadap perilaku kesehatan
dirinya.

16
Lingkungan pergaulan sekitar pasien juga tidak sehat. Dahulu
kebanyakan teman teman pasien adalah perokok aktif, hal ini menyebabkan
pasien sering terkena paparan asap rokok dari lingkungan sekitar. Tempat pasien
bekerja dulu cukup berpolusi tinggi karena pekerjaan pasien adalah seorang supir
maka hampir seluruh waktunya dihabiskan di jalan dan di terminal. Pada pasien
ini ada hubungan antara perilaku kesehatan dan lingkungan sekitar dengan
diagnosis penyakit.

d. Analisis kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit pada


pasien ini

Kemungkinan faktor resiko terjadinya bronkitis kronis pada pasien ini


adalah kebiasaan merokok dan paparan debu dari lingkungan sekitar. Merokok
merupakan penyebab tersering bronkitis kronis karena komponen asap rokok
menstimulasi perubahan pada sel sel penghasil mukus bronkus dan silia.
Komponen komponen tersebut juga menstimulasi inflamasi kronis. Secara
patologis rokok berhubungan dengan hiperplasi kelenjar mucus bronkus dan
metaplasia skuamus epitel saluran pernapasan juga dapat menyebabkan
bronkokonstriksi kronis.
Eksasebasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus
yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi
paling banyak adalah hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
Pajanan debu dan gas berbahaya . Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai
factor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat
kimia dapat juga menyebabkan bronkhitis adalah zat-zat pereduksi O 2, zat-zat
pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid,ozon. Pada kasus ini dapat
disimpulkan bahwa faktor resiko pada pasien ini adalah paparan debu sera
kebiasan merokok.

e. Analisis untuk mengurangi paparan/memutuskan rantai penularan


dengan faktor resiko atau etiologi pada pasien ini

17
Untuk mengurangi paparan/memutuskan rantai penularan dengan faktor
resiko atau etiologi pada pasien ini adalah dengan cara berhenti merokok, tidak
berada didekat orang yang sedang merokok, tidak berada di tempat yang banyak
debu serta menghindari terkena penyakit inflamsi paru lainnya. Selain itu pasien
juga disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi zat gizi untuk
meningkatkan daya tahan tubuh, karena penyakit bronkitis kronis juga sering
mengenai mereka yang daya tahan tubuhnya sedang tidak baik. Pasien juga
disarankan untuk rutin berobat ke puskesmas dan mengkonsumsi obat secara
teratur.

DAFTAR PUSTAKA

18
1. Snell, SR. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC; 2006.
hal. 88-90.
2. Hartanto H, Natalia S, Pita W, Dewi AM. Anatomi dan fisiologi sistem
pernapasan. Dalam Wilson LM, editor. Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit. Edisi ke-enam. Terjemahan Price SA, Lorraine MW.
Pathophysiology: Clinical concepts of disease processes. Jakarta: EGC; 2005.
hal. 736-69.
3. Novrianti A, Frans D, Titiek R, Luqman YR, Husny M, Aryandhito WN, et al,
editor. Fisiologi kedokteran. Edisi ke-dua puluh dua. Terjemahan Ganong WF.
Medical physiology. Jakarta: EGC; 2008. hal. 669-78.
4. Rachman LY, Huriawati H, Andita N, Nanda W, editor. Buku ajar fisiologi
kedokteran. Edisi ke-sebelas. Terjemahan Guyton AC, Hall JE. Textbook of
medical physiology. Jakarta: EGC; 2007. hal. 495-559.
5. Santoso BI, editor. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi ke-dua.
Terjemahan Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. Jakarta:
EGC; 2001. hal. 410-35.
6. PDT Ilmu Penyakit Paru FK Unair, RSU Dr. Soetomo, edisi 3, 2005.
7. Bronchitis, Jazeela Fayyaz, DO, eMedicine Specialties Pulmonology, 2009
8. Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam, Lawrence M, Tierney, Jr, MD et
all, 2002.

19

Anda mungkin juga menyukai